Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH PERUMUSAN dan PENGESAHAN PANCASILA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Pancasila
yang dibina oleh Bapak Drs. Imam Nawawi, M.Si

oleh :
Ardin Alfahimi 180151602
Elisabeth 180151602
M. Baihaqi 180151602
Sabilah Firdaus 180151602134

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JANUARI 2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Sejarah Perumusan dan Pengesahan
Pancasila”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak dan sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.

Malang, 29 Januari 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Sejarah Perumusan Pancasila..................................................................3
2.2 Sejarah Pengesahan Pancasila.................................................................4
BAB III PENUTUP..................................................................................................6
3.1 Kesimpulan.............................................................................................7
3.2 Saran........................................................................................................7
DAFTAR RUJUKAN............................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia untuk mewujudkan negara yang modern diwarnai
dengan penjajahan bangsa asing selama 3,5 abad atau 350 tahun, serta akar
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Kemudian dalam mendirikan
negara bangsa Indonesia menggali nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu, yang
merupakan local wisdom bangsa Indonesia sendiri, sebasgai unsur materi
Pancasila. Nilai-nilai tersebut diolah dan dikembangkan serta disintesiskan dengan
alam besar di dunia dan disahkan menjadi dasar filsafat negara.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara republik Indonesia sebelum
disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada pada
bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan
negara, yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius.
Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi Pancasila yang berupa nilai-
nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian
diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para pediri negara untuk dijadikan
sebagai dasar filsafat Negara Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara
formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang panitia
sembilan, sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disahkan secara yuridis sebagai
suatu dasar filsafat Negara Republik Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah perumusan pancasila?
1.2.2 Bagaimana sejarah pengesahan pancasila?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mengetahui bagaimana sejarah perumusan pancasila
1.3.2 Mengetahui bagaimana sejarah pengesahan pancasila
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perumusan Pancasila


Sejarah perumusan pancasila, berawal dari pemberian janji kemerdekaan
di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Mentri Jepang yaitu
Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944. Dalam rancangan awal Jepang,
kemerdekaan akan diberikan melalui dua tahap. Pertama, melalui BPUPKI
kemudian disusul dengan pendirian PPKI.
Dokuritsu Junbi Cosakai atau yang sering disebut dengan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk
pada tanggal 1 Maret 1945 yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka. Badan ini
beranggotakan 69 orang yang terdiri dari 62 orang Indonesia dan 7 orang Jepang.
Badan ini diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dan wakil ketua Ichibangase
dan Raden Panji Suroso. Anggota-anggotanya sebagai berikut: 1. Abdul Kaffar, 2.
Abdul Kahar Muzakir, 3. Agus Muhsin Dasaad, 4. AR Baswedan, 5. Bandoro
Pangeran Hario Purubojo, 6. Bendoro Kanjeng Pngeran Ario Suryohamijoyo, 7.
Bendoro Pangeran Hario Bintoro, 8. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Rajiman
Wedyodiningrat, 9. Dr. Raden Buntaran Martoatmojo, 10. Dr. Raden Suleiman
Effendi Kusumaatmaja, 11. Dr. Samsi Sastrawidagda, 12. Dr. Sukiman
Wiryosanjoyo, 13. Drs. Kanjeng Raden Ma Hario Sosrodiningrat, 14. Drs.
Muhammad Hatta, 15. H. A.A. Sanusi, 16. H. Abdul Wahid Hasyim 17. H. Agus
Salim, 18. Ir. Pangeran Muhammad Nur, 19. Ir. Raden Ashar Sutejo Munandar, 20. Ir.
Raden Mas Panji Surahman Cokroadisuryo, 21. Ir. Raden Ruseno
Suryohadikusumo, 22. Ir. Soekarno, 23. K.H. Abdul Halim, 24. Kanjeng Raden Mas
Tumenggung Ario Wuryaningrat, 25. Ki Bagus Hadikusumo, 26. Ki Hajar
Dewantara, 27.K.H. Abdul Fatah Hasan, 28. K.H. Mas Mansyur, 29. K.H Masjkur, 30.
