LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
KEPERAWATAN ANAK
Disusun Oleh :
Samsul Rohman
5020031084
1. Definisi Penyakit
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya
dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA). Dengan gejala batuk dan
disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
mycoplasma (fungi) dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai
eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis (Nursalam,
2015).
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan dan
jaringan intersittel. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai
negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia dan merupakan penyebab
kematian utama pada balita. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneuomonia
antara lain virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk
terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, defisit
imunologi, polusi, GER, dan aspirasi (Daud Dasril, 2013).
2. Etiologi penyakit
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet atau sering disebabkan oleh streptoccus
pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian
ventilator oleh p. Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan
keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
Setelah masuk ke paru paru organism bermultiplikasi dan, jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Menurut Nursalam (2015)
Selain di atas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu :
a. Bacteria: diploccus pneumonia, pneumocaccus, streptokokus hemolyticus,
streptokoccus aureus, hemophilus influenzae, mycobacterium tuberkulosis, bacillus
friedlander.
b. Virus : respiratory syncytial virus, adeno virus, V.Ssitomegalitik, V.Influenza.
c. Mycoplasma pneumonia
d. Jamur : histoplasma capsulatum, cryptococcus neuroformans, blastomyces
dermatitides, coccidodies immtis, aspergillus, species, candida albicans.
e. Aspirasi : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing
f. Pneumonia hipostatik
g. Sindrom loeffler
4. Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupu difusi. Suatu reaksi inflamasi yang
dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang
mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih,
kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang
iasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena
sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau
alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar kesisi kiri
jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke
sisi kiri jantung. Pencampuran darah yang teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial (Bunner&Suddart, 2001).
Sebagian besar pneumonia di dapat melalui aspirasi partikel infektif seperti menghirup
bibit penyakit udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi
paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung. Atau terperangkap dan
dibersihkan oleh mucus dan epitel bersilia di saluran nafas. Bila suatu partikel dapat
mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveolar, dan
juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral (Nursalam, 2015).
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang
meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli
menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan
klamidia menyebabkan iflamasi dengan dominasi infiltrar mononuclear pada struktur
submukosa dan interstitial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran
napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis (Nursalam, 2015).
5. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah untuk dapat mengidentifikasi semua
organism yang ada.
b. Biopsy paru : untuk menetapkan diagnosis
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organism khusus.
b. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan
c. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang di aspirasi
d. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
e. Analisa gas darah : ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus,
tekanan parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut
menunjukkan asidosis respiratorik.
7. Penatalaksanaan medis
a. Pemberian antibiotic : panicilin, cepalosparin pneumonia
b. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
c. Pemberian oksigen
d. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
bronchious
Alveolus
hipertermia
Brunner & Suddart. 2001. BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Edisi 8, Vol 1.
Jakarta : EGC.
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatan gawat darurat. Padang
: Medical book
Nursalam, A.H. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN
DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC jilid 1. Media Action: Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. STANDAR DIAGNOSA KEPERAWATAN INDONESIA
(SDKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA
(SIKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. STANDAR LUARAN KEPERAWATAN INDONESIA
(SLKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia