Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (2013) terdapat 210 kematian ibu tiap 100.000 kelahiran

hidup akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. sedangkan jumlah total

kematian ibu di tahun 2013 adalah sebesar 289.000 jiwa, negara berkembang

memiliki jumlah maternal mortality ratio (MMR) empat belas kali lebih tinggi

dibandingkan dengan negara maju (Silmi, 2014).

Berdasarkan survey Demografi Dan Kesehatan (SDKI) tahun 2012,

angka kematian ibu diindonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup, angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan SDKI tahun

sebelumnya yaitu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Kementrian

Kesehatan RI, 2014).

Angka kematian ibu di Provinsi Bengkulu pada tahun 2015 sebesar 137

per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu dan anak ini sebagian besar terjadi

pada masa sekitar persalinan. Hal ini bisa disebabkan oleh pertolongan bukan

tenaga profesional atau keterlambatan mencapai pusat rujukan persalinan.

(Dinkes, 2016).

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya

kurang dari 20 minggu. Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena

beberapa sebab di antaranya kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan

pada plasenta, faktor ibu seperti penyakit-penyakit kronis yang diderita oleh

ibu, kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu. (Elisabeth, 2015).

1
2

Usia adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

saat berulang tahun terakhir (Elisabeth, 2010). Usia adalah salah satu

penyebab terjadinya abortus dikarenakan pada usia < 20 tahun keadaan organ

reproduksi belum matang dan berfungsi secara optimal dan usia > 35 tahun

keelastisitasan berkurang ditambah lagi dengan tekanan darah tinggi dan

penyakit lainnya yang melemahkan kondisi ibu sehinnga bisa menyebabkan

abortus (Manuaba, 2010).

Paritas adalah jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran janin

yang memenuhi syarat untuk melangsungkan kehidupan atau kehamilan

(Varney, 2010). Paritas lebih dari 5 kali kemungkinan besar untuk mengalami

abortus dikarenakan rahim ibu makin lemah yang akan membahayakan janin

sehingga bisa menyebabkan abortus (Saraswati, 2013).

Berdasarkan data dari Rumah Sakit baik swasta maupun pemerintah

yang ada di Kota Bengkulu angka kejadian abortus yaitu: RSUD dr. M. Yunus

Bengkulu tahun 2015 terdapat 1.450 ibu bersalin, 991 ibu hamil dengan

kejadian abortus 162 kasus dimana kejadian abortus dengan paritas primipara

40 orang, multipara 33 orang dan grandemultipara 89 orang, sedangkan

kejadian abortus dengan usia < 20 > 35 tahun 96 orang dan 20-35 tahun 66

orang (RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, 2015).

Rumah Sakit Bhayangkara pada tahun 2015 ditemukan 1.431 ibu

bersalin, 801 ibu hamil dengan kejadian abortus 133 kasus (RS Bhayangkara

Bengkulu, 2015). Rumah sakit DKT pada tahun 2015 ditemukan 1.120 ibu

bersalin, 659 ibu hamil dengan kejadian abortus 81 kasus dimana kejadian
3

abortus dengan umur < 20 > 35 tahun 2 orang dan 20-35 tahun 1 orang (RS

DKT Zainul Arifin Bengkulu, 2014). Jadi berdasarkan data kasus kejadian

abortus dari setiap Rumah Sakit di Kota Bengkulu tahun 2014 tertinggi yaitu

RSUD dr. M. Yunus.

Berdasarkan hasil survey awal, jumlah ibu hamil 993 orang dengan

kejadian Abortus dari bulan Januari sampai dengan desember 2016 di RSUD

dr. M. Yunus sebanyak 91 Kasus, dengan abortus inkomplit 68 orang dan

abortus iminen 23 orang dimana kejadian abortus dengan paritas primipara 25

orang, multipara 14 orang dan grandemultipara 52 orang, sedangkan umur <

20 > 35 tahun 67 orang dan 20-35 tahun 24 orang (RSUD dr. M. Yunus

Bengkulu, 2016).

Sesuai dengan uraian di atas peneliti bermaksud untuk mengetahui

hubungan usia Ibu dan paritas dengan kejadian abortus di Ruang C1 Mawar

Kebidanan RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2016.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini yaitu masih

tingginya angka kejadian abortus di ruang C1 Kebidanan RSUD dr. M. Yunus

sehingga peneliti tertarik untuk mempelajari hubungan usia Ibu dan paritas

dengan kejadian abortus di RSUD dr. M. Yunus.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mempelajari hubungan usia Ibu dan paritas pada kejadian abortus di

ruang Kebidanan C1 RSUD dr. M. Yunus.


4

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi kejadian abortus di RSUD dr. M. Yunus

Bengkulu.

b. Diketahui distribusi frekuensi usia Ibu di RSUD dr. M. Yunus

Bengkulu.

c. Diketahui distribusi frekuensi paritas Ibu di RSUD dr. M. Yunus

Bengkulu.

d. Diketahui hubungan usia Ibu dengan kejadian abortus di RSUD dr. M.

Yunus Bengkulu.

e. Diketahui hubungan paritas dengan kejadian abortus di RSUD dr. M.

Yunus Bengkulu.

f. Diketahui hubungan usia dan paritas pada kejadian abortus di RSUD

dr. M. Yunus Bengkulu.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD dr. M. Yunus Bengkulu

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi RSUD dr. M. Yunus

dalam meningkatkan penanganan abortus.

2. Bagi STIKES Tri Mandiri Sakti

Dari hasil penelitian dapat dijadikan bahan bagi mahasiswa jurusan

kebidanan Stikes Tri Mandiri Sakti Bengkulu sebagai calon bidan yang

mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan

dan sebagai ujung tombak dalam menurunkan angka kematian ibu dan

angka kematian bayi serta pelaksana kesehatan ibu dan anak.


5

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil peneliti ini diharapkan dapat menjadi referensi dan tambahan

informasi yang berguna bagi yang ingin mengembangkan penelitian ini

secara lebih luas.


6
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Abortus

a. Pengertian Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi

(pertemuan sel telur dan sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari

20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat

hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup

dari janin sebelum diberi kesempatan untuk tumbuh. Apabila janin

lahir selamat I hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu,

maka istilahnya adalah kelahiran prematur (Nugroho, 2010).

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat

tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau

buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan

(Elisabeth, 2015).

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi

(pertemuan sel telur dan sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari

20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat

hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup

dari janin sebelum diberi kesempatan untuk tumbuh. Apabila janin

lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu,

maka istilahnya adalah kelahiran premature (Nugroho, 2011).

7
8

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi

sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500

gram (Sarwono, 2011).

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi atau berakhirnya

kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa

mempersoalkan penyebab dengan berat badan < 500 gram atau umur

kehamilan < 20 minggu (Fadlun, 2012).

b. Etiologi

Menurut Nugroho (2011) hal yang dapat menyebabkan abortus dapat

dibagi menjadi:

1) Infeksi

a) Infeksi akut virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.

b) Infeksi bakteri) misalnya streptokokus.

c) Parasit, misalnya malaria.

d) Infeksi kronis, Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada

trimester kedua. Tuberkulosis paru aktif, pneumonia.

2) Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.

3) Penyakit kronis, misalnya : hipertensi, nephritis, diabetes, anemia

berat, penyakit jantung, toxemia gravidarum

4) Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.

5) Trauma fisik.
9

6) Penyebab yang bersifat lokal: Fibroid, inkompetensia serviks.

Radang pelvis kronis, endometrtis. Retroversi kronis. Hubungan

seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan

hiperemia dan abortus.

7) Kelainan alat kandungan.

8) Gangguan kelenjar gondok.

9) Penyebab dari segi Janin / Plasenta

10) Kematian janin akibat kelainan bawaan.

11) Kelainan kromosom

12) Lingkungan yang kurang sempurna.

c. Gejala Abortus Spontan

Kram dan pendarahan vagina adalah gejala yang paling umum

terjadi pada aborsi spontan. Kram dan pendarahan vagina mungkin

terjadi sangat ringan, sedang, atau bahkan berat. Tidak ada pola

tertentu untuk berapa lama gejala akan berlangsung. Selain itu, gejala

lain yang menyertai abortus spontan yaitu nyeri perut bagian bawah,

nyeri pada punggung, pembukaan leher rahim, dan pengeluaran janin

dari dalam rahim.

Pendarahan vagina selama awal kehamilan sering disebut

sebagai “aborsi terancam”. Penelitian telah menunjukkan bahwa 90%

sampai 96% dari kehamilan dengan menunjukkan aktivitas jantung

janin 7 sampai 11 minggu kehamilan akan mengakibatkan pendarahan

vagina pada kehamilan yang sedang berlangsung.


10

d. Klasifikasi Abortus

Menurut beberapa ahli, abortus dapat dibagi menjadi beberapa

bagian yaitu:

1) Abortus imminens (keguguran membakat)

Dicurigai bila terdapat keluarnya darah dari vagina, atau

perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan. Dapat

atau tanpa disertai rasa mules ringan, sama dengan pada waktu

menstruasi atau nyeri pinggang bawah. Perdarahan pada abortus

imminens seringkali hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung

beberapa hari atau minggu.

Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak

adanya pembukaan serviks.Sementara pemeriksaan dengan real

time ultrasound pada panggul menunjukkan ukuran kantong

amnion normal, jantung janin berdenyut, dan kantong amnion

kosong, serviks tertutup, dan masih terdapat janin utuh (Nugroho,

2011).

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman

terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri

masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan

(Sarwono, 2011).
11

2) Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung)

Merupakan suatu abortus yang sedang mengancam, ditandai

dengan pecahnya selaput janin dan adanya serviks telah mendatar

dan ostium uteri telah membuka. Ditandai nyeri perut bagian

bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat. Pada pemeriksaan

vagina memperlihatkan dilatasi serviks dengan bagian kantong

konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan

jantung janin masih berdenyut, kantong gestasi kosong (5-6

minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan

subkhorionik banyak di bagian bawah (Nugroho, 2011).

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan

serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi

hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses

pengeluaran (Sarwono, 2011).

3) Abortus inkompletus (keguguran bersisa)

Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil

konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada

sisa yang tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vagina,

kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum

uteri atau kadang- kadang sudah menonjol dari ostium uteri

eksternum. Pada USG didapatkan endometrium yang tipis dan

irregular (Nugroho, 2011).


12

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan

masih ada yang tertinggal. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih

tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina,

kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum

uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum (Sarwono, 2011).

4) Abortus kompletus (keguguran lengkap)

Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah

dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium

uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Selain ini,

tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilan menjadi negatif.

Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong (Nugroho,

2011).

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500

gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah

menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit

(Sarwono, 2011).

5) Missed abortion( abortus tertunda)

Missed abortion adalah embrio atau fetus telah meninggal

dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil

konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 8

minggu atau lebih. Biasanya didahului tanda abortus iminens yang


13

kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan

(Nugroho, 2011).

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah

meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan

hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan

(Sarwono, 2011).

6) Abortus habitualis (keguguran berulang)

Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi

berturut-turut tiga kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak

sukar menjadi hamil, namun kehamilannya berakhir sebelum 28

minggu (Nugroho, 2011).

Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali

atau lebih berturut-turut. Definisi abortus habitualis yang dapat

diterima saat ini adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali

berturut-turut ( Sarwono, 2011).

e. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nugroho (2010) pemeriksaan penunjang tersebut

meliputi:

1) Tes kehamilan: positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu

setelah abortus.

2) Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakan janin

masih hidup.

3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.


