Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) PADA Ny. S DI ICU

RS PKU MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG

Angga prayoga 21.0604.0025

PRODI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU

KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2022
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Ginjal


1. Struktur Ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi
kolumna vertebralis.Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri
karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga ke 12,
sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas.
Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
150 gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu korteks dan
medula ginjal (Darmawan, 2018).
Ginjal terletak di dinding posterior abdomen, di daerah lumbal, kanan dan kiri
tulang belakang, terbungkus lapisan lemak yang tebal, diluar rongga peritoneum
karena itu ginjal berada di belakang peritoneum. Ginjal kanan memiliki posisi
yang lebih rendah dari ginjal kiri karena terdapat hati yang mengisi rongga
abdomen sebelah kanan dengan panjang masing-masing ginjal 6-7,5 cm dan
tebal 1,5-2,5 cm dengan berat sekitar 140 gram pada dewasa (Parwati, 2019).
2. Bagian Besar Ginjal
a. Kulit ginjal (korteks) yang terdapat nefron sebanyak 1-1,5 juta yang bertugas
menyaring darah karena memiliki kapiler-kapiler darah yang tersusun secara
bergumpal yang disebut glomerulus yang dikelilingi oleh Simpai Bownman,
dan gabungan dari glomerulus dan Simpai Bownman disebut malphigi yang
merupakan tempat terjadinya penyaringan darah.
b. Sumsum ginjal (medula) terdapat piramid renal yang dasarnya menghadap
korteks dan puncaknya (apeks/papilla renis) mengarah ke bagian dalam
ginjal. Diantara bagian piramid terdapat jaringan korteks yang disebut
kolumna renal yang menjadi tempat berkumpulnya ribuan pembuluh halus
yang mengangkut urin hasil penyaringan darah dalam badan malphigi
setelah diproses yang merupakan lanjutan dari Simpai Bownman.
c. Rongga ginjal (pelvis renalis) merupakan ujung ureter yang berpangkal di
ginjal, berbentuk corong lebar. Pelvis renalis bercabang menjadi dua atau
tiga yang disebut kaliks mayor yang masing-masing membentuk beberapa
kaliks minor yang menampung urine yang keluar dari papila. Dari kaliks
minor urin ke kaliks mayor lalu ke pelvis renis kemudian ke ureter hingga
akhirnya ditampung di vesika urinaria.
(Parwati, 2019)
3. Bagian Kecil Ginjal
a. Nefron
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan (nefron).
Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya.
Tiap ginjal manusia memiliki kira-kira 1.3 juta nefron Setiap nefron bisa
membentuk urin sendiri.Karena itu fungsi satu nefron dapat menerangkan
fungsi ginjal .
b. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut
glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.
Tekanan darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding
kapiler glomerular setiap menit. Plasma yang tersaring masuk ke dalam
tubulus. Sel-sel darah dan
protein yang besar dalam plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding
dan tertinggal.
c. Tubulus Kontortus Proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah
disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar dari
filtrat glomerulus diserap kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler -
kapiler sekitar tubulus kotortus proksimal.Panjang 15 mm dan diameter
55μm.
d. Ansa Henle
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron ginjal
dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan
kemudian naik kembali kebagian korteks dan membentuk ansa. Total
panjang ansa henle 2-14 mm.
e. Tubulus Kontortus Distalis
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar
kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada
tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20
ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam
tubulus proksimal.
f. Duktus Koligen Medulla
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara
halus dari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini memiliki
kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.
(Darmawan, 2018)
4. Fungsi Ginjal
a. Mengatur volume air (cairan) dalan tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine yang
encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urin yang dieksresikan jumlahnya berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relatif normal.
b. Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran
yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan atau
penyakit perdarahan, diare, dan muntah- muntah, ginjal akan meningkatkan
sekresi ion-ion yang penting seperti Na, K, Cl, dan fosfat.
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan, (mixed diet) akan
menghasilkan urin yang bersifat asam, pH kurang dari 6. Hal ini disebabkan
oleh hasil metabolisme protein. Apabila banyak memakan sayuran, urin akan
bersifat basa, pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine
sesuai dengan perubahan pH darah.
d. Ekskresi sisa-sisa metabolisme makanan (Ureum, asam urat, dan kreatinin)
Bahan-bahan yang dieskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik, obat-
obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan kimia lain (pestisida).
e. Fungsi hormonal dan metabolism
Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting dalam
mengatur takanan darah (sistem rennin-angiotensin- aldosteron) yaitu untuk
memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Ginjal juga
membentuk hormon dihidroksi kolekalsifero (vitamin D aktif) yang
diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.
f. Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim rennin, angiotensin dan
aldosteron yang bersungsi meningkatkan tekanan darah.
g. Pengluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan atau zat
kimia asing lain dari tubuh.
(Darmawan, 2018)

