Anda di halaman 1dari 11

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

Penambahan Tepung Belut (Monopterus albus Zuieuw) Terhadap


Kualitas Tempe Kedelai Lokal Ditinjau Dari Kadar Protein, Kadar
Air, Kadar Lemak dan Angka Ketidakjenuhan

Santoso Sastrodihardjo, Lusiawati Dewi dan Grace Ervina Hasan


Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika,
Universitas Krsiten Satya Wacana, Salatiga
Email: lusisantoso@yahoo.com

PENDAHULUAN impor, dikarenakan harganya yang lebih


murah ataupun kenampakan tempe yang
Di Indonesia telah banyak dilakukan dihasilkan lebih bagus. Habsari (2011)
berbagai upaya guna melakukan diversifikasi menyatakan kedelai lokal memiliki banyak
pangan. Diversifikasi konsumsi pangan pada keunggulan dibandingkan kedelai impor
hakekatnya dilakukan sebagai upaya diantaranya lebih segar dan daya
perbaikan gizi masyarakat dan meningkatkan kembangnya lebih baik daripada kedelai
ketahanan pangan nasional (Ariani, 2007). impor.
Ketahanan pangan merupakan hal yang Sampai saat ini tempe diperhitungkan
sangat penting mengingat pangan merupakan sebagai sumber makanan yang baik gizinya.
kebutuhan dasar manusia. Selain proteinnya yang tinggi, tempe juga
Beberapa teknologi pengolahan kaya akan asam amino essensial, asam lemak
pangan pun dilakukan guna meningkatkan essensial, serat pangan, kalsium, zat besi,
ketahanan pangan dengan vitamin B kompleks, serat, dan antioksidan
menganekaragamkan jenis pangan dan ( Wahyuningsih, 2011).
meningkatkan gizi makanan rakyat baik Melihat potensi yang ada pada tempe,
secara kualitas maupun kuantitas. Contoh terobosan-terobosan baru dalam pembuatan
yang sudah dilakukan yakni pada tempe. tempe pun sudah mulai dilakukan yakni
Tempe merupakan makanan yang dengan menggunakan bahan yang tidak
sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di menghambat pertumbuhan jamur contohnya
Indonesia. Makanan hasil fermentasi antara adalah dengan mencampurkan tepung wortel
kedelai dengan jamur Rhizopus oligosporus pada kedelai guna menambah beta karoten
ini dikonsumsi oleh semua lapisan pada tempe (Hidayat, 2008). Peluang lain
masyarakat di Indonesia. Dalam yang dapat dilakukan yakni dengan
pembuatannya, kedelai yang digunakan menambahkan tepung belut.
terdiri dari dua jenis, yaitu kedelai impor dan Belut (Monopterus albus) sangat
kedelai lokal. Namun, para perajin lebih suka bermanfaat bagi kesehatan karena kandungan
atau cenderung untuk menggunakan kedelai gizinya yang tinggi, seperti protein dan asam

127
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

lemak tak jenuh omega 3 (Sugianto, 2011). Pembuatan Tepung Belut (Purwanto,
Belut mengandung asam lemak omega 3, 2012)
yang berkisar antara 4,48 persen sampai Setengah kilogram belut dibersihkan,
dengan 11,80 persen (Astawan, 2008). dengan membuang kepala, tulang, beserta isi
Namun dalam pembuatan tempe, belut perlu perutnya. Belut yang sudah dibersihkan
diolah terlebih dahulu menjadi tepung. dipotong-potong ± 3 cm. Belut yang sudah
Adanya penambahan tepung belut ini akan dipotong tersebut dioven pada suhu 50 oC
berpengaruh terhadap kandungan tempe yang selama ± 20 jam. Setelah itu, daging belut
dihasilkan terutama dalam hal peningkatan dihaluskan dengan menggunakan grinder.
protein dan asam lemak tak jenuh. Untuk itu,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna Pembuatan Tempe Dengan Penambahan
mengetahui pengaruh penambahan tepung Tepung Belut (Purwanto, 2012 yang
belut pada tempe yang dalam penelitian ini dimodifikasi)
akan dilakukan pengukuran terhadap kadar
protein, kadar air, kadar lemak, dan asam Sebanyak 100 gram kedelai
lemak tak jenuh yang dinyatakan dengan dibersihkan lalu direbus selama 30 menit.
angka ketidakjenuhan. Setelah itu kedelai direndam dalam air
Berdasarkan latar belakang di atas perebus selama 24 jam, kemudian dikuliti
maka tujuan dari penelitian ini adalah: hingga bersih. Kedelai yang sudah dikuliti
1. Menentukan kadar protein, kadar air, tersebut dikukus selama 90 menit, lalu
kadar lemak dan angka ditiriskan dan didinginkan. Setelah dingin,
ketidakjenuhan pada tempe yang kedelai dicampur dengan 1 gram ragi tempe
ditambahkan tepung belut. dan tepung belut (0% (kontrol); 0,75%; 1,5%;
2. Menentukan konsentrasi penambahan 2,25% dan 3%). Kemudian kedelai dibungkus
tepung belut yang paling disukai dengan plastik yang dilubangi dan
konsumen dari segi tekstur, aroma, diinkubasikan pada suhu ruang selama 2 hari.
rasa, dan kenampakan dari tempe
melalui uji organoleptik. Penentuan Kadar Protein Total Metode
Kjeldahl