Liem Koen Hian, 31. Mas Aris, 32. Mas Sutarjo Kartohadikusumo, 33. Mr. A.A.
Maramis, 34. Mr. Kanjeng raden Mas Tumenggung Wongsonagoro, 35. Mr. Mas
Besar Martokusumo, 36. Mr. Mas Susanto Tirtoprojo, 37. Mr. Muhammad yamin, 38.
Mr. Raden Achmad soebardjo, 39. Mr. Raden Hindromartono, 40. Mr. Raden Mas
Sartono, 41. Mr. Raden Panji Singgih, 42. Mr. Raden Syamsudin, 43. Mr. Raden
Suwandi, 44. Mr. Raden Sastromulyono, 45. Mr. Yohanes Latuharhary, 46. Ny. Mr.
Raden Ayu Maria Ulfah Santoso, 47. Ny. Raden Nganten Siti Sukaptinah Sunaryo
Mangunpuspito, 48. Oey Tiang Tjoei Oey, 49. Oey Tjong Hauw Oey, 50. P.F. Dahler,
51.
Parada Harahap, 52. Prof. Dr. Mr. Raden Supomo, 53. Pangeran Ario Husein, 54.
Raden Jenal Asikin Wijaya Kusuma, 55. Raden Abdul Kadir, 56. Raden Abdulrahim
Pratalykrama, 57. Raden Abikusno Cokrosuyoso, 58. Raden Adipati Ario
Purbonegoro, 59. Raden Adipati Wiranatakusuma, 60. Raden Asikin Natanegara, 61.
Raden Mas Margono Joyohadikusumo, 62. Raden Mas Tumenggung Ario Suryo, 63.
Raden Otto Iskandardinata, 64. Raden Panji Suroso, 65. Raden Ruslan
Wongsokusumo, 66. Raden Soedirman, 67. Raden Sukarjo Wiryopranoto, 68. Tan Eng
Hoa, 69. Ichibangase
BPUPKI ini mengadakan dua kali sidang. Sidang pertamanya pada tanggal
29 Mei 1945 - 1 Juni 1945 yang membahas rumusan dasar negara. Dan sidang
keduanya pada tanggal 10 – 16 Juli 1945 yang membahas tentang batang tubuh
UUD negara Indonesia merdeka. Tokoh yang mrumuskan dasar negara ada tiga,
yaitu Muh. Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei
1945, Muh. Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno
BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada
BPUPKI. Lima calon dasar yang diusulkan Muh. Yamin melalui lisan atau pidato
yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain usulan lisan, Muh. Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis
mngenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada
BPUPKI oleh Muh. Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya
dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 31 Mei
1945, Mr. Soepomo menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno
BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada
BPUPKI. Lima calon dasar yang diusulkan Mr. Soepomo melalui lisan atau
pidato yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
Selain usulan lisan, Mr. Soepomo tercatat menyampaikan usulan tertulis
mngenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada
BPUPKI oleh Mr. Soepomo berbeda dengan rumusan kata-kata dan
sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu:
1. Ketuhunan yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada sesi ketiga persidangan BPUPKI, dilaksanakan pada 1 Juni 1945
yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Ir. Soekarno sebenarnya
tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip,
tiga prinsip, dan satu prinsip. Ir. Soekarno pula-lah yang mengemukakan dan
menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada
rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa yaitu (Muh. Yamin) yang duduk di
sebelah Ir. Soekarno. Oleh karena itu, rumusan Ir. Soekarno disebut dengan
Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan Pancasila:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ke-Tuhanan yang berkebudayaan
Rumusan Trisila:
1. Socio-nationalisme
2. Socio-demokratie
3. Ke-Tuhanan
Rumusan Ekasila
1. Gotong-Royong
Sidang BPUPKI (29 Mei – 1 Juni 1945) belum dapat menetapkan ketiga
usulan rumusan dasar negara tersebut menjadikan sebuah dasar dalam negara
Indonesia, lalu pada saat itu pula (1 Juni 1945) dibentuk panitia kecil yang
bertugas menampung dan mengidentifikasi usulan anggota BPUPKI. Badan ini
beranggotakan 8 orang yaitu: 1. Ir. Soekarno, 2. Drs. Moh. Hatta, 3. Sutardjo, 4. A
Wachid Hasyim, 5. Ki Bagus Hadikusumo, 6. Otto Iskandardinata, 7. Moh. Yamin, 8.
Mr. A.A. Maramis.
Berdasarkan usulan yang masuk diketahui, ada perbedaan usulan tentang
dasar negara. Golongan Islam menghendaki negara berdasar syariat Islam,
sedangkan golongan nasionalis menghendaki negara tidak berdasarkan hukum
agama tertentu. Namun, pada kenyataannya, karena situasi zaman perang dunia II
yang tidak menentu, Soekarno berinisiatif membentuk Panitia Sembilan yang
bertujuan untuk menangani masalah yang berkaitan dengan dasar negara dan
hubungan antara agama dan negara. Organisasi ini beranggotakan 9 orang yaitu: 1.
Ir. Soekarno, 2. Moh. Hatta, 3. Moh. Yamin, 4. A.A. Maramis, 5. Achmad Subardjo, 6.
Agus Salim, 7. Abdul Kahar Muzakir, 8. Abikusno Tjokrosuyoso, 9. Wachid
Hasyim. Panitia Sembilan ini diketuai oleh Ir. Soekarno.
Pada tanggal 22 Juni 1945 anggota dari panitia sembilan, berhasil
merumuskan naskah rancangan pembukaan UUD, yang kemudian dikenal sebagai
“Piagam Jakarta (Djakarta Charter) yang berisi sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk
pemeluknuya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradap
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Piagam Jakarta diterima bulat oleh BPUPKI dalam sidang kedua
(10 – 16 Juli 1945), yang tentunya melalui perdebatan sengit. Ada 6 hal yang
menjadi agenda dari sidang resmi kedua BPUPKI, yaitu sebagai berikut :
1. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Kewarganegaraan Indonesia
3. Rancangan Undang Undang Dasar
4. Ekonomi dan keuangan
5. Pembelaan negara
6. Pendidengajaran
Dengan agenda sebanyak itu, sidang resmi kedua BPUPKI memiliki beban
tanggung jawab yang lebih besar daripada sidang resmi pertama. Menyadari hal
tersebut dan untuk menghindari terulangnya kesalahan yang sama seperti yang
terjadi pada penyelenggaraan sidang resmi pertama, maka pada sidang resmi
kedua ini ketua dan anggota BPUPKI lainnya memutuskan untuk membentuk
beberapa panitia-panitia kecil yang akan diberi tugas masing-masing. Antara
panitia kecil yang satu dan lainnya memiliki tugas berbeda agar kinerja mereka
lebih terstruktur dan tepat sasaran. Dengan dibentuknya panitia-panitia kecil ini
seluruh anggota BPUPKI menargetkan dapat menyelesaikan semua agenda sidang
resmi kedua dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Adapun panitia-panitia kecil yang dibentuk pada sidang resmi kedua
BPUPKI, antara lain :
1. Panitia Perancang Undang Undang Dasar (Ketua : Ir. Soekarno)
2. Panitia Pembelaan Tanah Air (Ketua : Raden Abikusno Tjokrosoejoso)
3. Panitia Ekonomi dan Keuangan (Ketua : Drs. Mohammad Hatta)
Panitia Perancang Undang Undang Dasar dalam sidang mereka tanggal 11
Juli 1945, membentuk satu panitia kecil lagi dibawah naungan panitia yang
terbentuk sebelumnya. Panitia kecil yang baru ini bertugas khusus merancang isi
Undang Undang Dasar. Panitia kecil yang baru dibentuk ini beranggotakan 7
orang anggota, antara lain :
1. Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua)
2. Mr. KRMT Wongsonegoro
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerdjo
4. Mr. Alexander Andries Maramis
5. Mr. Raden Panji Singgih
6. Haji Agus Salim
7. Dr. Soekiman Wirjosandjojo
Dalam masa bakti atau masa kerja dua hari, yaitu tanggal 13 Juli 1945
panitia kecil yang baru ini telah menyerahkan hasil kerja mereka pada ketua
Panitia Perancang Undang Undang Dasar yakni Ir. Soekarno. Hasil kerja yang
berupa rancangan Undang Undang Dasar itu kemudian disempurnakan tata
bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa. Panitia Penghalus Bahasa terdiri dari 3
orang anggota, yaitu : 1. Prof. Dr. P.A.H Hoesein Djajadiningrat, 2. Haji Agus
Salim, dan 3. Prof. Mr. Dr. Soepomo.
