Anda di halaman 1dari 149

Hukum Koperasi dan UKM

Dr. Muhammad Ridha Haykal Amal, S.H., M.H

Dosen Fakultas Hukum Universitas Medan Area


&
Plt. Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara

i
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Hukum Koperasi dan UKM


Medan, Pustaka Prima, 2021
vi+147 - 16,5x24 cm

Dr. Muhammad Ridha Haykal Amal, S.H., M.H.


Editor: Arie Kartika, SH., MH
ISBN : 978-623-95667-6-0
Desain/Layout : Tim Pustaka Prima

Diterbitkan oleh:
CV. Pustaka Prima (ANGGOTA IKAPI)
Jalan Pinus Raya No.138 Komplek.DPRD Tk.I Medan
Email : penerbit.pustakaprima@gmail.com
Website : www.pustaka-prima.com

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau


seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun
mekanik, termasuk fotokopi, merekam atau dengan system penyimpanan
lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii – Hukum Koperasi dan UKM


KATA PENGANTAR

Pertama sekali saya panjatkan puji dan syukur kehadirat


Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis sehingga buku ajar ini dapat diselesaikan dan
tidak lupa pula sholawat beriringkan salam saya sampaikan
Nabi Muhammad SWA beserta keluarga dan sahabat-sahabat
beliau yang telah berhasil membangun umat Islam dengan
Iqra’nya sehingga telah banyak lahir para pemikir, Ilmuwan,
para ulama, filsuf yang menjadi pelita ilmu pengetahuan
ditengah keringnya nuansa akademis keilmuan ketika itu.
Alhamdulillah setelah melalui proses waktu yang lumayan
panjang akhirnya buku ajar yang sederhana ini selesai dibuat
ditengah-tengah kesibukan penulis dengan aktifitas pekerjaan
yang sangat padat. Buku ajar ini berjudul HUKUM KOPERASI
DAN UKM dibuat berdasarkan kebutuhan mahasiswa untuk
mendapatkan bahan-bahan referensi yang terkait dengan mata
kuliah “Hukum Koperasi dan UKM”. Hadirnya buku ajar yang
sangat sederhana ini diharapkan mampu membantu dosen
dalam proses pengajaran, memudahkan penyajian materi,
membimbing mahasiswa belajar dengan waktu yang banyak, dan
menumbuhkan motivasi mahasiswa dalam pengembangan diri
terutama dalam memahami materi. Meskipun diakui bahwa
buku ajar ini masih terdapat kekurangan-kekurangan oleh
karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang
membangun untuk lebih memperkaya khasanah isi buku ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Medan Area atas
kepercayaan yang diberikan kepada penulis sebagai Dosen
Pengampu Mata Kuliah Hukum Koperasi dan UKM serta
dukungan untuk terbitnya buku ajar ini. Semoga buku ajar ini
dapat memberikan pencerahan dan manfaat kepada para
mahasiswa/i khususnya dan khalayak pemerhati Koperasi dan
UKM pada umumnya.
Medan, Agustus 2021
Penulis,
Dr. M. Ridha Haykal Amal, S.H., M.H.

Hukum Koperasi dan UKM - iii


iv – Hukum Koperasi dan UKM
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................... iii


DAFTAR ISI ................................................................................ v
BAB I
PENGERTIAN, SEJARAH & SUMBER HUKUM
KOPERASI DI INDONESIA.......................................................... 1
A. Pengertian Koperasi ............................................................ 1
B. Sejarah Koperasi di Indonesia ............................................. 8
C. Sumber Hukum Koperasi di Indonesia ............................. 24
D. Evaluasi ........................................................................... 26
BAB II
PRINSIP DAN SENDI KOPERASI MENURUT
HUKUM POSITIF INDONESIA................................................... 27
A. Prinsip-prinsip Koperasi Indonesia ................................... 27
B. Evaluasi ........................................................................... 34
BAB III
BERBAGAI KLASIFKASI KOPERASI
A. Klasifikasi Koperasi .......................................................... 35
B. Evaluasi ........................................................................... 44
BAB IV
POKOK-POKOK PROSES PENDIRIAN
DAN PENGESAHAN BADAN HUKUM KOPERASI ...................... 45
A. Proses Pendirian Badan Hukum Koperasi ......................... 45
B. Mekanisme Pendaftaran Koperasi ..................................... 57
C. Pengesahan Badan Hukum Koperasi ................................ 59
D. Evaluasi ........................................................................... 68
BAB V
HUBUNGAN ANTARA UKM & KOPERASI ................................. 69
A. Peran UKM dalam Kerangka Ekonomi Kerakyatan ............ 69
B. Hubungan antara Usaha Kecil Menengah dan Koperasi .... 79
C. Evaluasi ........................................................................... 89

Hukum Koperasi dan UKM - v


BAB VI
REGULASI & KERAGAMAN PENGERTIAN
USAHA KECIL MENENGAH ...................................................... 91
A. Regulasi terkait dengan Usaha Kecil dan Menengah ......... 91
B. Keragaman Pengertian Usaha Kecil Menengah .................. 97
BAB VII
PERSOALAN HUKUM DAN FINANSIAL
USAHA KECIL MENENGAH .................................................... 105
A. Persoalan Hukum Usaha Kecil Menengah di Indonesia ... 105
B. Persoalan Finansial Usaha Kecil Menengah .................... 116
JAWABAN EVALUASI ............................................................. 121
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 131
INDEKS ................................................................................. 141
GLOSSARIUM…………………………………………………………….142

vi – Hukum Koperasi dan UKM


BAB I

PENGERTIAN, SEJARAH & SUMBER HUKUM


KOPERASI DI INDONESIA

Tujuan Instruksional Umum Tinjauan Instruksional


Khusus
Mahasiswa mampu Ketepatan untuk
memahami dan menjelaskan menjelaskan pengertian
tentang Pengertian, Sejarah koperasi.
dan Sumber Hukum Koperasi
Ketepatan untuk
di Indonesia.
menelaah sejarah koperasi
di Indonesia.
Ketepatan untuk mengkaji
sumber hukum koperasi
di Indonesia.

A. Pengertian Koperasi
Koperasi berasal dari bahasa Inggris dari akar kata co yang
artinya bersama, dan operation yang artinya bekerja, sehingga
apabila disatukan secara harfiah koperasi artinya sama-sama
bekerja.1 Kata cooperation ini kemudian menjadi terminologi
dalam bidang ekonomi sebagai koperasi, yang artinya organisasi
ekonomi dengan keanggotaan yang bersifat sukarela.
Berdasarkan arti secara harfiah tersebut maka koperasi adalah
suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang
beranggotakan orang-orang atau badan-badan, yang
memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggotanya
berdasarkan peraturan yang ada serta mampu bekerja sama
secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha dengan tujuan
mempertinggi kesejahteraan para anggotanya.2

1Mohammad Hatta, Koperasi (Jakarta: PT Pembangunan, Cet. 1, 1954),


hlm. 1.
2Nindyo
Pramono, Beberapa Aspek Koperasi pada Umumnya dan
Koperasi Indonesia Di Dalam Perkembangan (Yogyakarta: TPK Gunung Mulia,
1986), hlm. 9.
Hukum Koperasi dan UKM - 1
Koperasi artinya suatu wadah ekonomi yang beranggotakan
orang-orang atau badan yang bersifat terbuka dan sukarela yang
bertujuan untuk memperjuangkan kesejahteraan anggota secara
bersam-sama (kolektif).3 Koperasi selau berkenaan dengan
manusia sebagai individu dan dengan kehidupannya dalam
masyarakat. Artinya melalui koperasi, manusia secara kodrati
menunjukkan tidak akan dapat melakukan suatu pekerjaan jika
hanya secara individu, namun memerlukan orang lain dalam
suatu kerangka kerja sosial masyarakat.4
A. G. Kartasaputra mendefinisikan koperasi adalah:
“Suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang
perekonomian, beranggotakan mereka yang berekonomi lemah
yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak,
berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan para anggotanya”.5
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian:
“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang
atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”.

Koperasi merupakan organisasi yang dibentuk dari beberapa


orang yang memiliki tujuan bersama. Kelompok inilah yang akan
menjadi anggota koperasi yang didirikannya. Pembentukan
koperasi berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong-royong
khususnya untuk membantu para anggotanya yang memerlukan
bantuan baik berbentuk barang ataupun pinjaman uang.6
Koperasi sebagai satu perkumpulan yang memiliki anggota
baik orang-perorang maupun badan hukum, memberikan
kebebasan kepada para anggota untuk masuk maupun keluar

3Abdul Basith, Islam dan Manajemen Koperasi (Malang: UIN Malang


Press, Cet. 1, 2008), hlm. 42.
4Hendrojogi, Koperasi: Asas-asas, Teori dan Praktik (Jakarta: Rajawali

Press, Cet. 2, 2002), hlm. 17.


5A.G. Kartasaputra (1), Koperasi Indonesia yang Berdasarkan Pancasila

dan UUD 1945, (Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 5, 2001),hlm. 1.


6Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Rajawali

Press, 2010), hlm. 287.


2 – Hukum Koperasi dan UKM
dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha
untuk meningkatkan kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Artinya koperasi memberikan kesempatan kepada beberapa
orang atau badan untuk bekerjasama atas dasar sukarela
menyelenggarakan suatu pekerjaan untuk memperbaiki
kehidupan para anggotanya.7
Berdasarkan beberapa definisi koperasi tersebut di atas,
maka koperasi dalam konteks Indonesia adalah gerakan ekonomi
rakyat yang dibentuk berdasarkan kerja sama dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dalam bingkai
kekeluargaan. 8 Tidak dapat dipungkiri bahwa berdirinya
koperasi merupakan usaha rakyat dalam bidang ekonomi untuk
lepas dari jajahan ekonomi pada masa kolonial.
Koperasi sebagai suatu usaha dalam bidang ekonomi
mempunyai ciri-ciri:
1. Adanya kelompok orang yang berkepentingan ekonomi
yang sama;
2. Memiliki dan membangun satu usaha bersama;
3. Memiliki motivasi yang kuat untuk dapat berdikari sebagai
kekuatan utama dari kelompok;
4. Kepentingan bersama yang merupakan cerminan dari
kepentingan individu atau anggota adalah tujuan utama
usaha bersama mereka.9

Koperasi tidak hanya berfungsi sebagai badan usaha yang


memiliki bentuk dan karakteristik tertentu saja, namun perlu
diingat bahwa koperasi di Indonesia dipandang sebagai alat
untuk membangun sistem perekonomian ala Indonesia.
Statemen tersebut merupakan salah satu tujuan dibentuknya
koperasi yang termaktub dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1992, yaitu: “Koperasi bertujuan memajukan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian
nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,

7Arifinal Chaniago, Perkoperasian di Indonesia (Bandung: Angkasa,


1987), hlm. 23.
8Ninik Widiyanti dan Y.W. Sunidia, Koperasi dan Perekonomian

Indonesia (Jakarta: PT. Rineka Cipta 2002), hlm. 3.


9Sudarsono dan Edilius, Beberapa Persepektif Pelayanan Prima, Bisnis

dan Birokrasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 25.


Hukum Koperasi dan UKM - 3
adil, dan makmur berlandaskan Pancasila serta Undang-Undang
Dasar 1945”.10
Koperasi sebagai usaha yang bergerak dalam bidang
ekonomi, dalam Pancasila tidak bertujuan untuk menciptakan
adanya persaingan yang tidak sehat, namun harus menciptakan
ruang untuk bekerja sama dengan pihak manapun juga.
Koperasi dibentuk untuk mewujudkan kesejahteraan para
anggotanya, oleh karena itu setiap peluang kerjasama yang
sifatnya saling menguntungkan, haruslah diupayakan terjalin,
sehingga upaya mewujudkan kesejahteraan tersebut menjadi
lebih cepat terjadi.
Tujuan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan
para anggota pada khususnya serta masyarakat pada umumnya.
Statmen ini berarti bahwa meningkatkan kesejahteraan anggota
adalah merupakan program utama koperasi melalui pelayanan
usaha. Pelayanan terhadap anggota dengan demikian
merupakan prioritas utama dibandingkan dengan masyarakat
umum.11 Apabila dilihat dari segi tujuannya, koperasi dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Koperasi produksi, yakni koperasi fokus bergerak dalam
memproduksi barang-barang yang bahan-bahannya
dihasilkan oleh anggota koperasi.
2. Koperasi konsumsi, yaitu koperasi yang bergerak dalam
bidang pembelian barang-barang untuk memenuhi
kebutuhan anggotanya.
3. Koperasi kredit, yatu koperasi yang dalam usahanya
memberikan bantuan kepada para anggotanya yang
membutuhkan modal untuk usaha.12

10Berdasarkan konsideran yang termaktub dalam Pasal 3 UU Nomor25


Tahun 1992, tujuan koperasi di Indonesia secara garis besar meliputi 3 (tiga)
hal, yaitu: a) Untuk memajukan kesejahteraan anggotanya; b) Untuk
memajukan kesejahteraan masyarakat; c) Turut serta membangun tatanan
perekonomian nasional.
11Panji Anoraga, Koperasi Kewirausahaan dan Usaha Kecil (Jakarta:

Rineka Cipta, 2002), hlm. 40.


12Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2002), hlm. 293.


4 – Hukum Koperasi dan UKM
Pujiono mengatakan apabila disistematikakan maka tujuan
koperasi dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) aspek kepentingan
yaitu:
1. Tujuan bagi Kepentingan Anggota-Anggota di dalam
koperasi selain sebagai subyek juga berfungsi sebagai
obyek. Sebagai subyek, anggota adalah pemilik mandat,
sedangkan sebagai obyek maka aggota adalah obyek yang
akan dikenai kemanfaatan oleh koperasi, yaitu:
a. Pemberian jasa/pelayanan yan bermanfaat bagi
anggota sesuai jenis koperasi;
b. Meningkatkan taraf kesejahteraan anggota; dan
c. Memberikan edukasi dan penguatan moril maupun
materiil.
2. Tujuan bagi Kepentingan Masyarakat. Keberadaan
koperasi setelah memberikan manfaat kepada anggota,
sudah pasti akan berkontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat, antara lain berupa:
peningkatan lapangan kerja, penguatan golongan ekonomi
lemah, dan lain sebagainya.
3. Tujuan bagi Kepentingan Negara/Pemerintah. Secara ideal
koperasi adalah salah satu pelaksana rodak ekonomi
negara, yang merupakan perwujudan pelaksanaan Pasal
33 UUD 1945. Dengan demikian, koperasi sebagai motor
ekonomi yang dapat membantu program pembangunan
ekonomi pemerintah. Koperasi juga berperan sebagai alat
perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat.13
Secara historis koperasi Indonesia adalah perkumpulan
yang pada awalnya terdiri dari orang-orang miskin yang berarti
selalu identik dengan ekonomi yang lemah, sehingga tidak
mengherankan apabila tujuan koperasi Indonesia kemudian
diarahkan kepada tujuan yang sangat luhur yakni mencapai
serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.14
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian menyatakan tentang fungsi koperasi, yaitu:

13Pujiyono, Hukum Koperasi dalam Potret Sejarah di Indonesia


(Surakarta: CV Indotama Solo, 2015), hlm. 25-26.
14Suhardi, et.al., Hukum Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di

Indonesia (Jakarta: Akademia, 2012), hlm. 34.


Hukum Koperasi dan UKM - 5
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan
kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi
kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar
kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan
koperasi sebagai soko gurunya.
4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan
perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi nasional.15

Koperasi Indonesia juga memiliki prinsip-prinsip berupa


berbagai ketentuan pokok sebagai pedoman kerja koperasi
tersebut. Prinsip-prinsip tersebut berisikan “rule of game’ dalam
menjalankan roda organisasi koperasi. Prinsip-prinsip koperasi
merupakan jati diri atau ciri khas koperasi. Eksistensi prinsip
koperasi ini tentunya menjadi pembeda watak koperasi sebagai
badan usaha dengan ada usaha lainnya.16
Prinsip-prinsip koperasi tertuang dalam Pasal 5 ayat (1)
dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian yang berlaku saat ini di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
2. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi;
3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
4. Pemberian batas jasa yang terbatas terhadap modal.
5. Kemandirian;
6. Pendidikan perkoperasian; dan
7. Kerja sama antar koperasi.17

15A.G. Kartasaputra (2), Praktek Pengelolaan Koperasi (Jakarta: Rineka


Cipta, 2005), hlm. 40.
16Andjar Pachta W, Hukum Koperasi Indonesia (Jakarta: Kencana

Prenada Media, 2005), hlm. 32.


17Ibid., hlm. 33.

6 – Hukum Koperasi dan UKM


Prinsip-prinsip yang terdapat dalam koperasi merupakan
satu kesatuan yang tak mungkin dapat dipisahkan dalam hidup
sebuah koperasi. Melaksanakan keseluruhan prinsip koperasi
tersebut, sama dengan koperasi tersebut telah berhasil
mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang mempunyai watak sosial.18
Hal penting lainnya yang harus diketahui terkait dengan
koperasi adalah tentang asas. Asas koperasi Indonesia adalah
kekeluargaan, yang termaktub dalam Ketentuan Bagian Pertama
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian yang menyatakan, bahwa “koperasi berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945 serta berdasarkan atas asas
kekeluargaan”. Asas kekeluargaan ini adalah asas yang memang
sesuai dengan jiwa serta kepribadian bangsa Indonesia dan telah
berakar dalam jiwa bangsa Indonesia.19
Sebagai suatu usaha bersama, koperasi seharusnya dapat
mencerminkan berbagai ketentuan yang ada dalam kehidupan
suatu keluarga. Artinya, segala sesuatu yang dikerjakan secara
bersama-sama memang harus diarahkan untuk kepentingan
kolektif seluruh anggota keluarga. Usaha bersama yang
berasaskan kekeluargaan ini kemudian dikenal dengan
terminologi gotong-royong. Dalam konteks perkoperasian,
gotong-royong dalam arti kerja sama memiliki pengertian yang
luas, yakni:
1. Royong dalam lingkup organisasi;
2. Bersifat terus-menerus dan dinamis;
3. Dalam bidang atau hubungan ekonomi; dan
4. Dilaksanakan dengan terencana dan berkesinambungan.20

Dalam praktiknya setiap anggota koperasi diharapkan


mampu mengimplementasikan asas kekeluargaan ini dalam
kehidupan berorganisasi, yang termanifestasi dengan memiliki
rasa kebersamaan dan toleransi yang tinggi kepada semua
anggota layaknya sebuah keluarga. Setiap anggota koperasi

18Amin Widjaja Tunggal, Akuntansi Untuk Koperasi (Jakarta: Rineka


Cipta, 2002), hlm. 8.
19R.T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 19.


20Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian Sejarah,

Teori & Praktek (Bogor: Ghalia Indonesia, Cet. 1, 2014), hlm. 45.
Hukum Koperasi dan UKM - 7
diharapkan juga siap untuk berkorban untuk kepentingan
keluarga besar “koperasi” demi kemaslahatan bersama. Intinya
dalam rangka mewujudkan asas kekeluargaan ini, maka setiap
anggota koperasi membuang jauh-jauh sifat egois/individualis,
serta mau dan mampu bekerja sama dengan anggota lainnya.
Dengan terwujudnya asas kekeluargaan tersebut, maka
berarti telah mencerminkan adanya kesadaran dari hati nurani
serta akal budi setiap anggota dalam melakukan sesuatu untuk
koperasi itu sendiri, di bawah kendali pengurus serta pemilikan
dari para anggota atas dasar keadilan dan kebenaan serta
keberanian berkorban demi kepentingan bersama.21

B. Sejarah Koperasi di Indonesia


Historisitas lahir dan tumbuhnya koperasi di dunia
disebabkan oleh tidak dapat ditemukannya solusi atas masalah
kemiskinan karena masih melekatnya semangat individualisme.
Koperasi lahir sebagai alat untuk memperbaiki berbagai
kepincangan serta kelemahan dari perekonomian yang sifatnya
kapitalis, sehingga memunculkan jurang-jurang kesenjangan
ekonomi yang sangat lebar.22
Koperasi pertama di dunia lahir di Inggris pada ahun 1844,
yang saat itu berusaha untuk mengatasi berbagai kebutuhan
konsumsi para anggota koperasi dengan cara kebersamaan yang
dilandasi atas dasar prinsip-prinsip keadilan yang selanjutnya
melahirkan prinsip-prinsip keadilan yang dikenal dengan
“Rochdale Principles”. Dalam waktu hampir bersamaan, lahir
koperasi yang bergerak di bidang produksi di Perancis,
sementara di Jerman muncul koperasi yang bergerak dalam
bidang usaha simpan-pinjam.
Sejarah embrio koperasi di Indonesia ada di Purwokerto
pada tahun 1896, ketika seorang pamong praja bernama R. Aria
Wiria Atmaja mendirikan sebuah bank yang bernama “Hulph-en
Spaar Bank der Inlandsche Hoofden” yang artinya Bank
Pertolongan dan Simpanan. Tujuan bank ini didirikan adalah
untuk menolong para pegawai negeri dengan bunga yang rendah

21A.G.Kartasaputra, Bambang S., dan A. Setiady, Koperasi Indonesia


(Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 18.
22Team Universitas Gadjah Mada, Koperasi Sebuah Pengantar (Jakarta:

Departemen Koperasi, 1984) ,hlm. 11.