METODE PENELITIAN Penentuan kadar protein total pada


tempe dengan penambahan berbagai
Sampel konsentrasi tepung belut dianalisa dengan
Sampel yang digunakan dalam menggunakan alat makro Kjeldahl di
penelitian ini adalah tempe yang dibuat dari Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas
kedelai lokal Grobogan dengan penambahan Teknologi Pangan Universitas Katolik
tepung belut 0% (kontrol); 0,75%; 1,5%; Soegijapranata Semarang dengan spesifikasi:
2,25% dan 3%. Sampel belut didapatkan di Alat destruksi : DK 20 Velp
Desa Muncul, Kecamatan Tuntang, Alat destilasi : UDK Velp 142
Kabupaten Semarang. Penentuan Kadar Air (AOAC, 1970)
Bahan kimia Satu gram tempe ditimbang dalam
Bahan kimia yang digunakan yaitu cawan petri yang telah diketahui beratnya,
Na2S2O3.5H2O (PA, E-Merck, Germany), kemudian dioven pada suhu 100-1020C
Na2CO3 (PA, E-Merck, Germany), Kloroform selama 4 jam. Setelah itu cawan didinginkan
(PA, E-Merck, Germany), Yodium (PA, E- dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan
Merck, Germany), Bromin (PA, E-Merck, tersebut diulang sampai diperoleh berat yang
Germany), KI (Kim. Farma, Indonesia), konstan (selisih penimbangan berturut-turut
Dietil eter (derajat teknis) dan Akuades. kurang dari 0,2 mg).
Piranti
Piranti yang digunakan adalah neraca % kadar air= massacawan
awal massacawan
akhir
x100%
analitis (Mettler H80), alat destruksi Kjeldahl massasampe
l
(DK 20 Velp), dan alat destilasi Kjeldahl
(UDK Velp 142). Penentuan Kadar Lemak (Sudarmadji
dkk., 1997)

128
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

dengan 5 perlakuan dan 25 panelis. Untuk


Sebanyak 4 gram sampel diekstrak membandingkan purata antar perlakuan
menggunakan soxhlet dengan 150 ml pelarut digunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
dietil eter dengan suhu 50 - 60 0C selama 3 - dengan tingkat kebermaknaan 5 %.
4 jam. Sisa pelarut didistilasi dengan alat
distilasi. Selisih bobot labu yang berisi lemak
dan labu kosong, ditimbang dan bobotnya HASIL DAN PEMBAHASAN
dihitung sebagai % kadar lemak tempe.
Kadar Air, Kadar Protein, Kadar Lemak,
Penentuan Angka Ketidakjenuhan Dengan dan Angka Ketidakjenuhan Tepung Belut
Bilangan Iodium (Sudarmadji, dkk., 1997)
Tepung belut yang akan ditambahkan
Setengah gram bahan lemak atau di dalam pembuatan tempe dianalisa terlebih
minyak ditimbang dalam erlenmeyer, dahulu dengan melakukan penentuan kadar
kemudian ditambahkan 10 ml kloroform dan air, kadar protein, kadar lemak, dan angka
25 ml reagen Hanus. Setelah itu erlenmeyer ketidakjenuhan. Hasil analisa dapat dilihat
ditutup rapat dan dibiarkan di tempat gelap pada Tabel 1.
selama 30 menit dengan kadang kala digojog. Dari hasil analisa tepung belut
Kemudian ditambahkan 10 ml larutan KI didapatkan kadar air sebesar 14,98%. Kadar
15% dan 100 ml akuades yang telah air tersebut masih tergolong cukup besar
dididihkan dan larutan segera dititrasi dengan untuk standar tepung karena suhu pembuatan
larutan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan tepung belut hanya sekitar 50 0C. Hal itu
berwarna kuning pucat lalu ditambahkan 2 ml dilakukan dengan tujuan agar protein tepung
larutan pati. Titrasi dilanjutkan sampai warna belut tidak rusak. Mahmud (2010)
biru hilang. Larutan blanko dibuat dari 25 ml menyatakan bahwa pada suhu tinggi protein
reagen Hanus dan 10 ml KI 15% yang akan mengalami denaturasi, yakni pada
diencerkan dengan 100 ml akuades yang telah kisaran suhu 550C-750C.
dididihkan. Setelah itu dititrasi dengan Tabel 1 .Data Kadar Air, Kadar Protein,
larutan Na2S2O3 0, 1 N. Banyaknya Na2S2O3 Kadar Lemak, dan Bilangan Iod
untuk titrasi blanko dikurangi titrasi Tepung Belut
sesungguhnya adalah ekuivalen dengan
banyaknya yodium yang diikat oleh lemak Parameter Hasil
atau minyak. Kadar Air 14,98%
Angka Iod= mltitrasi(blanko  sampel) xNthiox12,691 Kadar Protein 57,82%
glemak Kadar Lemak 10,25%
Bilangan Iod 78,79
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)
Uji organoleptik dilakukan terhadap Kadar protein tepung belut
parameter tekstur, aroma, rasa, dan didapatkan hasil sebesar 57,82%. Hasil
kenampakan dari tempe dengan 25 orang protein yang cukup besar ini menandakan
panelis. Pengujian dilakukan dengan bahwa suhu dan lama pemanasan yang
menggunakan skor 1 = sangat suka, 2 = suka, digunakan untuk pembuatan tepung belut
3 = agak suka, 4 = tidak suka, dan 5 = sangat merupakan suhu dan waktu yang optimal.
tidak suka. Kemudian pada pengukuran kadar lemak
tepung belut didapatkan hasil sebesar
Analisis Data (Steel dan Torie, 1989) 10,25%. Untuk belut mentah, terkandung
Data kandungan protein, air, lemak, lemak sebesar 27% (Astawan, 2008). Ketika
angka iod dianalisa menggunakan Rancangan ditepungkan, kadar lemaknya menurun yang
Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan disebabkan saat proses pemanasan, sebagian
dan 5 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah minyak pada belut mengering. Hal itu
tempe dengan penambahan tepung belut 0% dikarenakan minyak belut merupakan minyak
(kontrol) ; 0,75%; 1,5%, 2,25%, dan 3%. mengering (drying oils) seperti minyak-
sedang kelompok adalah waktu analisis. minyak ikan pada umumnya (Rohman dan
Sedangkan Data Organoleptik juga dianalisa Sumantri, 2007). Ketaren (2005) menyatakan
dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
129
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

bahwa jenis minyak mengering (drying oils) ketidakjenuhan tidak melewati proses
adalah minyak yang mempunyai sifat dapat pemurnian.
mengering jika kena oksidasi, dan akan
berubah menjadi lapisan tebal, bersifat Kadar Air (%) Tempe Dengan
kental, dan membentuk sejenis selaput. Lebih Penambahan Berbagai Konsentrasi
lanjut, panas merupakan salah satu faktor Tepung Belut
yang dapat mempercepat oksidasi (Ketaren,
2005). Purata kadar air (% ± SE) tempe
Kemudian pada pengukuran angka dengan penambahan berbagai konsentrasi
ketidakjenuhan tepung belut didapatkan hasil tepung belut berkisar antara 60,998 ± 0,12 %
sebesar 78,79. Rohman dan Sumantri (2007) sampai dengan 61,75 ± 0,28 %. Hasil Uji
melaporkan bahwa minyak-minyak ikan BNJ 5% ternyata menunjukkan bahwa kadar
memiliki angka ketidakjenuhan yang tinggi airnya berbeda secara bermakna. Hal
yakni di atas 120. Perbedaan ini disebabkan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
pengambilan lemak untuk pengukuran angka