14

4)

f. Penatalaksanaan

Menurut Nugroho (2010) Tahap-tahap penatalaksanaan tersebut

meliputi:

1) Riwayat penyakit dahulu:

a) Kapan abortus terjadi, apakah pada trimester pertama atau pada

trimester berikutnya, adakah penyebab mekanis yang menonjol.

b) Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu

obat terlarang.

c) Infeksi ginekologi dan obstetri.

d) Faktor genetika antara suami istri.

e) Riwayat keluarga yang penah mengalami terjadinya abortus

berulang dan sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus

ataupun partus prematurus yang kemudian meninggal.

f) Pemeriksaan diagnostik yang terkait dan pengobatan yang

pernah didapat.

2) Pemeriksaan fisik

a) Pemeriksaan fisik secara umum

b) Pemeriksaan ginekologi

c) Pemeriksaan laboratorium:

(1) Kariotik darah tepi kedua orang tua

(2) Histerosangografi diikuti dengan histeroskopi atau

laparoskopi bila ada indikasi


15

(3) Biopsi endometrium pada fase luteal

(4) Pemeriksaan hormon TSH dan antibodi anti tiroid

(5) Antibodi antifosfolipid

(6) Lupus antikougulan

(7) Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit

(8) Kultur cairan serviks

Menurut Esti (2010) penatalaksanaan Abortus tersebut

meliputi:

1) Abortus mengancam

a) Istirahat

b) Obat: Bit B kompleks dan sedative.

c) Pemulangan: Bebas perdarahan, rasa nyeri hilang, pp tes +.

d) Periksa ulang 1 minggu lagi

2) Abortus tidak lengkap

a) Persiapan infus

b) Transfusi darah

c) Antibiotik

d) Persiapan kuretage: narkosa

e) Observasi: kesadaran, perdarahan, infeksi, perforasi

uterus,degenerasi genas.

f) Kontrol ulang 1 minggu lagi


16

g. Pengelolaan Abortus

Menurut Nugroho (2011) pengelolaan abortus adalah:

1) Abortus Iminens

Istirahat ditempat tidur, agar aliran darah ke uterus meningkat

dan rangsang mekanik kurang, bila perlu diberi penenang

phenobarbitai 3 kali 30 mg/hari. dan spasmolitika misalnya

papaverin atau tokolitik per infus atau peroral.

Untuk melihat kehamilan dilakukan pemeriksaan USG,

penderita bisa pulang setelah perdarahan pervaginam berhenti

dengan hasil dari pemeriksaan kehamilan baik, dengan anjuran 2

minggu kemudian kontrol kembali.

2) Abortus Insipiens

Uterus harus dikosongkan segera guna menghindari

perdarahan yang banyak atau syok karena rasa mules atau sakit

yang hebat kemudian pasang infus disertai oksitosin drip guna

mempercepat pengeluaran hasil konsepsi, pengeluaran hasil

konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan

cunam abortus disusul dengan kerokan

Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotika profilaksis

pasca tindakan diberikan injeksi metilergometrin maleat, untuk

mempertahankan kontraksi, penderita bisa pulang setelah keadaan


17

memungkinkan dan tanpa komplikasi dengan anjuran kontrol 2

minggu.

3) Abortus Komplet

Tidak memerlukan penanganan-penanganan khusus, hanya

apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan

dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak

protein, vitamin dan mineral.

4) Abortus Inkomplet

Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien

diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi,

dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.

5) Abortus Missed

Periksa kadar fibrinogen atautest perdarahan dan pembekuan

darah sebelum tindakan kuretase, bila normal jaringan konsepsi

bisa segera dikeluarakan, tapi bila kadarnya rendah (< 159 mg %)

perbaiki dulu dengan pemberian fibrinogen kering atau darah

segar, sebelum tindakan diberikan antibiotika profilaksis.

Tindakan kuretase dimulai dengan cunam abortus abortus

dilanjutkan dengan sendok kuret tajam,sedudah tindakan diberi

uterotonika. Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan

tanpa komplikasi anjurkan kontrol 2 minggu lagi.

