Dosen Pengampu :
Unun Roudhotul Jannah, M. Ag.
Ekonomi Syariah I
Segala puji syukur senantiasa kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT. atas limpahan
karunia serta kenikmatan kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan konsep WAKALAH dan KAFALAH ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Fiqh Muamalah dan menambah wawasan mengenai Wakalah dan Kafalah bagi pembaca
maupun penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Unun Roudhotul Jannah, M. Ag. selaku
dosen mata kuliah Fiqh Muamalah, kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis masih jauh
dari kata sempurna sehingga kritik dan saran dapat diberikan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah “Wakalah dan Kafalah” ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakalah
B. Dasar Hukum Wakalah
C. Rukun dan Syarat Wakalah
D. Macam-Macam Wakalah
E. Berakhirnya Akad Wakalah
F. Pengertian Kafalah
G. Dasar Hukum Kafalah
H. Rukun dan Syarat Kafalah
I. Jenis-Jenis Kafalah
A. Latar Belakang
Wakalah dan Kafalah sering kita dengar baik dalam ekonomi syariah maupun
dalam lembaga keuangan syariah. Hal-hal tersebut dalam dunia perbankan terdapat dalam
produk jasa. Masyarakat awam pada umumnya tidak begitu memahami apa yang
dimaksud dengan wakalah dan kafalah ini.
Wakalah berupa penyerahan atau pendelegasian dari satu pihak kepihak lain dan
harus dilakukan dengan yang telah disepakati oleh sipemberi mandat. Hal ini terjadi
karena pada dasarnya tidak semua manusia dapat mengurusi segala urusannya secara
pribadi, sehingga ia butuh pendelegasian mandat kepada orang lain
Kafalah dalam dunia perbankan yaitu pemebrian asuransi, berarti pemberian
jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan
bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu utang ynag menjadi hak penerima
jaminan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian wakalah dan kafalah ?
2. Apa dasar hukum wakalah dan kafalah ?
3. Apa saja rukun dan syarat wakalah dan kafalah ?
4. Bagaimana pelaksanaan kafalah ?
5. Bagaimana akhir dari wakalah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa pengertian wakalah dan kafalah ?
2. Mengetahui apa dasar hukum wakalah dan kafalah ?
3. Mengetahui apa saja rukun dan syarat wakalah dan kafalah ?
4. Mengetahui bagaimana pelaksanaan kafalah ?
5. Mengetahui bagaimana akhir dari wakalah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakalah
1
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2008, hlm. 120-121
2
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 20
3
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm. 529.
4
Teungku Muhammad Hasby Ash Shiddieqi, Hukum-Hukum Fiqh Islam ( Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001),
391.
5
Sayyid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, juz V ( Beirut: Daar al- Fikr, 1983), 235.
c. Menurut Ulama Malikiyah ,Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya
kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan hak nya yang
tindakan itu tidak di kaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan
dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.
d. Menurut ulama Syafi‟iyah mengatakan bahwa wakalah adalah salah suatu ungkapan
yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain supaya
orang lain itu melaksanakan apa yang boleh di kuasakan atas nama pemberi kuasa.
a. Al-Qur’an
ِإنِّ ْي َحفِيْظٌ َعلَ ْي ٌم،ض
ِ ْاِجْ َع ْلنِ ْي َعلَى َخ َزاِئ ِن اَْألر
Artinya: “Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir); sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (Qs. Yusuf:55)
Ayat tersebut menyimpulkan bahwa dalam hal muamalah dapat dilakukan perwakilan dalam
bertransaksi, ada solusi yang bias diambil manakala manusia mengalami kondisi tertentu yang
mengakibatkan ketidak sanggupan melakukan segala sesuatu secara mandiri, baik melaui
perintah maupun kesadaran pribadi dalam rangka tolong menolong, dengan demikian seseorang
dapat mengakses atau melakukan transaki melaui jalan Wakalah.
b. Sunnah
)ث (رواه مالك في الموطأ ِ فَ َز َّو َجاهُ َم ْي ُموْ نَةَ بِ ْنتَ ْال َح،ار
ِ ار ِ صَ ث َأبَا َرافِ ٍع َو َر ُجالً ِمنَ اَْأل ْن
َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم بَ َع
َ ِِإ َّن َرسُوْ َل هللا
"Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi' dan seorang Anshar untuk mengawinkan (qabul
perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.a." (HR. Malik dalam al-Muwaththa').
c. Ijma
Para ulama berpendapat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Mereka mensunnahkan
wakalah dengan alasan bahwa wakalah termasuk jenis ta‟awun atau tolong menolong atas dasar
kebaikan dan takwa.6
b. Syarat-syarat
1. Muwakkil (yang mewakilkan)
Muwakkil merupakan orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa yang
diwakilkan, sebab milik atau di bawah kekuasaannya orang yang berwakil disyaratkan
6
Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit., hlm. 122.
sah melakukan apa yang diwakilkan, sebab milik atau di bawah kekuasaannya. Syarat-
syarat muwakkil adalah:
1) Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
2) Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal
yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah
dan sebagainya.
2. Wakil (yang mewakili)
Syarat-syarat wakil adalah sebagai berikut:
1) Cakap hukum, cakap bertindak hukum untuk dirinya dan orang lain, memiliki
pengetahuan yang memadai tentang masalah yang diwakilkan kepadanya, serta amanah
dan mampu mengerjakan pekerjaan yang dimandatkan kepadanya.
2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
3) Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3. Perkara yang diwakilkan/obyek wakal
Sesuatu yang dapat dijadikan obyek akad atau suatu pekerjaan yang dapat dikerjakan
orang lain, perkara-perkara yang mubah dan dibenarkan oleh syara’, memiliki identitas
yang jelas, dan milik sah dari al-Muwakkil, misalnya: jual-beli, sewa-menyewa,
pemindahan hutang, tanggungan, kerjasama usaha, penukaran mata uang, pemberian gaji,
akad bagi hasil, talak, nikah, perdamaian dan sebagainya.
4. Pernyataan Kesepakatan (Ijab-Qabul)
Kesepakatan kedua belah pihak baik lisan maupun tulisan dengan keikhlasan memberi
dan menerima baik fisik maupun manfaat dari hal yang ditransaksikan.7
E. Pengertian kafalah
I. Jenis kafalah
Secara garis besar, akad kafalah dapat dibedakan menjadi dua : kafalah bil mal dan kafalah
bin-nafs.
1) Kafalah bil mal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang atau
kafalah yang berupa kewajiban yang harus dipenuhi oleh kafil dengan pemenuhan berupa
harta. Akad kafalah bil mal akan berakhir ketika obyek pertanggungan (makful bihu)
sudah terbayarkan kepada penerima tanggungan (makful lahu), baik oleh tertanggung
(makful ‘anhu) ataupun oleh pihak penanggung (kafil). Pihak penerima tanggungan
melakukan hibah atas obyek pertanggungan, baik kepada pihak tertanggung ataupun
kepada kafil.
Kafalah bil mal dibedakan menjadi tiga macam:
a. kafalah bi al-dayn yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi tanggung
jawab orang lain. Hutang yang menjadi obyek kafalah disyaratkan : Pertama,
Hutang telah pasti pada waktu jaminan tersebut diberikan apabila hutang itu
belum pasti, maka kafalah-nya dianggap tidak sah. Kedua, Hutang diketahui oleh
kafil.
b. Kafalah bi‘ainawbiat-taslim ( Kafalah atas suatu barang maupun penyerahannya ),
yaitu kewajiban kafil untuk menyerahkan benda-benda tertentu yang berada di
tangan orang lain. Seperti menyerahkan barang yang telah dijual kepada
seseorang yang pada saat jual beli terjadi ternyata barang tersebut berada di
tangan ghăsib.
c. Kafalah bi al-aib, maksudnya adalah kafalah atas barang yang telah terjual (dibeli
seseorang) atas bahaya atau resiko cacat yang mungkin terjadi atas barang
tersebut, karena waktu yang terlalu lama atau karena suatu hal lainnya, maka ia
(pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak pembeli pada penjual, seperti jika
terbukti barang yang dijual adalah milik orang lain atau barang tersebut adalah
barang gadai.
2) Kafalah bin-nafs, merupakan akad pemberian jaminan atas diri (personal guarantee).
Yaitu kewajiban kafil untuk menghadirkan seseorang ke hadapan orang yang
mempunyai hak (makful lahu ).
Menurut sebagian ulama fiqh kafalah bin-nafs adalah kesediaan menghadirkan
tertanggung (makful ‘anhu) kehadapan pihak penerima tanggungan (makful lahu) untuk
suatu tujuan dengan seizin tertanggung. Kafalah ini dibolehkan jika pertanggungan
tersebut menyangkut persoalan hak manusia sebab kafalah ini hanya menyangkut badan
dan bukan menyangkut harta. Kafalah jiwa ini sudah berlaku sejak permulaan Islam dan
selanjutnya menjadi ijma para ulama.
Akad kafalah bin-nafs akan berakhir ketika obyek jaminan (makful bihi) telah
menyerahkan diri dan hadir di hadapan makful lahu, dan menyelesaikan akad
pertanggungan. Demikian juga apabila kafil (penjamin/penanggung) mendapatkan
pembebasan dari makful lahu, maka akad kafalah berakhir atau ketika makful ‘anhu
meninggal dunia.