Tabel 2 .Data Kadar Air Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi
Tepung Belut

Konsentrasi Tepung Belut (%)


0 0,75 1,5 2,25 3
Purata 60,998 61,09 61,30 61,49 61,75
± SE ± 0,12 ± 0,13 ± 0,14 ± 0,17 ± 0,28
W= 0,215 a ab bc c d

Keterangan:
* W = BNJ 5 %
*Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan antar perlakuan tidak berbeda
secara bermakna, sedangkan angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar
perlakuan berbeda bermakna. (Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 3, s/d Tabel 9)

pula (Gambar 1). Hal ini dikarenakan di


dalam tepung belut pun terkandung kadar air
yakni sebesar 14,98% dan air mudah
berdifusi ke dalam dinding sel kedelai
(Dwinaningsih, 2010).
Nilai kadar air yang didapat
semuanya masih sesuai standar yang tertuang
dalam SNI 3144:2009, yaitu kadar air
maksimal dalam tempe adalah 65%, sehingga
Gambar 1. Diagram Batang Kadar Air Tempe dapat dikatakan produk tempe ini baik,
Dengan Penambahan Berbagai karena kadar air yang terlalu tinggi pada
Konsentrasi Tepung Belut tempe dapat mempercepat kebusukan. Hal itu
disebabkan mikrob lebih cepat tumbuh pada
Winarno (1992) menyatakan kadar kadar air yang tinggi. Selain itu kadar air
air merupakan salah satu karakteristik yang yang tinggi memicu terjadinya reaksi
sangat penting pada bahan pangan, karena air hidrolisa yang dapat mengakibatkan
dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, kerusakan lemak pada tempe dan
dan citarasa pada bahan pangan, serta menyebabkan perubahan flavor (Ketaren,
berpengaruh terhadap daya tahan suatu 2005).
produk selama masa penyimpanan. Pengaruh
konsentrasi tepung belut yang semakin tinggi
menyebabkan kadar air yang semakin besar
130
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

Kadar Protein (%) Tempe Dengan konsentrasi tepung belut berkisar antara 18,23
Penambahan Berbagai Konsentrasi ± 0,051 % sampai dengan 20,64 ± 0,055 %.
Tepung Belut Hasil Uji BNJ 5% menunjukkan bahwa kadar
protein dengan penambahan berbagai
Protein merupakan suatu zat konsentrasi tepung belut ternyata berbeda
makanan yang sangat penting bagi tubuh secara bermakna. Dari Tabel 3 terlihat bahwa
manusia. Fungsi utama protein bagi tubuh kadar protein tempe yang telah diberi tepung
ialah untuk membentuk jaringan baru dan belut meningkat jika dibandingkan dengan
mempertahankan jaringan yang telah ada kontrol. Nilai kandungan protein yang
(Winarno, 1992). terbesar terdapat pada perlakuan tempe
Purata kadar protein (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut sebesar 3%,
belut dengan penambahan berbagai yaitu 20,64 ± 0,055%.

Tabel 3. Data Kadar Protein Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung
Belut

Konsentrasi Tepung Belut (%)


0 0,75 1,5 2,25 3
Purata 18,23 19,92 20,21 20,47 20,64
± SE ± 0,051 ± 0,051 ± 0,049 ± 0,062 ± 0,055
W= 0,038 a b c d e

Kadar protein yang didapat semuanya kapang tempe dengan aktivitas proteolitiknya
masih sesuai standar yang tertuang dalam akan menguraikan protein yang ada menjadi
SNI 3144:2009, yaitu kadar protein minimal asam-asam amino, sehingga kandungan
dalam tempe adalah 16%. Dapat dikatakan nitrogen terlarut akan mengalami peningkatan
bahwa produk tempe ini baik karena kadar (Aguskrisno, 2011). Peningkatan nitrogen
proteinnya cukup tinggi bila dibandingkan terlarut akan berdampak pula terhadap
dengan standar yang ditetapkan. peningkatan kandungan nitrogen total yang
akan terukur dengan metode Kjeldahl.

