Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa

Disusun oleh :

NAMA : Rizki Awaliyah

NIM : 5021031088

S1 KEPERAWATAN-NERS

UNIVERSITAS FALETEHAN

SERANG BANTEN

TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

I. KASUS ( MASALAH UTAMA)


Ganguan persepsi sensori : Halusinasi
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo,
2014 : 129)
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012:102)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalamai
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53)
A. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
4. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyataa menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
padapenyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133)
B. Faktor Presipitasi
1. Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi stress.
(Prabowo, 2014 : 133)
4. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan nyata
dan tidak.
a. Dimensi fisik
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu
yang lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi
dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
d. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman,
dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interkasi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya
terganggu.(Damaiyanti, 2012 : 57-58)

C. Jenis
Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik
tertentu, diantaranya:
1. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-
suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
2. Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,
gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau
busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine. (Yosep Iyus, 2007: 130)
7. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis.
Misalnya sering merasa diringa terpecah dua.
b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang
dialaminya seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56)
D. Fase - fase
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
1. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda- tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut
jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan reaita.
3. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan
dengan orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang ain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutamajika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan membahayakan.
( Prabowo, 2014: 130- 131)
E. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis,
persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon
dapat digambarkan sebagai berikut:
Rentang Respon Neurobiologist

Respon adaptif Respon Maladaptif

a. Pikiran Logis a.Distori Pikiran a.Gangguan pikiran


b. Persepsi akurat b.Ilusi b.Halusinasi
c. Emosi konsisten c.Reaksi emosi berlebihan c.Kesukaran proses
d. Perilaku sesuai atau berkurang d.Emosi
e. Pengalaman d.Perilaku yang tidak biasa e.Perilaku disorganisasi
f. Berhubungan e.Menarik diri f. Isolasi sosial
Sosial

Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998)


Rentang Respon
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut. Respon adaptif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
e. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
2. Respon psikosossial Meliputi :
a. Proses piker terganggu adalah proses piker yang menimbulkan
gangguan
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indra
c. Emosi berlebih atau berkurang
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
3. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada
pun respon maladaptive antara lain :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
d. Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
e. Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negative mengancam. (Damaiyanti,2012: 54)
F. Mekanisme Koping
1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimuus
internal. (Prabowo, 2014 :134)
III. POHON MASALAH

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan Sensori Perseptual : Halusinasi


Pendengaran

Interaksi Sosial : Menarik Diri

Harga Diri Rendah

A. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan
a. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subjektif
1) Pasien mengatakan sering berbicara sendiri
2) Pasien mengatakan sering mendengar suara laki-laki
3) Pasien mengatakan mendengar suara kadang 3 kali sehari, pada saat
klien sedang sendirian
b. Data objektif
1) Pasien tampak tertawa sendiri
2) Pasien tampak mengarahkan telinga ke suatu tempat
3) Pasien tampak diam dan bingung
IV. DIAGNOSA KEPEAWATAN
a. Perubahan sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
A. Tujuan Umum
Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya dan mengikuti program
pengobatan secara optimal
B. Tujuan Khusus
1. TUK 1 : Pasien dapat mengenal halusinasinya
a. Kriteria Hasil
Setelah 2x pertemuan pasien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi
timbulnya halusinasi dan respon terhadap halusinasi
b. Intervensi
1) Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2) Mengidentifikasi isi, waktu dan frekuensi halusinasi pasien
3) Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi
4) Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
5) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi : menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan kegiatan
6) Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
2. TUK 2 : Pasien dapat mengontrol halusinasinya
a. Kriteria Hasil
Setelah 2x pertemuan pasien mampu menyebutkan cara mengontrol
halusinasi : menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan melakukan
aktivitas
b. Intervensi
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur dengan prinsip 6 benar
3) Menjelaskan manfaat & kerugian minum obat
4) Menganjurkan pasien memasukkan minum obat dalam jadwal kegiatan
harian
3. TUK 3 : Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
a. Kriteria Hasil
Setelah 2x pertemuan pasien mampu mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain
b. Intervensi
1) Mengevaluasi jadwal harian pasien
2) Menjelaskan cara berlatih dan bercakap-cakap saat halusinasi
3) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan bercakap-cakap ke dalam
jadwal kegiatan harian
4. TUK 4 : Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan
a. Kriteria Hasil
Setelah 2x pertemuan pasien dapat mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan

b. Intervensi
1) Mengevaluasi jadwal harian pasien
2) Melatih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian
dengan dimulai dari 2 tindakan
3) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan untuk mengendalikan
halusinasi kedalam jadwal kegiatan harian
VI. SUMBER
- Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
- Keliat&Akemat, (2010). Jurnal Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta
- Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.
- Wijayaningsih, K. s. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.
Jakarta Timur: TIM.
- Damaiyanti, Nidya. (2012). Buku Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Araska
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HALUSINASI

SP I

Pertemuan Ke : 1
Hari/Tanggal :
Nama Klien :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
a. Data Subjektif
- Pasien mengatakan sering berbicara sendiri
- Pasien mengatakan sering mendengar suara laki-laki
- Pasien mengatakan mendengar suara kadang 3 kali sehari, pada saat klien sedang
sendirian
b. Data Objektif
- Pasien tampak tertawa sendiri
- Pasien tampak mengarahkan telinga ke suatu tempat
- Pasien tampak diam dan bingung
2. Diagnosa Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan Khusus : Pasien dapat mengenal dan mengontrol halusinasinya
4. Tindakan keperawatan : SP 1
- Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
- Mengidentifikasi isi, waktu dan frekuensi halusinasi pasien
- Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi
- Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
- Menjelaskan cara mengontrol halusinasi : menghardik, minum obat, bercakap-cakap
dengan orang lain dan melakukan kegiatan
- Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian

Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan

 Orientasi

1. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu, perkenalkan saya Perawat Rizki Awaliyah mahasiswa jurusan
keperawatan Univertas Faletehan yang sedang praktik klinik di rumah sakit ini”.
“Saya yang dinas pagi diruangan ini pukul 07.00 – 13.00 WIB. Selama dirumah
sakit ini saya yang akan merawat ibu ya, nama ibu siapa? Ibu Suka dipanggil apa?”

2. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?”

3. Kontrak :
a. Topik : “Baiklah bu, pagi ini bagaimana jika kita berbincang-bincang
tentang suara yang mengganggu ibu dan cara mengontrol suara-
suara yang ibu dengar, apa ibu bersedia?”
b. Waktu : “Berapa lama ibu ingin kita berbincang-bincang?
Baiklah 10 menit ya bu”
c. Tempat : “Dimana ibu ingin kita berbincang-bincang? Baiklah
dikamar saja ya ibu maunya”
d. Tujuan interaksi : Pasien dapat mengenal dan mengontrol
halusinasinya dengan cara menghardik suara-suara yang
didengar.
 Kerja (Langkah – langkah tindakan keperawatan)
1) “Apakah ibu sering mendengar suara tanpa ada wujudnya? Saya percaya ibu
mendengar wujud tersebut. Tapi saya sendiri tidak mendengar suara tersebut”
2) “Apakah ibu mendengar suara tersebut terus menerus atau sewaktu-waktu saja?
Kapan waktu yang paling sering ketika ibu mendengar suara itu? Berapa kali
sehari ibu mendengar suara itu? Pada saat keadaan apa ibu suara itu ibu dengar?
Apakah waktu ibu sendiri? Apa yang ibu rasakan saat mendengar suara-suara itu?
Apa yang ibu lakukan ketika mendengar suara itu? Dengan cara apa suara itu bisa
hilang?”
3) ”Apa yang ibu alami dan rasakan namanya Halusinasi. Ada 4 cara untuk
mengontrol halusinasi, yaitu dengan cara menghardik, minum obat, bercakap-
cakap dan melakukan kegiatan”
4) “Bagaimana jika kita latihan cara pertama yaitu menghardik? Apakah ibu
bersedia? Baiklah kita mulai ya bu”
5) “baiklah saya akan mempraktekan terlebih dahulu, setelah itu ibu mempraktekan
kembali apa yang saya lakukan. Seperti ini bu, jika ada suara itu muncul, ibu
katakan dengan lepas “Pergi! Saya tidak mau dengar, kamu palsu” sambil menutup
kedua tenga ibu ya. Seperti itu”
6) “Coba sekarang ibu ulangi apa yang saya lakukan tadi? Bagus sekali bu”

 Terminasi
1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik?”
b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
“Coba ibu lakukan sekali lagi latihan kita tadi. Wah bagus, hebat sekali ibu”
2. Rencana Tindak Lanjut ( apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yan
telah dilakukan)
- “Ibu lakukan cara itu ketika ibu mendengar suara itu dan lakukan sampai suara
tersebut hilang”
- “Ibu bisa berlatih cara itu 3x dalam sehari yaitu pada jam 09.00, jam 14.00 dan
jam 20.00. Latihan cara ini akan dimasukkan kedalam jadwal kegiatan harian ibu
yang bertanda M (Mandiri) jika ibu berlatih cara ini secara mandiri tanpa
dibantu/diingatkan. Ibu beri tanda B (Bantuan) jika ibu berlatih cara ini
diingatkan atau dibantu dan ibu beri tanda T (Tidak) jika ibu tidak melakukan.”
1) Kontrak Topik yang akan datang :
a) Topik :
“Bagaimana besok kita berbincang-bincang tentang cara kedua, yaitu
minum obat untuk mengontrol halusinasi ibu. apakah ibu bersedia?”
b) Waktu
“Jam berapa ibu ingin kita berbincang-bincang? Baiklah jam 10.00 ya
bu. Berapa lama ibu ingin berbincang-bincang? Baiklah 15 menit ya bu”
c) Tempat
“Dimana tempat yang ibu mau untuk kita berbincang-bincang? Baiklah
ditaman ya bu”
“Baiklah kalau begitu saya permisi. Sampai jumpa besok. Selamat pagi,
lanjutkan kembali aktivitas ibu. Assalamualaikum bu”

Anda mungkin juga menyukai