PEMBAHASAN
Adapun keterbatasan penelitian dilakukan pada saat jam kerja dan di bawah ini
beberapa keterbatasan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Responden dengan status bekerja hanya mempunyai waktu yang relatif singkat
dikarenakan responden harus membagi waktu bekerja dan mengisi kuesioner saat
penelitian berlangsung.
2. Untuk sebagian responden pada kunjungan pertama tidak dapat bertemu secara
langsung dengan responden, maka dari itu peneliti harus menemui responden di
lain hari untuk dilakukan penelitian.
6.2 Pembahasan
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Kristianti (2002); Shields dan Tremblay
(2008); Manuha, Iqbal, Nageeb, dan Paranagama (2013) bahwa aktivitas sedentari
memiliki hubungan yang positif dengan obesitas. Hal ini dikarenakan aktivitas
sedentari merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya obesitas. Jadi semakin tinggi
tingkat aktivitas sedentari maka akan semakin tinggi pula tingkat obesitasnya.
Aktivitas sedentari memiliki efek samping yang berbahaya bagi kesehatan. Karena
kurang melakukan aktivitas fisik maka otot-otot dalam tubuh akan mengendur. Otot
yang kendur akan menghambat peredaran darah dan memperberat kerja jantung, hal
ini akan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung dan obesitas.
Didalam otot juga berfungsi sebagai tempat pembakaran lemak, jika otot lemah maka
pembakaran lemak tidah akan sempurna. Hasilnya adalah lemak terus menumpuk dan
menyebabkan obesitas.
Berdasarkan hasil analisis uji statistik, dapat dilihat bahwa nilai p yang
dihasilkan adalah p value < α yang berarti adanya hubungan yang bermakna antara
umur dengan obesitas. Diketahui, responden dengan umur ≥40 tahun berisiko 2,0 kali
lebih besar terkena obesitas dibandingkan dengan responden yang berumur < 40 tahun.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Namidin (2015) yang
mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan obesitas.
Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sikalak(2017) yang
mengatakan bahwa umur tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan obesitas
dengan nilai p = 0,707.
Berdasarkan hasil wawancara usia terhadap pegawai di Universitas Sriwijaya,
yang paling banyak terkena obesitas adalah responden dengan umur ≥40 tahun hal ini
dapat dikarenakan responden sudah lelah dalam bekerja sehingga kebanyakan dari
responden jarang melakukan aktivitas fisik. Selain itu massa otot dalam tubuh
cenderung menurun ketika semakin tua dan kurang aktif bergerak hal ini
menyebabkan perlambatan tingkat pembakaran kalori di dalam tubuh. Dengan
demikian semakin bertambahnya umur dengan tidak mengurangi asupan kalori, maka
tubuh akan semakin sulit untuk membakar kalori yang masuk, semakin lama
akibatnya akan terjadi penumpukan energi didalam tubuh dan berdampak pada
obesitas. Pada wanita dewasa saat menopause banyak wanita yang bertambah berat
badannya sekitar 5 kilogram dan memiliki lemak lebih di sekitar pinggang. Jenis
kelamin dan umur dalam asupan makanan diidentifikasi meningkat pada masa remaja
dan setelah itu menurun. Hubungan usia dengan penurunan asupan makanan
berhubungan dengan penurunan lambat pada pengeluaran energi dan di usia
pertengahan kedua yang lebih cepat dari yang pertama (Vassallo, 2007). Ditambahkan
oleh (Brown, 2005) setelah umur 40 seseorang memiliki resiko untuk mengalami
kenaikan berat badankarena pada masa itu kebanyakan orang dewasa mulai mencapai
puncak pencapaian karirnya. Secara fisiologi, komposisi tubuh sedikit berubah
bersamaan dengan perubahan hormon. Tapi perubahan komposisi tubuh ini lebih
dikarenakan oleh penurunan aktivitas fisik (Brown.2005)
Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi seseorang. Pria lebih
banyak membutuhkan zat tenaga dan protein daripada wanita, tetapi dalam kebutuhan
zat besi wanita membutuhkan lebih banyak dari pada pria. Jenis kelamin merupakan
faktor gizi internal yang menentukan kebutuhan gizi seseorang, sehingga pada
gilirannya ada keterkaitan antara jenis kelamin dengan keadaan gizi (Apriadji,1986).
Berbeda halnya hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Langlois,
Garriguet, dan Findlay (2009), Gharib dan Rasheed (2011) yang membuktikan adanya
hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan obesitas pada sampel remaja di
beberapa negara seperti Kanada dan Bahrain. Langlois, Garriguet, dan Findlay (2009)
menemukan asupan serat pada responden yang obesitas lebih sedikit dibandingkan
responden non-obesitas.
Asupan serat sangat berperan terhadap kejadian gizi lebih. Melalui waktu
singgah di lambung yang lebih lama, serat akan membuat rasa kenyang bertahan lama.
Hal tersebut dikarenakan serat dapat meningkatkan viskositas dan waktu pengosongan
lambung menjadi lebih lama (Du, 2009). Hal tersebut membuat seseorang tidak banyak
mengonsumsi makanan sehingga dapat mengontrol berat badan dan melancarkan
pencernaan. FAO/WHO (1998) menyatakan bahwa asupan serat dapat mencegah dan
berperan dalam kenaikan berat badan dan obesitas. Serat juga akan meningkatkan
sensitivitas insulin dan akan berperan dalam oksidasi lemak (Du, 2009).
Ada sejumlah studi yang menunjukkan bahwa makanan tinggi serat yang
dikonsumsi pada sarapan ataupun makan siang secara signifikan dapat mengurangi
asupan pada makan selanjutnya dibandingkan dengan makanan yang rendah serat
(Wati, 2011).
BAB VII
7.1 Kesimpulan
1. Penelitian terdiri dari 110 responden yang menunjukkan kejadian obesitas sebayak
30 orang (27,3%). Dengan proporsi pegawai yang berusia lebih dari 40 tahun
sebanyak 41 orang (37,3%) dan pegawai yang berusia kurang dari 40 tahun dengan
jumlah 69 orang (62,7%). Didominasi oleh pegawai laki-laki yaitu sebanyak 66
orang (60%) dan pegawai perempuan dengan jumlah 44 orang (40%).
2. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan
antara aktivitas sedentari dengan kejadian obesitas pada pegawai di Universitas
Sriwijaya (p-value=0,001).
3. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pegawai dengan aktivitas
sedentari rendah memiliki risiko 2,69 kali untuk mengalami obesitas
dibandingkan pegawai dengan aktivitas sedentari cukup setelah dikontrol
variabel asupan lemak.
7.2 Saran
2. Bagi Instansi
Bagi Instansi untuk memperhatikan dan melakukan
pemantauan kesehatan (skrining) yang teratur dengan interval
tertentu (minimal satu tahun sekali) pada pegawai. Meningkatkan
promosi kesehatan tentang bahaya/faktor risiko obesitas melalui
media elektronik/media cetak, pamflet dan sebagainya. Menghimbau
kepada seluruh pegawai agar menyempatkan diri untuk berolahraga
minimal 3 kali/minggu dengan durasi 30 menit, untuk menjaga
kesehatan, kebugaran tubuh, dan mengontrol tekanan darah selain
melalui pengobatan.