B. Pengertian CKD
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada
suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal (Wahida, 2018).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah). Ini dapat disebabkan oleh penyakit systemic seperti
diabetes melitus; glomerulonefritis kronis; pielonefritis; hipertensi yang tidak dapat
dikontrol; obstruksi traktus urinarius; lesi herediter seperti penyakit ginjal polikistik;
gangguan vaskuler; infeksi; medikasi; atau agens toksik. Lingkungan dan agens
berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis mencakup timah, kadmium,
merkuri, dan kromium. Dialisis atau transplantasi ginjal kadang-kadang diperlukan
untuk kelangsungan hidup pasien (Sari, 2020).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah penyakit penurunan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti
sediakala (irreversible) dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 mL/menit dalam
waktu 3 bulan atau lebih, sehingga tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia (Sudarmi, 2021).

C. Etiologi CKD
Chronic Kidney Deases (CKD) seringkali menjadi penyakit komplikasi dari
penyakit lainnya sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness).
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada
beberapa penyebab lainnya seperti infeksi saluran kemih, penyakit peradangan,
penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan penyambung, penyakit kongenital
dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, dan nefropati obstruktif.
Penyakit – penyakit tersebut yaitu (Huzzella, 2018) :
1. Penyakit dari ginjal
a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis
b. Infeksi kuman: pyelonephritis, ureteritis
c. Batu ginjal: nefrolitiasis
d. Kista di ginjal: polycitis kidney
e. Trauma langsung pada ginjal
f. Keganasan pada ginjal
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
2. Penyakit dari luar ginjal
a. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi sangat
berkaitan erat untuk terjadinya kerusakan pada ginjal. Saat kadar insulin
dalam darah berlebih akan menyebabkan resistensi insulin yang dapat
meningkatkan lipolisis pada jaringan adiposa yang membuat lemak dalam
darah meningkat termasuk kolesterol dan trigliserida. Hiperkolesterolemia
akan meningkatkan LDL-kol dan penurunan HDL-kol yang akan memicu
aterosklerosis karena ada akumulasi LDL-kol yang akan membentuk plak
pada pembuluh darah. Terbentuknya plak akan membuat retensi natrium
sehingga tekanan darah naik. Retensi ini yang nantinya akan merusak
struktur tubulus ginjal.
b. Dyslipidemia karena dapat memicu aterosklerosis akibat akumulasi LDL-kol
sehingga memunculkan plak pada pembuluh darah yang akan meningkatkan
tekanan darah karena ada retensi natrium bisa membuat ginjal rusak.
c. SLE (Systemic Lupus Erythematosus) adalah penyakit autoimun yang dapat
menyebabkan peradangan pada jaringan dan pembuluh darah di semua
bagian tubuh, terutama menyerang pembuluh darah di ginjal. Pembuluh
darah dan membran pada ginjal akan menyimpan bahan kimia
yangseharusnya ginjal keluarkan dari tubuh karena hal ini ginjal tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.
d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis karena apabila tidak
segera diobati maka bakteri, virus dan parasit akan menggerogoti organ yang
ditempati hingga nanti akan menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah
dan menyerang organ lain seperti ginjal.
e. Preeklamsi menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal yang berakibat GFR menurun dan laju ekskresi kreatinin dan
urea juga menurun.
f. Obat-obatan seperti antihipertensi memiliki efek samping yaitu
meningkatkan serum kreatinin jika digunakan dalam jangka panjang.
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar, diare) akan membuat
seseorang mengalami dehidrasi sehingga akan membuat urine menjadi lebih
pekat.
(Wahida, 2018) & (Parwati, 2019)

D. Klasifikasi CKD
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

*pada perempuan dikalikan 0,85


Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m²)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥ 90
normal atau ↑
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ 60-89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ 30-59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ 15-29
berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisi
(Wahida, 2018)

E. Manifestasi Klinis CKD


1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2. Gangguan pulmoner
Akibat cairan berlebihan : nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan spuntum kental.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut,
nafas bau amonia.
4. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg syndrom (pegal pada kaki sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki), tremor,
miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas).
5. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan
vitamin.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa
Biasanya terjadi retensi garam dan air, tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositipenia.
(Huzzella, 2018)

F. Pemeriksaan Penunjang CKD


1. Pemeriksaan urine pada penderita CKD
a. Volume urine pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam atau 1.200 ml
selama siang hari sedangkan pada CKD produksi urine kurang dari
400ml/24jam atau sama sekali tidak ada produksi urine (anuria).
b. Warna urine pada temuan normal transparan atau jernih dan temuan pada
orang CKD didapatkan warna urine keruh karena disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat, atau urat sedimen kotor, kecoklatan karena ada darah,
Hb, myoglobin, porfirin.
c. Berat jenis untuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan jika <1.010
menunjukkan kerusakan ginjal berat.
d. Klirens kreatinin kemungkinan menurun dan untuk nilai normalnya pada
laki- laki: 97 ml/menit- 137 ml/menit per 1,73 m2 , sedangkan pada
perempuan: 88 ml/menit – 128 ml/menit per 1,73 m2.
e. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) menunjukkan kerusakan glomerulus
bila SDM dan fregmen ada. Normalnya pada urine tidak ditemukan
kandungan protein.
2. Pemeriksaan darah pada penderita CKD
1. BUN meningkat dari keadaan normal 10.0- 20.0 mg/dL, kreatinin meningkat
dari nilai normal <0.95 mg/dL, ureum lebih dari nilai normal 21-43 mg/dL.
2. Hemoglobin biasanya <7-8 gr/dl
3. SDM menurun dari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi eritoportin
4. BGA menunjukkan asidosis metabolik, pH <7,2
5. Natrium serum rendah dari nilai normal 136-145 mmol/L
6. Kalium meningkat dari nilai normal 3,5-5 mEq/L
7. Magnesium meningkat dari nilai normal 1,8-2,2 mg/dL
8. Kalsium menurun dari nilai normal 8,8-10,4 mg/dl
9. Protein (albumin) menurun dari nilai normal 3,5-4,5 mg/dl
3. Ultrasono ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal serta ada atau
tudaknya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
4. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
(Sari, 2020)
G. Penatalaksanaan CKD
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya edema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialisis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CPAD
(Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis)
b. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada daerah
jantung atau vaskularisasi ke jantung).
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal
(Wahida, 2018)

H. Komplikasi CKD
Komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif
dalam perawatan mencakup:
1. Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit
berlebih.
2. Perikarditis
Efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
Akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin,
aldosteron.
4. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fofat kadar
kalium serum yang rendah

I. Patofisologi CKD
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk
sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan
klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain
itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu
menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
J. Pathway CKD
Infeksi Racun

(Hariyanti, 2020)
K. Konsep Asuhan Keperawatan CKD
1. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia
Peningkatan volume cairan intravascular, intertisial dan atau intraseluler.
Etiologi :
 Gangguan mekanisme regulasi
 Kelebihan asupan cairan
 Kelebihan asupan natrium
 Gangguan aliran balik venaEfek agen farmakologis (mis. Kostikosteroid,
chlorpropamide, tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazaepine)
b. Gangguan Pertukaran Gas
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida
pada membrane alveolus-kapiler.
Etiologi :
 Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
 Perubahan membrane alveolus-kapiler
c. Intoleransi Aktivitas
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Etiologi :
 Ketidakseimbangan antara suplai dan keutuhan energi
 Tirah baring
 Kelemahan
 Imobilitas
 Gaya hidup monoton
d. Penurunan Curah Jantung
Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolism tubuh.
Etiologi :
 Perubahan irama jantung
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan Kontraktilitas
 Perubahan preload
 Perubahan afterload
e. Gangguan Eleminasi Urin
Disfungsi Eliminasi urin
Etiologi :
 Penurunan kapasitas kandung kemih
 Iritasi kandung kemih
 Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
 Efek tindakan medis dan diagnosis (mis. operasi ginjal, operasi saluran
kemih, anastesi, dan obat-obatan)
 Kelemahan otot pelvis
 Ketidak mampuan mengakses toilet (mis. imobilisasi)
 Hambatan lingkungan
 Ketidak mampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
 Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis.anomali saluran kemih
kongenital)
 Imaturitas (pada anak usia <3 tahun)
2. Rencana Keperawatan