6) Abortus Habitualis
18

Dengan memperbaiki keadaan umum antara lain pemberian

makanan yang adekuat : protein, hidrat arang, mineral dan vitamin,

anjurkan istirahat cukup banyak, larangan koitus pada kehamilan

muda dan olahraga.

h. Patofisiologi

Menurut Nugroho, (2010) abortus biasanya disertai dengan

perdarahan di dalam desidua basalis dan perubahan nekrotik di dalam

jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat perdarahan. Ovum

yang terlepas sebagian atau seluruhnya dan mungkin menjadi benda

asing di dalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus dan

mengakibatkan pengeluaran janin.

i. Komplikasi Abortus

Menurut Nugroho (2010) komplikasi abortus adalah:

Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada fase abortus yang

tidak aman (unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga

pada abortus spontan.

Komplikasi abortus:

1) Perdarahan

a) Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-

sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.

b) Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan

tidak diberikan pada waktunya.

2) Perforasi
19

a) Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada

uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini

penderita perlu diamati dengan teliti jika ada tanda bahaya,

perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas dan

bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu

histerektomi.

b) Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh seorang

awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukan uterus

biasanya luas, mungkin pula terjadi pada kandung kemih atau

usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya

perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan

luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-

tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

3) Infeksi

Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus

tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan

erat dengan suatu abortus yang tidak aman.

4) Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)

dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

Ada beberapa faktor predisposisi penyebab kejadian abortus, yaitu:

2. Usia Ibu

a. Konsep Teori
20

Usia adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai saat berulang tahun terakhir (Elisabeth, 2010). Usia wanita pada

saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Penyebab

utama kematian pada perempuan berumur 15-19 tahun adalah komplikasi

kehamilan, persalinan, gangguan pertumbuhan janin dan komplikasi

keguguran. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

berisiko tinggi untuk melahirkan (Varney, 2011).

b. Klasifikasi Usia Ibu Hamil

Menurut Manuaba (2010) klasifikasi usia ibu hamil meliputi:

1) Usia < 20 tahun

Pada usia kurang 20 tahun dimana keadaan fisik organ

reproduksi belum matang dan berfungsi secara optimal termasuk

lingkungan endometrium tempat implantasi dan berkembangnya

buah kehamilan untuk pemberian nutrisi dan oksigenisasi

menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

2) Usia 20-35 tahun

Keadaan reproduksi multipara terutama usia 20-35 tahun

organ reproduksi sudah berfungsi secara sempurna sehingga bila

ada konsepsi endometrium sudah siap menerima hasil konsepsi

untuk berimplantasi.

3) Usia > 35 tahun

Pada usia 35 tahun ke atas telah terjadi penurunan curah

jantung yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium


21

sehingga sirkulasi darah dan pengambilan oksigen dari darah di

paru-paru juga mengalami penurunan curah jantung, ditambah lagi

dengan tekanan darah tinggi dan penyakit ibu yang lain, yang

melemahkan kondisi ibu sehingga dapat mengganggu sirkulasi

darah ibu ke janin.

3. Paritas

a. Konsep Teori

Paritas adalah seseorang wanita sehubungan dengan kelahiran anak

yang dapat hidup (Nugroho, 2011). Paritas adalah jumlah kelahiran

bayi dengan umur kehamilan 22 minggu atau lebih (bayi tunggal atau

kembar dianggap telah mampu bertahan hidup diluar kandungan) yang

pernah dialami ibu, dengan kata lain paritas adalah banyaknya bayi

yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik dalam keadaan hidup atau

lahir mati (Ridwan, 2014).

Paritas adalah jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran

janin yang memenuhi syarat untuk melangsungkan kehidupan atau

kehamilan (Varney, 2010).

Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup yaitu

kondisi yang menggambarkan kelahiran sekelompok atau beberapa

kelompok wanita selama masa reproduksi (KKB, 2011). Paritas adalah

jumlah kehamilan yang dilahirkan atau jumlah anak yang dimiliki baik

dari hasil perkawinan sekarang atau sebelumnya (Suparyanto, 2010).

b. Klasifikasi Jumlah Paritas


22

Menurut (Ridwan, 2014) paritas seorang perempuan dapat

dibedakan menjadi:

1) Primipara, golongan ibu dengan paritas 1 (ibu yang pernah

melahirkan bayi sebanyak 1 kali).

2) Multipara, golongan ibu dengan paritas 2-4 (ibu yang pernah

melahirkan bayi sebanyak 2 hingga 4 kali).

3) Grande Multipara, golongan ibu dengan paritas >4 (ibu yang

pernah melahirkan bayi sebanyak lebih dari 4 kali).

4. Hubungan usia ibu dengan kejadian abortus

Usia sangat menentukan kesehatan ibu ketika memulai sebuah

proses kehamilan, resiko abortus kelihatan semakin meningkat dengan

bertambahnya usia ibu. Ibu dikatakan beresiko tinggi apabila ibu hamil

berusia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Usia diperlukan dalam

hal untuk mengantisipasi diagnosa masalah tindakan yang akan

dilakukan. Frekuensi abortus yang dikenali dapat meningkat 26% pada

umur wanita di bawah 20 tahun.Wanita yang hamil kurang dari 20 tahun

dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan

janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil.

Resiko abortus, lebin sering dengan umur ibu < 20 tahun dan umur

>35 tahun. kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun mempakan resiko

pada ibu dan janin karena organ-organ reproduksi belum matang dan

berfungsi secara optimal termasuk endometrium tempatimplaniasi dan

berkembangnya buah kehamilan untuk pemberian nutrisi, oksigen janin,


23

sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan

perkembangan. 

Kehamilan yang baik terjadi pada ibu berusia antara 20-35 tahun

karena pada usia tersebut merupakan usia yang produktif untuk terjadi

kehamilan.

Sedangkan makin lanjut usia, maka resiko terjadi abortus makin

meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan

meningkatnya resiko kejadian kelainan kromosomdikarena fungsi alat

reproduksi sudah bereger.erasi. Usia seorang ibu nampaknya memiliki

peranan yang penting dalam terjadinya abortus. Semakin tinggi usia

maka resiko terjadinya abortus semakin tinggi pula. (Sujiyatini, 2009).

Usia hamil adalah proses sejak ia dilahirkan sampai dengan ulang

tahun terakhir pada saat ia hamil. Usia mengatakan periode penyesuaian

terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan baru. Pada

dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan

mental, semakin bertambah umur seseorang akan semakin bertambah

tinggi tingkat pengetahuan yang diperoleh. Usia ideal hamil yaitu 20-35

tahun, dimana pada usia itu, wanita sudah mampu mempertimbangkan

secara emosional dan nalar, dan alat reproduksi sudah berada dalam

tahap yang siap untuk dibuahi (Sujiyatini, 2009).

5. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus

Paritas sangat menentukan ketika memulai kehamilan, resiko

abortus semakin meningkat dengan jumlah anak yang dilahirkan ibu,


24

paritas dikatakan berisiko tinggi apabila ibu sudah melahirkan lebih dari

4 kali. Suatu proses kehamilan akan terjadi bila empat aspek penting

terpenuhi yaituadanya ovum dan spermatozoa, serta terjadinya konsepsi

dan nidasi (Saifudin, 2009). Sementara untuk terjadinya nidasi

diperlukan lingkungan endometrium yang baik, subur dan telah siap

untuk tempat nidasi atau implantasi hasil konsepsi, apabila kondisi

endometrium tidak memungkinkan/endometrium belum siap menerima

implantasi hasil konsepsi, maka akan menghambat proses pertumbuhan

dan perkembangan hasil konsepsi.

Paritas ibu yang bersangkutan mempengaruhi morbiditas dan

mortalitas ibu dan anak. Resiko terhadap ibu dan anak pada kelahiran

bayi pertama cukup tinggi, akan tetapi risiko ini dapat aihindari.

Kemudian resiko ini merujuk pada paritas kedua dan ketiga serta

meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya.Semakin tinggi

paritas seorang ibu, maka tempat penanaman plasenta dan kesiapan

dalam kehamilan menjadi kurang efektif. Sehingga memungkinkan

teijadinya pengeluaran hasil konsepsi sebelum masa gestasi (Nugroho,

2011).

6. Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian Abortus


25

B. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia Ibu
Kejadian Abortus
Paritas
Bagan 2

Kerangka Konsep Penelitian

C. Definisi Operasional

Tabel 1

Definisi Operasional

Definisi Cara Alat Skala


No Variabel Hasil Ukur
Operasional ukur ukur ukur
1 Usia ibu Usia ibu pada Melihat Checklist 0 : < 20 th atau Nominal
saat mengalami register > 35 th
kejadian abortus pasien 1 : Usia 20-35
yang tercatat th
dalam buku
register

2 Paritas Jumlah anak Melihat Checklist 0 : grandemulti Nominal


yang pernah register para
dilahirkan ibu pasien 1 : primipara
yang tercatat 2 : multipara
pada register

3 Abortus Abotus adalah Melihat Checklist 0 : Abortus Nominal


pengeluaran register Inkomplit
hasil konsepsi pasien 1 : Abortus
pada usia Imminens
kehamilan
kuramg dari 20
26

minggu atau
berat janin
kurang dari 500
gram yang
tercatat di
register
D. Hipotesis

Ho1 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan

kejadian abortus di ruang Mawar (Cl) RSUD dr.M.Yunus

Bengkulu tahun 2016.

Ha1 : Ada hubungan yang signifikan usia ibu dengan kejadian abortus

di ruang Mawar (Cl) RSUD dr.M.Yunus Bengkulu tahun 2016.

H02 : Tidak ada hubungan yang signifikan paritas dengan kejadian

abortus di ruang Mawar (Cl) RSUD dr.M.Yunus Bengkulu tahun

2016.

Ha2 : Ada hubungan yang signifikan paritas dengan kejadian abortus di

ruang Mawar RSUD dr.M.Yunus Bengkulu tahun 2016.

H03 : Tidak ada hubungan yang signifikan usia ibu dan Paritas dengan

kejadian abortus di ruang Mawar RSUD dr. M. Yunus Bengkulu

2016.

Ha3 : Ada hubungan yang signifikan usia ibu dan paritas dengan

kejadian abortus di ruang Mawar RSUD dr. M. Yunus Bengkulu

tahun 2016.
27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Pcnelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang kebidanan Mawar (Cl) Rumah

Sakit Umum Daerah dr. M.Yunus Bengkulu pada Mei 2017.

B. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

diskriptif, dengan menggunakan desain penelitian cross sectional yaitu

variabel penyebab (independent) maupun variabel akibat (dependent) akan di

kumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoadmodjo, 2010).

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adaiah ibu yang

mengalami kejadian abortus di ruang Mawar (Cl) RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu Tahun 2016 yang berjumlah 91 orang dengan kejadian abortus

inkomplit sebanyak 68 orang dan iminen sebanyak 23 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mengalami kejadian

abortus di ruang Mawar (Cl) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2016

Sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling.


28

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang diperoleh dari dokumentasi (register) di ruang Mawar (Cl) RSUD dr. M.

Yunus Bengkulu tahun 2016.

E. Teknik Analisis Data

1. Analisis Univariat

Data dianalisis untuk melihat gambaran distribusi frekuensi variabel

yang diteliti baik variabel Independen (Usia ibu dan paritas) maupun

Dependen (Kejadian Abortus).

2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel

Independen (usia ibu dan paritas) dengan variabel Dependen (kejadian

abortus) dengan menggunakan uji statistic Chi Square (x2) dan untuk

mengetahui keeratan hubungan digunakan uji Contingency coefficient (C).


3. Analisis Multivariat

29

Anda mungkin juga menyukai