Kadar Lemak (%) Tempe Dengan


Penambahan Berbagai Konsentrasi
Tepung Belut
Lemak adalah campuran trigliserida,
dimana trigliserida terdiri atas satu molekul
gliserol yang berikatan dengan tiga molekul
asam lemak (Gaman dan Sherington, 1992).
Lemak berperan penting dalam memberi cita
rasa dan memperbaiki tekstur pada makanan
Gambar 2. (Winarno, 1992).
Diagram Batang Kadar Protein Tempe Dengan Purata kadar lemak (% ± SE) tempe
Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung Belut dengan penambahan berbagai konsentrasi
tepung belut berkisar antara 9,18± 0,39 %
Peningkatan kadar protein yang sampai dengan 14,29 ± 0,6 %. Hasil Uji BNJ
semakin tinggi seiring dengan bertambahnya 5% dapat menunjukkan bahwa kadar lemak
konsentrasi penambahan tepung belut pada tempe dengan adanya penambahan berbagai
tempe (Gambar 2) dikarenakan tepung belut konsentrasi tepung belut ternyata berbeda
yang ditambahkan saat proses pembuatan secara bermakna (Tabel 4).
tempe pun memiliki kadar protein yang
tinggi. Hal itu dapat dilihat pada hasil
pengukuran protein tepung belut yakni
sebesar 57,84%. Selama proses fermentasi,

131
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

Tabel 4. Data Kadar Lemak Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung
Belut

Konsentrasi Tepung Belut (%)


0 0,75 1,5 2,25 3
Purata 9,18 10,098 10,90 13,2 14,29
± SE ± 0,39 ± 0,79 ± 0,45 ± 0,54 ± 0,60
W= 0,301 a b c d e

dibandingkan dengan protein dan


20 10.9 13.2 14.29 karbohidrat. Untuk itu kadar lemak tempe
9.18 10.098
kadar lemak

dengan penambahan tepung belut yang lebih


10 banyak cenderung lebih tinggi bila
(%)

dibandingkan tempe dengan penambahan


0 tepung belut yang sedikit.
0 0,75 1,5 2,25 3
konsentrasi tepung belut (%) Angka ketidakjenuhan Lemak Tempe
Dengan Penambahan Berbagai
Gambar 3. Diagram Batang Kadar Lemak Tempe Konsentrasi Tepung Belut
Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi
Tepung Belut Purata angka ketidakjenuhan (angka
iod ± SE) lemak tempe dengan penambahan
Dari Gambar 3, tampak bahwa berbagai konsentrasi tepung belut berkisar
peningkatan paling tinggi terjadi pada tempe antara 62,34 ± 0,39 sampai dengan 70,32 ±
dengan penambahan tepung belut sebanyak 1,01. Hasil Uji BNJ 5% menunjukkan bahwa
3%. Secara keseluruhan, peningkatan kadar angka ketidakjenuhan lemak tempe dengan
lemak disebabkan kadar lemak yang terdapat penambahan berbagai konsentrasi tepung
dalam belut itu sendiri sudah tinggi yakni belut ternyata berbeda secara bermakna
sebesar 10,25%. Lebih lanjut, Aguskrisno (Tabel 5).
(2011) menyatakan bahwa lemak tidak
mudah langsung digunakan oleh kapang jika

Tabel 5. Data Angka ketidakjenuhan Tempe (Angka iod ± SE) Dengan Penambahan Berbagai
Konsentrasi Tepung Belut

Konsentrasi Tepung Belut (%)


0 0,75 1,5 2,25 3
Purata 62,34 64,21 65,78 67,36 70,32
± SE ± 0,34 ± 0,55 ± 0,33 ± 0,27 ± 1,01
W= 0,850 a b c d e

Angka ketidakjenuhan atau angka


iodium mencerminkan ketidakjenuhan asam
lemak penyusun minyak dan lemak. Bilangan
ini merupakan pengukuran kuantitatif yang
menyatakan banyaknya asam-asam lemak
tidak jenuh, baik dalam bentuk bebas atau
dalam bentuk ester (Rohman, 2007). Pada
penelitian ini dilakukan penentuan bilangan
Gambar 4. iod dengan cara Hanus (Sudarmadji, dkk.,
Diagram batang angka ketidak jenuhan Tempe 1989). Besarnya bilangan iod tempe dengan
Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi penambahan berbagai konsentrasi tepung
Tepung Belut belut dapat dilihat pada Tabel 5.

132
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa tendensi adanya peningkatan derajat


variasi penambahan tepung belut pada tempe ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan
memberikan pengaruh yang bervariasi demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk
terhadap besarnya bilangan iod yang (polyunsaturated fatty acids, PUFA)
menyatakan kandungan asam lemak tak jenuh meningkat jumlahnya (Aguskrisno, 2011).
di dalamnya. Bilangan iod paling tinggi
dimiliki oleh tempe dengan penambahan Analisa Tekstur Tempe Dengan
tepung belut sebesar 3%. Hal ini berarti Penambahan Berbagai Konsentrasi
bahwa tepung belut mampu meningkatkan Tepung Belut
kandungan asam lemak tak jenuh pada tempe
dikarenakan tepung belut yang ditambahkan Hasil uji organoleptik terhadap
saat proses pembuatan tempe memiliki angka tekstur tempe dengan penambahan berbagai
iod yang tinggi yakni sebesar 78,79. Selain konsentrasi tepung belut terhadap 25 panelis
itu, selama proses fermentasi tempe terdapat disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Analisa Tekstur Pada Tempe Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung Belut

Konsentrasi Tepung Belut (%)


0 0,75 1,5 2,25 3
Purata 3,24 3,36 3 3,2 3,32
± SE ± 0,32 ± 0,31 ± 0,29 ± 0,38 ± 0,37
W= 0,496 a a a a a

*
Nilai: 1= sangat suka, 2= suka, 3=agak suka , 4= tidak suka, 5= sangat tidak suka

Tekstur makanan adalah hasil atau tempe dengan penambahan konsentrasi


rupa akhir dari makanan, mencakup warna tepung belut sebesar 0,75% (Gambar 5).
tampilan luar, warna tampilan dalam, Ternyata penambahan tepung belut pada
kelembutan makanan, bentuk permukaan tempe tidak mengakibatkan peningkatan
pada makanan, keadaan makanan (kering, minat panelis terhadap tekstur tempe yang
basah, lembab). Tekstur bahan akan dihasilkan, terbukti dari penilaian 3 pada
mempengaruhi cita rasa suatu bahan makanan semua perbandingan yang bermakna ‘agak
(Winarno, 1992). suka’. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan
konsentrasi tepung belut yang ditambahkan
3.24 3.36 3 3.2 3.32 dalam proses pembuatan tidak mempengaruhi
skala penilaian

tekstur tempe yang dihasilkan. Tingkat


2 tekstur yang disukai panelis berada pada
tempe dengan konsentrasi penambahan
0 tepung belut sebesar 0% sampai 0,75%.
0 0.75 1.5 2.25 3
konsentrasi tepung belut (%) Analisa Aroma Pada Tempe Dengan
Penambahan Berbagai Konsentrasi
Gambar 5. Tepung Belut
Diagram Batang Tekstur Tempe Dengan Hasil uji organoleptik terhadap aroma
Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung tempe dengan penambahan berbagai
Belut konsentrasi tepung belut terhadap 25 panelis
disajikan dalam Tabel 7.
Dari hasil penelitian, didapatkan nilai
3,24 untuk kontrol, dan nilai 3,36 untuk

133
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

Tabel 7. Analisa Aroma Pada Tempe Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung
Belut

Konsentrasi Tepung Belut (%)


0 0,75 1,5 2,25 3
Purata 3,28 3,52 3,4 3,48 3,4
± SE ±0,33 ±0,21 ±0,29 ±0,34 ±0,34
W= 0,503 a a a a a
*
Nilai: 1= sangat suka, 2= suka, 3=agak suka , 4= tidak suka, 5=sangat tidak suka

Aroma merupakan salah satu faktor


penting untuk menentukan mutu bahan
makanan. Aroma yang kurang pada produk
makanan menurunkan tingkat kesukaan
konsumen (Munarso dan Jumali, 1998). Dari
Tabel 7 dapat dilihat bahwa untuk setiap
komposisi penambahan tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna. Hal ini Gambar 6. Diagram Batang Aroma Tempe
menunjukkan bahwa penambahan berbagai Dengan Penambahan Berbagai
konsentrasi tepung belut pada tempe tidak Konsentrasi Tepung Belut
mempengaruhi aroma pada tempe.
Apabila dilihat dari skala penilaian Analisa Rasa Pada Tempe Dengan
yang diberikan, tingkat kesukaan para panelis Penambahan Berbagai Konsentrasi
sama “ agak suka” dengan adanya Tepung Belut
penambahan tepung belut (Gambar 6). Hasil uji organoleptik terhadap rasa tempe
dengan berbagai konsentrasi penambahan
tepung belut terhadap 25 panelis disajikan
dalam Tabel 8.

Tabel 8. Analisa Rasa Pada Tempe Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung
Belut

Konsentrasi Tepung Belut (%)


0 0,75 1,5 2,25 3
Purata 3,08 3,12 3,2 3,24 3,2
± SE ±0,38 ±0,36 ±0,43 ±0,38 ±0,36
W= 0,639 a a a a a

*
Nilai: 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3=agak suka , 4=suka, 5=sangat suka

134
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

sebanyak 2,25%. Akan tetapi pada uji BNJ


5%, untuk setiap komposisi penambahan
tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan berbagai konsentrasi tepung
belut pada tempe tidak mempengaruhi rasa
tempe, sehingga dapat dikonsumsi oleh
panelis yang pada dasarnya menyukai belut
maupun yang tidak.

Analisa Warna Pada Tempe Dengan


Gambar 7 Diagram Batang Rasa Tempe Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi
Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung Belut
Tepung Belut Penilaian pada suatu bahan makanan
tentu tidak terlepas dari kenampakan bahan
makanan itu sendiri. Menurut Winarno
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa (1992),dalam penentuan mutu bahan
pada komposisi penambahan tepung belut makanan, sebelum faktor-faktor lain (cita
sebanyak 3%, tingkat kesukaan panelis rasa, tekstur, dan nilai gizinya)
menurun bila dibandingkan dengan dipertimbangkan, secara visual faktor warna
konsentrasi penambahan sebesar 2,25%. Bagi tampil lebih dahulu dan kadang-kadang
panelis yang menyukai belut tentunya juga sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai
suka dengan tempe ini, tetapi bagi panelis bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik
yang pada dasarnya tidak menyukai belut tidak akan dimakan apabila memiliki warna
tentu hal tersebut menyebabkan berkurangnya yang tidak sedap dipandang atau memberi
tingkat kesukaan, karena menurut Zainal kesan menyimpang dari warna yang
(2005) individu mempunyai penilaian yang seharusnya. Warna juga dapat digunakan
berlainan tehadap suatu rasa sehingga sulit sebagai indikator kesegaran atau kematangan.
untuk menyimpulkan secara objektif. Hasil uji organoleptik terhadap warna tempe
Sama halnya pada Gambar 7, tingkat dengan berbagai konsentrasi penambahan
kesukaan rasa para panelis sama dengan tepung belut terhadap 25 panelis disajikan
adanya penambahan tepung belut pada tempe. dalam Tabel 9.
Skala kesukaan rasa tertinggi berada pada
komposisi penambahan tepung belut

Tabel 9. Analisa Warna Pada Tempe Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung
Belut
Konsentrasi Tepung Belut (%)
0 0,75 1,5 2,25 3
Purata 3,44 3,36 3,4 3,36 3,24
± SE ±0,34 ±0,33 ±0,34 ±0,31 ±0,38
W= 0,484 a a a a a
Nilai: 1= sangat suka, 2= suka, 3=agak suka , 4= tidak suka, 5=sangat tidak suka

Setiap komposisi penambahan tidak


menunjukkan perbedaan yang bermakna
(Tabel 9). Sama halnya pada Gambar 8,
dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis
terhadap warna tempe dengan komposisi
penambahan tepung belut sebanyak 0,75%
dan 2,25% sama. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya penambahan tepung belut pada tempe
tidak berpengaruh terhadap warna.

135
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

nasional.kompas.com/read/2008/11/07/10453
394/si.licin.kuatkan.tulang. [15
November 2011]
Dwinaningsih, E.A. 2010. Karakteristik
Kimia dan Sensori Tempe dengan
Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras dan
Penambahan Angkak Serta Variasi
Lama Fermentasi. Skripsi. Fakultas
Pertanian Teknologi Hasil Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Gambar 8 Diagram Batang Warna Tempe Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1992.
Dengan Penambahan Berbagai Ilmu Pangan. Terjemahan. Yogyakarta :
Konsentrasi Tepung Belut UGM-Press.
Habsari, R. 2011. Kandungan Kedelai.
http://www.soyjoy.co.id/article/kandung
an-kedelai/. [15 November 2011]
KESIMPULAN Hidayat, N. 2008. Pengembangan Produk &
Teknologi Proses. J. Teknol. Dan
1). Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik Industri Pangan, Vol. XIX No.2 Th.
kesimpulan bahwa kadar protein, kadar 2008. http
air, kadar lemak, dan angka ://ptp2007.wordpress.com/2008/08/05/se
ketidakjenuhan pada tempe dengan putar-tempe/. [14 November 2011]
penambahan berbagai konsentrasi Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak
tepung belut meningkat, dan Pangan. Jakarta : UI-Press.
penambahan sebesar 3% tepung belut Mahmud, R. 2010. Denaturasi Protein.
menunjukkan peningkatan yang http://kuhascexpress.blogspot.com/2010/
tertinggi. 12/denaturasi-protein.html. [7 Mei 2012]
2). Hasil uji organoleptik tempe dengan uji Munarso, S. J. dan Jumali., 1998. Pengaruh
kesukaan tekstur, aroma, rasa, dan Perbedaan Kadar Amilosa Tepung Beras
warna dengan konsentrasi penambahan (Oryza Sativa) Terhadap Mutu Kwe
tepung belut sampai 3% masih dapat Tiau yang Dihasilkan. Prosiding
diterima oleh panelis. Seminar Nasional Teknologi Pangan
dan Gizi. Yogyakarta.
Purwanto, M.I.A. 2012. Perubahan Nilai Gizi
DAFTAR PUSTAKA Tempe Berbahan Baku Kedelai (Glycine
max L. Merr) var. Grobogan dengan
Aguskrisno. 2011. Peranan Rhizopus oryzae Penambahan Tepung Belut dan Variasi
Pada Industri Tempe Dalam onsentrasi Usar. Skripsi. FSM UKSW
Peningkatan Industri Pangan. Salatiga.
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/20 Rohman, A. dan Sumantri. 2007. Analisis
11/12/27/pemamfaatan-bakteri- Makanan. Yogyakarta : Gadjah Mada
rhizopus-oryzae-dalam-industri-tempe/. University Press.
[30 April 2012] Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik
AOAC, 1970. Official Methods of Analysis of untuk Industri Pangan dan Hasil
the Association of Official Analytical Pertanian. Jakarta : Bharatara Karya
Chemists. 11th Edition. Association of Aksara.
Official Analytical Chemists. Steel, R. G. D dan J. H. Torie. 1989. Prinsip
Washington DC. dan Prosedur Statistika. PT Gramedia,
Ariani, M.2007. Diversifikasi Konsumsi Jakarta.
Pangan di Indonesia. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi.
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffil 1989. Analisa Bahan Makanan dan
es/Mono27-7/. [14 November 2011] Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
Astawan, M. 2008. Si Licin Belut Kuatkan Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi.
Tulang. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan

136
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :


Liberty.
Sugianto, E. 2011. Mendongkrak Vitalitas
Dengan Belut.
http://energikultivasi.wordpress.com/20
11/03/20/mendongkrak-vitalitas-dengan-
belut/. [14 November 2011]
Wahyuningsih, R. 2011. Tempe, Superfood
yang hebat.
http://www.detikfood.com/read/2011/07
/17/123106/1682904/900/tempe-
superfood-yang-hebat?9922022/. [14
November 2011]
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Zainal. 2005. Kajian Pemanfaatan Air Kelapa
Menjadi Minuman Ringan Beraroma
Nenas.
Jurnal Sains & Teknologi, April 2005, Vol. 5
No.1: 37-49 ISSN 1411-4674

137

Anda mungkin juga menyukai