Tujuan dan
Tanggal Diagnosa
No Kriteria Hasil Intervensi (SIKI) Rasional
dan jam Keperawatan
(SLKI)
1. 11 Pola Napas Setelah dilakukan a. Manajemen
Maret Tidak Efektif tindakan Jalan Napas
2022, b.d Hambatan keperawatan (L.01011)
07.10 Upaya Napas : selama 3x24 jam, - Monitor pola - Untuk bahan
Kelemahan diharapkan napas (frekuensi) pemantauan
Otot masalah pola napas - Monitor bunyi kondisi pasien
Pernapasan pasien teratasi napas
dengan kriteria - Posisikan pasien - Untuk
hasil : semi – Fowler membantu
a. Pola Nafas atau Fowler memenuhi
(L.01004) - Berikan suplai kebutuhan O2
- Dispnea O2 melalui pasien
menurun selang
- Pernapasan - Untuk upaya
cuping hidung - Kolaborasi membantu
menurun dengan dokter mengurangi
- Frekuensi napas untuk pemberian sesak napas
membaik obat untuk
mengurangi
sesak napas
2. 11 Hipervolemia Setelah dilakukan a. Manajemen
Maret b.d Kegagalan tindakan Hipotermia
2022, Mekanisme keperawatan (I.14507)
07.10 Regulasi selama 3x24 jam, - Monitor tanda – - Untuk
diharapkan tanda vital pasien memantau
masalah kondisi vital
hipervolemia pasien
pasien teratasi - Monitor tanda - Untuk
dengan kriteria dan gejala memantau
hasil : hipervolemia adanya
a. Keseimbangan (dispnea, perubahan
Cairan edema,bunyi tingkat
(L.03020) napas) keparahan
- Tekanan darah
membaik - Monitor intake - Untuk menjaga
- Frekuensi nadi dan output cairan balance cairan
membaik - Batasi asupan
- Edema menurun cairan dan garam
- Anjurkan untuk
mengurangi
asupan cairan
- Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian - Untuk upaya
obat diuretik mengeluarkan
cairan berlebih
3. 11 Intoleransi Setelah dilakukan a. Manajemen
Maret Aktivitas b.d tindakan Hipoglikemia
2022, Kelemahan keperawatan (I.03115)
07.10 selama 3x24 jam, - Identifikasi - Untuk
diharapkan gangguan yang mengetahui
masalah intoleransi mengakibatkan sumber
aktivitas pasien kelelahan kelelahan
teratasi dengan
kriteria hasil : - Monitor pola dan - Untuk sebagai
a. Toleransi jam tidur bahan rencana
Aktivitas tindakan
(L.05047) selanjutnya
- Dispnea saat
istirahat - Sediakan - Untuk
menurun lingkungann membantu
- Keluhan lelah yang nyaman dan pasien dalam
menurun rendah stimulus beristirahat
- Kekuatan otot cahaya dan suara
ekstrimitas - Ajarkan dan - Untuk menjaga
bawah bimbing latihan dan
meningkat rentang gerak meningkatkan
pasif kekuatan otot

- Anjurkan tirah - Untuk


baring mencegah
adanya luka
dekubetus dan
rasa tidak
nyaman lainnya

- Latih dan - Untuk upaya


bimbing terapi koping terhadap
relaksasi rasa lelah
autogenik guna
mengurangi rasa
lelah

- Kolaborasi Untuk membantu


dengan dokter mencegah
pemberian obat kerusakan jantung
untuk mengatasi dan mengurangi
masalah jantung gejala akibat
b. penyakit jantung
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Chronic Kidney Disease
(Ckd) Dengan Pemberian Inovasi Intervensi Terapi Musik Di Ambun Suri Lantai
Iv Achmad Mochtarbukittinggi 2019. Skripsi.

Hariyanti, E. A. E. (2015). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Gagal Ginjal


Kronik Dengan Kelebihan Volume Cairan Di Rsud Bagil Pasuruan. Asuhan
Keperawatan Klien Yang Mengalami Gagal Ginjal Kronik Dengan Kelebihan
Volume Cairan Di Rsud Bagil Pasuruan, 3, 103–111.

Huzzella, D. C. E. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik


Dengan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Di Ruang Hemodelisa Rumah
Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan. Analytical Biochemistry, 11(1), 1–5.
Diambil dari http://link.springer.com/10.1007/978-3-319-59379-
1%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-420070-8.00002-
7%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.ab.2015.03.024%0Ahttps://doi.org/10.1080/0735
2689.2018.1441103%0Ahttp://www.chile.bmw-
motorrad.cl/sync/showroom/lam/es/bike/urb

Parwati, I. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Chronic Kidney Disease dengan
Masalah Resik Gangguan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan
Malang. Journal of Chemical Information and Modeling, 53, 7–17.

Sari, E. K. (2020). Studi Dokumentasi Gangguan Integritas Kulit pada An. R dengan
Chronic Kidney Disease (CKD). Akademi Keperawatan YKY, 1–49. Diambil dari
http://repository.akperykyjogja.ac.id/314/

Sudarmi. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Cronic Kidney Disease (Ckd) Dengan
Gangguan Pola Eliminasi Urin Intervensi Bladder Training (Delay Urination) Di
Ruang Mamminasa Baji Rsud Labuang Baji Makassar, 6.
Wahida, M. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Chronic Kidney
Disease Dengan Masalah Keperawatan Kelebihan Volume Cairan Di
Rsud Dr.Slamet Garut. Journal of Physical Therapy
Science, 9(1), 1–11. Diambil dari
http://dx.doi.org/10.1016/j.neuropsychologia.2015.07.010%0Ahttp://
dx.doi.org/10.1016/j.visres.2014.07.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.humov.2018.08.006%0Ahttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
24582474%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.gaitpo
st.2018.12.007%0Ahttps:

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai