Anda di halaman 1dari 2

Penerapan Hukum Internasional oleh Mahkamah Konstitusi.

Muhammad Farhan Asyam Annefi


NIM B1A121389

Para akademisi berpendapat bahwa hukum internasional dan hukum nasional


merupakan hukum tata negara, yang merupakan cabang hukum terpisah, maka antara
keduanya tidak akan terlalu menemui permasalahan hierarki. Namun, di sisi lain
mereka yang mempertimbangkan bahwa kedua cabang hukum tersebut merupakan
satu kesatuan, maka akan muncul isu penting mengenai hierarki dan keberlakuan
hukum antara keduanya.

Konstitusi Indonesia, UUD 1945, tidak mengatur secara jelas mengenai kedudukan
hukum internasional dalam sistem hukum di Indonesia, sehingga tidak ada ketentuan
tegas apakah Indonesia menganut prinsip dualism atau monoism. Meskipun tidak ada
pasal-pasal di dalam UUD 1945 yang menegaskan posisi hukum internasional, namun
secara konstitusional terdapat kesepakatan bersama dari para pendiri bangsa yang
dituangkan dalam pembukaan UUD 1945. Dalam Pembukaan UUD 1945 menyatakan
bahwa Indonesia harus berpartisipasi aktif dalam melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan prinsip-prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Artinya, Indonesia harus menjadi bagian dari masyarakat internasional, sehingga
dapat disimpulkan bahwa Indonesia menerima hukum internasional yang mengatur
masyarakat internasional sepanjang sesuai dengan prinsip-prinsip kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Menggunakan rujukan hukum internasional dalam suatu putusan akan membantu


Mahkamah Konstitusi Indonesia untuk mencapai ratio decidendi dalam pertimbangan
hukum yang lebih komprehensif sebelum sampai pada amar putusan. Dengan kata
lain rujukan tersebut akan mendukung Mahkamah Konstitusi untuk membangun
interpretasi konstitusi dalam kasus-kasus konkret.

Ketika suatu negara secara sukarela mengikatkan dirinya atau menjadi bagian dari
masyarakat internasional, di mana hukum internasional berlaku, maka terdapat
kesamaan pandangan terhadap kompatibilitas antara hukum nasional suatu negara
dengan hukum internasional. Kan tetapi, kesamaan pandangan tersebut, tidak selalu
harus ditafsirkan bahwa hukum internasional menjadi di atas hukum nasional. Kecuali
hukum nasional dari suatu negara tersebut. Dalam hal ini, konstitusinya menyatakan
kedudukan hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasionalnya, misalnya seperti
di negara Belanda.

Meskipun mahkamah konstitusi Indonesia dalam putusannya seringkali menggunakan


sumber-sumber hukum internasional sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 38 ayat
(1) Statuta Mahkamah Internasional. Dalam konteks Indonesia, hukum internasional
tersebut tidak mempengaruhi MK dalam menentukan konstitusionalitas ataupun
inkonstitusionalitas suatu perkara yang menjadi kewenangannya. Pertimbangan
hukum yang diambil tetap esklusif pada domain konstitusi sebagai hukum tertinggi
dalam sistem hukum Indonesia.

Namun, dengan memasukkan hukum internasional dalam berbagai putusannya,


Mahkamah Konstitusi Indonesia memperlihatkan kepada masyarakat umum, termasuk
masyarakat internasional, bahwa Mahkamah tidak mudah mengenyampingkan adanya
perkembangan yang terjadi pada komunitas internasional, sebagaimana tereflkesikan
di dalam perkembangan hukum internasional.

Anda mungkin juga menyukai