Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar

dari uterus ibu. Persalinan disebut normal apabila prosesnya terjadi pada cukup bulan

(setelah 37 minguu) tanpa disertai adanya penyulit atau tanpa bantuan (kekuatan

sendiri) (Johari 2017).Definisi persalinan normal menurut WHO adalah persalinan

yang dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap

demikian selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam presentase

belakang kepala pada usia kehamilan Antara 37 hingga 42 minggu lengkap. Setelah

persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil kontrasepsi yang dapat

hidup, dari dalam uterus melalui jalan lahir atau jalan lain kedunia luar. Secara umum

persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang

cukup bulan 37-42 minggu lahir spontan, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin

dususul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Anik, 2016).

Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri

tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung lima factor yaitu :


power, passage, passanger, psikologis ibu dan penolong saat bersalin dan posisi ibu

saat bersalin. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian Antara factor-faktor

tersebut persalinan nofrmal diharapkan dapat berlangsung (Riyanti, 2016).

Bentuk-bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah persalinan spontan yaitu

dimana bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri,

persalinan buatan yaitu bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar,

persalinan anjuran yaitu bila kekyuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan

dari luar dengan jalan rangsangan.

2.1.2 Macam-macam Persalinan

1. Persalinan spontan (normal/biasa)

Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan

melalui jalan lahir.

2. Persalinan buatan

Yaitu persalinan yang dibantu dari luar misalnya vaccumekstraksi, forceps,

SC.

3. Persalinan anjuran

Yaitu terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk hidup di luar, tetapi tidak

sedemikian besaranya sehingga menimbulkankesulitan dalam persalinan,

misal dengan induksi persalinan.


2.1.3 Sebab Mulanya Persalinan

1. Ada dua hormon yang dominan pada saat hamil yaitu

1) Estrogen

a) Meningkatkan sensitivitas otot Rahim

b) Memudahkan penerimaan ransangan dari luar seperti ransangan

oksitosin, ransangan prostaglandin, dan ransangan mekanik

2) Progesterone

a) Menurunkan sensitivitas otot Rahim

b) Menyulitkan penerimaan ransangan dari luar seperti ransangan

oksitosin, ransangan prostaglandin, dan ransangan mekanik

c) Menyebabkan otot Rahim dan otot polos relaksi

2. Teori tentang penyebab persalian :

1) Teori peregangan

a) Otot Rahim mempunyai kemampuan merengan dalam batas tertentu

b) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontrasi sehingga persalinan

dapat dimulai

c) Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah

peregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan

2) Teori penurunan progesterone

a) Proses penuan plasenta mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana

terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami

penyempitan dan buntu.


b) Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot Rahim

menjadi lebih sensitive terhadap oksitosin

3) Teori oksitosin internal

a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior

b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah

sensitivitas otot Rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton

Hicks.

4) Teori prostaglandin

a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu,

yang dikeluarkan oleh desidua

b) Prostaglandin dianggap dapat menjadi pemicu persalinan.

5) Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis

a) Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anancepalus

sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk

hipotalamus.

b) Glandula Suprarenalis merupakan pemicu terjai persalinan

bagaimana terjadi persalinan tetap belum diketahui dengan

pasti, besar kemungkuinan semua factor bekerja sama,

sehingga pemicu persalinan menjadi multifactor.


2.1.4 Tahap persalinan ( Kala I, II, III, IV)

1. Kala I

a) Yang dimaksud dengan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung

dari pembukaan nol sampai pembukaan lengkap.

b) Kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus teratur dan meningkat

( frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap.

c) Kala I dibagi menjadi dua fase yaitu :

1) Fase Laten

a) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan

pembukaan serviks secara bertahap

b) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.

c) Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam

d) Kontraksi mulai teratur tetapimasih Antara 20-30 detik.

2) Fase Aktif dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

a) Fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4

cm.

b) Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan

berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

c) Fase deselerasi pemnbukaan menjadi lambat. Dalam waktu 2

jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.


2. Kala II ( Kala Pengeluaran)

Pada kala II his terkordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit

sekali. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, dan

perineum menegang. Lama ksala II pada Primigravida adalah dari 1,5 jam samapai

dengan 2jam, sedangkan pada multigravida adalah 0,5 jam sampai dengan 1 jam.

Kala II dimulai dari pembukaan lengkap sampai dengan bayi lahir, gejala dan

tanda kala II persalinan yaitu : his semakin kuat dengan interval 2 sampai 3 menit

dengan durasi 50 sampai 100detik, menjelang kala I berakhir ketuban pecah yang

ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak, ibu merasakan ingin

meneran bersamaan dengan adanya kontraksi, ibu merasakan peningkatan tekanan

rectum atau vagina , perineum menonjol, peningkatan pengeluaran lendir

bercampur darah, tanda pasti kala II pembukaan serviks telah lengkap atau

terlihatnya bagian terendah janin di introitus vagina.

3. Kala III (Kala Uri)

Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnyaplasenta

dan selaput ketuban. Pada kala III Persalinan myometrium berkontraksi mengikuti

penyusunan volume rongga uterus setelah kelahiran bayi penyusutan ukuran ini

menyebabkan berkekurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta, karena

perlekatan plasenta berubah maka, plasenta akan terlipat, menebal dan akhirnya

lepas dari dinding uterus. Setelah lepas plasenta akan turun kebawah uterus atau
kedalam vagina. Tanda tanda lepasnya plasenta uterus menjadi membundar, uterus

terdorong keatas, karena plasenta dilepas kesegmen bawah Rahim, tali pusat

bertambah panjang, terjadi perdarahan.

4. Kala IV ( Kala Observasi)

Kala IV adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi lahir untuk

mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Kala

IV dimulai sejak ibu dinyatakan aman dan aman selama 2 jam. Kala IV dimaksud

untuk melakukan observasi karena perdarahan pasca persalinan sering terjadi

selama 2 jam observasi yang dilakukan adalah tingkat kesadaran penderita,

pemeriksaan tanda-tanda vital TD nadi suhu dan pernapasan, kontras uterus dan

tinggi fundus, terjadinya perdarahan perdarahan normal apabila tidak lebih dari

400 sampai 500 cc.

Pemantauan selama kala IV karena terjadi perubahan fisiologis, maka

pemantauan dan penanganan tenaga medis adalah :

a. Pemeriksaan kelengkapan plasenta dan selaput ketuban setelah

kelahiran plasenta periksa bagian maternal plasenta untuk memastikan

kotiledon lengkap, upaya untuk menyatukan bagian-bagian yang robek

atau terpisah untuk memastikan bahwa tidak ada bagian yang hilang,

pemeriksaan fetal plasenta untuk memastikan tidak adanya

kemungkinanan suksenturiola.
b. Memperhatikan jumlah darah yang keluar sangat sulit untuk

memperhatikan jumlah darah yang keluar secara tepat. Biasanya darah

bercampur dengan air ketuban, salah satu cara memperkirakan

banyaknya darah yang keluar adalah dengan menghitung jumlah kain

yang dipakai. Jumlah darah yang keluar juga dapat diperkirakan

dengan bertanya kepada diri sendiri berapa botolkah ukuran 500 cc

yang akan dapat di isi oleh darah tersebut jika jawabanya 2 botol maka

ibu telah kehilangan darah 1 liter jika ½ botol ibu telah kehilangan

darah 250 cc, perkiraan darah yang keluar hanya merupakan salah satu

cara untuk menilai kondisi ibu. Adalah jauh lebih penting seringn kali

memeriksa ibu selama kala IV dan menilai jumlah darah yang keluar

melalui tanda-tanda vital dan pengamatan darah yang keluar dari

vagina serta penilaian kontraksi uterus.

c. Pemeriksaan perineum lihat adakan perdarahan aktif dan laserasi

perineum.

d. Pemantauan keadaan umum ibu sebagian kejadian kematian ibu

kjarena perdarahan post partum terjadi pada 1 jam pertama setelah

persalinan karena sangat enting diadakan pemantauan setealha

persalinan. Pemantauan tekanan darah, nadi, tinggi fundus uteri,

kandung kemih, kontraksi uterus, dan tanda-tanda adanya perdarahan

setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua

selama kala IV. Jika didapatkan temuan-temuan abnormal, maka nilai


kembali lebih sering. Disamping pemantauan pemantauan diatas nilai

kembali apakah ibu merasa nyaman, lapar atua haus atau ingin

menggendong bayinya. Bila kandung kemih ibi penuh, bantu ibu

untuk mrngosongkan kandung kemihnya secara spontan, penolong

dapat dapat membantu ibu dengan cara membasuh daerah vagina

menggunakan air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara

spontan. Bila dengan cara ini tidak berhasil berkemih penolong dapat

melakukan kateterisasi.

Asuhan dalam 2 jam post partum :

1. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam:

a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan

b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan

c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan

d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik melaksankan

perawatn yang sesuai untuk menatalksankan atonia uteri.

e. Jika ditemukan laserasi yang memerllukan penjahitan lakukan

penjahitan dengan anestesi local dan menggunakan teknik

yang sesuai.

2. Mengajarkan pada ibu dan keluarga bagiman melakukan masase

uterus dan memriksa kontraksi uterus.

3. Mengevaluasi kehilangan darah


4. Memeriksa tekan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih, setiap 15

menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan 2 jam pasca

persalinan.

5. Melakukan tindakan yang sesui untuk temuan yang normal.

2.1.5 Faktor yang Berperan dalam Persalinan

Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan yaitu :

1. Power (Tenaga/Kekuatan) : kekuatan his yang mendorong janin dalam

persalinan dan ditambah dengan kekuatan tenaga ibu dalam meneran.

2. Passage (jalan lahir) : panggul ibu, jalan lahir otot.

3. Passanger : janin, plasenta, dan selaput ketuban.

2.1.6 Tujuan Asuhan Persalinan

Focus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta

mencegah terjadinya komplikasi. Focus utama asuhan persalinan normal telah

mengalami pergeseran paradigm dari menunggu terjadinya komplikasi dan

mengalami komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi dan selama pasca persalinan

terbukti mengurangi kesakitan dan kematian ibu dan bayi.

Tujuan asuhan persalinan normal adalah :

1. Memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya

mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan memberikan

aspek saying ibu dan saying anak.


2. Mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang

tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintergrasi dan

lengkap serta intervensi minimal.

Berdasarkan kebijakan tersebut, maka rekomendasi kebijakan teknis

asuhan persalinan dan kelahiran :

a) Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau petugas kesehatan

terlatih.

b) Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk

menangani kegawatdaruratan obsetrik dan neonatal harus tersedia 24

jam.

c) Obat-obatan esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi

seluruh petugas terlatih.

2.2 Robekan Perineum

2.2.1 Definisi Robekan Perineum

Robekan perineum, istilah lainnya adalah ruptur perineum. Ruptur merupakan

robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya disebabkan karena trauma saat

persalinan.Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang

biasanya disebabkan oleh trauma saat persalinan (Anik 2016).


Robekan perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik

secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan ( Triana dkk, 2015)

Robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang

juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah

dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahirterlalu cepat, sudut arkus pubis lebih

kecil dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah dengan ukuran yang lebih

besar dari pada sirkum ferensia suboksipitobregmatika.

2.2.2 Derajat Laserasi Perineum

1. Derajat I : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum.

2. Derajat II: mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum.

3. Derajat III : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum,

otot spingter ani eksterna.

4. Derajat IV : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum,

otot spingter ani eksterna, dinding rectum anterior.

2.2.1 Tanda dan Gejala

1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil

2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus menerus

3. Setelah dilakukan massase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi

perdarahantidakberkurang.
2.2.2 Penyebab terjadian robekan

1. Kepala janin terlalu cepat lahir

2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

3. Distosia bahu

4. Berat badan janin diatas 4000 gram

5. Paritas

6. Jarak kelahiran

2.2.3 Patofisiologi

Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang

juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan maupun dikurangi

dengan menjaga agar jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan

cepat, sebaliknya apabila kepala janin akan lahir jangan ditahan terlalu kuat dan lama

karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan

melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.

Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas

apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari biasa

sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih belakang daripada biasanya, kepala janin

melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada

sirkumferensia suboksipito bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan

vaginal.
2.2.4 Penjahitan

1. Pengertian

Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan

benang sampai sembuh.

2. Tujuan

a. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan perlukaan sehingga proses

penyembuhan bisa terjadi, proses penyembuhan itu bukanlah hasil dari

penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringan.

b. Untuk menghentikan perdarahan.

3. Prinsip dasar penjahitan perineum

a. Ibu dalam posisis litotomi

b. Penggunaan cahaya yang cukup terang

c. Tindakan cepat

d. Bekerja hati-hati

4. Langkah- langkah penjahitan perineum

a. Periksa robekan secara lengkap dengan menggunakan kassa DTT secara

lembut sambil menilai luas dan dalammya robekan.

b. Berikan lidokain 1 % sesuai dengan robekan tunggu 2 menit agar

lidokain bekerja.

c. Siapkan jarum, benang cat gut, dan gunting.


a) Robekan perineum derajat I, pada umumnya dapat sembuh sendiri

tidak perlu dijahit.

b) Robekan perineum derajat II

1) Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di

mukosa vagina. Setelah itu buat ikatan dan potong pendek

benang dari yang lebih pendek. Sisakan benang kira-kira 1 cm.

2) Tutup mukosa vagina dengan dengan jelujur, jahit ke bawah ke

arah cincin hymen

3) Tepat sebelum cincin hymen, masukan jarum kedalam mukosa

vagina lalu ke belakang cincin hymen sampai jarum ada

dibawah laserasi kemudian ditarik keluar pada luka perineum.

4) Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot lihat

kedalam ,lika untuk mengetahui letak ototnya.

5) Setelah dijahit sapai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah

kearaah vagina dengan mengunakan jahitan subkutis.

6) Pindahkan dari bagian luka perineum kembali kevagina

dibelakang cincin hymen untuk diikat dengan simpul mati dan

dipotong benangnya.

c) Robekan perineum derajat III dan IV, dilakukan penjahitan dengan

teliti, mula-mula dinding depanrectum yang robek dijahit kemudian

fasia prarektal ditutup, dan mukosasfingter ani yang robek dijahit.


Selanjutnya dilakukanpenutupan robekan seperti pada robekan

perineum derajat II.

d) Pastikan anus tidak terjahit dengan memasukkan jari kelingking

kedalam anus.

e) Periksa kembali vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada

kassa yang tertinggal di dalam.

f) Cuci area genital dan kompres dengan kasa betadin.

2.1 Dasar Hukum

Sebagai seorang bidan dalam memberikan asuhan harus berdasarkan aturan

atau hukum yang berlaku, sehingga penyimpangan terhadap hukum (mal praktik)

dapat dihindarkan dalam memberikan asuhan kebidanan dengan robekan jalan lahir,

landasan hukum yang digunakan antara lain :Berdasarkan PERMENKES RI NO. 28

Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

1. Pasal 18

Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki kewenangan untuk

memberikan:

a. Pelayanan kesehatan ibu.

b. Pelayanan kesehatan anak.

c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

2. Pasal 19
a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf a

diberikan pada masa pra-hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,

masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.

b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil

2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

3) Pelayanan persalinan normal

4) Pelayanan ibu nifas normal

5) Pelayanan ibu menyusui

6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

c. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana maksud pada ayat (2)

berwenang untuk melakukan :

1) Episiotomi

2) Pertolongan persalinan normal

3) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II

4) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan

5) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

6) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

7) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu

ibu (ASI) eksklusif

8) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan

postpartum
9) Penyuluhan dan konseling

10) Bimbingan pada kelompok ibu hamil

11) Pemberian surat keterangan kematian

12) Pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran

2.3 Penerapan Manajemen Asuhan Kebidanan Dengan Ruptur Perineum

2.1.1 Tahap Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh

data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan

dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang.

Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menetukan langkah berikutnya,

sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi yang akan menentukan

proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap. Pada Ny.A G1P0A0 diperoleh

data subjektif bahwa ibu mengatakan ini kehamilan yang pertama belum pernah

melahirkan dan keguguran.

2.1.2 Merumuskan diagnosa/ masalah actual

Diagnosa adalah hasil analisis dan perumusan masalah yang diputuskan

berdasarkan identifikasi yang didapat dari analisa-analisa dasar. Dalam menetapkan

diagnosa bidan menggunakan pengetahuan profesional sebagai data dasar untuk

mengambil tindakan diagnosa kebidanan yang ditegakkan harus berlandaskan


keselamatan hidup pasien. Diagnosa pada kasus Ny.A adalah Robekan Perineum

Derajat II.

2.1.3 Mengidentifikasi diagnosa/ masalah potensial

Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa

potensial berdasarkan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan

antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat

waspada dan bersiap-siap mencegah bila benar-benar terjadi. Masalah potensial yang

akan terjadi pada kasus Robekan Perineum yang dialami Ny.A jika tidak segera

ditangani adalah perdarahan dan infeksi.

Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah

potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga

merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi.

Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi rasional atau

logis. Kaji ulang apakah diagnosa atau masalah potensial yang diidentifikasi sudah

tepat.

2.1.4 Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera


Pada langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan.

Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan atau

untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain

sesuai dengan kondisi pasien. Pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II

antisipasi tindakan yang dapat dilakukan adalah melakukan penjahitan.

2.1.5 Menyusun Rencana Asuhan Yang Menyeluruh

Langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan

lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasikan atau di antisipasi.

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari

kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan

dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan

terjadi berikutnya rencana tindakan yang dapat dilakukan pada ibu bersalin dengan

robekan perineum derajat II adalah sebagai berikut :

1) Periksa robekan secara lengkap dengan menggunakan kassa DTT secara lembut

sambil menilai luas dan dalammya robekan.

2) Berikan lidokain 1 % sesuai dengan robekan tunggu 2 menit agar lidokain

bekerja.

3) Siapkan jarum, benang cat gut, dan gunting.

4) Robekan perineum derajat II.


a. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa

vagina. Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih

pendek. Sisakan benang kira-kira 1 cm.

b. Tutup mukosa vagina dengan dengan jelujur, jahit ke bawah ke arah

cincin hymen

c. Tepat sebelim cincin hymen, masukan jarum kedalam mukosa vagina lalu

ke belakang cincin hymen sampai jarum ada dibawah laserasi kemudian

ditarik kleuar pada luka perineum

d. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot lihat kedalam ,lika

untuk mengetahui letak ototnya.

e. Setelah dijahit sapai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah kearaah

vagina dengan mengunakan jahitan subkutiler.

f. Pindahkan dari bagian luka perineum kembali kevagina dibelakang cincin

hymen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya.

5) Pastikan anus tidak terjahit dengan memasukkan jari kelingking kedalam

anus.

6) Periksa kembali vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kassa

yang tertinggal di dalam.

7) Cuci area genital dan kompres dengan kasa betadin.

2.1.6 Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman

1) Periksa robekan secara lengkap dengan menggunakan kassa DTT secara lembut

sambil menilai luas dan dalammya robekan.


2) Berikan lidokain 1 % sesuai dengan robekan tunggu 2 menit agar lidokain

bekerja.

3) Siapkan jarum, benang cat gut, dan gunting.

4) Robekan perineum derajat II,

a) Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa

vagina. Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih

pendek. Sisakan benang kira-kira 1 cm.

b) Tutup mukosa vagina dengan dengan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin

hymen

c) Tepat sebelum cincin hymen, masukan jarum kedalam mukosa vagina lalu

ke belakang cincin hymen sampai jarum ada dibawah laserasi kemudian

ditarik kleuar pada luka perineum

d) Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot lihat kedalam ,lika untuk

mengetahu letak ototnya.

e) Setelah dijahit sapai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah kearaah

vagina dengan mengunakan jahitan subkutis.

f) Pindahkan dari bagian luka perineum kembali kevagina dibelakang cincin

hymen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya.

5) Pastikan anus tidak terjahit dengan memasukkan jari kelingking kedalam anus.
6) Periksa kembali vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kassa yang

tertinggal di dalam.

7) Cuci area genital dan kompres dengan kasa betadin.

2.1.7 Mengevaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah

terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan dalam diagnosa dan

masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam

pelaksanaannya.Pada kasus ibu besalin dengan robekan jalan lahir, hasil yang

diharapkan adalah tidak terjadi perdarahan banyak, infeksi, dan robekan sudah

tertutup.
2.2 Kerangka Berfikir

Table 2.5 Kerangka Berfikir

Persalinan

Persalinan Fisiologi

Ruptur perineum

Derajat II

1) Periksa robekan secara lengkap dengan menggunakan kassa DTT secara lembut
sambil menilai luas dan dalammya robekan.
2) Berikan lidokain 1 % sesuai dengan robekan tunggu 2 menit agar lidokain
bekerja.
3) Siapkan jarum, benang cat gut, dan gunting.
4) Lakukan penjahitan untuk derajat II
5) Perawatan pada luka perineum dengan menjaga kebersihan perineum
6) Perineum tidak infeksi

Perdarahan Teratasi

Evaluasi Perdarahan

Perineum Kembali Utuh

Perineum Kembali Utuh

Anda mungkin juga menyukai