Kemudian tanggal 14 Juli 1945 Ir. Soekarno menyerahkan laporan hasil
kerja Panitia Perancang Undang Undang Dasar secara keseluruhan melalui sidang
pleno BPUPKI. Dalam laporan yang diserahkan tersebut mencakup 3 masalah
pokok, yaitu sebagai berikut :
1. Pernyataan tentang Indonesia Merdeka
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian diberi nama
“Undang-Undang Dasar 1945”
Adapun isi Undang Undang Dasar 1945, yaitu sebagai berikut :
1. Wilayah negara Indonesia adala sama dengan bekas wilayah Hindia
Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah
wilayah Sabah dan Serawak milik negara Malaysia, serta wilayah negara
Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (Sekarang wilayah negara
Timor Leste), dan pulau-pulau disekitarnya.
2. Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan
3. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik
4. Bendera nasional Indonesiaa adalah Sang Saka Merah Putih
5. Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia
Sebagian besar konsep Undang Undang Dasar diambil dari alinea keempat
“Piagam Jakarta”. Kemudian “Piagam Jakarta” disetujui setelah mengalami
beberapa revisi pada urutan dan tata bahasanya

2.2 Sejarah Pengesahan Pancasila


Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 7 Agustus dibentuklah PPKI.
Dokuritsu Junbi Inkai atau yang sering disebut dengan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945 yang
bertugas menyiapkan segala sesuatu menyangkut masalah ketatanegaraan
menghadapi penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Jepang kepada bangsa
Indonesia.Badan ini beranggotakan 21 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno,
wakilnya Moh. Hatta dan untuk penasehatnya yaitu Mr. Ahmad Subardjo.
Anggotanya yaitu: 1. Ir. Soekarno, 2. Moh. Hatta, 3. Soepomo, 4. Radjiman
Wedyodiningrat, 5. Soeroso, 6. Soetardjo Karthohadikoesoemo, 7. Wahid Hasyim, 8.
Ki Bagus Hadikusumo, 9. Otto Iskandardinata, 10. Abdul Kadir, 11. Pangeran
Soerjohamidjojo, 12. Pangeran Poerbojo, 13. Dr. Muhammad Amir, 14. Abdul Abbas,
15.
Muhammad Hassan, 16. Ratulangi, 17. Andi Pangerang, 18. A.H. Hamidan, 19. I
Goesti Ketoet Poedja, 20. Johannes Latuharhary, 21. Yap Tjwan Bing.
Tanpa sepengetahuan pemerintahan Jepang, PPKI menambah enam orang
lagi yaitu, 1. Wiranatakusumah, 2. Ki Hajar Dewantara, 3. Mr. Kasman
Singodimedjo, 4. Sayuti Melik, 5. Iwa Kusumasumantri, dan 6. Ahmad Soebardjo.
Badan ini dibentuk untuk menarik simpati golongan-golongan yang ada di
Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam Perang Pasifik, yang
kedudukannya semakin terdesak sejak 1943. Mereka juga berjanji memberi
kemerdekaan pada Indonesia melalui “Perjanjian Kyoto”.
Pada tanggal 14 Agustus 1945, Kaisar Hiro Hito mengumumkan bahwa
Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah kota Hiroshima dan
Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat. Berita kekalahan Jepang dengan
cepat didengar oleh bangsa Indonesia, terutama oleh para pemuda yang bekerja di
kantor berita Jepang, Domei. Soekarno, Hatta, dan Radjiman yang baru kembali
dari Dalat dalam rangka memenuhi undangan Marsekal Muda Terauchi (Panglima
Jepang yang membawahi kawasan Asia Tenggara) belum mengetahui berita
tersebut. Para pemuda yang telah mengetahui info tersebut mendesak Soekarno
dan Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa bentukan
Jepang. Akan tetapi, Soekarno dan Haatta ingin mendapat kepastian terlebih
dahulu apakah benar Jepang benar-benar telah menyerah. Soekarno dan Hatta
masih memiliki keinginan untuk membicarakan segala sesuatu mengenai
pelaksanaan proklamasi dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia).
Adanya perbedaan pandangan antara golongan muda dengan Soekarno-
Hatta membuat mereka para golongan muda untuk menculik mereka berdua.
Akhirnya Soekarno-Hatta diculik dan dibawa ke rengasdengklok.
Keputusan untuk menculik kedua tokoh tersebut diambil dalam rapat tanggal 16
Agustus 1945 dini hari yang dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr, Mawardi dari
barisan Pelopor dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Tugas
penculikan diberikan kepada Singgih.
Dalam pelaksanaannya, Singgih dibantu oleh Cudanco Latief
Hendriningrat berupa perlengkapan militer. Soekarno dan Hatta dijemput oleh
seklompok pemuda dan kemudian dibawa ke Rengasdengklok karena daerah
tersebut dianggap aman. Kedua tokoh tersebut berada di Rengasdengklok seharian
penuh. Para kelompok pemuda mendesak Soekarno dan Haatta untuk segera
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa adanya berkaitan dengan Jepang.
Ketidakadaan Soekarno di Jakarta tercium oleh Ahmad Soebardjo
sehingga dia mencari informasi letak keberadaan Soekarno. Setelah mengetahui
bahwa Soekarno diculik oleh kelompok pemuda, ia mencoba untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada. Akhirnya tercapai kesepakatan antara
Ahmad Soebardjo yang mewakili dari kalangan tua dan Wikana dari kalangan
pemuda bahwa proklamasi kemerdekaan harus diadakan di Jakarta. Sebagai syarat
dan jaminannya, Soebardjo meminta para pemuda agar segera memulangkan
Soekarno dan Hatta ke Jakarta dan Ahmad Soebardjo menjanjikan kepada mereka
bahwa proklamasi akan segera dikumandangkan tanpa keterlibatan Jepang.
Akhirnya bersama Jusuf Kunto dan Soebardjo dengan didampingi Sudiro
berangkat ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta.
Rombongan Soekarno-Hatta kembali dari Rengasdengklok ke Jakarta pada
tanggala 16 Agustus 1945 sekitar pukul 23.00 WIB. Mereka sempat singgah ke
rumah masing-masing sebelum menuju ke rumah Laksamana Maeda (Jl. Imam
Bonjol no. 1 Menteng, Jakarta Pusat). Kemudian, Soekarno dan Hatta dengan
didampingi Laksamana Maeda menemui Somubuco Mayor Jenderal Nishimura
untuk mengetahui sikap Jepang tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Dalam pertemuan itu, tidak tercapai kata sepakat antara Soekarno, Hatta dan
Nishimura. Soekarno dan Hatta menekankan bahwa Marsekal Terauchi telah
mneyerahkan sepenuhnya pelaksanaan kemerdekaan kepada PPKI. Akan tetapi
Nishimura mengatakan bahwa setelah menyerahnya Jepang, mereka mendapatkan
perintah untuk menjaga status quo. Artinya, proklamasi kemerdekaan Indonesia
tidak boleh dilakukan. Dari pertemuan itu, akhirnya mereka merasa yakin bahwa
tidak ada gunannya lagi membicarakan masalah kemerdekaan dengan pihak
Jepang. Kemudian, mereka kembali ke rumah Laksamana Maeda yang dinilai
relatif lebih aman dari campur tangan angkatan bersenjata Jepang pada saat itu.
Kedudukan Laksamana Maeda sebagai kepala kantor penghubung angkatan laut
di daerah kekuasaan angkatan darat harus dihormati. Tidak lama setelah itu,
anggota PPKI dan tokoh-tokoh pemuda mendatangi rumah Laksamana Maeda.
Kemudian Soekarno dan Hatta dengan ditemani Ahmad Soebardjo menuju ruang
makan untuk merumuskan naskah proklamasi.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan
proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia
yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam”
(tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut
Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
Barulah sehari kemudian, dasar negara Pancasila dan konstitusi UUD
disahkan. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang
pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden
dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas Presiden
Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia dengan menggunakan
naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun, sebelum sidang
dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri
untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh
Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H.
Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal
tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari
Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka
mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk
menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang
sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan
pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai.
Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka
dengan hasil keputusan:
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945
2. Memilih presiden dan wakil presiden (Sukarno dan Moh. Hatta)
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan musyawarah
darurat.
5. Fungsi pokok pancasila sebagai dasar Negara dan ideology Negara
Berdasarkan Perintah Presiden No. 12 tahun 1968 tanggal 13 April tahun
1968, mengenai rumusan Dalam dasar Negara Indonesia dan tata cara dituliskan.
Rumusan Pancasila yang benar (shohih) dan sah adalah yang tercantum didalam
pembukaan UUD 1945 yaitu Pancasila, dan rumusan dari Pancasila setelah sidang
PPKI yaitu:
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
 Pancasila sebagai dasar Negara :
1) Sebagai dasar Negara, pancasila berkedudukan sebagai norma dasar atau
norma fundamental (fundamental norm) Negara dengan demikian
Pancasila menempati norma hukum tertinggi dalam Negara ideologi
Indonesia. Pancasila adalah cita hukum (staatside) baik hukum tertulis dan
tidak tertulis (konvensi).
2) Sebagai sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupaka kaidah
Negara yang fundamental artinya kedudukannya paling tinggi, oleh karena
itu Pancasila juga sebagai landasan ideal penyususnan arturan–aturan di
Indonesia. Oleh karena itu semua peraturan perundangan baik yang dipusat
maupun daerah tidak menyimpang dari nilai Pancasila atau harus
bersumber dari nilai -nilai Pancasila.
3) Sebagai pandangan hidup, yaitu nilai Pancasila merupakan pedoman dan
pegangan dalam pembangunan bangsa dan Negara agar tetap berdiri kokoh
dan mengetahui arah dalam memecahkan masalah ideologi, politik,
ekonomi, soaial dan budaya serta pertahanan dan keamanan.
4) Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, nilai pancasila itu
mencerminkan kepribadian bangsa sebab nilai dasarnya kristalisasi nilai
budaya bangsa Indonesia asli, bukan diambil dari bangsa lain.
5) Sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia, pancasila lahir dari hasil
musyawarah para pendiri bangsa dan negara (founding fathers) sebagi para
wakil bangsa, Pancasila yang dihasilkan itu dapat dipertanggungjawabkan
secara moral, sisio kulturil. Moral dalam arti tidak bertentangan dengan
nilai agama yang berlaku di Indonesia, sosio kultural berarti cerminan dari
nilai budaya bangsa Indonesia, karena itu Pancasila merangkul segenap
lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk ini.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pancasila sebagai dasar Negara
merupakan norma dasar dalam kehidupan bernegara yang menjadi sumber dasar,
landasan norma, serta memberi fungsi konstitutif dan regulative bagi penyusunan
hukum –hokum Negara.
 Pancasila Sebagai Ideologi Negara :
     Dalam kehidupan sehari-hari istilah ideologi umumnya digunakan sebagai
pengertian pedoman hidup baik dalam berpikir maupun bertindak. Dalam hal ini
ideologi dapat dibedakan mejadi dua pengertian yaitu ideologi dalam arti luas dan
ideologi dalam arti sempit. Dalam arti luas ideologi menunjuk pada pedoman
dalam berpikir dan bertindak atau sebagai pedoman hidup di semua segi
kehidupan baik pribadi maupun umum. Sedangkan dalam arti sempit, ideologi
menunjuk pada pedoman baik dalam berpikir maupun bertindak atau pedoman
hidup dalam bidang tertentu misalnya sebagai ideologi Negara. Ideologi Negara
adalah ideologi dalam pengertian sempit atau terbatas. Ideologi Negara
merupakan ideologi mayoritas waga Negara tentang nilai -nilai dasar Negara yang
ingin diwujudkan melalui kehidupan Negara itu.
     Ideologi Negara sering disebut sebagai ideologi politik karena terkait
dengan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang tidak lain
adalah kehidupan politik. Pancasila adalah ideologi Negara yaitu gagasan
fundamental mengenai bagaimana hidup bernegara milik seluruh bangsa
Indonesia bukan ideologi milik Negara atau rezim tertentu. Sebagai ideologi, yaitu
selain kedudukannya sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
Pancasila berkedudukan juga sebagai ideologi nasional Indonesia yang
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Sebagai ideologi
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sebagai ikatan budaya (cultural bond) yang
berkembangan secara alami dalam kehidupan masyarakat Indonesia bukan secara
paksaan atau Pancasila adalah sesuatu yang sudah mendarah daging dalam
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Sebuah ideologi dapat bertahan atau
pudar dalam menghadapi perubahan masyarakat tergantung daya tahan dari
ideologi itu. Alfian mengatakan bahwa kekuatan ideologi tergantung pada kualitas
tiga dimensi yang dimiliki oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita, idealisme, dan
fleksibelitas. Pancasila sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi tersebut:
1) Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu yang
mencerminkan realita atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
Dimana ideologi itu lahir atau muncul untuk pertama kalinya paling tidak
nilai dasar ideologi itu mencerminkan realita masyarakat pada awal
kelahira nnya.
2) Dimensi Iidalisme, adalah kadar atau kualitas ideologi yang terkandung
dalam nilai dasar itu mampu memberikan harapan kepada berbagai
kelompok atau golongan masyarakat tentang masa depan yang lebih baik
melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.
3) Dimensi Fleksibelitas atau dimensi pengembangan, yaitu kemampuan
ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakatnya Mempengaruhi artinya ikut wewarnai
proses perkembangan zaman tanpa menghilangkan jati diri ideologi itu
sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya. Mempengaruhi berarti
pendukung ideologi itu berhasil menemukan tafsiran –tafsiran terhadap
nilai dasar dari ideologi itu yang sesuai dengan realita -realita baru yang
muncul di hadapan mereka sesuai perkembangan zaman.
Fungsi Pancasila sebagai ideologi Negara, yaitu:
1) Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah bangsa
yang majemuk.
2) Mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakkan serta
membimbing bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan.
3) Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan sebagai dorongan
dalam pembentukan karakter bangs a berdasarkan Pancasila.
4) Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai kedaan bangsa dan
Negara.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR RUJUKAN

Artikelsiana. 2014. Sejarah Indonesia : Sejarah Perumusan Pancasila, (Online),


(http://www.artikelsiana.com/2014/08/sejarah-perumusan-pancasila.html),
diakses 26 Januari 2019.
Guru PPKn. 2015. BPUPKI-Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, (Online), (https://guruppkn.com/bpupki), diakses 27 Januari
2019.
Kaelan, M.S. 2014. Pendidikan Pancasila, Edisi Reformasi. Yogyakarta:
Paradigma.
Rifai, A. 2014. Proses Perumusan dan Pengesahan Pancasila sebagai Dasar
Negara, (Online),
(http://mahasiswa.ung.ac.id/613413023/home/2014/3/26/proses-
perumusan-dan-pengesahan-pancasila-sebagai-dasar-negara.html), diakses
26 Januari 2019.
Setiawan, P. 2019. Sejarah Perumusan Pancasila Berdasarkan UUD 1945
Terlengkap, (Online), (https://www.gurupendidikan.co.id/sejarah-
perumusan-pancasila-terlengkap/#forward), diakses 26 Januari 2019.
Zidan, Z. 2018. Peristiwa Rengasdengklok Lengkap hingga Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, (Online), (https://lamosea.com/peristiwa-
rengasdengklok/), diakses 29 Januari 2019.

Anda mungkin juga menyukai