Anda di halaman 1dari 10

Laporan urinaria anfisman

LAPORAN PRAKTIKUM
STRUKTUR ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM
URINARIA MANUSIA
Dosen Pengampu Mata Kuliah Anatomi FisiologiManusia
Martina Kurnia Rohmah, S.Si,. M.Biomed
Acivrida Mega Charisma, S.Si,. M.Si

  

Nama Kelompok :
1.      Ike Yuyun                                  (15010100005)
2.      Kharisma Aprilia P                     (15010102006)
3.      Merinsa Chorry .H                     (15010101009)
4.      Tami Al Riyanti                         (15010103017)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
D3 Analis Kesehatan
2015/2016
A.    JUDUL  PRAKTIKUM   : STRUKTUR ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM
PENCERNAAN MANUSIA

B.     TUJUAN PRAKTIKUM :
         Memahami dan menjelaskan struktur anatomi sistem pencernaan pada manusia dan kerja
enzim pencernaan.

C.    DASAR TEORI :
Berbagai produk sisa yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme dalam tubuh merupakan zat
sisa yang harus dibuang keluar tubuh demi kenormalan fungsi-fungsi fisiologis. Zat-zat utama
yang dianggap sebagai sisah hasil metabolisme adalah karbondioksida, air, dan senyawa-
senyawa nitrogen. Jika zat-zat sisah jika berada di dalam tubuh akan menimbulkan efek yang
berbahaya sehingga harus dikeluarkan sebisa mungkin melalui proses-proses ekskresi. Jadi
secara sederhana proses ekskresi adalah proses pembuangan zat-zat sisah dari jaringan tubuh ke
luar tubuh (Santoso,2009). Beberapa istilah yang erat kaitannya dengan sistem pengeluaran ini
adalah :
1.      Defekasi : yaitu proses pengeluaran sisa pencernaan makanan yang disebut feses. Zat yang
dikeluarkan belum pernah mengalami proses metabolisme di dalam jaringan. Zat yang
dikeluarkan meliputi zat yang tidak diserap usus sel epitel, usus yang rusak dan mikroba usus.
2.      Eksresi : yaitu pengeluaran zat sampah sisa metabolisme yang tidak berguna lagi bagi
tubuh.
3.      Sekresi : yaitu pengeluaran getah oleh kelenjar pencernaan ke dalam saluran pencernaan.
Getah yang dikeluarkan masih berguna bagi tubuh dan umumnya mengandung enzim.
4.      Eliminasi : yaitu proses pengeluaran zat dari rongga tubuh, baik dari rongga yang kecil
(saluran air mata) maupun dari rongga yang besar (usus) (Guyton, 1987).
Sistem pengeluaran ini mempunyai beberapa fungsi, diantaranya adalah :
1.      Membuang limbah yang tidak berguna dan beracun dari dalam tubuh.
2.      Mengatur konsentrasi dan volume cairan tubuh (osmoregulasi).
3.      Mempertahankan temperatur tubuh dalam kisaran normal (termoregulasi).
 4.   Homeostasis (Guyton, 1987).
Pada sistem urinari, ginjal memiliki peranan yang sangat penting karena ia memiliki dua
fungsi utama, yaitu  filtrasi  dan  reabsorpsi.  Selain  itu,  ginjal  juga
memiliki  peranan  penting  dalam  sistem  sirkulasi darah.  Ginjal  turut  berperan dalam  proses
pembentukan  sel  darah  merah  dan  menjaga  tekanan darah (Soewolo, 1997).
Ginjal  merupakan  organ  ekskresi  utama yang  sangat  penting untuk  mengeluarkan sisa-
sisa  metabolisme  tubuh,  termasuk  zatzat  toksik  yang tidak  sengaja  masuk  ke dalam tubuh
akibatnya ginjal menjadi salah satu  organ sasaran  utama  dari  efek  toksik.
Urin  sebagai  jalur  utama  ekskresi,  dapat mengakibatkan  ginjal  memiliki  volume
darah  yang  tinggi,  mengkonsentrasikan toksikan  pada  filtrat,  membawa  toksikan
melalui  sel  tubulus  dan  mengaktifkan toksikan  tertentu (Arthur, 1999).
Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak di pinggang sedikit di bawah tulang rusuk bagian
belakang. Ginjal mempunyai ukuran panjang sekitar 7 em dan tebal 3 em, terbungkus dalam
kapsul yang terbuka ke bawah. Di antara ginjal dan kapsul terdapat jaringan lemak yang
membantu melindungi ginjal terhadap goneangan. Pada orang yang kekurangan makan, lemak
ini akan menipis sehingga perlindungan ginjal juga terganggu. Tepat di ujung atas ginjal terdapat
kelenjar anak ginjal(suprarenalgland) yang vital dan merupakan bagian dari sistem endokrin.
Dalam waktu 1 menit sekitar 20% darah manusia mengalir melewati ginjal untuk dibersihkan.
Darah itu melalui pembuluh nadi ginjal (renal artery)masuk jaringan ginjal bercabang-cabang
sampai menjadi kapiler dan mencapai suatu bangunan yang dinamakan glomerulus.
Glomerulus ini menyerupai gelas untuk minum anggur dan pembuluh kapiler mengisi bagian
dalam gelas tersebut (Mader,2004).
Glomerulus berfungsi sebagai ultarfiltrasi pada simpain Bowman, berfungsi untuk menampung
hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang
sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke
ureter. Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis ke dalam ginjal, daerah ini terdiri dari
bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah. Ada tiga tahap pembentukan urin:
(1) Proses filtrasi terjadi pada glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan eferen lebih besar
maka akan terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri dari
glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan lain-lain, yang diteruskan ketubulus ginjal.
(2) Proses reabsorbsi, pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa,
natrium, klorida, fosfat dan ion bikarbonat. Prosesnya yang dikenal dengan obligator reabsorbsi
terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal pada bagian bawah terjadi kembali
penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus
bagian bawah. Penyerannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis. (3) Proses sekresi sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi
pada tubulus dan direruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika
urinaria (Syaifuddin, 2006).
Penyaringan (Filtrasi), Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan
struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar
kedalam sistem vaskular, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan
komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari
jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai
arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam
lapisan sel epitelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula
bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular,
yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri
atas 3 lapisan yaitu : endotelium kapiler, membran dasar, epitelium viseral. Endotelium kapiler
terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate.
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi
kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di
dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan osmotik di
bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan
untuk filtrasi (filtration barrier) bersifat selektif permeabel. Normalnya komponen seluler dan
protein plasma tetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton,
1987).
Penyerapan (Absorsorbsi), Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian
terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal
tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi
ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di
reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan
mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari
komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler,
kandungan (substance) dibawa oleh sel dari cairan tubulus melewati apikal membran plasma dan
dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membran plasma
(Sherwood, 2008). Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5%
garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi
warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara
lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air merupakan
sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan
protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2
berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH)
dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai
pelarut (Guyton, 1987). Ginjal mengendalikan  tekanan  darah  melalui beberapa cara. Jika
tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan
air  yang  akan  menyebabkan  berkurangnya volume  darah  serta mengembalikan  tekanan
darah  ke  kondisi  normal.  Ginjal  juga  bisa meningkatkan  tekanan  darah  dengan
menghasilkan  enzim  yang  disebut  renin yang memicu pembentukan hormon angiotensi yang
kemudian  akan  memicu pelepasan  hormon aldosteron (Gunarso, 1979).

D.    Alat dan Bahan


   Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
         Tabung reaksi + rak
         Beaker Glass
         Buku petunjuk praktikum dan buku kerja
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
         Urine beberapa subjek
         Kertas lakmus
         Reagen Strip Urinalisis
E.     SKEMA KERJA
Pengamatan Urine
  

F.  HASIL

PENGAMATAN
 

1.      Pengamatan Urinalisis
Subjek
Parameter
Ike Yuyun Merinsa
Warna Kuning Kuning bening
Endapan - -
Ph 6 5
Leukosit - / Negatif - / Negatif
Nitrogen - / Negatif - / Negatif
Protein - / Negatif - / Negatif
Glukosa - / Negatif - / Negatif
Keton - / Negatif - / Negatif
Urobilirubin 0,2 / 3,5 0,2 / 3,5
Bilirubin - / Negatif - / Negatif
Eritrosit - -
Hemoglobin (Hb) - -
Berat Jenis (BJ) - -
Blood - / Negatif - / Negatif

G.    PEMBAHASAN
   Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada beberapa sampel urin yang bertujuan untuk
mendiagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrinning dan evaluasi berbagai jenis penyakit
ginjal dan memantau perkembangan penyakit.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat dihasilkan bahwa Ph urin setelah
dilakukan pengamatan menggunakan Reagen Strip maka dihasilkan pH 6 pada subjek 1 (Ike
Yuyun) dan Ph 5 pada subjek 2 (merinsa). Hal ini menandakan bahwa urin kedua subjek
mempunyai pH normal. pH normal urin yaitu berkisar dari 4,5 – 8,0. Diketahui juga menurut
referensi Sherwood (2008) bahwa keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine : 1. pH
basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau
Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus
ginjal, spesimen basi. 2. pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak),
asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau
metabolik memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi
pengasaman. Maka dalam praktikum dapat dihasilkan pH urin subjek 2 lebih asam daripada urin
subjek 1, maka hal ini dapat disebabkan beberapa faktor bahwa subjek 2 setelah makan, maupun
mengonsumsi vegetarian. Namun pH berkisan 4,4-8,0 masih dalam tahap normal.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat dihasilkan bahwa subjek 1 dan subjek 2
tidak ada endapan dalam urinnya berarti kondisi urine dari subjek tersebut normal. Apabila urine
terdapat endapan banyak maka dapat dipastikan subjek tersebut urinenya mengandung glukosa
tinggi (diabetes mellitus). Hal sesuai dengan referensi dari
   Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat dihasilkan bahwa kandungan protein
pada subjek 1 dan subjek 2 yaitu dihasilakan negatif (-) setelah dilakukan pengamatan
menggunakan Reagen Strip. Hal ini menandakan bahwa pada subjek 1 dan subjek 2 kandungan
proteinnya normal. Menurut referensi Carlos(1998) normal ekskresi protein urine biasanya tidak
melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml
didefinisikan sebagai proteinuria. Menurut referensi Santoso (2009) faktor-faktor yang
mempengaruhi kandungan protein tinggi adalah Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari
individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang
dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin.
Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi. Protein
terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang
sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes
mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah
merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat dihasilkan bahwa kandungan glukosa
pada subjek 1 dan subjek 2 setelah pengamatan Reagen Strip dihasilkan negative (-). Hal ini
bahwa kandungan kedua subjek normal. Menurut referensiCarlos (1998) ada 2 cara menentukan
kadar glukosa yaitu dengan cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100
mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl. Kurang dari 0,1% dari glukosa
normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria
(kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi
tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat
terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria
tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.
Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase
(POD) dan zat warna.
Berdasarkan hasil praktikum, kandungan nitrogen pada kedua subjek negatif berarti kondisi
urine subjek dalam keadaan normal. Menurut referensi dari Ajubi, dkk (2005) di dalam urine
orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat
bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter,
Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal
ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan
berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit,
atau urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang
dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi
nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat dihasilkan bahwa leukosit pada subjek
tidak ada atau dalam keadaan normal. Menurut referensi dari Ajubi, dkk (2005) bahwa kelainan
pada urine yang disebabkan adanya eritrosit di dalamnya dapat diidentifikasikan sebagai
penyakit hematuria. Hematuria mungkin karena diatesis perdarahan umum atau masalah saluran
kemih spesifik (trauma, batu, infeksi, keganasan, dll). Hematuria nongmerular mungkin
merupakan tanda dari keganasan saluran kemih, yang dapat menjamin penyelidikan sitologi lebih
menyeluruh.
Berdasarkan hasil dari uji urine dari subjek 1 dan subjek 2, hasil bilirubinnya negatif berarti
urine dari subjek 1 dan subjek 2 dalam keadaan normal. Menurut Ajubi, dkk (2005)
bahwa tingkat abnormal tinggi dari bilirubin darah mungkin akibat dari peningkatan
laju kerusakan sel darah merah, kerusakan hati (seperti padahepatitis dan
sirosis), dan obstruksi saluran empedu seperti dengan batu
empedu.Peningkatan hasil bilirubin darah di kuning, suatu kondisi yang
ditandai olehpigmentasi kuning kecoklatan kulit dan sclera mata.
Berdasarkan uji urine yang telah dilakukan, hasil urine dari subjek 1 dan subjek 2 tidak ada
kandungan hemoglobin di dalam urinenya, hal ini berarti hasil urine dari kedua subjek adalah
normal. Berdasakan referensi dari Ajubi, dkk (2005) bahwaHemoglobinuria adalah
sugestif dari in vivo hemolisis, tetapi harus dibedakan
darihematuria. Dalam kasus hemoglobinuria, dipstick urin menunjukkan adanya darah,tetapi
tidak ada sel darah merah yang terlihat pada pemeriksaan
mikroskopis. Jikahematuria diikuti oleh artefak ex vivo atau hemolisis vitro dalam urin yang
dikumpulkan, kemudian tes dipstick juga akan positif bagi hemoglobin dan akan sulituntuk
menafsirkan. Warna urine mungkin juga merah karena ekskresi pigmenkemerahan atau obat-
obatan.
Berdasakan uji urine yang telah dilakukan, hasil urine dari subjek 1 dan subjek 2 tidak ada
kandungan urobilinogen di dalam urinenya, hal ini berarti hasil urine dari kedua subjek adalah
normal. Menurut Ajubi, dkk (2005) bahwa Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi
bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal
yang melebihi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi
dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh
sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar,
keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis
infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif,
kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit),
penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh
kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.

H.    KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada kedua subjek
setelah diuji fungsi ginjal keduanya normal tidak ada kandungan leukosit, nitrogen, protein,
glukosa, keton, endapan, bilirubin, dan darah. Warna urin pada kedua subjek yaitu  kuning. Ph
kedua subjek antar 5-6 dengan kandungan urobilinogen 0,2 / 3,5.
                 
I.       DAFTAR PUSTAKA
Ajubi NE, Nijholt N, and Wolthuis A (2005). Quantitative automated human chorionic
gonadotropin measurement in urine using the Modular Analytics E170 module
(Roche). Clinical Chemistry and Laboratory Medicine 43 (1): 68–70
Arthur. 1999. Kamus Pintar Bergambar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Carlos, 1998. Histologi Dasar. Jakarta: EGC.

Gunarso, Wisnu. 1979. Dasar-Dasar Histologi. Jakarta: Erlangga.


Guyton, Arthur C. 1987. Fisiologi manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi Revisi.Jakarta:  EGC.

Mader,Sylvia.2004. Human Understanding Of Anatomy and Phisiology. The McGraw:Hill


Companies.

Santoso, Putra. 2009. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Padang:Universitas Andalas

Sherwood, L. 2008. Human Physiology From Cells to Systems edisi 7. USA: Graphic World Inc.

Soewolo, 1997. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Depdiknas.

Anda mungkin juga menyukai