NPM : 2174201107
MATA KULIAH : HUKUM PIDANA 1
ASAS TERITORIAL
Asas teritorial atau wilayah merupakan asas yang menegaskan bahwa hukum
pidana itu berlaku didasarkan pada tempat atau teritori perbuatan tersebut
dilakukan. Hal ini memiliki makna bahwa setiap pelaku tindak pidana-warga
negara sendiri atau asing-itu dapat dituntut. Ini karena dalam asas tersebut,
kedaulatan negara setiap negara itu diakui, dan setiap negara berdaulat itu wajib
menjamin ketertiban dalam wilayahnya. Misalnya ada warga negara asing
melakukan kejahatan di Indonesia. Pemerintah Indonesia berhak menghukum
penjahat tersebut berdasarkan sistem yang ada. Hal ini juga berarti negara lain
tidak boleh mencampuri dan melanggar batas wilayah suatu negara. Asas ini
tercantum dalam pasal 2 dan pasal 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang
berbunyi:
Pasal 2
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan dangan Indonesia diterapkan
bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.”
Pasal 3
“ketentuan pidana dalam perundang - undangan Indonesia berlaku bagi setiap
orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam
kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.”
ASAS UNIVERSAL
Suatu perbuatan/tindak pidana yang merugikan kepentingan dunia Pelaku tindak
pidana tersebut dapat dituntut dan dihukum oleh pengadilan di negara manapun,
tanpa mempersoalkan siapa dan di mana tempat tindak pidana tersebut terjadi.
Asas universal dianggap sebagai asas ketertiban hukum dunia, yang digunakan
untuk melindungi kepentingan internasional. Dalam asas universal, tidak semua
kepentingan hukum di dunia akan mendapatkan perlindungan, asas universal
cuma terkait kejahatan yang menyangkut tentang keuangan, penerbangan dan
pelayaran.
Asas universal terdapat dalam sebagian dari rumusan Pasal 4 ke 2 KUHP, yaitu
bagian kalimat yang menyatalan “suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang
kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank“, karena dalam rumusan tersebut
“tidak lagi dipersoalkan mata uang negara mana, di mana dilakukan dan siapa
pembuatnya”.
ASAS LEGALITAS
Asas legalitas merupakan asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana, jika sebelumnya perbuatan tersebut belum
diatur terlebih dahulu dalam undang-undangan. Asas ini tidak boleh berlaku
surut, artinya tidak boleh mempidanakan seseorang, apabila perbuatannya belum
ada aturannya. Asas Legalitas dalam hukum pidana itu sangat penting, asas ini
digunakan untuk mengetahui apakah suatu peraturan hukum dapat diberlakukan
terhadap tindak pidana yang terjadi apa tidak. Maka apabila terjadi suatu tindak
pidana, maka akan dilihat apakah telah ada ketentuan hukum yang mengaturnya
dan juga apakah aturan tersebut dapat diberlakukan terhadap tindak pidana itu.
Namun demikian, dalam prakteknya penerapan asas legalitas ini terdapat
penyimpangan-penyimpangan. Sebagai contoh, kasus Bom Bali, kasus
Pelanggaran Hak Asasi Manusia Timor-Timur, dan kasus Tanjung Priok.
KUHP Pasal 1 Ayat (1)
(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan
ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
Pasal 1 Ayat (2)
(2) Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan
dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
menguntungkannya.
ASAS TRANSITOIR
Salah satu asas dasar dalam hukum pidana adalah asas transitoir, yakni asas yang
mengatur mengenai pemberlakuan hukum dalam hal terjadi perubahan
perundang-undangan setelah suatu tindak pidana dilakukan. Asas ini menentukan
berlakunya suatu aturan hukum pidana dalam hal terjadi atau ada perubahan
undang-undang. Asas transitoir terdapat pada ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP
yang menyatakan bahwa jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam
perundang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.
KUHP Pasal 1 Ayat (2)
“Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan
dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
menguntungkannya.”
ASAS RETROAKTIF
Dalam istilah hukum, retroaktif atau berlaku surut (Bahasa Latin: ex post facto
yang berarti "dari sesuatu yang dilakukan setelahnya") adalah suatu hukum yang
mengubah konsekuensi hukum terhadap tindakan yang dilakukan atau status
hukum fakta-fakta dan hubungan yang ada sebelum suatu hukum diberlakukan
atau diundangkan. Dalam kaitannya dengan hukum kriminal, hukum retroaktif
dapat diterapkan pada suatu tindakan yang legal atau memiliki hukuman yang
lebih ringan sewaktu dilakukan. Penerapan hukum ini dapat mengubah aturan
bukti-bukti yang ditemukan untuk memperbesar kemungkinan pemberian
hukuman pada seorang terdakwa. Sebaliknya, penerapan hukum jenis ini dapat
pula mengurangi atau bahkan membebaskan seorang terhukum.
Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP tidak diatur mengenai prinsip retroaktif, tetapi
mengatur tentang hukum yang berlaku dalam masa transisi, di mana yang
diterapkan adalah yang menguntungkan bagi terdakwa sehingga pasal tersebut
sebenarnya mengandung asas subsidiaritas.