8 – Hukum Koperasi dan UKM
serta dana yang dikumpulkan oleh para pegawai itu sendiri.
Berdasarkan sejarah tersebut bank itu jadi semacam koperasi
simpan-pinjam.23
Lahir dan tumbuhnya Hulph-en Spaar Bank der Inlandsche
Hoofden ternyata mendapat halangan dari pemerintah Belanda,
yang khawatir bahwa koperasi itu akan menjadi alat politik
untuk melawan penjajah dan kemampuan rakyat untuk
mengelola koperasi akan dapat berkembang melalui embrio
kemampuan berorganisasi politik.24 Dugaan yang dikhawatirkan
tersebut memang menjadi kenyataan. Berdirinya Budi Utomo
tahun 1908 yang disusul dengan lahirnya Sarikat Dagang Islam
yang kemudian bermetamorfosis menjadi Serikat Islam yang
membangkitkan gerakan koperasi.25 Lahirnya kedua organisasi
tersebut nyata-nyata memang membangkitkan semangat rakyat
dan mendorong pembentukan koperasi rumah tangga (Koperasi
Industri Kecil dan Kerajinan) serta koperasi konsumsi yang
merupakan alat untuk memperjuangkan secara mandiri dalam
rangka peningkatan taraf hidup.26
Eksistensi Budi Utomo dalam perkembangan koperasi di
Indonesia patut untuk dicatat dalam sejarah. Salah satu

23Panji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi (Jakarta:


Rineka Cipta, 2007), hlm. 40.
24Ide dari R. Aria Wiria Atmaja mendapat dukungan dari De olf van

Westerrode. De Wolf kemudian mendirikan koperasi kredit dengan memakai


sistem Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani), seperti yang ada
di Jerman. De Wolf menyampaikan keinginannya itu kepada Pemerintah
Hindia Belanda agar membentuk Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian.
Bank simpan-pinjam yang diinginkan oleh De Wolf tersebut ternya tidak
diubah oleh Pemerintah Hindia Belanda, namun Pemerintah Hindia Belanda
ternyata mendirikan bank-bank desa, lumbung desa baru, rumah gadai, bank
desa dan kas sentral. Usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda
tesebut kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Algemene Volkscrediet Bank,
yang dikemudian hari dikenal dengan Rural Bank yang selanjutnya dikenal
dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pujiyono, Op. Cit., hlm. 41.
25Banyak pakar yang menyatakan bahwa maha karya yang dilahirkan

oleg Raden Aria Wiriatmadja tahun 1896 hanya merupakan tonggak awal
berdirinya koperasi, tapi belum sampai pada bentuk perwujudannya.
Tumbuh, bergerak dan berkembangnya koperasi di Indonesia dimulai sejak
zaman organisasi pergerakan atau kebangkitan, yaitu pada masa Boedi
Utomo, Syarikat Islam dan seterusnya. Ibid.
26Kristiyani, “Kajian Yuridis Atas Putusan Kepailitan Koperasi Di

Indonesia (Studi Kasus Putusan Nomor: 01/Pailit/2008/Pengadilan Niaga


Semarang)”. Tesis. Magister Kenotariatan Program Studi Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hlm. 14.
Hukum Koperasi dan UKM - 9
program dari Budi Utomo adalah adanya upaya mensejahterakan
rakyat miskin dengan mendirikan koperasi industri kecil dan
kerajinan. Kongres I Budi Utomo tahun 1908 di Yogyakarta
menyepakati adanya usaha untuk memperbaiki serta untuk
meningkatkan kecerdasan rakyat melalui pendidikan, serta
untuk mewujudkan dan mengembangkan gerakan koperasi.
Kesepakatan dalam kongres tersebut kemudian diwujudkan
dengan didirikannya koperasi rumah tangga (konsumsi) yang
diinisiasi oleh tokoh-tokoh yang berkecimpung dalam Budi
Utomo tersebut di tahun 1908.27
Harapan yang diinginkan oleh Budi Utomo ketika
mendirikan koperasi tersebut adalah untuk membawa
masyarakat ke tingkat ekonomi yang lebih sejahtera dalam
kerangka acuan untuk meningkatkan kecerdasan rakyat dengan
memajukan pendidikan Indonesia. Sayangnya, toko-toko
koperasi yang digagas oleh Budi Utomo yang disebut dengan
“Toko Aandel” mengalami kebangkrutan, karena adanya
persaingan dengan toko-toko Tionghoa dan Eropa, manajemen
yang kurang sehat, serta kepemimpinan yang kurang baik,
disamping itu juga kurangnya kesadaran masyarakat akan
manfaat koperasi.28
Berdirinya koperasi di Indonesia secara politik tidak
diinginkan oleh pemerintah Hindia Belanda, karena
dikhawatirkan akan menjadi alat politik menentang kekuasaan
Belanda di Indonesia, sehingga menyebabkan pemerintah Hindia
Belanda berkehendak agar ada pembatasan yang ketat terhadap
berdirinya sebuah koperasi. Saat itu meskipun koperasi tidak
terlalu sukses dalam pengelolaannya, namun secara riil mampu
menyebar luas sehingga kemudian menjadi identitas dari
gerakan ekonomi menentang penjajahan.
Untuk mengantisipasi hal itu, maka kemudian Pemerintah
Hindia Belanda melakukan berbagai pembatasan yang salah
satunya adalah dengan menerbitkan berbagai aturan. Tahun
1915 Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan “Verordening op
de Cooperative Vereenigingen” (Konimklijk Besluit 7 April 1915
stbl. 431), yaitu Undang-Undang tentang Perkumpulan

27Pujiyono, Op. Cit., hlm. 44.


28Ibid.

10 – Hukum Koperasi dan UKM


Koperasi.29 Undang-Undang tentang Perkoperasian ini berlaku
tidak hanya untuk Bumi Putera, tapi juga untuk warga Timur
Asing maupun Eropa. Undang-undang tentang Perkoperasian ini
dalam pelaksanaannya menimbulkan kesulitan untuk
mendirikan sebuah koperasi, sehingga mendapatkan penolakan
dari berbagai pihak. Aturan-aturan yang menyulitkan tersebut
antara lain:
1. Pendirian koperasi harus mendapat izin dari Gubernur
Jenderal Hindia Belanda;
2. Akta koperasi harus dibuat dalam bahasa Belanda dan
dibuat oleh Notaris;
3. Biaya pajak berupa materai sebesar 50 golden; dan
4. Harus diumumkan di Javasche Courant (koran Hindia
Belanda tersebut ketika itu) dengan biaya yang sangat
mahal.30

Aturan-aturan tersebut secara praktis membuat kebebasan


untuk mendirikan serta mengembangkan sebuah koperasi
terhalang, sehingga memunculkan reaksi dari berbagai
kalangan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka tahun 1920
dibentuk “Komisi Koperasi” yang dipimpin oleh Dr. J.H. Boeke
yang diberi mandat untuk mengadakan penelitian sampai sejauh
mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.31
Komisi Koperasi ini ternyata bekerja secara obyektif, sehingga
laporan akhirnya menyatakan bahwa koperasi perlu ada dan
perlu dikembangkan di Hindia Belanda.32
Tahun 1927 Rancangan Undang-Undang Koperasi muncul
dengan menyesuaikan kondisi Indonesia selesai dibuat serta
diundangkan pada tahun itu juga. Undang-Undang Koperasi
tahun 1927 dikenal dengan Regeling Inlandsche Cooperative
Verenegingen (Stbl. 1927-91). Undang-Undang Koperasi Tahun
1927 itu isinya antara lain:

29Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi ini ternyata


hanyalah saduran dari peraturan yang sama di Belanda yang dbuat tahun
1875 yang kemudian diubah pada tahun 1925. Ibid, hlm. 47.
30Ibid, hlm. 47.
31Gilbert B. Pattipeilohy, “Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan

Koperasi Di Indonesia”, melalui


https://www.academia.edu/11954972/Sejarah_perkembangan_koperasi,
diakses tanggal 12 Juli 2021.
32Pujiyono, Op. Cit., hlm. 48.

Hukum Koperasi dan UKM - 11


1. Akte pendirian tidak perlu Notariil, cukup didaftarkan
pada Penasihat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi, dan
dapat ditulis dalam Bahasa Daerah;
2. Bea materainya cukup 3 gulden;
3. Dapat memiliki hak tanah menurut Hukum Adat; dan
4. Hanya berlaku bagi Golonan Bumi Putera.33

Setelah itu maka lahirlah berbagai koperasi di Indonesia


seperti yang dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia dimana Ir.
Soekarno sebagai pimpinannya, yang tahun 1929 mengadakan
kongres koperasi di Betawi. Salah satu keputusan dalam kongres
itu menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran
penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam
koperasi di seluruh pulau Jawa khususnya dan di Indonesia
pada umumnya.34
Giatnya kampanye untuk mendirikan dan
menumbuhkembangkan koperasi, maka pada akhir tahun 1930
didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
1. Memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha
Indonesia mengenai seluk-beluk perdagangan;
2. Dalam rangka Peraturan Koperasi Nomor 91, melakukan
pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi,
serta memberikan penerangannya;
3. Memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan
pengangkutan, cara-cra perkreditan dan hal-ihwal lainnya
yang menyangkut perusahaan-perusahaan;
4. Penerangan tentang organisasi perusahaan; dan
5. Menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha
Indonesia.35

33Rusdiyono, “Perkembangan Pengaturan Pendirian Koperasi Di


Indonesia”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang,
2009, hlm. 38.
34Gilbert B. Pattipeilohy, “Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan

Koperasi Di Indonesia”, melalui


https://www.academia.edu/11954972/Sejarah_perkembangan_koperasi,
diakses tanggal 12 Juli 2021.
35I.G. Gde Raka, Pengantar Pengetahuan Koperasi (Jakarta:
Departemen Koperasi, 1983), hlm. 42.
12 – Hukum Koperasi dan UKM
Perkembangan koperasi mencapai kejayaannya pada tahun
1932, khusus tentang jumlah koperasi yang semakin banyak di
Indonesia. Pesatnya laju perkembangan koperasi di Indonesia,
memunculkan rasa kekhawatiran bagi Pemerintah Hindia
Belanda. Moh. Hatta yang menjadi pimpinan Perhimpunan
Indonesia di negeri Belanda (1926-1930) telah merumuskan 5
(lima) prinsip ekonomi, yang salah satu isinya adalah
“memajukan koperasi pertanian dan bank-bank rakyat”.36
Geliat koperasi yang semakin banyak itu ternyata lebih
kepada kepada gerakan politik daripada menumbuhkan aspek-
aspek ekonomi kerakyatan yang sebenarnya menjadi ruh
lahirnya koperasi. Terbitnya Peraturan Nomor 91 Tahun 1927
yang memberi keleluasaan bagi pribumi untuk mendirikan dan
mengelola koperasi, namun kenyataannya banyak koperasi yang
didirikan itu mengalami kegalalan dengan berbagai faktornya.
Faktor-faktor penyebab kegagalan itu, antara lain:
1. Koperasi hanya dijadikan sebagai alat propaganda semata
bukan untuk kepentingan ekonomi rakyat lemah, namun
faktor politiklah yang lebih dominan;
2. Dominasi Rural bank, serta masih bertebarannya pengijon
dan rentenir di masyarakat; dan
3. Ironisnya, ternyata banyak aktivis pergerakan pada saat
itu yang menentang koperasi, karena koperasi dianggap
sebagai alat pemerintah Hindi Belanda untuk
mengkooptasi (pemilihan anggota baru). Hal ini
disebabkan adanya peraturan baru yang menempatkan
pemerintah kolonial sebagai Pengawas. Hal ini
dikarenakan pada tahun 1930 Pemerintah Hindia Belanda
membentuk Jawatan Koperasi yang keberadaannya
dibawah Departemen Dalam Negeri dan diberi tugas untuk
melakukan pendaftaran dan pengesahan koperasi, tugas
ini sebelumnya dilakukan oleh Notaris.37

Pemerintah Hindia Belanda tahun 1933 menerbitkan


Peraturan Koperasi yaitu Algemene Regheling Op De Cooperative
Verenegingen (S. 1933-108) sebagai pengganti Peraturan
Koperasi Nomor 91 Tahun 1927. Sebenarnya peraturan yang

36Zulfkri Sulaiman, Demokrasi Untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung


Hatta (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 220.
37Pujiyono, Op.Cit., hlm. 49-50.

Hukum Koperasi dan UKM - 13


baru ini tidak berbeda dengan Peraturan Koperasi Nomor 91
Tahun 1927. Peraturan ini juga dibuat untuk membatasi ruang
gerak koperasi. Imbasnya adalah koperasi semakin mundur
dalam perkembangannya. Peraturan Koperasi tahun 1933 ini
ternyata konkordan dengan Peraturan Koperasi di Belanda pada
tahun 1925. Peraturan ini kemudian membuat usaha dan roda
organisasi koperasi mati untuk kali yang kedua. Tahun 1933 ini
juga Jawatan Koperasi dipindahkan ke Departemen Economische
Zaken, dimasukkan dalam usaha hukum (Bafdeeling Algemeene
Economische Aanglegenheden). Pimpinan Jawatan Koperasi ini
kemudian diangkat menjadi Penasihat.38
Tahun 1939 Pemerintah Hindia Belanda mengalihkan
Jawatan Koperasi dari Afdeeling Algemeene Aanglegenheden ke
Departemen Perdagangan Dalam Negeri menjadi Afdeeling
Coperatie en Binnenlandsche Handel. Tentu tujuannya adalah
untuk pengawasan dan penguasaan serta melakukan
pemisahan. Pembatasan, pengawasan serta penguasaan via
regulasi saja ternyata tidak cukup kuat untuk membendung
tumbuh kembangnya koperasi. Akhir tahun 1930, Pemerintah
Hindia Belanda terpaksa juga harus mendorong tumbuhnya
koperasi yang didesain untuk kepentingan ekonomi Belanda.39
Tahun 1937 kemudian dibentuklah koperasi-koperasi simpan
pinjam yang modalnya diberikan dari bantuan pemerintah yang
bertujuan untuk melunasi hutang rakyat terutama kaum tani
agar terlepas dari rentenir.
Ketika tentara Jepang mendarat di Indonesia tahun 1942,
peranan koperasi berubah lagi. Koperasi pada masa penjajahan
Jepang dijadikan sebagai alat pendistribusian barang-barang
keperluan tentara Jepang. Pada masa pendudukan Jepang di
Indonesia istilah koperasi diganti dengan istilah “Kumiyai”.40

38Ibid.,
hlm. 50-51.
39Ibid.,
hlm. 51.
40Gilbert B. Pattipeilohy, “Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan

Koperasi Di Indonesia”, melalui


https://www.academia.edu/11954972/Sejarah_perkembangan_koperasi,
diakses tanggal 12 Juli 2021. Koperasi Kumiyai pada awala didirikannya
adalah untuk melindungi kepentingan ekonomi masyarakat pribumi
Indonesia yang termarginalkan karena adanya ekspansi ekonomi oleh warga
Cina dan akibat adanya eksploitasi ekonomi pada masa Belanda yang
berlangsung selama lebih kurang 3 abad. Koperasi Kumiyai juga bertujuan
untuk membantu perkembangan industri secara nasional. Koperasi Kumiyai
diberikan tugas untuk memobilisasi potensi ekonomi masyarakat pribumi
14 – Hukum Koperasi dan UKM
Jepang yang menjajah Indonesia pada masa itu menjanjikan
adanya pemberdayaan dan pengembangan koperasi yang ada di
Indonesia. Kebijakan yang diambil oleh pemerintahan
pendudukan Jepang pada masa itu adalah bahwa koperasi-
koperasi yang telah ada sejak zaman Hindia Belanda tidak
dihilangkan, namun harus mengikuti perubahan aturan yang
ada.41
Ketika Jepang menjajah Indonesia, semua aturan yang telah
diterbitkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dinyatakan tidak
berlaku lagi. Peraturan yang berlaku adalag Undang-Undang
Militer Jepang, yakni Peraturan Nomor 23 Tahun 1942.
Meskipun koperasi-koperasi tidak dibubarkan oleh
Pemerintahan Jepang, namun akibat perubahan hukum
tersebut, pemerintah Jepang melakukan reorganisasi terhadap
koperasi yang ada dan membentuk organisasi yang baru,
artinya koperasi-koperasi yang ada pada masa itu harus
menyesuaikan diri dengan aturan yang diterbitkan oleh
pemerintah Jepang.42
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 dari Pemerintahan
Militer Jepang di Indonesia telah mengatur tentang pendirian
perkumpulan dan penyelenggaraan persidangan. Sebagai akibat
adanya peraturan tersebut, maka apabila ada masyarakat yang
ingin mendirikan perkumpulan koperasi harus mendapatkan izin
Residen (Shuchokan) dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat
maupun aturan-aturannya;
2. Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau
persidangan diadakan;
3. Nama orang yang bertanggungjawab, kepengurusan dan
anggota-anggotanya; dan
4. Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang
bersangkutan itu sekali-kali bukan pergerakan politik.43

secara langsung, juga untuk menyalurkan barang-barang untuk memenuhi


kebutuhan masyarakat yang pada masa itu sangat sulit mendapatkan barang
kebutuhannya karena kesulitan hidup yang menimpanya.
41Pujiyono, Op. Cit., hlm. 53.
42Ibid.
43Gilbert B. Pattipeilohy, “Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan

Koperasi Di Indonesia”, melalui


https://www.academia.edu/11954972/Sejarah_perkembangan_koperasi,
diakses tanggal 12 Juli 2021.
Hukum Koperasi dan UKM - 15
Akibat berlakunya undang-undang tersebut, maka banyak
koperasi yang telah ada sejak pada masa Belanda terpaksa
harus berhenti beroperasi serta tidak boleh menjalankan roda
usaha dan organisasinya sebelum mendapat izin baru dari
“Schuchokan”. Undang-undang ini pada hakikatnya bermaksud
untuk mengawasii perkumpulan-perkumpulan dari segi
kepolisian.44
Propaganda secara ekonomi Jepang melalui Kumiyai
menyentuh banyak aspek dalam bidang ekonomi. Oleh Jepang,
rakyat dimotivasi untuk turut serta mengembangkan koperasi,
dengan janji adanya peningkatakan kesejahteraan rakyat. Janji-
janji kesejahteraan bagi rakyat yang dikampanyekan oleh Jepang
tersebut mendapat atensi yang sangat besar dari masyarakat
yang ditandai dengan didirikannya Kumiyai sampai ke seluruh
pelosok negeri. Respon cepat itu dikarenakan masyarakat
pribumi sudah jenuh dengan berbagai penindasan selama lebih
kurang 350 (tiga ratus lima puluh) tahun yang dilakukan oleh
Belanda. Masyarakat pribumi secara gotong-royong
mengumpulkan hasil-hasil produksinya via Kumiyai, dengan
alibi mengisi lumbung-lumbung pangan, serta untuk persediaan
apabila musim kemarau atau paceklik melanda.45
Tanggal 17 Agustus 1945 saat proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia diproklamirkan, serta sehari kemudian
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disahkan, maka spirit baru
untuk kembali menggerakkan koperasi yang berbasis asli
Indonesia muncul lagi. Spirit baru tersebut disebabkan koperasi
telah mendapatkan legalitas yang termaktub dalam Pasal 33 ayat
(1) UUD 1945 beserta penjelasannya.
Sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, maka
tahun 1946 pemerintah RI melalui Kabinet Syahrir perintah
Pasal 33 UUD 1945 dengan melakukan perubahan serta
reorganisasi Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri.
Kedua instansi tersebut dipisah dan berdiri sendiri dengan
fungsi yang berbeda pula. Pada tahun yang sama diadakan pula
pendataan secara suka rela terkait dengan eksistensi koperasi di
Indonesia. Pendataan tersebut yang dilakukan oleh Jawatan
Koperasi di pulau Jawa mencatat ada 2500 (dua ribu lima ratus)
perkumpulan koperasi yang mendaftar secara suka rela. Alhasil

44Team Universitas Gadjah Mada, Op. Cit., hlm. 139-140.


45Pujiyono, Loc. Cit.
16 – Hukum Koperasi dan UKM
pemerintah pun melakukan pengawasan terhadap koperasi-
koperasi tersebut.46
Pada masa itu ketegangan politik yang masih tinggi, maka
tidak salah koperasi juga dijadikan sebagai komoditas politik
untuk mencapai tujuannya. Artinya pada masa itu prinsip-
prinsip koperasi masih belum dijalankan secara penuh. Politik
praktis dengan menjadikan koperasi sebagai alat politik tentunya
menimbulkan kegelisahan bagi para pelaku koperasi terutama
pemimpin koperasi. Hal itu kemudian membuat para pemimpin
gerakan koperasi tergerak untuk meluruskan kondisi yang
cenderung menyesatkan tersebut.47
Tahun 1949, peraturan koperasi tahun 1927 yakni Regeling
Inlandsche Cooperative Verenegingen (S. 1927-91) (Peraturan
Koperasi Nomor91) diubah dengan Regeling Cooperative
Verenegingen 1949 (Stb. 1949-179) (Peraturan Koperasi Nomor
179 Tahun 1949 yang diterbitkan pada tanggal 7 Juli 1949.
Anehnya perubahan itu tidak diikuti dengan pencabutan Stb.
1933-108 yang diberlakukan bagi semua golongan rakyat, yang
artinya pada tahun 1949, di Indonesia yang sudah merdeka ada
dualisme peraturan.
Tahun 1958 terbit Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958
tentang Perkumpulan Koperasi yang dimuat dalam Tambahan
Lembar Negara RI Nomor1669. Undang-Undang ini disusun
dalam situasi Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan
berlaku tanggal 27 Oktober 1958. Dalam pandangan beberapa
pihak, isi Undang-Undang ini dianggap lebih baik dan lebih
lengkap apabila dikomparasikan dengan berbagai regulasi terkait
koperasi yang terbit sebelumnya dan adalah Undang-Undang
pertama tentang perkoperasian yang disusun oleh bangsa
Indonesia dalam kondisi sudah merdeka.48 Terbitnya Undang-
Undang Nomor 79 Tahun 1958 ini, maka peraturan koperasi
tahun 1933 (Stb. 1933-108) dan peraturan koperasi tahun 1949
(Stb. 1949-179) dinyatakan dicabut.

46Ibid., hlm. 60.


47Ibid., hlm. 61.
48Gilbert B. Pattipeilohy, “Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan

Koperasi Di Indonesia”, melalui


https://www.academia.edu/11954972/Sejarah_perkembangan_koperasi,
diakses tanggal 12 Juli 2021.
Hukum Koperasi dan UKM - 17
Tahun 1959 tepatnya tanggal 15 Juli 1959 Presiden
Soekarno selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang
mengucapkan Dekrit Presiden yang memuat salah satu
keputusannya adalah menetapkan kembali Undang-Undang
Dasar 1945 berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh
tanah tumpah darah Indonesia. Dekrit Presiden dan Manivesto
Politik (Manipol) terhadap Undang-Undang Nomor 79 Tahun
1958 tentang Perkumpulan Koperasi adalah Undang-Undang
tersebut telah kehilangan dasar dan tidak sesuai dengan jiwa
serta semangat UUD 1945 dan Manipol tersebut. Untuk
mengatasi kendala tersebut, maka di samping Undang-Undang
Nomor 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi
diterbitkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1959
tentang Perkembangan Gerakan Koperasi yang dimuat dalam
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1907.49 Peraturan ini
diterbitkan sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi serta
untuk menyempurnakan dari hal-hal yang belum diatur dalam
undang-undang tersebut. Pemerintah bersikap sebagai pembina,
pengawas terhadap perkembangan koperasi, sebagaimana
termaktub dalam peraturan tersebut.
Tahun 1960 terbit lagi Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun
1960 yang isinya antara lain adalah menentukan bahwa untuk
mendorong usaha pertumbuhan Gerakan Koperasi harus ada
suatu kerjasama antara Jawatan Koperasi dengan masyarakat,
dalam suatu lembaga yang dikenal dengan Badan Penggerak
Koperasi (BAPENGKOP).50
Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1960 memberikan
instruksi kepada Menteri Distribusi, Menteri Produksi, Menteri
Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa,
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Menteri
Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri
Pengerahan Tenaga Rakyat, Menteri Penerangan dan Menteri
Muda Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan untuk:51
1. Secara aktif menumbuhkan dan memperluas gerakan
koperasi yang meliputi segala bidang kehidupan
masyarakat;

49Ibid.
50Rusdiyono, Op.Cit., hlm. 37.
51Pujiyono, Op.Cit., hlm. 79.
18 – Hukum Koperasi dan UKM
2. Mendorong, menghubungi, mengawasi gerakan koperasi
secara aktif;
3. Menjamin barang-barang yang dibagikan kepada rakyat
dan dihasilkan oleh rakyat dapat disalurkan melalui
koperasi;
4. Membantu mengatasi hambatan koperasi-koperasi,
misalnya perkreditan, persaingan dengan swasta dan
sebagainya tanpa mengurangi sifat swadaya koperasi;
5. Mengakomodir kegiatan instansi anggota BAPENGKOP
dalam menyusun rencana, pelaksanaan maupun
pengawasan;
6. Dalam persoalan teknis peraturan dan hukum
perkoperasian, BAPENGKOP menyerahkan kepada
Jawatan Koperasi Departemen Transkopemada;
7. BAPENGKOP dalam menjalankan tugasnya berpegang
teguuh pada UU Nomor79 Tahun 1958 dan PP Nomor60
Tahun 1959; dan
8. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 1960 tentang
Pendidikan Koperasi. Inpres ini menekankan bahwa
pendidikan koperasi di Indonesia ditingkatkan secara
resmi di sekolah-sekolah, maupun dengan cara informal
melalui siaran media massa, dan lain seagainya yang
dapat memberikan informasi, pendidikan, pengajaran serta
menumbuhkan semangat berkoperasi bagii rakyat. Dengan
adanya Inpres ini maka pemerintah kemudian melakukan
berbagai kegiatan:
a. Pendidikan koperasi untuk kader-kader masyarakat
baik perkotaan maupun pedesaan; dan
b. Pemasukan Mata Pelajaran Koperasi dalam proses
belajar mengajar di sekolah-sekolah di Indonesia.

Tahun 1961, terbit Peraturan Presiden Nomor 40 tentang


Penyaluran Barang-Barang dan Bahan-bahan Pokok Keperluan
Rakyat, yang dalam aturan tersebut koperasi diberikan ruang
sebagai penyalur. Dalam aturan tersebut koperasi telah
ditetapkan sebagai pelaksana kebijakan dari program
pemerintah. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 1961 ternyata
mampu memberikan berbagai dampak signifikan baik secara
politik maupun ekonomi bagi gerakan koperasi sebagai akibat

Hukum Koperasi dan UKM - 19


turunan dari kebijakan Peraturan Presiden tersebut,52 antara
lain:
1. Koperasi tumbuh secara massal dan cenderung seragam.
Mayoritas menjadi koperasi konsumsi dengan menyalurkan
barang-barang dan bahan-bahan pokok untuk keperluan
rakyat, dimana pada saat itu gerakan koperasi diberikan
tempat utama sebagai penyalur; dan
2. Pemerintah mendirikan Akademi Koperasi (AKOP) dan
Sekolah Koperasi Menengah Atas (SKOPMA) untuk
memperluas dan mengembangkan program pendidikan
koperasi bagi rakyat dengan cara mempersiapkan dan
mendidik tenaga pelaksana dan kader-kader koperasi, yang
kemudian ketika itu terbentuk hingga 11 AKOP dan 21
SKOPMA di seluruh Indonesia.53

Koperasi seperti pada masa-masa sebelumnya selalu


digunakan sebagai alat politik bagi yang berkuasa. Koperasi
pada masa demokrasi terpimpin digunakan sebagai wadah
ekonomi dalam demokrasi terpimpin. Basis peraturan
pelaksanaannya adalah Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958
yang secara hukum memang belum pernah dicabut, demikian
pula PP Nomor 60 Tahun 1959 yang secara hukum tidak cukup
kuat untuk menggantikannya. Berdasarkan hal itu, maka untuk
menyesuaikan perundang-undangan dengan kondisi
perkembangan politik negara yang didasarkan pada NASAKOM
dan MANIPOL dengan berbagai kebijakan yang terkait dengan

52Apabila dilihat secara seksama, maka sebenarnya Peraturan


Presiden tersebut semakin menegaskan dominannya posisi pemerintah dalam
sistem ekonomi terpimpin ketika itu. Peraturan Presiden itu juga ternyata
memberikan dampak negatif bagi tumbuh kembangnya koperasi di Indonesia.
Artinya Peraturan Presiden memberikan legitimasi bagi pemerintah untuk
menguasai gerakan koperasi. Dampak negatf dari Peraturan Presiden tersebut
dapat dilihat dari: 1) ketatnya pengawasan pemerintah yang imbasnya adalah
mematikan inisiatif dan swadaya anggota; 2) Kebebasan anggota hilang sama
sekali; 3) Tujuan menjadi anggota hanya untuk mendapatkan keuntungan-
keuntungan yang cepat; 4) Pejabat-pejabat koperasi memiliki kesempatan
untuk melakukan kecurangan karena adanya 2 (dua) harga; 5) Akibat
mudahnya memperoleh keuntungan bagi koperasi, ada kecenderungan di
kalangan koperasi untuk hidup berlebihan. Lihat Djabaruddin Djohan,
1997,Setengah Abad Pasang Surut Gerakan Koperasi Indonesia 12 Juli 1917-
12 Juli 1997, Jakarta: Dekopin, hlm. 40.
53Pujiyono, Op.Cit., hlm. 83.

20 – Hukum Koperasi dan UKM


koperasi yang telah diterbitkan ketika, dirasa tidak lagi
memenuhi tuntutan pada zaman itu, maka diperlukan undang-
undang koperasi pada masa itu.54
Tanggal 2 Agustus 1965 Rancangan Undang-Undang
tentang Perkoperasian disahkan oleh DPR-GR dan diundangkan
sebagai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang
Perkoperasian. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang
Perkoperasian ini sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 79
Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi. Dalam konsideran
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 dinyatakan tentang latar
belakang yang mendasari urgensi Undang-Undang ini layak
untuk diterbitkan, yaitu:
1. Bahwa perkembangan ketatanegaraan sejak Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959 menurut adanya perubahan
fungsi segala lembaga kemasyarakatan, khususnya
koperasi untuk diintegrasikan dengan dasar serta tujuan
Revolusi Indonesia;
2. Bahwa dengan demikian landasan idiil Revolusi Indonesia
yaitu Pancasila, Manipol/Usdek dan segala pedoman
pelaksanaannya, harus pula menerapkan kaidah pokok
fundamental bagi dasar penyusunan Undang-Undang
Perkoperasian; da
3. Bahwa Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 tentang
Perkumpulan Koperasi perlu untuk disempurnakan dan
disesuaikan dengan dasar dan tujuan Revolusi Indonesia
dan untuk itu perlu disusun Undang-Undang
Perkoperasian yang baru. 55

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang


Perkoperasian menegaskan bahwa masyarakat koperasi yang
dicita-citakan oleh Undang-Undang ini adalah masyarakat
sosialisme, yang tentunya bercirikan Indonesia dengan
mendasarkan Pancasila. Hal itu termaktub dalam Pasal 3:
“Koperasi adalah organisasi ekonomi dan alat Revolusi yang
berfungsi sebagai tempat persemaian insan masyarakat serta
wahana menuju Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila”.

54Ibid., hlm. 86.


55Ibid., hlm. 86-87.
Hukum Koperasi dan UKM - 21
Pada Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang tentang
Perkoperasian menyatakan dengan jelas ketika merumuskan
definisi dan fungsi koperasi Indonesia, bahwa koperasi Indonesia
mempunyai 2 (dua) wajah yaitu sebagai “organisasi ekonomi”
dan sebagai “alat Revolusi”. Bidang yang diurus oleh koperasi
adalah wilayah ekonomi. Koperasi sebagai salah satu alat
revolusi, berfungsi sebagai tempat persemaian insan masyarakat
serta adalah sebagai wahana menuju ke alam sosialisme.
Koperasi Indonesia dan Sosialisme Indonesia tidak dapat
dipisah-pisahkan, hal ini dikarenakan Sosialisme Indonesia
adalah jiwanya koperasi. Dunia Sosialisme adalah dunia
koperasi, masyarakat, sosialisme adalah masyarakat koperasi
karena itu fungsi koperasi dalam Revolusi Indonesia adalah
penting sekali, karena tujuan Revolusi Indonesia adalah jelas,
yaitu masyarakat yang adil dan makmur, masyarakat tanpa
kanibalisme ekonomi di dalamnya.56
Runtuhnya Orde Lama yang kemudian digantikan oleh Orde
Baru merubah hampir seluruh tatanan kenegaraan di
Indonenesia. Lahirnya pemerintah Orde Baru bertekad untuk
mengembalikan koperasi ke dalam ranah ekonomi dan tidak lagi
menjadi urusan politik. Artinya koperasi harus menjadi Soko
Guru Perekonomian Nasional. Usaha pemerintah Orde Baru
dalam menata kembali koperasi di Indonesia, diawali dengan
membangun kembali kerangka dasar bagi kehidupan koperasi
baik dalam peranannya sebagai alat pendemokrasian dan
perjuangan ekonomi rakyat sehingga menjadi urat nadi
perekonomian bangsa, maupun sebagai alat dalam pembinaan
insan masyarakat Indonesia agar terwujud masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.57
Bulan Desember 1967 diterbitkan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Undang-
Undang ini dalam konsiderannya dinyatakan bahwa Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1965 nyata hendak menyelewengkan
landasan asas serta sendi koperasi dari sisi kemurniannya.
Berdasarkan hal itu, maka sesuai dengan ketetapan MPRS
NomorXIX/MPRS/1966 diangap perlu untuk mencabut serta
mengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang
Perkoperasian dengan Undang-Undang yang baru yang benar-

56Ibid., hlm. 87.


57Ibid., hlm. 99.
22 – Hukum Koperasi dan UKM
benar dapat menempatkan koperasi pada fungsi yang
semestinya yakni sebagai alat dari Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 33 ayat (1).
Akhirnya pada tanggal 18 Desember 1967 Pemerintah Orde
Baru dengan melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong (DPRGR) menerbitkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Koperasi. Artinya dengan
terbitnya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku lagi. Terbitnya kepada
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967, maka koperasi yang
tumbuh menjamur pada masa Orde Lama mulai ditertibkan.
Akhir tahun 1967, jumlah koperasi yang ada pada kisaran
64.000 (enam puluh empat ribu), yang mana dari jumlah
tersebut hanya sekitar 45.000 (empat puluh lima ribu) yang
memiliki badan hukum. Penertiban yang dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru yang jumlah koperasi tinggal 15.000 (lima
belas ribu) koperasi yang dinilai sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967.
Tidak dapat disangkal karena memang sejarah telah
mencatatnya, bahwa pada masa Orde Baru perhatian
pemerintah terhadap koperasi demikian besar. Pemerintah
memajukan koperasi dengan berbagai program yang sifatnya
berkesinambungan. Penguatan-penguatan demi kemajuan
koperasi terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dibuktikan
dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Sayangnya spirit untuk memajukan koperasi
dengan berbagai program tersebut, hanya berhasil dalam sebatas
program saja, namun eksekusinya di lapangan tidaklah seindah
yang dibayangkan. Faktor terhambatnya koperasi dalam ranah
praktiknya yaitu maraknya praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme yang dilakukan oleh jajaran pemerintah mulai dari
pusat hingga daerah, serta para petugas yang langsung
menangani pembinaan tersebut maupun yang dilakukan oleh
para pengurus koperasi sendiri, yang mendapat perlindungan
dari atau dibiarkan oleh aparat pemerintah sebagai pembina
atau pengawasnya.58

58Rusdiyono, Op.Cit., hlm. 43.


Hukum Koperasi dan UKM - 23
C. Sumber Hukum Koperasi di Indonesia
Pengakuan terhadap koperasi secara yuridis termaktub
dalam Penjelasan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan:
“Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah
pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas usaha
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan
itu ialah koperasi”.59
Artinya ketentuan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Amandemen ke IV dan dalam Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian ini menempatkan koperasi baik dalam kedudukan
sebagai soko guru perekonomian nasional maupun sebaga
bagian integral tata perekonomian nasional, serta dalam
Undang-Undang ini menegaskan bahwa pembinaan, pengesahan
perubahan anggaran dasar dan pemberian status badan hukum
koperasi merupakan wewenang serta tanggung jawab
pemerintah. Wewenang tersebut dapat dilimpahkan pada
menteri yang membidangi koperasi. Dengan demikian
pemerintah bukan mencampuri urusan internal organisasi
koperasi namun hanya mengawasi dan meperhatikan prinsip
kemandirian koperasi.
Statemen yang jelas dan tegas dari konstitusi di atas sesuai
dengan pemaknaan yang diungkapkan oleh Moh. Hatta bahwa
koperasi sebagai perwujudan asas kekeluargaan yang melandasi
perekonomian Indonesia.60 Koperasi sebagai salah satu sarana
untuk mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur,
tentunya tidak lepas dari landasan-landasan hukum. Sebagai
landasan berpijaknya koperasi Indonesia adalah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 yang termaktub dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

59Mochamad Adib Zain, “Politik Hukum Koperasi Di Indonesia


(Tinjauan Yuridis Historis Pengaturan Perkoperasian Di Indonesia)”, dalam
Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 3, Nomor2, November 2015, hlm. 161.
60Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato II (Jakarta: Toko Agung, 2002),

hlm. 215.
24 – Hukum Koperasi dan UKM
Selanjutnya dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa “koperasi berdasar
atas asas kekeluargaan”.
Landasan hukum koperasi di Indonesia sangat lengkap
mulai dari landasan idiil, landasan mental, serta landasan
struktural. Rincian secara detailnya sebagai berikut:
1. Landasan idiil koperasi adalah Pancasila: Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi. Kelima sila
itu harus dijadikan dasar dalam kehidupan koperasi di
Indonesia. Dasar idiil ini haris diamalkan oleh seluruh
anggota maupun pengurus koperasi karena Pancasila
disamping merupakan dasar negara juga sebagai falsafah
hidup bangsa dan negara.61
2. Landasan struktural koperasi Indonesia adalah Undang-
Undang Dasar 1945. Sebagai landasan geraknya adalah
Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 serta
penjelasannya. Menurut Pasal 33 ayat (1) UUD 1945
mengatur: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
atas asas kekeluargaan”. Undang-Undang Dasar 1945 juga
telah menempatkan koperasi pada kedudukan sebagai
soko guru perekonomian Indonesia.
3. Landasan mental koperasi Indonesia adalah setia kawan
dan kesadaran berpribadi. Landasan itu tercermin dari
kehidupan bangsa yang telah berbudaya, yaitu gotong
royong. Setia kawan merupakan landasan untuk bekerja
sama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Kesadaran
berpribadi, keinsyafan akan harga diri sendiri merpakan
hal yang mutlak harus ada dalam rangka meningkatkan
derajat kehidupan dan kemakmuran. Kesadaran
berpribadi juga merupakan rasa tanggung jawab dan
disiplin terhadap segala peraturan hingga koperasi akan
terwujud sesuai dengan tujuannya.62

61Amin Widjaja Tunggal, Akuntansi Untuk Koperasi (Jakarta:Rineka


Cipta, 2002), hlm. 4.
62Santy Anggraeini, “Landasan Hukum Koperasi”, nelalui http://www.

shantyechan.blogspot.com/2013/10/landasan-hukum-koperasi.html., diakses
tanggal 12 Mei 2021 pukul 22.09.
Hukum Koperasi dan UKM - 25
D. Evaluasi
1. Jelaskan landasan konstitusi adanya koperasi di
Indonesia?
2. Jelaskan kenapa koperasi dikatakan sebagai soko guru
ekonomi Indonesia?
3. Jelaskan prinsip-prinsipp koperasi yang termaktub
dalam Undang-Undang Nomor25 Tahun 1992?
4. Jelaskan yang dimaksud dengan landasan idiil
koperasi?
5. Jelaskan landasan struktural koperasi Indonesia?

26 – Hukum Koperasi dan UKM


BAB II

PRINSIP DAN SENDI KOPERASI MENURUT


HUKUM POSITIF INDONESIA

Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional


Khusus
Mahasiswa mampu Ketepatan untuk
memahami dan menjelaskan mengidentifikasi prinsip-
Prinsip / Sendi Koperasi prinsip koperasi.
Menurut Hukum Positif
Ketepatan untuk menganalisis
Indonesia.
sendi koperasi menurut
Hukum Positif di Indonesia.

A. Prinsip-prinsip Koperasi Indonesia


Menurut Munker, koperasi adala suatu bentuk organisasi
dimana orang-orang bergabung bersama-sama secara suka rela,
sebagai manusia, atas dasar persamaan untuk memajukan
kepentingan ekonomi bagi diri mereka sendiri.63 Berdasarkan
definisi koperasi yang diutarakan oleh Munker tersebut, paling
tidak ada 8 (delapan) prinsip-prinsip koperasi, menurut Watkins
yaitu: 1) saling tolong-menolong, 2) tanggung jawab, 3) keadilan,
4) ekonomi, 5) efisiensi ekonomi, 6) demokrasi, 7) kemerdekaan,
8) pendidikan.64
Melalui prinsip tolong-menolong melalui perkumpulan
(koperasi) itu, ada 2 (dua) prinsip yang tersirat dalam konsepsi
dasar terkait dengan saling tolong-menolong, yang secara jelas
menunjukkan karakteristik koperasi, yaitu:
1. Prinsip peningkatan ekonomi anggota. Bahwa tugas utama
koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya, kepentingan ekonominya sendiri; dan

63Hans H. Munker, Membangun UU Koperasi Berdasarkan Prinsip-


prinsip Koperasi (Jakarta: Reka Desa, 2011), hlm. 6.
64Ibid., hlm. 7-10.

Hukum Koperasi dan UKM - 27


2. Prinsip identitas. Bahwa koperasi keanggotaannya secara
terbuka, sehingga koperasi terbuka untuk setiap orang yang
hendak berpartisipasi secara aktif serta mampu bertanggung
jawab atas kerjanya. Itulah yang sesungguhnya prinsip
identitas yang memberikan watak khusus kepada koperasi
sebagai organisasi swadaya.65
Prinsip-prinsip koperasi (cooperative principles) adalah
ketentuan-ketentuan pokok yang berlaku dalam koperasi dan
dijadikan sebagai pedoman kerja koperasi. Lebih jauh, prinsip-
prinsip tersebut merupakan “rules of game” dalam kehidupan
koperasi. Pada dasarnya, prinsip-prinsip koperasi sekaligus
merupakan jati diri atau ciri khas koperasi tersebut. Adanya
prinsip koperasi ini menjadikan watak koperasi sebagai badan
usaha yang berbeda dengan badan usaha lain.66
Prinsip-prinsip koperasi adalah pedoman bagi koperasi dalam
melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktik.67 Adapun
prinsip yang paling sering dikemukakan adalah 7 (tujuh) prinsip
koperasi yang dikembangkan oleh koperasi modern pertama
yang didirikan tahun 1844 oleh 28 orang pekerja Lanchasire di
Rochdale. Prinsip-prinsip tersebut masih menjadi dasar gerakan
koperasi internasional, yaitu:
1. Keanggotaan terbuka;
2. Satu anggota, satu suara;
3. Pengembalian (bunga) yang terbatas atas modal;
4. Alokasi sisi usaha sebanding dengan transaksi yang dilakukan
anggota;
5. Penjualan tunai;
6. Menekankan pada unsur pendidikan; dan
7. Netral dalam hal agama dan politik.68

65Ibid.,
hlm. 11-15.
66AndjarPachta W, Hukum Koperasi Indonesia (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2005), hlm. 32.
67Hendrojogi, Koperasi: Azas-azas Teori dan Praktek (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, Cet. V, 2002), hlm. 46.


68Jochen Ropke, Ekonomi Koperasi Teori dan Manajemen (Bandung:

Salemba Empat, 2003), hlm. 17.


28 – Hukum Koperasi dan UKM
Prinsip koperasi menurut International Cooperatives Alliance
pada kongres tahun 1966 adalah:
1. Keanggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya
pembatasan yang dibuat-buat.
2. Kepemimpinan yang demokratis atas dasar satu orang satu
suara.
3. Modal menerima bunga yang terbatas, itupun bila ada.
4. Sisa hasil usaha dibagi tiga, sebagian untuk cadangan,
sebagian untuk masyarakat dan sebagian untuk dibagikan
kembali kepada anggota sesuai jasa masing-masing, dan
prinsip ini ditambah dengan 2 (dua) prinsip lainnya, yaitu:
a. Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara
terus-menerus.
b. Gerakan koperasi harus melaksanakan kerja sama yang
erat, baik di tingkat regional, nasional maupun
internasional.69

Prinsip-prinsip koperasi menurut Munker adalah:


1. Keanggotaan bersifat sukarela /volunteer;
2. Keanggotaan terbuka;
3. Pengembangan anggota;
4. Identitas anggota sebagai pemilik dan pelanggan;
5. Manajemen dan pengawasan dilaksanakan secara demokratis;
6. Koperasi sebagai kumpulan orang-orang;
7. Modal yang berkaitan dengan aspek sosial tidak dibagi;
8. Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi;
9. Perkumpulan dengan sukarela;
10. Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan
tujuan;

69Aji
Basuki Rohmat, “Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Koperasi
Dalam Undang-Undang Koperasi (Studi Undang-Undang Nomor25 Tahun
1992 dan Undang-Undang Nomor17 Tahun 2012)”, dalam Jurnal
Pembaharuan Hukum, Vol. 2, Nomor1, Januari-April 2015, hlm. 140.
Hukum Koperasi dan UKM - 29
11. Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil
ekonomi; dan
12. Pendidikan anggota.

Prinsip-prinsip koperasi menuru Herman Schulze, meliputi:


1. Swadaya;
2. Daerah kerja tak terbatas;
3. SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota;
4. Tanggung jawab anggota terbatas;
5. Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan; dan
6. Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota.
Prinsip-prinsip koperasi menurut Raiffeisen adalah:
1. Swadaya;
2. Daerah kerja terbatas;
3. SHU untuk cadangan;
4. Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan;
5. Usaha hanya kepada anggota; dan
6. Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang.

Bung Hatta menyatakan bahwa ada 7 prinsip yang dapat


dianut suatu koperasi, yaitu meningkatkan produksi,
memperbaiki kualitas produksi, mengefisienkan distribusi,
memperbaiki dan mengendalikan harga, menghapuskan
pengaruh lintah darat/ijon, menghimpun modal (simpan pinjam)
dan memelihara lumbung desa.70 Prinsip koperasi merupakan
satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip
koperasi tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan
usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak
sosial.71

70Sukanto Rekso Hadiprodjo, Manajemen Koperasi (Yogyakarta: BPFE,


Cet. II, 1992), hlm. 47.
71Amin Widjaja Tunggal, Akuntansi Untuk Koperasi (Jakarta : Rineka

Cipta, 2002), hlm. 8.


30 – Hukum Koperasi dan UKM
Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 tentang
Perkumpulan Koperasi belum secara jelas mengatur mengenai
prinsip-prinsip koperasi. Namun dalam Pasal 2 ayat (1)
dinyatakan:
1. Koperasi ialah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-
orang atau badan-badan hukum yang tidak merupakan
konsentrasi modal, dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
a. Berasas kekeluargaan (gotong-royong);
b. Bertujuan mengembangkan kesejahteraan anggotanya
pada khususnya dan kesejahteraan masyarakat dan
daerah bekerjanya pada umumnya;
c. Dengan berusaha: 1) mewajibkan dan menggiatkan
anggotanya untuk menyimpan secara teratur; 2) mendidiik
anggotanya kearah kesadaran koperasi; 3)
menyelenggarakan salah satu atau beberapa usaha dalam
lapangan perekonomian.
d. Keanggotaan berdasar sukarela mempunyai kepentingan,
hak dan kewajiban yang sama, dapat diperoleh dan diakhiri
setiap waktu menurut kehendak yang berkepentingan,
setelah syarat-syarat dalam anggaran dasar dipenuhi;
e. Akta pendirian menurut ketentuan-ketentuan dan telah
didaftarkan sebagaimana ditetapkan dalam undang-
undang ini.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-


Pokok Perkoperasian, tidak dikenal kata prinsip, namun
menggunakan kata sendi-sendi dasar. Hal tersebut dinyatakan
di dalam Pasal 6: “Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia adalah:
1. Sifat keanggotannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga
negara Indonesia. 2. Rapat anggota merupakan kekuasaan
tertinggi, sebagai pencerminan demokrasi dalam Koperasi. 3.
Pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing
anggota. 4. Adanya pembatasan bunga atas modal. 5.
Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan
masyarakat pada umumnya, usaha dan ketatalaksanaannya
bersifat terbka. 6. Swadaya, swakerta, dan swasembada sebagai
pencerminan daripada prinsip dasar: percaya pada diri sendiri.

Hukum Koperasi dan UKM - 31


Prinsip-prinsip koperasi pada Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992, meliputi:
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi bermakna
bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh
siapapun. Sifat kesukarelaan ini juga mengandung makna
bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari
koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam
Anggaran Dasar Koperasi. Sifat terbuka artinya bahwa dalam
keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi
dalam bentuk apapun.
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi
dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para
anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan
tertinggi dalam koperasi.
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sebanding
dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
Pembagian hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak
semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang
dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa
usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan tersebut
merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan.
Modal dalam koperasi pada dasarnya adalah untuk
kemanfaatan anggota, bukan untuk sekedar mencari
keuntungan. Oleh karena itu, balas jasa terhadap modal yang
diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak
didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan.
Terbatas maksudnya wajar dalam arti tidak melebihi suku
bunga yang berlaku di pasar.
4. Kemandirian; serta ditambah dengan prinsip pendidikan
perkoperasian; dan kerja sama antar koperasi.
Kemandirian mengandung arti dapat berdiri sendiri, tanpa
bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan
kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha
sendiri. Kemandirian juga mengandung arti kebebasan yang
bertangggung jawab, otonomi, swadaya, berani
mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak
untuk mengelola diri sendiri.
32 – Hukum Koperasi dan UKM
Prinsip-prinsip koperasi menurut Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2012, meliputi:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding
dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; dan
e. Kemandirian.

Prinsip Koperasi yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) UU


Koperasi, merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai
badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi
yang membedakannya dari badan usaha lain. Sedangkan ayat (2)
adalah prinsip untuk pengembangan koperasi.
Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi bermakna
bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh
siapapun. Sifa kesukarelaan ini juga mengandung makna bahwa
seorang anggota dapat mengundurkan diri dari anggota koperasi
sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar
Koperasi. Sifat terbuka berarti bahwa dalam keanggotaan tidak
dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.
Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan
koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota.
Para anggota itulah yeng memegang dan melaksanakan
kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
Pembagian sisa hasl usaha kepada anggota dilakukan tidak
semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam
koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha
anggota terhadap koperasi. Ketentuan tersebut merupakan
perwujuda nilai kekeluargaan dan keadilan.
Modal dalam koperasi pada dasarnya adalah untuk
kemanfaatan anggota, bukan untuk sekedar mencari
keuntungan. Berdasarkan hal itu, maka balas jasa terhadap
modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan
tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang
diberikan. Terbatas maksudnya wajar dalam arti tidak melebihi
suku bunga yang berlaku di pasar.

Hukum Koperasi dan UKM - 33


Kemandirian mengandung arti dapat berdiri sendiri, tanpa
bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan
kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha
sendiri. Kemandirian juga mengandung arti kebebasan yang
bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani
mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak
untuk mengelola sendiri.

B. Evaluasi
1. Jelaskan prinsip-prinsip koperasi dalam perspektif Bung
Hatta?
2. Jelaskan yang dimaksud dengan keanggotaan bersifat
sukarela dan terbuka?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip
koperasi (cooperative principles)?
4. Jelaskan sendi-sendi koperasi yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian?
5. Jelaskan maksud dari sifat kesukarelaan dalam
keanggotaan koperasi?

34 – Hukum Koperasi dan UKM


BAB III

BERBAGAI KLASIFKASI KOPERASI

Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional


Khusus
Mahasiswa mampu Ketepatan untuk
memahami dan menjelaskan mengidentifikasi berbagai
Berbagai Klasifikasi Koperasi . klasifikasi koperasi.

A. Klasifikasi Koperasi
Indonesia adalah Negara yang menganut konsep Negara
kesejahteraan (welfare state). Konsep negara kesejahteraan
tersebut termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya
ada di alinea ke empat tentang tujuan dibentuknya Pemerintah
Negara Republik Indonesia, yaitu untuk “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”. Tujuan bangsa Indonesia yang terdapat dalam
pembukaan UUD 1945 itulah kemudian dijadikan spirit dasar
dalam penyelenggaraan negara yang peran utamanya adalah
menjamin kemakmuran pada semua warganya. Lebih lanjut
memajukan kesejahteraan umum yang berdasarkan keadilan
sosial diterjemahkan dalam batang tubuh UUD 1945 tepatnya
dalam Pasal 23, Pasal 27 ayat (2), Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal
34.72
Negara kesejahteraan itu secara sederhana disederhanakan
sebagai suatu negara dimana pemerintahan negara dianggap

72Teguh Tresna Puja Asmara, Tarsisius Murwadji, Bambang Daru


Nugroho, “Tanggung Jawab Pemilik Koperasi Pada Saat Terjadi Kredit Macet
Ditinjau Dari Teori Kepastian Hukum”, dalam Jurnal IUS: Kajian Hukum dan
Keadilan, Vol. 8, Nomor1, April 2020, hlm. 110.
Hukum Koperasi dan UKM - 35
bertanggungjawab dalam menjamin standar kesejahteraan hidup
minimum bagi setiap warga negaranya.73 Artinya Indonesia
sebagai negara yang menganut konsep negara kesejahteraan
dituntut untuk bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan
dasar hidup, mengatasi kemiskinan dan jaminan pekerjaan bagi
rakyatnya.74
Konsep negara kesejahteraan itu ada dalam konsep negara
yang peranannya dalam bidang ekonomi berada diantara negara
yang menganut konsep otokrasi dengan negara yang menganut
konsep liberal. Dalam sistem ekonomi yang menggunakan sistem
otokrasi, bidang ekonominya diatur dan dilaksanakan semuanya
oleh negara, sehingga sangat sedikit peran yang dijalankan oleh
pelaku ekonomi lainnya. Pada sistem ekonomi liberal,
pelaksanaan ekonomi dilaksanakan sebebas-bebasnya dan
peran negara sangat kecil. Negara kesejahteraan merupakan
konsep ekonomi yang berada di antara 2 (dua) konsep tersebut,
dimana peran negara dan pelaku ekonomi lainnya proporsional
perannya.75
Indonesia berdasarkan konsep negara kesejahteraan
tersebut harus menghadirkan pranata-pranata kebijakan
ekonomi dan pranata-pranata kebijakan sosial yang berorientasi
kerakyatan, keadilan dan kesejahteraan, yang mana hal ini
dikehendaki oleh para pendiri bangsa mengenai penjelmaan
negara Republik Indonesia sebagai Negara kesejahteraan.76
Sebagai pembuat kebijakan, peran Negara Indonesia dalam
bidang ekonomi diatur dalam UUD 1945.
Sejak kemerdekaan hingga hari ini, pemerintah Indonesia
telah mencoba untuk melakukan berbagai perbaikan diberbagai
sektor pembangunan sebagai usaha untuk mencapai tujuan
negara yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada
alinea IV. Disamping itu untuk mewujudkan hakikat
pembangunan masyarakat yang utuh secara spiritual dan
material harus berdasarkan sila-sila Pancasila. Hal ini
dikarenakan Pancasila merupakan hukum tertinggi dalam

73Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara


Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), hlm. xv.
74Teguh Tresna Puja Asmara, Tarsisius Murwadji, Bambang Daru

Nugroho, Loc.Cit.
75Ibid.
76Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 492.
36 – Hukum Koperasi dan UKM
penyelenggaraan Negara, baik pada bidang ekonomi, politik,
sosial, dan bidang lainnya. Hal ini menandakan bahwa segala
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam penyelenggaraan
Negara tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945.
Peran Negara sebagai aktor atau pelaksana dalam
perekonomian nasional yang dalam hal ini Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) tidak dapat lepas dari aktor ekonomi lainnya,
yaitu salah satunya sektor swasta dan koperasi. Pada sisi lain,
dalam pelaksanaan sistem ekonomi di Indonesia haruslah
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Asas kekeluargaan dapat dipandang sebagai asas bersama yang
bermakna persaudaraan, humanisme dan pemerataan sesuai
asas-asas kemanusiaan.77
Wujud nyata dari asas kekeluargaan dalam aktor atau
pelaksana ekonomi salah satunya adalah koperasi. Koperasi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian merupakan badan usaha yang beranggotakan
orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Sebagai pelaku ekonomi, koperasi memiliki peran
yang sangat penting untuk mewujudkan demokrasi ekonomi
yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945.78
Sejak diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945 dan sehari kemudian Undang-
Undang Dasar 1945 disahkan, maka muncul semangat baru
untuk menggerakkan koperasi.79 Hal ini disebabkan koperasi
telah dilegitimasi keberadaannya melalui landasan hukum yang
sangat kuat yang termaktub dalam Pasal 33 ayat (1) UUD
1945.80

77Rustam Effendi, Boy Syamsul Bakhri, dan Zul Ihsan Mu’arrif,


“Konseop Koperasi Bung Hatta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah”, dalam
Jurnal Al-Hikmah, Vol. 15, Nomor1, 2018, hlm. 113.
78Dian Cahyaningrum, “Bentuk Badan Hukum Koperasi Untuk
Menjalankan Kegiatan Usaha Perbankan”, dalam Jurnal Negara Hukum, Vol.
8, Nomor1, 2017, hlm. 10.
79R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia

(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 21.


80Ibid.

Hukum Koperasi dan UKM - 37


Dalam rangka mewujudkan misinya, Koperasi tidak berhenti
berusaha mengembangkan serta memberdayakan diri agar
tumbuh menjadi kuat dan mandiri sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Ketentuan yang terdapat dalam
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 mengatur
bahwa koperasi dapat berbentuk koperasi primer dan koperasi
sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh
dan beranggotakan orang-seorang. Koperasi primer dibentuk
sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang. Koperasi sekunder
yaitu koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi.
Pengertian koperasi sekunder meliputi semua koperasi yang
didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer dan/atau
Koperasi Sekunder.
Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi,
Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh Koperasi sejenis
maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal koperasi
mendirikan Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti
yang selama ini dikenal sebagai pusat, Gabungan Induk, maka
jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh
Koperasi yang bersangkutan.
Salah satu tujuan pendirian koperasi didasarkan kepada
kebutuhan dan kepentingan para anggotanya. Masing-masing
kelompok masyarakat yang mendirikan koperasi memiliki
kepentingan maupun tujuan yang berbeda. Perbedaan
kepentingan ini menyebabkan koperasi dibentuk dalam beberapa
jenis sesuai dengan kebutuhan kelompok tersebut.
Klasifikasi koperasi dengan terminologi apapun yang
dipakai, memang diperlukan mengingat adanya banyak
perdebatan yang ditemukan di antara sesama koperasi, baik
yang menyangkut diri, sifat ekonominya, lapangan usaha,
ataupun afiliasi keanggotaannya dan sebagainya. Untuk
memisahkan koperasi yang serba beragam tersebut sama
lainnya, Indonesia dalam historisnya menggunakan berbagai
dasar atau kriteria seperti: lapangan usaha, tempat tinggal para
anggota, golongan dan fungsi ekonominya. Pemisahan-
pemisahan tersebut yang menggunakan berbagai kriteria
selanjutnya disebut dengan penjenisan. Dalam
perkembangannya, kriteria yang digunakan berubah-ubah
sewaktu-waktu.

38 – Hukum Koperasi dan UKM


Sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Pasal 16
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 beserta penjelasannya,
dinyatakan bahwa “jenis koperasi didasarkan pada kesamaan
kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya”. Dasar untuk
menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas,
kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara
lain Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi
Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa. Khusus
koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai
negeri, anggota TNI, karyawan dan sebagainya, bukan
merupakan jenis koperasi tersendiri.
Klasifikasi koperasi dapat ditinjau dari berbagai sudut
pendekatan antara lain sebagai berikut:
1. Berdasarkan pada kebutuhan dan efisiensi dalam ekonomi
sesuai dengan sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka
dikenal jenis-jenis koperasi sebagai berikut:
a. koperasi konsumsi;
b. koperasi kredit;
c. koperasi produksi;
d. koperasi jasa; dan
e. koperasi distribusi (pemasaran).
2. Berdasarkan golongan fungsional, maka dikenal jenis-jenis
koperasi sebagai berikut:
a. Koperasi Pegawai Negeri (KPN);
b. Koperasi Angkatan Darat (Kopad);
c. Koperasi Angkatan Laut (Kopal);
d. Koperasi Angkatan Udara (Kopau);
e. Koperasi Angkatan Kepolisian (Koppol);
f. Koperasi Pensiunan Angkaran Darat;
g. Koperasi Pensiunan (Koppen);
h. Koperasi Karyawan (Kopkar); dan
i. Koperasi sekolah.
3. Berdasarkan lapangan usaha, maka dikenal jenis koperasi
antara lain sebagai berikut:

Hukum Koperasi dan UKM - 39


a. Koperasi Desa yaitu koperasi yang anggota-anggotanya
terdiri dari penduduk desa yang mempunyai kepentingan
yang sama;
b. Koperasi konsumsi yaitu koperasi yang anggota-anggotanya
terdiri dari tiap-tiap orang yang mempunyai kepentingan
langsung dalam bidang konsumsi;
c. Koperasi Pertanian, yaitu koperasi yang anggota-
anggotanya terdiri dari petani pemilik tanah, penggarap,
buruh tani dan orang-orang yang berkekentingan serta
pencahariannya berhubungan dengan usaha pertanian
yang bersangkutan;
4. Koperasi peternakan yaitu koperasi yang anggota-anggotanya
terdiri dari pengusaha dan buruh peternakan yang
berkepentingan dan mata pencahariannya langsung
berhubungan dengan peternakan;
5. Koperasi perikanan yaitu koperasi yang anggota-anggotanya
terdiri dari pengusaha, pemilik alat perikanan, buruh/nelayan
yang berkepentingan serta mata pencahariannya langsung
berhubungan dengan usaha perikanan;
6. Koperasi Kerajinan/Industri yaitu koperasi yang anggota-
anggotanya terdiri dari pengusaha, pemilik alat-alat produksi
dan buruh yang berkepentingan serta mata pencahariannya
langsung berhubungan dengan kerajinan/industri yang
bersangkutan.
7. Koperasi Simpan Pinjam/Kredit koperasi yang anggota-
anggotanya setiap orang yang mempunyai kepentingan
langsung dibidang perkreditan;
8. Koperasi Asuransi;
9. Koperasi Unit Desa.81

Pasal 16 Undang-Undang Perkoperasian mengatur bahwa


jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha
dan/atau kepentingan ekonomi anggotanya. Jenis koperasi
terdiri dari:

81Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian Sejaraj,


Teori & Praktek (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 62-69.
40 – Hukum Koperasi dan UKM
1. Koperasi konsumen merupakan koperasi yang
menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
penyediaan barang kebutuhan anggota dan non-anggota.
Koperasi konsumen berperan dalam mempertinggi daya beli
sehingga pendapatan riil anggota meningkat. Pada koperasi ini
anggota memiliki identitas sebagai pemilik (owner) dan sebagai
pelanggan (customer). Dalam kedudukan anggota sebagai
konsumen, kegiatan mengkonsumsi (termasuk konsumsi oleh
produsen) adalah penggunaan mengkonsumsi (termasuk
konsumsi oleh produsen) adalah penggunaan mengkonsumsi
barang/jasa yang disediakan oleh pasar. Adapun fungsi pokok
Koperasi Konsumen adalah menyelenggarakan:
a. Pembelian atau pengadaan barang/jasa kebutuhan anggota
yang dilakukan secara efisien, seperti membeli dalam
jumlah yang lebih besar.
b. Inovasi pengadaan, seperti sumber dana kredit dengan
bunga yang lebih rendah, diantaranya pemanfaatan dana
bergulir, pembelian dengan diskon, pembelian dengan
kredit.
2. Koperasi produsen yaitu merupakan koperasi yang
menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang
dihasilkan anggota kepada anggota dan non-anggota. Koperasi
produsen adalah koperasi yang anggota-anggotanya adalah
para produsen. Anggota koperasi ini adalah pemilik (owner)
dan pengguna pelayanan (user), dimana dalam kedudukannya
sebagai produsen, anggota koperasi produsen mengolah bahan
baku (input) menjadi barang jadi (output), sehingga
menghasilkan barang yang memanfaatkan kesempatan pasar
yang dapat diperjualbelikan, memperoleh sejumlah
keuntungan dengan transaksi dan memanfaatkan kesempatan
pasar yang ada. Koperasi produsen berperan dalam
pengadaan bahan baku, input atau sarana produksi yang
menunjang ekonomi anggota sehingga anggota merasakan
manfaat keberadaan pendapatnya. Koperasi ini menjalankan
fungsi, diantaranya:
a. Pembelian ataupun pengadaan input yang dikeluarkan
anggota;
b. Pemasaran hasil produksi (output) yang menghasilkan dari
usaha anggota;
Hukum Koperasi dan UKM - 41
c. Proses produksi bersama atau pemanfaatan sarana
produksi secara bersama;
d. Menanggung risiko bersama atau menyediakan kantor
pemasaran bersama.
3. Koperasi jasa yang merupakan koperasi yang
menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan
pinjam yang diperlukan oleh anggota dan non-anggota.
Koperasi jasa adalah koperasi dimana identitas anggota
sebagai pemilik dan nasabah sebagai konsumen jasa dan atau
produsen jasa. Dalam status anggota sebagai konsumen jasa,
maka koperasi yang didirikan adalah koperasi pengadaan jasa.
Sedangkan dalam status anggota sebagai produsen jasa, maka
Koperasi yang didirikan adalah koperasi produsen jasa atau
koperasi pemasaran jasa. Sebagai Koperasi pemasaran,
bilamana koperasi melaksanakan fungsi memasarkan jasa
hasil produksi anggota. Dalam praktik dikenal pula penjenisan
Koperasi atas dasar cakupan pengelolaan bisnis (usaha).
Koperasi dengan satu kegiatan usaha misalnya Koperasi
Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Produsen Susu, Koperasi Tahu
Tempe (Primkopti), Koperasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
dan sebagainya. Koperasi dengan lebih satu kegiatan usaha,
sering disebut sebagai koperasi serba usaha. Jenis koperasi
ini misalnya Koperasi Pemasaran, dimana koperasi
melaksanakan pemasaran produk barang dan jasa.
4. Koperasi simpan pinjam merupakan koperasi yang
menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya
usaha yang melayani anggota.

Hal yang membedakan jenis koperasi tersebut adalah usaha


yang mereka jalankan. Misalnya koperasi produksi diutamakan
diberikan kepada para anggotanya dalam rangka berproduksi
untuk menghasilkan barang maupun jasa. Produksi dapat
dilakukan dalam berbagai bidang seperti perjanjian atau industri
atau jasa. Kemudian koperasi konsumsi yang dalam kegiatan
usahanya adalah menyediakan kebutuhan akan barang-barang
pokok sehari-hari seperti sandang, pangan, dan kebutuhan yang
berbentuk barang lainnya. Koperasi jenis ini banyak dilakukan
oleh karyawan suatu perusahaan dengan menyediakan berbagai
kebutuhan bagi para anggotanya, sedangkan koperasi simpan
pinjam melakukan usaha penyimpanan dan peminjaman
42 – Hukum Koperasi dan UKM
sejumlahh uang untuk keperluan para anggotanya. Koperasi
jenis ini sering disebut dengan koperasi kredit, yang khususnya
menyediakan dana bagi anggotanya yang memerlukan dana
dengan biaya murah tentunya.
Jenis koperasi yang saat ini berkembang dengan pesat di
Indonesia adalah Koperasi Simpan Pinjam. Dalam berbagai
kebijakannya, pemerintah memandang perlu untuk
menumbuhkembangkan Koperasi Simpan Pinjam. Hal itu
dilakukan dalam rangka memperluas kesempatan berusaha bagi
masyarakat untuk melakukan kegiatan yang sifatnya produktif,
agar masyarakat dapat memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya bagi kesejahteraannya.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1995, mengatur bahwa “Koperasi Simpan Pinjam
adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam”.
Kegiatan usaha simpan pinjam dalam suatu koperasi hanya
dapat dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) PP
Nomor9 Tahun 1995 yang menyebutkan bahwa “Kegiatan usaha
pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam atau
Unit Simpan Pinjam”. Koperasi Simpan Pinjam dapat berbentuk
Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder. Ketentuan lebih lanjut
tentang petunjuk pelaksanaan kegiata usaha simpan pinjam
oleh koperasi dalam Kepmen No: 351/Kep/M/XII/1998 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh
Koperasi.
Koperasi Simpan Pinjam didirikan untuk memberikan
kesempatan kepada para anggotanya memperoleh pinjaman
dengan mudah dan biaya bunga yang ringan. Koperasi ini
bergerak dalam lapangan usaha pembentukan modal melalui
tabungan para anggota secara terus-menerus untuk kemudian
dipinjamkan kepada para anggotanya secara mudah, murah dan
cepat untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.82
Kegiatan usaha Koperasi Simpan Pinjam diatur dalam
Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995. Kegiatan
usaha Koperasi Simpan Pinjam meliputi:

82Pandi Anoraga dan Djoko Sudantoko, Koperasi Kewirausahaan dan


Usaha Kecil (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hlm. 21-22.
Hukum Koperasi dan UKM - 43
1. Menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan
koperasi dari anggota dan calon anggotanya, koperasi lain dan
atau anggotanya;
2. Memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya,
koperasi lain dan atau anggotanya.

Selanjutnya dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah


Nomor 9 Tahun 1995 mengatur bahwa “Dalam memberikan
pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
wajib memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat
dengan memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan
pemohon pinjaman”. Dalam menjalankan kegiatannya, Koperasi
Simpan Pinjam memungut sejumlah uang dari setiap anggota
koperasi. Uang yang dikumpulkan para anggota tersebut,
kemudian dijadikan modal untuk dikelola oleh pengurus
koperasi, dipinjamkan kembali bagi anggota yang
membutuhkannya.

B. Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan koperasi konsumen?
2. Jelaskan jenis koperasi berdasarkan lapangan usaha?
3. Jelaskan yang dimaksud dengan koperasi jasa?
4. Jelaskan fungsi koperasi simpan pinjam?
5. Jelaskan definisi koperasi berdasarkan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992?

44 – Hukum Koperasi dan UKM


BAB IV

POKOK-POKOK PROSES PENDIRIAN


DAN PENGESAHAN BADAN HUKUM KOPERASI

Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional


Khusus
Mahasiswa Mampu Ketepatan untuk menganalisis
memahami dan menjelaskan pokok-pokok pendirian
Pokok-Pokok Proses Pendirian koperasi.
dan Pengesahan Badan
Ketepatan untuk menelaah
Hukum Koperasi.
pengesahan badan hukum
koperasi.

A. Proses Pendirian Badan Hukum Koperasi


Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
merdeka dan berdaulat berdasarkan Pancasila dan Undang‐
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945), yang bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan hidup yang merata bagisetiap warga
negaranya. Dalam Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia
1945 tercantum dasar demokrasi ekonomi, kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-
seorang, maka tampak bahwa badan usaha koperasi adalah
yang paling tepat atau sesuai dengan susunan perekonomian
yang dimaksud.83 Sebab itu perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan berhubungan
dengan pengertian dari Koperasi itu yang dicantumkan dalam
beberapa peraturan-peraturan mengenai Koperasi dimana
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang
atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya

83Muslim Nasution, Menjadikan Demokrasi Ekonomi Dengan Koperasi


(Jakarta: PIP Publishing, 2007), hlm. 54
Hukum Koperasi dan UKM - 45
berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan
asas kekeluargaan.84
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian mengatur bahwa koperasi adalah badan usaha
yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas
asas kekeluargaan. Dalam melaksanakan kegiatannya, koperasi
berdasarkan prinsip koperasi yang merupakan esensi dari dasar
kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas
dan jati diri koperasi yang membedakannya dari badan usaha
lainnya.85
Ketika pertama kali diperkenalkan pada masyarakat
Indonesia, badan usaha koperasi telah mampu membantu
masyarakat terutama dalam bidang ekonomi melalui berbagai
kegiatan usaha koperasi. Prinsip usaha dan karakter koperasi
yang berbeda dengan badan usaha lainnya membuat badan
usaha ini disenangi oleh masyarakat Indonesia yang
melaksanakan seluruh kegiatan perekonomiannya berdasarkan
sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan yang
ada di Indonesia, memang secara umum sangat sesuai dengan
badan usaha yang berbentuk koperasi. Keduanya sama-sama
menganut asas kekeluargaan dan mengedepankan prinsip
gotong-royong.86
Koperasi sebagai badan usaha belum dapat berkembang
dan bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, salah satu faktornya
yang cukup mendasar adalah lemahnya kedudukan Koperasi
sebagai badan usaha yang harus menjadi perusahaan yang
tangguh dan efisien berdasarkan prinsip koperasi dan kaedah
umum yang berlaku dalam dunia bisnis modern. Salah satu
penyebabnya karena proses pembentukan, perubahan dan
pembubaran koperasi selama ini dilakukan berdasarkan

84Budi untung, Hukum Koperasi dan peran Notaris Indonesia


(Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2005), hlm. 23.
85International Co – operative Alliance, Jatidiri Koperasi ICA Co-

operative Identity Statement Prinsip-Prinsip Koperasi untuk Abad ke 21, pent.


Ibnu Soedjono (Jakarta: Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian
Indonesia, 2001), hlm. 24-47.
86Meidya Anugrah, “Tinjauan Hukum Pendirian Badan Hukum
Koperasi”, dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 5, Vol. 1, Tahun
2013, hlm. 1.
46 – Hukum Koperasi dan UKM
dokumen-dokumen yang berupa akta di bawah tangan, sebelum
disahkan oleh pejabat yang berwenang.87
Dalam mendapatkan status badan hukum, maka sebuah
badan hukum usaha koperasi menjadi subjek hukum yang
memiliki hak dan kewajiban, sehingga terhadap pihak ketiga
apabila diperlukan dapat dengan jelas dan tegas mengetahui
siapa yang dapat diminta bertanggungjawab atas jalannya usaha
badan hukum koperasi tersebut.88
Dengan diperoleh pengesahan terhadap akta pendirian yang
memuat anggaran dasar koperasi tersebut, maka koperasi
tersebut telah resmi memperoleh status sebagai suatu badan
hukum. Dengan statusnya sebagai suatu badan hukum, maka
status hukum antara koperasi sebagai suatu organisasi dan
status hukum para pendirinya sudah secara tegas terpisah. Hal
ini sangat berguna untuk membedakan pendiri dan anggotanya
dengan organisasi koperasi dalam operasional sehari-hari.
Menurut logika, pemisahan tegas secara status hukum ini
termasuk juga pemisahan secara tegas harta kekayaan
keduanya.89
Dalam kedudukan hukum seperti disebut diatas, apabila di
kemudian hari ternyata koperasi melakukan wanprestasi
misalnya dalam memenuhi kewajiban untuk membayar utang
kepada pihak ketiga, maka dengan status hukum yang demikian
menjadi jelas bahwa dapat ditentukan siapa yang akan
bertanggungjawab secara hukum terhadap cedera janji
(wanprestasi) tersebut.
Apabila wanprestasi tersebut kemudian dapat dibuktikan
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian Manager, maka
Manager yang dapat dituntut oleh kreditur, bahkan oleh seluruh
anggota koperasi. Namun, apabila wanprestasi bukan
disebabkan kesalahan teknis manajemen tetapi karena situasi
dan kondisi yang tidak dapat diatasi secara Managerial diluar

87Kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM, Buku Panduan Pelatihan


Calon Pejabat Pembuat Akta Koperasi (Jakarta, 2001), hlm. 2.
88Edwin, Analisis Hukum Atas Akta Pendirian Koperasi Dimana

Penandatanganan Akta Pendirian Didasarkan Kepada Surat Kuasa Dibawah


Tangan. Tesis. Medan: Program Magister Kenotariatan Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2019, hlm. 42.
89Karmila, Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Koperasi Menurut

Kepmen Nomor 98/KEP/M.KUKM/IX/2004. Tesis. Medan: Pasca Sarjana


USU, 2006, hlm. 89.
Hukum Koperasi dan UKM - 47
kemampuan Manager, maka tanggungjawab untuk mengatasi
wanprestasi berada pada badan usaha koperasi.90
Pentingnya arti dari status badan hukum bagi suatu badan
hukum koperasi yaitu adanya pemisahan terhadap status harta
kekayaan yang menjadi milik koperasi sebagai sebuah organisasi
dengan harta kekayaan pribadi milik koperasi sebagai sebuah
organisasi dengan harta kekayaan milik para anggota koperasi
dan para pendiri. Selanjutnya, apabila di kemudian hari koperasi
tersebut bangkrut, maka pihak ketiga tersebut kreditur tidak
dapat menuntut para anggota pendiri atau anggota koperasi itu
secara pribadi untuk bertanggungjawab melunasi semua utang-
utang atau kewajiban-kewajiban apabila ternyata tidak dapat
dibuktikan bahwa para anggota yang menjadi penyebab dari
terjadinya kebangkrutan itu. Sampai batas ini, anggota koperasi
hanya dapat dituntut untuk bertanggungjawab terhadap
kerugian yang diderita oleh koperasi hanya sebesar jumlah
simpanan yang mereka setorkan.91
Konsekuensi logis dari kedudukan suatu badan hukum
tersebut, maka secara tegas harus diatur pula mengenai hal-hal
yang menyangkut pembubaran dari badan hukum koperasi.
Secara hukum, apabila terjadi pembubaran dari sebuah badan
hukum, maka para anggota badan hukum tersebut dalam hal ini
koperasi hanya menanggung kerugian yang diderita badan
hukum koperasi itu masing-masing sebesar simpanan pokok,
simpanan wajib dan modal penyertaan yang telah
disetorkannya.92
Proses pendirian koperasi yang baik dan benar dapat
mengacu pada mekanisme yang sudah ada dan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Fase pembentukan/pendirian.
Koperasi sebagai suatu badan usaha, adalah merupakan
suatu bentuk perhimpunan orang-orang dan/atau badan
hukum koperasi dengan kepentingan yang sama. Oleh karena
koperasi ini biasanya didirikan oleh orang-orang yang
mempunyai alat dan kemampuan yang terbatas, yang
mempunyai keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dengan

90Ibid.
91Edwin,Op.Cit., hlm. 43.
92BudiUntung, Pembekalan Dasar Notaris Pembuat Akta Koperasi.
Makalah. Bali, Disampaikan pada Seminar Pembekalan Notaris Pembuat
Akta Koperasi di Bali pada tanggal 5 Juni 2004.
48 – Hukum Koperasi dan UKM
cara bergotong royong, maka prosedur atau persyaratan
pendiriannya diusahakan sesederhana mungkin, tidak
berbelit-belit, dengan persyaratan modal yang relatif kecil, dan
tanpa dipungut biaya yang tinggi. Persyaratan untuk
mendirikan koperasi yang biasanya telah terhitung dalam
undang-undang ataupun peraturan koperasi antara lain
adalah sebagai berikut:
a) Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus
mempunyai kepentingan ekonomi yang sama;
b) Orang-orang yang mendirikan koperasi harus mempunyai
tujuan yang sama;
c) Harus mematuhi syarat jumlah minimum anggota, seperti
telah dinamakan oleh pemerintah;
d) Harus memenuhi persyaratan wilayah tertentu, seperti
telah dinamakan oleh pemerintah; dan
e) Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi.93

Jika persyaratan tersebut telah ada, maka orang-orang


yang memprakarsai pembentukan koperasi tersebut
mengundang untuk rapat pertama, sebagai rapat pendirian
koperasi. Konsep anggaran dasar koperasi seharusnya telah
dipersiapkan terlebih dahulu oleh panitia pendiri, yang nantinya
dibahas dan disahkan dalam rapat pendirian. Dalam rapat
pendirian ini selain disahkan anggaran dasar koperasi juga
dibentuk pengurus dan pengawas. Setelah perangkat organisasi
koperasi terbentuk dalam rapat pendirian tersebut, maka untuk
selanjutnya pengurus koperasi (yang juga pendiri) mempunyai
kewajiban mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat
yang berwenang secara tertulis disertai Akta Pendirian Koperasi
dan Berita Acara Rapat Pendirian.94 Dalam akta pendirian
koperasi ini tentang Anggaran Dasar Koperasi yang telah
didirikan dalam rapat pendirian, serta tentang nama-nama
anggota pengurus (yang pertama) yang diberikan kewenangan
untuk melakukan kepengutusan dan mengajukan permohonan
pengesahan kepada pejabat yang berwenang.
Dalam pembentukan Koperasi untuk dipersiapkan dengan
matang oleh para pemrakarsa, dan melakukan kegiatan

93Andjar Pachta W,dkk., Manajemen Koperasi Teori dan Praktek


(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003), hlm. 51.
94Harsoyo Yohanes, Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan
(Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), hlm. 70.
Hukum Koperasi dan UKM - 49
penyuluhan, penerangan maupun latihan bagi para pemrakarsa
dan calon anggota untuk memperoleh pengertian dan kejelasan
mengenai perkoperasian.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Negara dan
Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 01/Per/M.KUKM/I/2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan Pengesahan Akta
Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, bahwa
dalam rapat persiapan pembentukan Koperasi dilakukan
penyuluhan Koperasi terlebih dahulu oleh pejabat dari instansi
yang membidangi Koperasi, kepada para pendiri. (Peraturan
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor 1 Tahun
2006).
Untuk pembentukan Koperasi tingkat Provinsi, Koperasi
sebelumnya konsultasi terlebih dahulu baik di Dinas/Kantor
yang membidangi Koperasi Kabupaten/Kota di mana Koperasi
berkedudukan dan ada beberapa yang konsultasi ke Dinas
Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi dan
minta untuk diadakan penyuluhan pada saat rapat
pembentukan Koperasi.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 tahun
1992 bahwa syarat pembentukan Koperasi primer dibentuk oleh
sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang dan untuk Koperasi
sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi
juga berdasarkan Peraturan Menteri Negara dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor: 01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembentukan Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, rapat pembentukan
Koperasi Primer dihadiri oleh sekurang-kurangnya 20 (dua
puluh) orang pendiri, sedangkan untuk Koperasi Sekunder
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi yang telah
berbadan hukum, yang diwakili oleh kuasanya.
Rapat pembentukan Koperasi dipimpin oleh seorang atau
beberapa orang dari pendiri atau kuasa pendiri. Rapat
pembentukan dihadiri oleh pejabat yang membidangi Koperasi
dengan ketentuan sebagai berikut:95

95Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor 10


tahun 2010.
50 – Hukum Koperasi dan UKM
a. Pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat nasional
dihadiri oleh Pejabat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah;
b. Pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat Provinsi
dihadiri oleh Pejabat Dinas/Instansi yang membidangi
Koperasi tingkat Provinsi;
c. Pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat
Kabupaten/Kota dihadiri oleh Pejabat Dinas/Instansi yang
membidangi Koperasi tingkat Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian bahwa pembentukan Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan Akta
Pendirian yang memuat Anggaran Dasar. Akta Pendirian
Koperasi adalah surat keterangan tentang pendirian sesuatu
koperasi yang berisi pernyataan dari para kuasa pendiri yang
ditunjuk dan diberi kuasa dalam suatu rapat pembentukan
Koperasi untuk menandatangani anggaran dasar pada saat
pembentukan Koperasi.96
Dalam rapat pembentukan koperasi, biasanya dibahas
mengenai pokok-pokok materi anggaran dasar koperasi, serta
susunan nama pengurus dan pengawas koperasi yang pertama.
Pelaksanaan rapat anggota pembentukan koperasi wajib
dituangkan dalam bentuk:
a. Berita acara rapat pendirian koperasi, yaitu hal-hal penting
dalam rapat yang disusun secara teratur dan rapi, serta
ditandatangani oleh Notaris pembuat akta koperasi, yang
dimaksud sebagai alat bukti tertulis.
b. Notulen rapat pendirian, yaitu laporan mengenai jalannya
rapat yang disusun secara teratur dan rapi, ditandatangani
dan dipimpin rapat dan sekretaris rapat atau salah seorang
peserta rapat sehingga mengikat dan merupakan dokumen
resmi.97

96Dwi Bunga Anggraini Simatupang, Akibat Hukum Penolakan


Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Yang Dibuat Notaris Oleh Kementerian
Koperasi (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28 Tahun 2013). Tesis
. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2019, hlm. 67.
97Burhanuddin S., Prosedur Mudah Mendirikan Koperasi (Yogyakarta:

Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 20-21.


Hukum Koperasi dan UKM - 51
Langkah-langkah dalam pembentukan koperasi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Dasar Pembentukan
Orang atau masyarakat yang menimbulkan koperasi mengerti
maksud dan tujuan koperasi serta kegiatan usaha yang akan
dilaksanakan oleh koperasi untuk meningkatkan pendapatan
dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mereka. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pembentukan koperasi adalah
sebagai berikut:98
a. Orang-orang yang mendirikan dari yang nantinya menjadi
anggota koperasi mempunyai kegiatan dan atau
kepentingan ekonomi yang sama. Kegiatan ekonomi yang
sama didirikan memiliki profesi atau usaha yang sama,
sedangkan kepentingan ekonomi yang mana didirikan
memiliki kebutuhan ekonomi yang sama.
b. Orang-orang yang mendirikan koperasi tersebut tidak
dalam keadaan cacat hukum, yaitu tidak sedang atau
terlibat masalah dengan hukum atau melakukan
penyimpangan yang bertentangan dengan hukum, juga
orang-orang yang terindikasi sebagai orang yang dapat
memecah belah gerakan koperasi. Para pendiri koperasi
harus orang-orang yang cakap hukum dan mampu
melakukan tindakan hukum.
c. Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak
secara ekonomi. Layak secara ekonomi dalam artian bahwa
usaha tersebut akan dikelola secara efisien dan mampu
menghasilkan keuntungan usaha dengan memperhatikan
faktor-faktor tenaga kerja, modal dan teknologi.
d. Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung
kegiatan usaha yang akan dilaksanakan tanpa menutup
kemungkinan memperoleh bantuan, fasilitas, dan pinjaman
dari pihak luar.
e. Kepengurusan dan manajemen harus disesuaikan dengan
kegiatan usaha yang akan dilaksanakan agar tercapai
efisiensi dalam pengelolaan koperasi.
2. Persiapan Pembentukan Koperasi

98PandjiAnoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi (Jakarta:


Bina Adiaksa, 2003), hlm. 8.
52 – Hukum Koperasi dan UKM
Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan dalam usaha
mendirikan koperasi adalah sebagai berikut:
a. Pembentukan koperasi harus dipersiapkan dengan matang
oleh pendiri. Persiapan tersebut antara lain; kegiatan
sosialisasi, penerangan maupun pelatihan bagi para pendiri
dan calon anggota untuk memperoleh pengertian dan
kejelasan mengenai perkoperasian.
b. Yang dimaksud pendiri adalah mereka yang hadir dalam
rapat pembentukan koperasi dan telah memenuhi
persyaratan keanggotaan serta menyatakan diri menjadi
anggota.
c. Para pendiri menyiapkan rapat pembentukan dengan cara:
menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
(AD/ART) dan rencana awal kegiatan usaha.
3. Rapat Pembentukan
Setelah usaha persiapan pembentukan koperasi dilakukan
selanjutnya diadakan rapat pembentukan dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Rapat Anggota dihadiri oleh sekurang-kurangnya 20 (dua
puluh) orang untuk koperasi primer dan 3 (tiga) koperasi
untuk koperasi sekunder;
b. Rapat pembentukan dipimpin oleh seorang/beberapa
pendiri atau kuasa pendiiri;
c. Yang dimaksud penguasa pendiri adalah beberapa orang
dari pendiri yang diberi kuasa dan sekaligus ditunjuk oleh
pendiri untuk pertama kalinya sebagai pengurus koperasi
untuk memproses penjualan permintaan pengesahan akta
pendirian koperasi dan menandatangani AD koperasi;
d. Apabila diperlukan dan atas permohonan para pendiri,
pejabat yang menangani urusan koperasi, Pengusaha kecil
dan Menengah dapat hadir dalam rapat pembentukan
untuk membantu kelancaran jalannya rapat dan
memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya;
e. Dalam rapat pembentukan tersebut perlu dibahas antara
lain, mengenai keanggotaa, usaha yang akan dilakukan,
modal sendiri, kepengurusan dan pengelolaan usaha serta
pengurusan AD/ART;

Hukum Koperasi dan UKM - 53


f. AD harus memuat sekurang-kurangnya sesuai dengan
regulasi yang sudah di atur yaitu Undang-Undang.; dan
g. Rapat harus mengambil keputusan dan kesepakatan
bersama terhadap hal-hal sebagaimana diatur dalam poin c
dan e untuk membuat acara rapat pembentukan koperasi.
4. Fase Pengesahan.
Atas dasar permohonan pengesahan yang dikumpulkan oleh
pengurus koperasi (juga merupakan pendiri) secara tertulis
tersebut, maka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak diterimanya permohonan pengesahan, pejabat yang
bersangkutan harus memberikan putusan apakah
permohonan tersebut diterima atau tidak. 99

Untuk mendapatkan pengesahan status Badan Hukum


Koperasi maka diperlukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengajuan permintaan pengesahan akta pendirian
Para pendiri atau kuasanya mengajukan permintaan
pengesahan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang
mendirikan akta pendirian koperasi, yaitu Dinas Koperasi,
Pengusaha Kecil, dan Menengah bagi pembentukan koperasi
primer dan sekunder yang beranggotakan orang-orang atau
badan hukum koperasi yang bertempat tinggal/berdomisili di
wilayah yang bersangkutan atau kepala-kepala Dinas
Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah provinsi bila
anggotannya berdomisili dalam satu provinsi atau kepala
Menteri Koperasi, pengusaha Kecil dan Menengah. Deputi
bidang kelembagaan bagi koperasi primer dan koperasi
sekunder yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum
koperasi yang anggotanya bertempat tinggal/berdomisili pada
beberapa provinsi.
2. Penelitian Anggaran Dasar Koperasi
Pejabat yang berwenang dalam bidang koperasi, pengusaha
kecil dan Menengah atau Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil
dan Menengah akan melakukan penelitian terhadap materi
anggaran dasar yang diajukan oleh pendiri atau kuasanya,
terutama mengenai keanggotaan, pedoman, kepengurusan
dan bidang usaha yang akan diajukan oleh koperasi harus

99Hendrojogi,Koperasi: Asas-asas, Teori dan Praktik, Edisi 4 (Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 38 .
54 – Hukum Koperasi dan UKM
layak secara ekonomi, Materi Anggaran Dasar tersebut tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang Perkoperasian
dan juga ketertiban umum serta kesusilaan.
3. Pengesahan Akta Pendirian Koperasi
Hasil penelitian pejabat yang berwenang serta yang
bersangkutan berpendapat bahwa Anggaran Dasar tersebut,
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perkoperasian
dan ketertiban umum serta kesusilaan, maka pejabat tersebut
mengesahkan akta pendirian koperasi dengan surat
keputusan atau nama Menteri Negara, yaitu Menteri Koperasi,
Pengusaha Kecil dan Menengah, Pengesahan akta pendirian
koperasi tersebut harus ditetapkan dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan
pengesahan secara lengkap.
Untuk mengajukan permintaan pengesahan akta pendirian
koperasi primer dan sekunder yang beranggotakan orang-
orang atau badan hukum koperasi yang berdomisili pada
beberapa provinsi maka Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi
dan Pengusaha Kecil Menengah berpendapat bahwa Anggaran
Dasar tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Perkoperasian dan ketertiban umum serta kesusilaan, maka
atas nama Menteri Negara Koperasi, Pengusaha Kecil dan
Menengah mengesahkan akta Pendirian Koperasi dengan
adanya surat keputusan dari Kementerian Koperasi, Usaha
Kecil dan Menengah yang di tandatangi Deputi I Bidang
Kelembagaan memberikan ijin pendirian dan Pengesahan,
akta pendirian tersebut harus ditetapkan paling lama 3 (tiga)
bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan
secara lengkap, Nomor dan tanggal surat keputusan
pengesahan akta pendirian koperasi merupakan nomor dan
tanggal perolehan status badan usaha yang berbentuk badan
hukum.
Surat Keputusan dan Pengesahan di atas dihimpun denga
cara dicatat dalam buku daftar namun dan setiap pendiri
dapat memperoleh salinan akta pendirian koperasi dari
pejabat yang berwenang sesuai tingkatan kewenangannya
berdasarkan surat keputusan menteri tersebut di atas. Surat
Keputusan dan pengesahan tersebut diumumkan dalam berita
Negara Republik Indonesai dan Biaya pengumumannya

Hukum Koperasi dan UKM - 55


dibebankan kepada Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil
dan Menengah.
Surat Keputusan akta pendirian harus disampaikan kepada
pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam waktu
paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan
ditetapkan. Akta pendirian koperasi yang bermaterai disimpan
di kantor Kementerian Usaha Kecil dan Menengah sebagai
Lembaga yang menaungi tentang Perkoperasian.
Jika permohonan pengesahan ini ditolak. Alasan-alasan
penolakan diberitahukan secara tertulis paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, para
pendiri/pengurus dapat mengajukan permohonan ulang
paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan
permohonan tersebut. Keputusan terhadap pengajuan
permohonan ulang ini, diberikan dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permohonan
ulang tersebut. Namun jika permohonan pengesahan tersebut
diterima, maka sejak saat itu koperasi akan berstatus badan
hukum. Pengesahan ini ditandai dengan dirumuskannya akta
pendirian koperasi tersebut (yang di dalamnya termuat pada
anggaran dasarnya), ke dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Dengan diperolehnya status sebagai badan hukum, maka
secara hukum, koperasi tersebut telah diakui keberadaannya
sebagai orang yang mempunyai kecakapan untuk bertindak
dalam koridor hukum, memiliki wewenang untuk mempunyai
harta kekayaan, melakukan perbuatan-perbuatan hukum
seperti; membuat perjanjian, menggugat dan digutat di muka
pengadilan, dan sebagainya, sehingga dengan demikian, telah
terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai suatu badan
usaha yang berbadan hukum maka koperasi adalah
merupakan subjek hukum.
4. Pengesahan Akta Notaris Dapat dilakukan Secara Daring
Seperti yang telah diketahui bahwa pada zaman sekarang ini
kemajuan teknologi sudah tidak bisa dibendung dan telah
memasuki dimana dunia terus berkembang dan beragam
inovasi tekonogi sekarang sudah menjadi bagian dari
kehidupan sehari-hari kita sehingga pada tahun 2018 ini
menjadi zaman nya era digital. Seperti halnya Program ini

56 – Hukum Koperasi dan UKM


ditujukan untuk membantu masyarakat dalam menghadapi
tantangan ekonomi digital.
Sesuai Undang-Undang Nomor23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa akta pendirian,
perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi
kewenangannya berada di Pemerintah Pusat. "Sehubungan
dengan hal tersebut untuk meningkatkan, mempercepat dan
mempermudah pelayanan kepada masyarakat khususnya
mengenai status kelembagaan dan tertib administrasi badan
hukum koperasi, maka kegiatan tersebut dilaksanakan secara
daring.
Menteri Koperasi dan UKM mengeluarkan Peraturan Menteri
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Koperasi. Pasal
45 Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa Menteri
mendelegasikan pengesahan Akta Pendirian, Perubahan
Anggaran Dasar, Penggabungan, Peleburan, Pembagian dan
Pembubaran Koperasi kepada Deputi Bidang Kelembagaan
dan dilakukan secara sistem elektronik.

B. Mekanisme Pendaftaran Koperasi


Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap.
Pertama adalah pengumpulan anggota, karena untuk
menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 (dua puluh)
anggota. Kedua, para anggota tersebut akan mengadakan rapat
anggota, untuk melakukan pemilihan pengurus koperasi (Ketua,
Sekretaris dan Bendahara). Setelah itu, koperasi tersebut harus
merencanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
koperasi tersebut. Lalu meminta perizinan dari Negara, barulah
bisa menjalankan koperasi dengan baik dan benar.
Dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Nomor 104.1/KEP/M.KUKM/IX/2002 BAB IV
tentang Akta Pendirian Koperasi Pasal 6 ayat (2) menyebutkan
bahwa permintaan pengesahan tersebut diajukan dengan
melampirkan:
a. Dua rangkap akta pendirian koperasi, satu diantaranya
bermeterai cukup dengan bentuk sebagaimana formulir 4;
b. Berita acara rapat pembentukan koperasi;
c. Surat kuasa;

Hukum Koperasi dan UKM - 57


d. Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang-
kurangnya sebesar simpanan pokok yang wajib dilunasi oleh
para pendiri;
e. Rencana kegiatan usaha koperasi minimal 3 (tiga) tahun
kedepan;
f. Susunan pengurus dan pengawas;
g. Daftar hadir rapat pembentukan;
h. Untuk koperasi primer melampirkan foto copy KTP dari para
pendiri; dan
i. Untuk koperasi sekunder melampirkan keputusan rapat
anggota masing-masing koperasi pendiri tentang persetujuan
pembentukan koperasi sekunder dan foto copy akta pendirian
serta anggaran dasar masing-masing koperasi sendiri.
Syarat-syarat tersebut diajukan kepada Pejabat yang
berwenang yaitu Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk memberikan
pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi. Wewenang untuk memberikan badan hukum
perkoperasian menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perkoperasian ada pada
Menteri, selanjutnya, Menteri dapat melimpahkan wewenang
tersebut pada pejabat perkoperasian di daerah untuk
memberikan badan hukum. Perolehan status badan hukum ini
selanjutnya mengalami perubahan bersamaan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
menggantikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 Tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian.
Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian yang menyebutkan “koperasi memperoleh
status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh
Pemerintah”. Kemudian ini dipertegas lagi dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 1994 tentang Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Anggaran Dasar
Koperasi yang menyebutkan “Koperasi memperoleh status Badan
Hukum setelah Akta Pendiriannya disahkan oleh Menteri”.
Ketentuan ini lebih khusus lagi dijelaskan dalam Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor
123/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Penugasan Pejabat yang
berwenang untuk memberikan Pengesahan Akta Pendirian
58 – Hukum Koperasi dan UKM
Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi di tingkat
Nasional dan ketentuan ini lebih khusus lagi dijelaskan dalam
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 124/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang
Penugasan Pejabat yang berwenang untuk memberikan
Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan, Anggaran Dasar serta
Pembubaran Koperasi. Akhirnya melalui Surat Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan MenengahNomor
98/KEP/M.KUKM/IX/2004, tugas pembuatan Akta Pendirian,
Perubahan Anggaran Dasar serta Pembubaran Koperasi
dilaksanakan oleh Notaris.

C. Pengesahan Badan Hukum Koperasi


Berdasarkan Pasal 6 Ayat (3) Peraturan Menteri Koperasi
Nomor 10 Tahun 2015 menyebutkan bahwa para pendiri
koperasi atau kuasanya mengajukan permohonan pengesahan
akta pendirian koperasi secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang melalui Notaris. Dikeluarkanya surat Kepala Dinas
Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah nomor :
518/190/2006 tanggal 20 Februari 2006 perihal Rekomendasi
Pengesahan Permohonan Pendirian Koperasi dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi, maka dalam permintaan pengesahan
akta pendirian Koperasi harus ada rekomendasi dari
Dinas/Kantor Yang Membidangi Koperasi Kabupaten/Kota di
mana Kopersai berdomisili. Dinas/Kantor Yang Membidangi
Koperasi Kabupaten/Kota sebelum mengeluarkan surat
rekomendasi juga melakukan pengecekan terhadap berkas-
berkas lampiran yang akan diajukan ke Dinas Pelayanan
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, bila berkas belum lengkap
maka untuk dilengkapi terlebih dahulu dengan maksud bahwa
adanya koordinasi antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi
sehingga Kabupaten/Kota dimana Koperasi berdomisili
mengetahui adanya pendirian Koperasi dan setelah disahkan
untuk bersama-sama melakukan pembinaan terhadap Koperasi
tersebut.
Berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Menteri Koperasi
Nomor 10 Tahun 2015 permohonan pengesahan Akta Pendirian
Koperasi diajukan dengan melampirkan dokumen berupa:

Hukum Koperasi dan UKM - 59


a. Surat keterangan persetujuan penggunaan nama Koperasi
dari Pejabat;
b. 2 (dua) rangkap akta pendirian koperasi, 1 (satu)
diantaranya bermaterai cukup;
c. Surat kuasa pendiri;
d. Notulen rapat pembentukan koperasi;
e. Berita acara rapat Pembentukan Koperasi;
f. Akta Pendirian koperasi yang dibuat dan ditandatangani
oleh Notaris;
g. Surat bukti jumlah setoran simpanan pokok dan
simpanan wajib sebagai modal awal;
h. Surat keterangan domisili;
i. Rencana kegiatan usaha koperasi minimal 3 (tiga) tahun
kedepan dan Rencana Anggaran Belanja dan Pendapatan
Koperasi; dan
j. Surat permohonan izin usaha Simpan Pinjam/Unit Usaha
Simpan Pinjam atau koperasi jenis lain yang memiliki unit
simpan pinjam.
Adapun proses pengesahan badan hukum koperasi:
1. Dasar hukum
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
c. Peraturan Menteri Nomor 01 Tahun 2006 yaitu tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta
pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
2. Koperasi sebaiknya dibentuk oleh sekelompok orang/anggota
masyarakat yang mempunyai kegiatan dan kepentingan
ekonomi yang sama.
3. Langkah awal pendirian koperasi dimulai dengan penyuluhan
tentang perkoperasian agar kelompok masyarakat yang ingin
mendirikan koperasi tersebut memahami dan mengenai
perkoperasian, sehingga anggota koperasi nantinya benar-
benar memahami nilai dan prinsip koperasi dan paham akan
hak dan kewajibannya sebagai anggota koperasi.
4. Proses pendirian koperasi dimulai pelaksanaan rapat
pembentukan koperasi, untuk koperasi primer sekurang-
kurangnya 20 (dua puluh) orang, untuk koperasi sekunder
dihadiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi primer melalui
wakil-wakilnya.
60 – Hukum Koperasi dan UKM
5. Rapat pembentukan koperasi dihadiri oleh pejabat
Dinas/Instansi yang membidangi koperasi setempat,
bertujuan untuk memberi arahan dan melihat proses
pelaksanaan rapat pembentukan, sebagai narasumber, untuk
meneliti konsep anggaran dasar yang dibuat oleh para pendiri
sebelum di aktekan oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi.
Apabila memungkinkan rapat pembentukan koperasi tersebut
juga dapat dihadiri oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi.
6. Dalam rapat pembentukan akan dibahas mengenai Anggaran
Dasar Koperasi yang memuat antara lain:
a. Nama dan tempat kedudukan.
b. Maksud dan tujuan.
c. Bidang usaha.
d. Keanggotaan.
e. Rapat anggota.
f. Pengurus dan pengawas.
g. Sisa hasil usaha.
7. Pembentukan atau penyusunan Akta Pendirian Koperasi
tersebut dibuat di hadapan Notaris Pembuat Akta Koperasi
yang dimaksud.
8. Selanjutnya Notaris atau kuasa pendiri mengajukan
permohonan pengesahan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang, yaitu:
a. Untuk koperasi primer dan sekunder yang anggotanya
tersebar dilebih dari 1 (satu) Provinsi adalah Deputi Bidang
Kelembagaan Koperasi dan UKM, Kementerian Koperasi
dan UKM.
b. Untuk koperasi primer yang anggotanya meliputi 1 (satu)
Provinsi adalah Kepala Dinas/Kantor/Badan yang
menangani urusan perkoperasian setempat.
c. Untuk koperasi primer yang anggotanya meliputi 1 (satu)
Kabupaten / Kota adalah Kepala Dinas/Kantor/Badan
yang menangani urusan perkoperasian setempat.
9. Pejabat yang berwenang akan melakukan:
a. Penelitian terhadap materi Anggaran dasar yang diajukan.
b. Pengecekan terhadap keberadaan koperasi tersebut.
10. Apabila permohonan diterima maka pengesahan selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan sejak berkas diterima lengkap.
11. Jika permohonan ditolak maka keputusan penolakan dan
alasannya disampaikan kembali kepada kuasa pendiri paling
lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan diajukan.

Hukum Koperasi dan UKM - 61


12. Terhadap penolakan, para pendiri dapat mengajukan
permintaan ulang pengesahan akta pendirian koperasi dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. Keputusan terhadap
permintaan ulang tersebut diberikan paling lambat 1 (satu)
bulan.
Pembentukan koperasi yang mempunyai unit usaha simpan
pinjam perlu ditambahkan:
1. Surat bukti penyetoran modal tetap Usaha Simpan Pinjam
(USP) pada koperasi primer sekurang-kurangnya Rp.
15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) untuk USP pada koperasi sekedar
berupa deposito pada Bank Pemerintah yang disetorkan atas
nama Menteri Koperasi Pengusaha Kecil cq. Ketua Koperasi
yang bersangkutan.
2. Rencana kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, yang
menjelaskan antara lain:
a. Rencana penghimpunan dana simpanan meliputi:
1) simpanan (tabungan dan / atau simpanan berjangka )
yang akan dipasarkan; dan
2) ketentuan yang mengatur tentang penyetoran,
penarikan, imbalan serta sistem dan prosedurnya -
jumlah simpanan yang diproyeksikan.
b. Rencana pemberian pinjaman, meliputi:
1) jenis pinjaman
2) ketentuan yang mengatur tentang jumlah pinjaman
maksimal untuk masing-masing jenis pinjaman, tingkat
bunga / imbalan, jangka waktu pinjaman, serta sistem
dan prosedurnya
3) Jumlah pemberian pinjaman yang diproyeksikan.
c. Rencana penghimpunan modal sendiri, berasal dari
simpanan pokok, simpanan wajib, modal penyertaan, hibah
maupun cadangan.
d. Rencana modal pinjaman.
e. Rencana pendapatan dan beban.
f. Rencana dibidang organisasi dan sumber daya manusia
meliputi:
1) Struktur organisasi
2) Uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab.
3) Jumlah karyawan.
3. Administrasi dan pembukuan koperasi, antara lain meliputi:
a. Blanko permohonan menjadi anggota.
b. Blanko permohonan pengunduran diri sebagai anggota.
62 – Hukum Koperasi dan UKM
c. Buku daftar anggota.
d. Buku daftar simpanan anggota.
e. Blanko tabungan dan/atau simpanan berjangka.
f. Blanko administrasi pinjaman yang diberikan.
g. Blanko administrasi hutang yang diterima.
h. Blanko administrasi modal sendiri.
i. Formulir perjanjian pinjaman
4. Nama dan riwayat hidup Pengurus, Pengawas dan calon
Pengelola, dengan melampirkan:
a. Sertifikat pelatihan simpan pinjam dan/atau surat
keterangan telah mengikuti magang usaha simpan
pinjam/atau surat keterangan berpengalaman bekerja
dibidang keuangan.
b. Surat keterangan berkelakuan baik dari yang berwenang
yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah
melakukan tindakan tercela atau dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana dibidang keuangan atau tindak
pidana lainya.
c. Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga
dengan pengurus sampai derajat ke 1 (satu).
5. Daftar sarana kerja, memuat antara lain:
a. Kantor, meja dan kursi kerja.
b. Alat hitung.
c. Tempat menyimpan uang atau brankas.
d. Tempat menyimpan buku administrasi dan pembukuan.
6. Surat perjanjian kerja antara Pengurus Koperasi dengan
Pengelola Manager/ Direksi.
Materi muatan dalam Anggaran Dasar Koperasi sekurang-
kurangnya meliputi:
a. Daftar nama sendiri.
b. Nama dan tempat kedudukan.
c. Landasan dan asas.
d. Maksud dan tujuan serta bidang usaha.
e. Ketentuan mengenai keanggotaan.
f. Ketentuan mengenai rapat anggota.
g. Ketentuan mengenai pengurus.
h. Ketentuan mengenai pengawas.
i. Ketentuan mengenai pengelola.
j. Ketentuan mengenai permodalan.
k. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya koperasi.
l. Ketentuan mengenai sisa hasil usaha.
m.Ketentuan mengenai sanksi.
Hukum Koperasi dan UKM - 63
n. Ketentuan mengenai pembubaran.
o. Ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar.
p. Ketentuan mengenai anggaran rumah tangga dan peraturan
khusus.
Selain melampirkan tersebut di atas, pendiri juga diminta
tambahan lampiran yang berupa:
1. Surat pernyataan dari Pengurus dan Pengawas tidak ada
hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat
ketiga dengan pengurus lain dan pengawas.100
2. Foto copy kartu keluarga.
3. Surat pernyataan tidak akan membuka Kantor Cabang,
Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas bagi KSP/ USP dan
KJKS/UJKS sebelum melaksanakan kegiatan simpan pinjam
sekurang-kurangnya 2 ( dua) tahun.101
Didalam akta pendirian atau anggran dasar suatu koperasi
yang dibuat oleh dan ditandatangani dihadapan Notaris harus
dicantumkan nama-nama anggota atau orang-orang yang
dipercaya dan ditunjuk untuk duduk dalam organ Manajemen
koperasi. Selanjutnya setelah semua pendiri masing-masing

100Aturanini dibuat disebabkan sekarang ini banyak Koperasi berdiri


yang anggota-anggotanya adalah keluarga sehingga pengurus dan pengawas
masih ada hubungan keluarga, sehingga rawan sekali karena Koperasi-
Koperasi tersebut menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam, juga banyak
Koperasi yang badan hukumnya belum berumur 2 (dua) tahun sudah
membuka Kantor Cabang tanpa ijin dari Dinas/Kantor yang membidangi
Koperasi dan penambahan lampiran tersebut dibenarkan karena dalam Pasal
7 ayat 1 e Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006, menyebutkan dapat melampirkan dokumen
lain yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha
Kecil, Menengah Nomor : 19/KEP/M/II/2000 tentang Pedoman Kelembagaan
dan Usaha Koperasi bahwa persyartan untuk menjadi Pengurus maupun
Pengawas tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda
sampai derajat ketiga dengan pengurus lain dan pengawas.
101Untuk lampiran surat pernyataan tidak boleh membuka Kantor

Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas sebelum melaksanakan


kegiatan simpan pinjam sekurang-kurangnya 2(dua) tahun, ini sesuai dengan
Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor:
351/KEP/M/XII/1998, bahwa untuk mendapatkan jarak pelayanan dan
meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggota, baik pelayanan jasa
simpanan maupun pemberian pinjaman KSP dan USP melalui koperasinya
dapat mendirikan jaringan pelayanan berupa Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu dan Kantor Kas. Pendirian jaringan pelayanan barudapat
dilaksanakan setelah KSP dan USP melalui Koperasi yang bersangkutan telah
melaksanakan kegiatan simpan pinjam sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
64 – Hukum Koperasi dan UKM
menandatangani berita acara (minuta) pendiran dihadapan
Notaris, Notaris juga berkewajiban membacakan dan
menjelaskan isi akta kepada para pendiri, anggota dan kuasanya
sebelum akta ditanda tangani sesuai pasal 8 Keputusan Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia
Nomor 98 Tahun 2004.
Proses di Kantor Notaris, biasanya dalam satu minggu
Notaris akan memberikan salinan akta tersebut kepada semua
anggota pendiri. Pada pinsipnya, setelah penandatanganan
minuta atau berita acara akta pendirian atau anggaran dasar
dilakukan, koperasi dan organ-organ yang telah ditunjuk telah
dapat melaksanakan tugas, hak dan kewajibannya masing-
masing tanpa perlu menunggu salinan Notaris. Pengurus dan
atau pengelola sudah dapat meminta para anggota koperasi
untuk mengadakan rapat umum anggota pertama untuk
membahas dan menetapkan rencana kerja koperasi yang akan
dilaksanakan oleh pengurus atau pengelola.
Demikian pula halnya para pengurus dan pengawas, telah
dapat secara aktif menjalankan tugas dan pekerjaannya masing-
masing sesuai dengan aturan yang ditulis didalam anggaran
dasar. Dengan kata lain, pengelola atau disebut para pendiri
koperasi sudah dapat menjalankan tugasnya dikantor Koperasi
dan memimpin pengelolaan suatu koperasi dan menyusun
prioritas program kerja sendiri yang akan dilaksanakannya
bersam-sama dengan anggota pengurus lain. Apabila dirasa
perlu maka dengan persetujuan pengurus, dapat mengangkat
karyawan yang akan membantunya dalam pekerjaan sehari-hari,
seperti tenaga administrasi, penjaga gudang, sopir dan lain
sebagainya.
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun
1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta
Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, yang
berwenang memberikan pengesahan akta pendirian Koperasi
dan pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi adalah
Menteri Koperasi.
Untuk efektifitas dan efisiensi pemberian pelayanan
pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan
pembubaran Koperasi kepada masyarakat, wewenang tersebut
oleh Menteri dilimpahkan kepada pejabat yang secara teknis
bertanggungjawab dalam bidang Perkoperasian di tingkat

Hukum Koperasi dan UKM - 65


Propinsi/Daerah Istimewa dan Kabupaten/Kota. Untuk
kepentingan tersebut Menteri mengeluarkan Surat Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagai
berikut:
1. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor: 123/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Dalam Rangka
Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan
Pembubaran Koperasi Pada Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Keputusan tersebut menugaskan kepada:
a. Gubernur untuk melakukan pengesahan akta pendirian ,
perubahan anggaran dasar dan pembubaran Koperasi
primer dan Koperasi sekunder yang anggotanya berdomisili
lebih dari satu Kabupaten/ Kota dalam wilayah
Propinsi/Daerah Istimewa yang bersangkutan.
b. Bupati/Walikota untuk melakukan pengesahan akta
pendirian, perubahan anggaran dasar dan pembubaran
Koperasi primer dan Koperasi sekunder yang anggotanya
berdomisili diwilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
2. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor: 124/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang
Penugasan Pejabat Berwenang Untuk Memberikan
Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan
Pembubaran Koperasi di Tingkat Nasional.
Keputusan tersebut menugaskan Deputi Bidang
Kelembagaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
untuk memberikan pengesahan akta pendirian, perubahan
anggaran dasar dan pembubaran Koperasi primer dan sekunder
yang anggotanya berdomisili lebih dari satu Propinsi/Daerah
Istimewa.
Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian, Koperasi memperoleh status badan
hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah
Demikian juga dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 4
Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi bahwa
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta
pendiriannya disahkan. Dalam penjelasan Pasal 3 tersebut di
atas dengan status badan hukum bagi Koperasi mengikat baik
kedalam maupun keluar. Mengikat kedalam artinya Pengurus
66 – Hukum Koperasi dan UKM
maupun anggota Koperasi terikat pada ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga. Sedangkan mengikat keluar artinya, semua
perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama
Koperasi dan untuk kepentingan Koperasi menjadi
tanggungjawab Koperasi.
Koperasi diakui sebagai badan hukum adalah suatu badan
yang ada karena hukum dan memang diperlukan
keberadaannya sehingga disebut legal entity. 102 Sebagaimana
halnya dengan pendirian suatu badan hukum, maka pendirian
suatu Koperasi tidak dapat digolongkan pada suatu perjanjian
obligatoir, tetapi merupakan tindakan hukum berganda
berdasarkan pada aturan hukumnya sendiri serta formil
sifatnya.103
Badan Hukum adalah organisasi atau kelompok manusia
yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak
dan kewajiban.104 Badan hukum itu bertindak sebagai satu
kesatuan dalam lalu lintas lintas hukum seperti orang. Hukum
menciptakan badan hukum oleh karena pengakuan organisasi
atau kelompok manusia sebagai subyek hukum.105 Menurut
Sudikno Mertokusumo subyek hukum adalah segala sesuatu
yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Yang
dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum tidak hanya
manusia saja tetapi juga badan hukum.106
Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) jo Pasal 4 (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, dengan telah disahkannya
Akta Pendirian Koperasi Simpan pinjam dan Akta Pendirian
Koperasi yang membuka Unit Usaha Simpan Pinjam maka
pengesahan tersebut berlaku sebagai izin usaha. Yang dimaksud
dengan pengesahan akta pendirian Koperasi berlaku sebagai izin
usaha menurut penjelasan Pasal 3 ayat (3) tersebut adalah
dengan dikeluarkannya surat keputusan pengesahan Akta

102Budi Untung, Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia


(Yogyakarta: Andi, 2005), hlm. 31.
103Ibid.
104Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar)
(Yogyakarta: Liberty, 1986), hlm. 53
105Ibid.
106Ibid.

Hukum Koperasi dan UKM - 67


Pendirian Koperasi tersebut sudah dapat melaksanakan kegiatan
usaha simpan pinjam.107
Ketentuan tersebut juga diatur dalam petunjuk teknis yaitu
Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah
Nomor: 351/KEP/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, bahwa
pengesahan pendirian Koperasi Simpan Pinjam atau Unit
Simpan Pinjam Koperasi berlaku sebagai izin usaha, sehingga
Koperasi Simpan Pinjam maupun Unit Simpan Pinjam Koperasi
langsung dapat melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.

D. Evaluasi
1. Jelaskan mengapa koperasi harus berbadan hukum?
2. Jelaskan syarat pembentukan koperasi primer berdasarkan
Pasal 6 Undang-Undang Nomor25 Tahun 1992?
3. Jelaskan bagaimana persiapan pembentukan koperasi?
4. Jelaskan syarat permohonan pengesahan koperasi sebagai
badan hukum?
5. Jelaskan siapa yang berhak untuk memberikan pengesahan
akta pendirian koperasi!

107Safitri
Handayani, Akta Pendirian Koperasi Yang Dibuat Notaris Dan
Akibat Penolakan Pengesahan Oleh Dinas Pelayanan Koperasi Dan Usaha
Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah. Tesis. Semarang: Program
Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Dipoengoro, 2007, hlm. 42.
68 – Hukum Koperasi dan UKM
BAB V

HUBUNGAN ANTARA UKM & KOPERASI

Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional


Khusus
Mahasiswa Mampu Ketepatan untuk menelaah
memahami dan menjelaskan hubungan antara usaha
Hubungan Antara usaha kecil kecil menengah (UKM) dan
menengah (UKM) Dan Koperasi.
Koperasi.

A. Peran UKM dalam Kerangka Ekonomi Kerakyatan


Ketika berbicara tentang usaha kecil menengah maka tidak
terlepas juga dari koperasi. Relasi antara usaha kecil menengah
dan koperasi sama-sama bergerak dalam bidang ekonomi
kerakyatan. Ekonomi kerakyatan dalam arti yang lebih luas
mencakup kehidupan petani, nelayan, pedagang asongan,
tukang ojek dan pedagang kaki lima, yang berbagai kepentingan
ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu atau
diperjuangkan melalui koperasi. Kepentingan-kepentingan
ekonomi rakyat model inilah yang sebenarnya kurang mendapat
perhatian oleh para pengambil kebijakan ekonomi.108
Dalam beberapa dekade belakangan ini perkembangan
koperasi di Indonesia, terutama di daerah pedesaan berkembang
begitu pesat. Berbagai jenis koperasi yang berdiri disokong
sepenuhnya oleh pemerintah, dengan menerbitkan beberapa
regulasi yang bertujuan untuk memajukan koperasi di
Indonesia. Salah satu pembuktiannya adalah dengan
terbentuknya dinas keuangan mikro yang dapat memberikan
bantuan finansial kepada koperasi yang sedang beroperasi.
Harapan pemerintah tentunya perkembangan koperasi dapat
meringankan serta membantu masyarakat Indonesia mengatasi

108Mukhtar Abdul Kader, “Peran UKM Dan Koperasi Dalam


Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan Di Indonesia”, dalam Jurisma: Jurnal Riset
Bisnis dan Manajemen, Vol. VIII, Nomor1, Tahun 2018, hlm. 17.
Hukum Koperasi dan UKM - 69
masalah-masalah sosial seperti pengangguran dan kemiskinan.
Dalam konteks seperti inilah koperasi memiliki peranan yang
sangat penting sebagai sarana untuk mempertinggi
kesejahteraan rakyat, alat pendemokrasian ekonomi sosial,
sebagai salah satu urat nadi perekonomian Indonesia, serta
sebagai alat pembina masyarakat untuk memperkokoh
kedudukan ekonomi serta turut serta mengatur tata laksana
perekonomian rakyat yang merupakan fungsi koperasi
Indonesia.109
Koperasi adalah usaha bersama yang dalam menjalankan
kegiatan usahanya dalam melibatkan seluruh anggota yang ada
secara gotong royong lazimnya seperti dalam kegiatan suatu
keluarga. Semangat kebersamaan ini tidak saja dalam bentuk
gotong royong serta bertanggung jawab atas kegiatan usaha
koperasi tetapi juga dalam bentuk memiliki modal bersama.110
Narasi tersebut menjelaskan bahwa peran koperasi sangat
penting dalam menumbuhkembangkan potensi ekonomi
masyarakat serta dapat mewujudkan kehidupan demokrasi
ekonomi yang memiliki ciri-ciri demokratis, kebersamaan dan
kekeluargaan serta keterbukaan. Artinya inti dari jati diri
koperasi adalah semangat kekeluargaan dan gotong royong
dalam membangun usaha bersama sebagaimana dimaksudkan
dalam konstitusi sebagai Demokrasi Ekonomi.111
Konsep dari ekonomi kerakyatan berbasis pada kekuatan
ekonomi yang ada pada rakyat. Pada sistem ekonomi
kerakyatan, menempatkan ekonomi rakyat sendiri adalah
sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh
mayoritas rakyat. Hal ini terkenal dengan secara swadaya,
mengelola sumber daya ekonomi apa saja yang dapat
diusahakan dan dikuasainya.112
Sistem ekonomi kerakyatan yang mengandung arti suatu
sistem ekonomi partisipatif yang memberikan akses sebesar-
besarnya secara adil dan merata bagi seluruh lapisan

109Tiktik Sartika Partomo, Ekonomi Koperasi, Edisi 1 (Bogor: Ghalia


Indonesia, 2009), hlm. 36.
110R.T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia,

Cet. II (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 39.


111Herman Suryosukmoro dan Hikmatul Ula, “Menelaah Koperasi Era

Omnibus Law”, dalam Mulawarman Law Review, Vol. 5, Nomor2, Desember


2020, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, hlm. 81.
112Mukhtar Abdul Kader, Loc. Cit.

70 – Hukum Koperasi dan UKM


masyarakat baik ketika dalam proses produksi, distribusi, serta
konsumsi nasional serta meningkatkan kapasitas dan
pemberdayaan masyarakat, maupun dalam mekanisme
penyelenggaraan yang senantiasa memerhatikan fungsi sumber
daya alam dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan untuk
mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia secara berkelanjutan. Maksud seperti itu juga
terkandung dalam pemikiran dasar sistem ekonomi kerakyatan
sebagaimana yang secara inheren termaktub dalam filosofi dasar
negara ini. Perekonomian rakyat itu sendiri hendaknya diartikan
sebagai semua kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh dan
untuk kepentingan orang banyak, baik dalam kedudukannya
sebagai produsen, pedagang maupun sebagai konsumen.113
Ekonomi kerakyatan (Demokrasi Ekonomi) adalah sistem
ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas kekeluargaan, dimana produksi dikerjakan
oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat (rakyat) dalam upaya
mengendalikan jalannya roda perekonomian.114 Ekonomi
kerakyatan juga dimaknai sebagai tata laksana ekonomi yang
bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang
memberi dampak pada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan
ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang
dilakukan oleh rakyat kecil.115
Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan sistem ekonomi
yang mengacu pada amanat konstitusi nasional, sehingga
landasan konstitusionalnya adalah produk hukum yang
mengatur (terkait dengan) perikehidupan ekonomi nasional,
yaitu:
1. Pancasila (Sila Ketuhanan, Sila Kemanusiaan, Sila Persatuan,
Sila Kerakyatan, dan Sila Keadilan Sosial).
2. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.

113Ibid.
114Revrisond Baswir, Agenda Ekonomi Kerakyatan (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 1997).
115 Mukhtar Abdul Kader, Op. Cit., hlm. 20.

Hukum Koperasi dan UKM - 71


3. Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan
sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.
4. Pasal 31 UUD 1945: “Negara menjamin hak setiap warga
negara untuk memperoleh pendidikan”.
5. Pasal 33 UUD 1945:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
3) Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
6. Pasal 34 UUD 1945: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar
diperlihara oleh negara.
Sistem Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilai-nilai
Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya
adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi
Pancasila,116 yang nilai-nilai dasarnya adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan, dimana “roda kegiatan ekonomi bangsa
digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral”.
2. Kemanusiaan, yaitu: “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak
kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan
sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya
ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”.
3. Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana
“nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin
jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang
kuat, tangguh, dan mandiri”.
4. Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi Ekonomi): “demokrasi
ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan
usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi
perorangan dan masyarakat”.
5. Keadilan Sosial, yaitu: “keseimbangan yang harmonis, efisien,
dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi
ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan

116Mubyarto, Ekonomi Kerakyatan Program IDT dan Demokrasi


Indonesia, Edisi II, Cet. I (Yoyakarta: Aditya Media, 1997).
72 – Hukum Koperasi dan UKM
bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.

Berdasarkan bunyi kalimat pertama penjelasan Pasal 33


UUD 1945, dapat dirumuskan perihal substansi ekonomi
kerakyatan dalam garis besarnya mencakup 3 (tiga) hal sebagai
berikut:
1. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses
pembentukan produksi nasional. Partisipasi seluruh anggota
masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional
menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem
ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting untuk
menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumber daya
nasional, tetapi juga penting sebagai dasar untuk memastikan
keikutsertaan seluruh anggota masyarakat turut menikmati
hasil produksi nasional tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi
Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan: “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.
2. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut
menikmati hasil produksi nasional. Artinya dalam rangka
ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota
masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional,
termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu
antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang
menyatakan: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara
oleh negara”. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau
demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem
jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar di
Indonesia.
3. Kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil
produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan
atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Artinya, dalam
rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota
masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek kegiatan
ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar
menjadi subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian,
walaupun kegiatan pembentukan produksi nasional dapat
dilakukan oleh para pemodal asing, tetapi penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pimpinan
dan pengawasan anggota-anggota masyarakat. Unsur ekonomi
kerakyatan yang ketiga ini mendasari perlunya partisipasi
Hukum Koperasi dan UKM - 73
seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau
faktor-faktor produksi nasional. Modal dalam hal ini tidak
hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital),
tetapi mencakup pula modal intelektual (intelectual capital)
dan modal institusional (institutional capital). Sebagai
konsekuensi logis dari unsur ekomomi kerakyatan yang ketiga
tersebut, negara wajib untuk secara terus-menerus
mengupayakan terjadinya peningkatan kepemilikan ketiga
jenis modal tersebut secara relatif merata di tengah-tengah
masyarakat.
4. Demokratisasi modal material: negara tidak hanya wajib
mengakui dan melindungi hak kepemilikan setiap anggota
masyarakat. Negara juga wajib memastikan bahwa semua
anggota masyarakat turut memiliki modal material. Jika ada
di antara anggota masyarakat yang sama sekali tidak memiliki
modal material, dalam arti terlanjur terperosok menjadi fakir
miskin atau anak-anak terlantar, maka negara wajib
memelihara mereka.
5. Demokratisasi modal intelektual; dalam arti negara wajib
menyelenggarakan pendidikan nasional secara cuma-cuma.
Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi
ekonomi, penyelenggaraan pendidikan berkaitan secara
langsung dengan tujuan pendirian negara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak boleh
dikomersilkan. Negara memang tidak perlu melarang jika ada
pihak swasta yang menyelenggarakan pendidikan, tetapi hal
itu sama sekali tidak menghilangkan kewajiban negara untuk
menanggung biaya pokok penyelenggaraan pendidikan bagi
seluruh anggota masyarakat membutuhkannya.
6. Demokratisasi modal institusional: bahwa tidak ada keraguan
sedikit pun bahwa negara memang wajib melindungi
kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk berserikat,
berkumpul dan menyatakan pendapat. Secara khusus hal itu
diatur dalam Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.
Kemerdekaan anggota masyarakat untuk berserikat,
berkumpul, dan menyatakan pendapat tersebut tentu tidak
terbatas dalam bentuk serikat-serikat sosial dan politik, tetapi
meliputi pula serikat-serikat ekonomi. Sebab itu, tidak ada
sedikit pun alasan bagi negara untuk meniadakan hak
anggota masyarakat untuk membentuk serikat-serikat
74 – Hukum Koperasi dan UKM
ekonomi seperti serikat tani, serikat buruh, serikat nelayan,
serikat usaha kecil-menengah, serikat kaum miskin kota dan
berbagai bentuk serikat ekonomi lainnya, termasuk
mendirikan koperasi.117

Ciri-ciri sistem ekonomi kerakyatan adalah:


1. Peranan vital negara (pemerintah). Sebagaimana ditegaskan
oleh Pasal 32 ayat (2) dan (3) UUD 1945, negara memainkan
peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi
kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai
pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian
Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk
menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara
dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan
berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah agar
kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan
daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampak
produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang
memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir
orang yang berkuasa.
2. Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan
keberlanjutan.Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem
ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan
bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan
tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan
berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara
komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif
dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek
kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang
tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan
stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan
keberlanjutan.
3. Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah,
mekanisme pasar, dan kerjasama (koperasi). Mekanisme
alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas
mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-

117Mukhtar Abdul Kader, Op. Cit., hlm. 21-22.


Hukum Koperasi dan UKM - 75
satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga
didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha
bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat
diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang
sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
4. Pemerataan penguasaan faktor produksi.Dalam rangka itu,
sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945,
penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi
kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus
melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara
memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi
kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses
sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-
faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat
inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
5. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian. Dilihat dari sudut
Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam
memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang
menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun
perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan.
Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan
perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan
bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam
lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut
menjadi anggota koperasi.
6. Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan.
Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang
membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk
perusahaan yang lain. Diantaranya adalah pada
dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu
diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau
anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta,
"Pada koperasi tidak ada majikan dan tidak ada buruh,
semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan
keperluan bersama". Karakter utama ekonomi kerakyatan
atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada
dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari
wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara
lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai
anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara
makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi

76 – Hukum Koperasi dan UKM


rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas
kemakmuran orang seorang.
7. Kepemilikan saham oleh pekerja. Dengan diangkatnya
kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem
perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak
hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak
perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada
tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat
penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus
dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya
dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan
dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-
pola Kepemilikan Saham oleh Pekerja. Penegakan kedaulatan
ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat
di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan
dengan menerapkan prinsip tersebut.118

Berdasarkan narasi tersebut di atas, dapat ditegaskan


bahwa tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi
kerakyatan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan
kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda
perekonomian. Apbila tujuan ekonomi kerakyatan itu dijabarkan
lebih dalam, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan secara
garis besarnya ada 5 (lima) hal sebagai berikut:
1. Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi
seluruh anggota masyarakat;
2. Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota
masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan
anak-anak terlantar;
3. Terdistribusinya kepemilikan modal material secara relatif
merata di antara anggota masyarakat;
4. Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi
setiap anggota masyarakat; dan
5. Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk
mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.119

Konsep ekonomi kerakyatan tersebut termanifestasi dalam


bentuk koperasi, serta pengejawantahannya ada pada usaha
kecil dan menengah. Secara historis berdirinya koperasi adalah
118Ibid., hlm. 22-23.
119Ibid., hlm. 24.
Hukum Koperasi dan UKM - 77
sebagai suatu bentuk perlawanan terhadap penjajahan yang
dilakukan oleh para investor yang memiliki dana besar sehingga
potensi yang ada pada masyarakat kalangan bawah tidak
kelihatan perannya karena kekurangan modal. Koperasi
merupakan upaya kaum masyarakat ekonomi lemah untuk
bangkit secara bersama-sama menuju cita-cita ekonomi yang
lebih mandiri. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam konteks
kekinian merupakan masyarakat yang memiliki modal sedikit
yang secara notabene juga berpenghasilan sedikit pula.
Menurut Tambunan sebagaimana dikutip oleh Kader
mengatakan bahwa terkait dengan definisi dan konsep UMKM
berbeda setiap negara. Berdasarkan fakta tersebut, tentunya
sulit untuk mengkomparasi pentingnya atau peran UMKM
antarnegara. Dalam berbagai definisi dan konsep sebuah usaha
mikro dan usaha kecil atau sebuah usaha kecil dari sebuah
usaha menengah, dan yang terakhir ini dari sebuah usaha besar.
Bahkan pada banyak negara, definisi UMKM berbeda antar
sektor, misalnya di Thailand, India dan Cina, atau bahkan
berbeda antar lembaga atau departemen pemerintah, misalnya
antara Indonesia dan Pakistan.120
Dalam konteks Indonesia definisi UMKM termaktub dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam
Bab I (Ketentuan Umum) Pasal 1 dari Undang-Undang tersebut,
menyatakan bahwa: “Usaha mikro adalah usaha produktif milik
orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tersebut. Usaha kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tersebut.
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian, baik langsung maupun tidak langsung, dan Usaha

120Ibid., hlm. 18.


78 – Hukum Koperasi dan UKM
Mikro, usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria
usaha menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tersebut.
Dalam Undang-Undang tersebut, kriteria yang digunakan
untuk mendefinisikan UMKM seperti yang tercantum dalam
Pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau nilai aset tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil
penjualan tanah. Dengan kriteria ini, menurut Undang-Undang
tersebut, usaha mikro adalah unit usaha yang memiliki nilai aset
paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) atau
dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp.300 juta; usaha
kecil dengan nilai aset lebih dari Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima
ratus juta rupiah) atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp.300. 000.000 (tiga ratus juta rupiah) hingga maksimum
Rp.2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah); dan
usaha menengah adalah perusahaan dengan nilai kekayaan
bersih lebih dari Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) hingga
paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) atau
memiliki hasil penjualan tahunan diatas Rp.2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai paling tinggi Rp
50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah).

B. Hubungan antara Usaha Kecil Menengah dan Koperasi


Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu
digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting,
karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan
rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor
tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut
menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan
tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta, Departemen
Koperasi dan UKM. Namun, usaha pengembangan yang telah
dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya karena pada
kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan
kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan
kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit
saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan
semboyan saja sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan.
Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir di

Hukum Koperasi dan UKM - 79


semua sektor, antara lain perdagangan, perbankan,kehutanan,
pertanian dan industri.121
Usaha mikro kecil dan menengah merupakan pemain utama
dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.masa depan pembangunan
terletak pada kemampuan usaha mikro kecil dan menengah
untuk berkembang mandiri. Kontribusi usaha mikro kecil dan
menengah paada GDP di Indonesia tahun 1999 sekitar 60%
(enam puluh persen), dengan rincian 42% (empat puluh dua
persen) merupakan kontribusi usaha kecil dan mikro, serta 18%
(delapan belas persen) merupakan usaha menengah.
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
sangat penting dan strategis dalam mengantisipasi
perekonomian kedepan terutama dalam memperkuat struktur
perekonomian nasional. Adanya krisis perekonomian nasional
seperti sekarang ini sangat mempengaruhi stabilitas nasional,
ekonomi dan politik yang imbasnya berdampak pada kegiatan-
kegiatan usaha besar yang semakin terpuruk, sementara UMKM
serta koperasi relatif masih dapat mempertahankan kegiatan
usahanya.
UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha di
semua sektor ekonomi. Pada prinsipnya, pembedaan antara
Usaha Mikro (UMI), Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UM),
dan Usaha Besar (UB) umumnya didasarkan pada nilai aset awal
(tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata per
tahun, atau jumlah pekerja tetap. Namun definisi UMKM
berdasarkan 3 (tiga) alat ukur ini berbeda menurut negara.
Karena itu, memang sulit membandingkan pentingnya atau
peran UMKM antar negara.122
Beberapa keunggulan UKM terhadap usaha besar antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi
dalam pengembangan produk.
2. Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan
kecil.

121Sri Handini, Suksesi, Hartati Kanty, Manajemen UMKM Dan


Koperasi Optimalisasi Ekonomi Masyarakat PesisirPantai (Surabaya: Unitomo
Press, 2019), hlm. 48.
122Tulus Tambunan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia:
Isu-Isu Penting (Jakarta: LP3ES, 2012), hlm. 11.
80 – Hukum Koperasi dan UKM
3. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak
atau penyerapannya terhadap tenaga kerja.
4. Fleksibelitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap
kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan
perusahaan besar yang pada umumnya birokrasi.
5. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peran
kewirausahaan. 123

Sekarang ini lembaga-lembaga donor internasional


semuanya mendukung perkembangan UKM. Ada yang
melihatnya sebagai wahana untuk menciptakan kesempatan
kerja (ILO), ada yang melihatnya sebagai penjabaran komitmen
mereka (IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia) untuk
memerangi kemiskinan dinegara-negara berkembang. Di Asia,
perkembangan sektor UKM ini juga dilihat sebagai salah suatu
jalan keluar dari krisis ekonomi. Para donor multilateral dan
bilateral (antara lain Jepang) semuanya akan menyediakan dana
dan bantuan teknis untuk pengembangan sektor ini.124
Banyaknya perhatian terhadap UKM ini, karena UKM telah
terbukti mampu bertahan ketika badai krisis ekonomi yang
pernah melanda Indonesia. Krisis yang terjadi di Indonesia pada
1997 merupakan momen yang sangat menakutkan bagi
perekonomian Indonesia. Krisis ini telah mengakibatkan
kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha besar
satu persatu pailit karena bahan baku impor meningkat secara
drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai
tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi.
Sektor perbankan yang ikut terpuruk turut memperparah sektor
industri dari sisi permodalan. Banyak perusahaan yang tidak
mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang
tinggi. Berbeda dengan UKM yang sebagian besar tetap bertahan,
bahkan cendrung bertambah.
Ada beberapa alasan mengapa UKM dapat bertahan di
tengah krisis moneter 1997 lalu. Pertama, sebagian besar UKM
memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas
permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat
pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh

123Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi


Skala Kecil/Menengah dan Koperasi (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004),
hlm.13.
124 Sri Handini, Suksesi, Hartati Kanty, Op.Cit., hlm. 50.

Hukum Koperasi dan UKM - 81


terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya
kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada
permintaan. Kedua, sebagian besar UKM tidak mendapat modal
dari Bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan
naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini.
Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut
terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar
dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal
sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat
rendah.125
UKM memiliki beberapa kekuatan potensial yang merupakan
andalan yang menjadi basis pengembangan pada masa yang
akan datang adalah:
a. Penyediaan lapangan kerja peran industri kecil dalam
penyerapan tenaga kerja patut diperhitungkan, diperkirakan
maupun menyerap sampai dengan 50% tenaga kerja yang
tersedia.
b. Sumber wirausaha baru keberadaan usaha kecil dan
menengah selama ini terbukti dapat mendukung tumbuh
kembangnya wirausaha baru.
c. Memiliki segmen usaha pasar yang unik, melaksanakan
manajemen sederhana dan fleksibel terhadap perubahan
pasar.
d. Memanfaatkan sumber daya alam sekitar, industri kecil
sebagian besar memanfaatkan limbah atau hasil sampai dari
industri besar atau industri yang lainnya.
e. Memiliki potensi untuk berkembang. Berbagai upaya
pembinaan yang dilaksanakan menunjukkan hasil yang
menggambarkan bahwa industri kecil mampu untuk
dikembangkan lebih lanjut dan mampu untuk
mengembangkan sektor lain yang terkait.
Kelemahan, yang sering juga menjadi faktor penghambat
dan permasalahan dari Usaha Mikro terdiri dari 2 (dua) faktor,
antara lain:
1. Faktor internal

125Ibid., hlm. 52.


82 – Hukum Koperasi dan UKM
Faktor internal, merupakan masalah klasik dari UMKM yaitu
diantaranya:
a. Masih terbatasnya kemampuan sumber daya manusia.
b. Kendala pemasaran produk sebagian besar pengusaha
Industri Kecil lebih memperioritaskan pada aspek produksi
sedangkan fungsi-fungsi pemasaran kurang mampu dalam
mengakseskannya, khususnya dalam informasi pasar dan
jaringan pasar, sehingga sebagian besar hanya berfungsi
sebagai tukang saja.
c. Kecenderungan konsumen yang belum mempercayai mutu
produk Industri Kecil.
d. Kendala permodalan usaha sebagian besar Industri Kecil
memanfaatkan modal sendiri dalam jumlah yang relatif
kecil.
2. Faktor eskternal
Faktor eksternal merupakan masalah yang muncul dari pihak
pengembang dam pembina UMKM. Misalnya solusi yang
diberikan tidak tepat sasaran tidak adanya monitoring dan
program yang tumpang tindih. Dari kedua faktor tersebut
muncul kesenjangan diantara faktor internal dan eksternal,
yaitu disisi perbankan, BUMN dan lembaga pendamping
lainnya sudah siap dengan pemberian kredit, tapi UKM mana
yang diberi, karena berbagai ketentuan yang harus dipenuhi
oleh UKM. Disisi lain UKM juga mengalami kesulitan mencari
dan menentukan lembaga mana yang dapat membantu
dengan keterbatasan yang mereka miliki dan kondisi ini
ternyata masih berlangsung meskipun berbagai usaha telah
diupayakan untuk memudahkan bagi para pelaku UKM
memperoleh kredit, dan ini telah berlangsung 20 (dua puluh)
tahun.
Ada banyak kendala yang dihadapi salah satunya dalam hal
pemasaran produk. Bahkan menurut hasil penelitian, 83%
(delapan puluh tiga persen) masalah yang dihadapi para pelaku
usaha rata-rata karena mereka belum memiliki strategi
pemasaran yang efektif, sehingga tidak heran bila mereka sering
mengalami kesulitan untuk mendapatkan calon pelanggan.
Berikut kesalahan tersebut yang dilansir dari bisnis UKM:
1. Kurangnya pemahaman mengenai cara promosi yang efektif

Hukum Koperasi dan UKM - 83


Sebagian besar pengusaha kurang memahami tentang cara
promosi yang efektif. Mereka menganggap kegiatan promosi
hanya akan menghabiskan banyak biaya, padahal umpan
balik yang mereka terima tidak sebesar apa yang mereka
keluarkan. Pemahaman inilah yang membuat pelaku UKM
yang memperhatikan strategi promosi, sehingga mereka hanya
memasarkan produknya secara tradisional tanpa didukung
dengan kegiatan pemasaran yang optimal.
2. Kurang melibatkan emosi pelanggan Selama ini strategi
promosi yang dilakukan pelaku UKM hanya sebatas
menonjolkan kelebihan produknya tanpa memahami
keinginan maupun emosi para pelanggan. Akibatnya,
pelanggan kurang tertarik dengan penawaran yang
disampaikan, dan cenderung berpaling ke produk lain yang
pelayanannya lebih terjamin.
3. Mengikuti strategi promosi perusahaan besar
Terkadang pelaku UKM menggunakan strategi promosi yang
kurang sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Mereka cenderung mengikuti perkembangan saat ini, seperti
promosi perusahaan besar yang biasanya lebih
memperhatikan citra perusahaan dan pastinya membutuhkan
biaya promosi cukup besar. Misalnya saja dengan memasang
billboard atau baliho dengan ukuran yang cukup besar,
memasang iklan di televisi nasional, maupun melakukan
strategi promosi CSR untuk menjaga citra baik perusahaan.
4. Tidak pernah mengukur dan menguji
Setiap menjalankan strategi promosi, tentunya kita
mengharapkan hasil yang optimal dan mendapatkan untung
penjualan yang cukup besar. Untuk mewujudkannya, para
pelaku UKM harus rajin-rajin mengamati tingkat keefektifan
strategi dan melakukan pengujian langsung untuk
mengetahui apakah strategi tersebut berjalan lancar atau
tidak. Apabila pelaku UKM tidak pernah melakukan
pengukuran dan pengujian secara rutin, dikhawatirkan
mereka tidak akan mengetahui strategi promosi mana yang
paling efektif.
5. Menginginkan semuanya serba instan
Kebanyakan pelaku UKM menginginkan penjualan optimal
dengan menempuh satu langkah promosi yang serba instan.
84 – Hukum Koperasi dan UKM
Tentunya hal tersebut sangat bertentangan dengan kondisi di
lapangan, dimana pelaku usaha dituntut untuk menjalankan
promosi step by step, mulai dari menentukan segmentasi
pasar, membangun hubungan baik dengan calon konsumen,
hingga memberikan solusi tepat bagi para pelanggan.126

Berdasarkan keterangan di atas, maka kendala paling


banyak dialami oleh pelaku UKM adalah terkait dengan
permodalan dan juga pemasaran produknya tersebut. Masalah
mendasar yang menyebabkan UKM menemui kesulitan dalam
pembiayaan usaha; Pertama, masalah kolateral/jaminan.
Hampir seluruh UKM mengeluhkan sulitnya mendapatkan
pembiayaan dari perbankan karena ada ketentuan jaminan.
Akibatnya, permodalan UKM hingga kini lebih banyak
menggantungkan pada pemupukan modal sendiri (self financing)
yang sangat terbatas. Kedua, masalah bunga pinjaman di sektor
UKM masih dirasakan sangat tinggi. Dalam kaitan dengan
pembiayaan setidaknya ada dua tipe kelompok UKM.127
Dalam kaitan dengan pembiayaan setidaknya ada 2 (dua)
tipe kelompok UKM. Kelompok pertama adalah UKM yang
bankable yang ditandai dengan (1) telah memiliki perangkat
legalitas formal yang memadai; (2) manajemen yang lebih rapi;
(3) akses pemasaran yang cukup; (4) penyajian informasi
keuangan dapat diterima sesuai persyaratan bank teknis; (5)
akses informasi dan pengetahuan terhadap produk perbankan
cukup luas; dan (6) jaminan (collateral) dapat memenuhi
persyaratan bank teknis. Kelompok kedua adalah UKM yang
unbankable group, yang ditandai dengan (1) belum memiliki
perangkat legalitas formal yang memadai; (2) manajemen belum
rapi; (3) akses pemasaran terbatas; (4) penyajian informasi
keuangan belum memenuhi persyaratan bank teknis; (5) akses
informasi dan pengetahuan terhadap produk perbankan
terbatas. dan (6) membutuhkan peran koperasi sebagai
penghubung dan mitra dalam membangun hubungan dengan
perbankan.128

126Ibid., hlm. 54-55.


127Fatimah dan Darna, “Peranan Koperasi Dalam Mendukung
Permodalan Usaha Kecil Dan Mikro (UKM)”, dalam Jurnal Ekonomi Dan Bisnis,
Vol. 10, Nomor2, Desember 2011, hlm. 128.
128Ibid.

Hukum Koperasi dan UKM - 85


Pemerintah berusaha semaksimal mungkin untuk
menciptakan kesejahteraan seluruh anggota masyarakat sebagai
amanat UUD Tahun 1945 dalam bentuk pemberdayaan ekonomi
rakyat untuk memperkuat UKM yang telah diikrarkan sejak awal
masa kemerdekaan. Untuk mendukung cita-cita tersebut,
pemerintah telah merilis berbagai program pembangunan,
meskipun hingga hari ini masih banyak masyarakat yang
tergolong miskin. Masih belum optimalnya pembangunan dalam
bidang ekonomi dari satu pemerintah ke pemerintah lainnya,
tampaknya tidak dapat terlepas dari konsepsi dasar
pembangunan yang ternyata tidak sepenuhnya mengutamakan
kepentingan pemberdayaan ekonomi rakyat. Indikator yang
dapat dipakai untuk melihat kondisi tersebut antara lain dapat
dilihat dari semakin menyurutnya peranan koperasi dalam
pembangunan ekonomi, bahkan sebagian ekonomi malah
mempertanyakan apakah koperasi merupakan alternatif
kelembagaan untuk memberdayakan UKM, atau hanya sekedar
salah satu solusi saja.129
Meminjam data penelitian yang dilakukan oleh Fatimah dan
Darna memberikan fakta bahwa tidak tergabungnya para pelaku
UKM kedalam wadah koperasi lebih disebabkan oleh belum
adanya koperasi disekitar usaha mereka dan/atau belum adanya
koperasi yang mewadahi usaha mereka masing-masing.
Sebetulnya masyarakat tidak terlalu terpengaruh oleh citra
negatif koperasi dan sedikitnya lembaga koperasi yang berhasil
dan menjadi lembaga ekonomi yang kuat. Hasil pengamatan
dilapangan menunjukkan pula bahwa koperasi yang anggotanya
pelaku UKM adalah koperasi Simpan Pinjam dan koperasi yang
mewadahi para pedagang di pasar. Jenis koperasi ini jumlahnya
lebih sedikit daripada jenis koperasi lainnya, sehingga keadaan
ini menyebabkan sedikitnya UKM yang tergabung dalam wadah
koperasi.130
Terdapat banyak alasan mengapa para pelaku UKM masih
sedikit yang memanfaatkan koperasi sebagai mitra usaha dan
sebagai sumber dalam mendapatkan tambahan modal mereka.
Alasan-alasan tersebut antara lain adalah:

129Ibid.
130Ibid., hlm. 131.
86 – Hukum Koperasi dan UKM
1. Masih sedikitnya jumlah koperasi simpan pinjam yang
mewadahi kelompok UKM dan Baitul Maal wa-Tamwil (BMT)
sehingga akses mereka sangat rendah;
2. Keengganan mereka masuk sebagai anggota koperasi karena
ada kewajiban membayar simpanan pokok dan simpanan
wajib bulanan yang dianggap sebagai beban;
3. Pada umumnya mereka tidak mau membentuk koperasi
karena tidak adanya kepercayaan mereka terhadap para
pengelola koperasi;
4. Ketidaktahuan mereka tentang manfaat berkoperasi yang
dapat membantu kegiatan usaha mereka;
5. Banyaknya koperasi yang gagal dan bangkrut karena salah
kelola, menyebabkan kepercayaan sebagian pelaku UKM
terhadap koperasi menjadi hilang;
6. Masih sedikitnya koperasi yang mampu mensejahterakan
anggotanya, sehingga mampu menarik mereka untuk
bergabung dan
7. Tidak adanya jaminan keamanan dari simpanan mereka di
koperasi, mempengaruhi minat mereka untuk menjadi
anggota koperasi (BMT).131

Hasil penelitian ini memperkuat dugaan awal bahwa peran


koperasi terhadap pemberdayaan UKM terutama yang terkait
dengan permodalan masih dikategorikan sangat rendah. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Teuku Syarif dan
Etty Budiningsih yang dilakukan di tiga provinsi yaitu Sumatra
Barat, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa sumber pinjaman usaha
mikro 19.08% berasal dari modal sendiri, 11.6% berasal dari
kredit program, 9.2% dari perbankan dan 53,3% berasal dari
pelepas uang dan bank keliling, sedangkan dari koperasi dan
lainnya hanya 6.7%. Selanjutnya sumber pinjaman untuk usaha
kecil yang berasal dari modal sendiri 27.15%, dari perbankan
sebanyak 31.47% sedangkan dari koperasi dan lainnya sekitar
24,3%. Pinjaman pada lembaga perbankan untuk usaha kecil
lebih baik dibandingkan dengan kelompok usaha mikro, karena
kemampuan kelompok usaha kecil dalam memenuhi persyaratan

131Ibid., hlm. 131-132.


Hukum Koperasi dan UKM - 87
kredit lebih dapat dipenuhi dibandingkan dengan usaha
mikro.132
Berdasarkan argumentasi di atas, maka terlihat bahwa para
pelaku UKM masih sedikit yang memanfaatkan pinjaman dari
koperasi. Padahal dalam perspektif Anwar pembangunan
ekonomi dengan pola kemitraan dapat dianggap sebagai usaha
yang paling menguntungkan (maximum social benefit), terutama
ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan jangka panjang.
Hal ini didasari oleh perwujudan cita-cita pola kemitraan untuk
melaksanakan sistem perekonomian gotong royong antara mitra
yang kuat dari segi permodalan, pasar, dan kemampuan
teknologi bersama pelaku usaha mikro dan kecil yang tidak
berpengalaman.133
Berdasarkan narasi di atas, seharusnya antara koperasi dan
UKM dapat berjalan seiring sejalan karena koperasi sebagai soko
guru ekonomi Indonesia yang berada pada segmen ekonomi
kerakyatan. Pada sisi lain usaha kecil menengah yang mayoritas
pengusaha dari kalangan menengah kebawah, yang sebagian
besar masih kekurangan modal, mengharapkan koperasi
menjadi mitra strategi dalam mengupayakan penambahan modal
serta pemasaran produk yang dihasilkannya. Sinergitas antara
koperasi dan UKM diharapkan mampu menopang pengusaha
yang berada pada level UKM tersebut, sedangkan koperasi dapat
meminjamkan modal kepada UKM.
Eksistensi UKM dan koperasi sebagai bagian terbesar dari
seluruh entitas usaha nasional merupakan wujud nyata
kehidupan ekonomi rakyat Indonesia. Dengan posisi seperti itu
seharusnya menempatkan peran UKM dan koperasi sebagai
salah satu pilar utama dalam mengembangkan sistem ekonomi
kerakyatan, namum sampai hari ini perkembangannya masih
jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pelaku ekonomi yang
lain. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pengembangan UKM
dan koperasi harus menjadi salah satu strategi utama
pembangunan nasional yang pelaksanaannya diwujudkan secara
sungguh-sungguh dengan komitmen bersama yang kuat serta
didukung oleh upaya-upaya sistematis dan konseptual secara
konsisten dan terus-menerus dengan melibatkan semua pihak
132Ibid.
133DandanIrawan, “Pengembangan Kemitraan Koperasi, Usaha Mikro
Dan Kecil (KUMK) Dengan Usaha Menengah/Besar Untuk Komoditi Unggulan
Lokal”, dalam Coopetition, Vol. IX, Nomor 1, Maret 2018, hlm. 55.
88 – Hukum Koperasi dan UKM
yang berkepentingan (baik pemerintah, swasta, maupun
masyarakat ditingkat nasional, regional, maupun lokal).134
Sinergitas antara UKM dan Koperasi diperlukan untuk
menggerek permodalan dan pemasaran produk UKM. Koperasi
terutama koperasi simpan pinjam yang menggulirkan dana segar
kepada para anggotanya diharapkan mampu menambah modal
usaha bagi pelaku UKM. Pada sisi lain, koperasi dapat
memasarkan produk yang dihasilkan oleh pelaku UKM, sehingga
koperasi juga dapat mendapatkan keuntungan dari penjualan
produk UKM tersebut.

C. Evaluasi
1. Jelaskan yang dimaksud dengan usaha kecil dan menengah
(UKM)?
2. Jelaskan kriteria usaha kecil dan menengah (UKM)?
3. Jelaskan kelemahan dari usaha kecil dan menengah (UKM)?
4. Jelaskan apa yang dapat dilakukan koperasi untuk usaha
kecil dan menengah (UKM)?
5. Bagaimana bentuk sinergitas antara usaha kecil dan
menengah dan koperasi(UKM)?

134 Mukhtar Abdul Kader, Op. Cit., hlm. 26.


Hukum Koperasi dan UKM - 89
90 – Hukum Koperasi dan UKM
BAB VI

REGULASI & KERAGAMAN PENGERTIAN


USAHA KECIL MENENGAH

Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional


Khusus
Mahasiswa mampu Ketepatan untuk menganalisis
memahami dan menjelaskan terkait dengan regulasi UKM.
Regulasi UKM dan Keragaman
Ketepatan untuk menelaah
Pengertian Usaha Kecil
keragaman pengertian usaha
Menengah.
kecil menengah.

A. Regulasi terkait dengan Usaha Kecil dan Menengah


Pembangunan merupakan suatu proses perubahan kearah
kemajuan yang dilakukan secara sadar dan terarah serta ada
ketertkaitan dalam semua aspek. Pembangunan merupakan
lanjutan dari berbagai usaha peningkatan yang dicapai
sebelumnya serta melanjutkan apa yang belum dilaksanakan.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan
pendapatan total dan pendapatan perkapital dengan
memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai
dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi oleh
suatu negara dan pemerataan bagi penduduk suatu negara.
Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan
ekonomi. Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan
ekonomi dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar
pembangunan ekonomi.135
Salah satu indikator dari pembangunan nasional adalah
pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan hal
urgen dalam suatu negara, terutama dalam rangka

135Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat


(Bandung: Refika Aditama, 2014),hlm. 67.
Hukum Koperasi dan UKM - 91
meningkatkan pendapatan serta upaya mensejahterakan
masyarakat. Dalam perspektif analisis makro ekonomi,
pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertambahan dari
pendapatan perkapita yang digambarkan sebagai gambaran
suatu perekonomian negara dan tingkat kesejahteraan
masyarakat.136
Tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah
meningkatnya jumlah barang dan jasa serta peluang kerja bagi
masyarakat. Artinya roda ekonomi akan berputar jika jumlah
barang dan jasa yang yang beredar di pasaran banyak diminati
oleh konsumen; yang pada akhirnya memberikan peluang bagi
anak bangsa untuk bekerja dalam semua sektor dan jasa.
Pelaksanaan pembangunan ekonomi harus melibatkan seluruh
lapisan masyarakat dan pemerintah dalam mengambil inisiatif
pembangunan daerah dengan menggunakan seluruh dukungan
sumber daya yang ada serta merancang dan membangun
ekonomi daerah.137
Kegiatan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan
daya dan taraf hidup masyarakat dengan semakin meningkatnya
pertumbuhan ekonomi, maka kebutuhan masyarakat akan
terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tentunya
dibutuhkan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap setiap
angkatan kerja yang ada. Indonesia adalah sebuah negara yang
luas daratan maupun lautannya dengan menyimpan kekayaan
alam yang sangat melimpah, namun potensi alam tersebut
belum mampu dimanfaatkan secara maksimal. Hulunya masih
tetap sama, yaitu masyarakat lebih dituntut untuk
mengembangkan kemampuan serta potensi yang ada pada diri
mereka sendiri maupun yang ada di wilayah masing-masing
sehingga kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi.138
Pada sisi lain ketertinggalan ekonomi Indonesia, disebabkan
masih minimnya minat orang Indonesia untuk terjun ke dunia

136SyaakirSofyan, “Peran UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah)


Dalam Perekonomian Indonesia”, dalam Bilancia, Vol. 11, Nomor1, Januari-
Juni 2017, hlm. 34.
137Pujiono, Akselerasi Peningkatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

melalui Pendidikan, dalam Proceding Seminar Nasional Peningkatan


Kapabilitas UMKM dalam Mewujudkan UMKM Naik Kelas, t.th., hlm. 320.
138Bachtiar Rifa’i, “Efensiasi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
Menengah”, dalam Jurnal Sosio Humaniora, Vol. 3, Nomor4, September 2012,
hlm. 32.
92 – Hukum Koperasi dan UKM
bisnis menjadi wirausaha. Padahal semakin maju suatu negara,
semakin banyak yang terdidik maka semakin terbuka lebarlah
angka pengangguran, sehingga dunia wirausaha semakin
penting dirasakan kehadirannya. Pembangunan akan lebih
mantap jika ditunjang oleh wirausahawan karena secara de facto
kemampuan pemerintah sangat terbatas. Harus diakui bahwa
pemerintah sendiri tidak akan sanggup menggarap semua aspek
pembangunan karena membutuhkan anggaran belanja,
personalia yang sangat banyak dan juga pengawasannya.139
Faktor psikologi menjadi faktor mayoritas yang membentuk
sikap negatif di masyarakat sehingga kurang meminati menjadi
seorang wirausahawan, misalnya sifat agresif, ekspansif,
bersaing, egois, tidak jujur, kikir, sumber penghasilan yang tidak
stabil, kurang terhormat, pekerjaan rendah dan sebagainya.
Pandangan seperti ini masih dianut dan dipercayai oleh sebagian
besar penduduk, sehingga membuatnya tidak tertarik. Para
orang tua sangat menginginkan anaknya menjadi aparatur sipil
negara, bila anak sudah bertitel sarjana. Pandangan negatif
terhadap profesi wirausaha itu bahkan sudah masuk jauh di
lubuk hati sebagian rakyat Indonesia, mulai sejak zaman
penjajahan Belanda hingga hari ini.
Padahal Presiden Joko Widodo sendiri telah mengakui
bahwa Indonesia kekurangan orang yang mau berwirausaha
terutama dalam sektor pertanian, sehingga dikhawatirkan
beberapa dekade ke depan orang muda yang akan bekerja di
sektor pertanian akan semakin menyusut jumlahnya, imbasnya
adalah Indonesia akan kekurangan bahan pangan.
Kekhawatiran tersebut sangat beralasan karena dengan sumber
daya alam yang begitu melimpah akan sangat memalukan jika
Indonesia terus-terusan mengimpor bahan pangan dari luar
negeri.
Para wirausahawan ini biasanya ada pada usaha kecil
menengah. Usaha Kecil Menengah yang ada saat ini mulai
berkembang di Indonesia dengan jumlah yang sangat pesat sejak
krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997.140 Pada saat itu

139SriWahyuningsih, “Peranan UKM Dalam Perekonomian Indonesia”,


dalam Mediagro: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Vol. 5, Nomor1, 2019, hlm. 2.
140Dampak yang diakibatkan oleh adanya krisis moneter tersebut

sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek hidup dan kehidupan


bangsa,baik terhadap para pelaku usaha, lembaga keuangan maupun
terhadap masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Hukum Koperasi dan UKM - 93
banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh industri-
industri menengah dan besar akibat krisis yang terjadi dalam
jangka waktu yang panjang. Banyak orang yang di PHK tersebut
pada akhirnya mengembangkan usaha secara mandiri baik
membuka usaha penjualan, pengolahan maupun jasa. Usaha
Kecil Menengah kemudian menjadi perbincangan hangat di
berbagai acara, karena UKM dianggap sebagai penyelamat
perekonomian Indonesia ketika krisis ekonomi yang terjadi pada
periode 1992-2000.141 UKM ini mempunyai ciri khas tersendiri
yaitu modal yang kecil, risiko yang sedikit tetapi penerimaan
tinggi, dan membawa kewirausahaan bagi pemiliknya.
Pada diskusi harian terdapat dua istilah yang berbeda untuk
Usaha Kecil Menengah, yakni, UKM dan UMKM. Secara
substansi dua istilah ini sama maksudnya, hanya terdapat
sedikit perbedaan, yakni pada jumlah nominal aset yang dimiliki
suatu usaha dan bisnis. Istilah UMKM dipakai untuk
mengeneralisir Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah
sesuai dengan kuantitas aset yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2008. Sementara UKM digunakan pada definisi
lembaga-lembaga tertentu seperti Bank Indonesia, Depertemen
Perindustrian dan Perdagangan, serta Badan Pusat Statistik.
Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, usaha kecil
didefinisikan sebagai:
a. Usaha produktif milik warga negara Indonesia yang berbentuk
badan usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum, atau badan usaha berbadan hukum, termasuk
koperasi.

Pada saat krisis moneter melanda, banyak dari perusahaan-perusahaan besar


yang mengalami kebangkrutan dan sebagian lainnya terpaksa mengurangi
kuantitas produksinya yang pada akhirnya berdampak pada pengurangan
jumlah tenaga kerja yang dimilikinya. Sebagian karyawan terpaksa harus di
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Hal ini menyebabkan semakin
bertambahnya jumlah pengangguran. Demikian pula halnya terhadap
masyarakat, dimana kemampuan daya beli masyarakat menjadi menurun
yang diakibatkan oleh kenaikan harga-harga di pasaran, sehingga secara
tidak langsung menyebabkan jumlah masyarakat/penduduk miskin. Dengan
demikian, akibat terjadinya krisis moneter di antaranya menyebabkan
semakin bertambahnya jumlah pengangguran dan jumlah kemiskinan.
Juanita, 2003, Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Pelayanan Kesehatan,
Medan: Universitas Sumatera Utara.
141Adler Haymans Manurung, Bisnis UKM (Usaha Kecil Menengah)

(Jakarta: Kompas. 2006).


94 – Hukum Koperasi dan UKM
b. Anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak
langsung, dengan usaha menengah atau besar tidak termasuk
dalam kategori usaha kecil.
c. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000- (dua
ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp
100.000.000- (seratus juta rupiah)/ tahun.
Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008, definisi UMKM berubah menjadi:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
usaha mikro.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau
usaha besar.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, dilakukan oleh perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil
atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang.
Berdasarkan berbagai aturan tersebut di atas, maka terlihat
dengan jelas bahwa usaha kecil dan menengah dimasukkan
dalam definisi usaha mikro, kecil dan menengah. Bahwa terkait
dengan definisi dan konsep UMKM berbeda setiap negara.
Berdasarkan fakta tersebut, tentunya sulit untuk
mengkomparasi pentingnya atau peran UMKM antarnegara.
Regulasi yang ada terkait dengan UKM/UMKM memang
seharsunya bertujuan untuk melindungi eksistensi UKM/UMKM
di Indonesia agar tumbuh dan berkembang serta dapat go
international. Apalagi Indonesia sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pergaulan dunia internasional, akan
menghadapi tantangan dari luar karena misalnya ikut sebagai
anggota ASEAN Free Trade Area (AFTA),142 WTO, yang menuntut
142ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama
perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk
Hukum Koperasi dan UKM - 95
adanya keterbukaan terhadap produk barang dan jasa dari luar
negeri. Konsekuensinya bagi UKM/UMKM adalah potensi
tergeser atau tergerusnya produk yang berasal dari UKM/UMKM.
Berdasarkan hal itu, maka pemerintah harus membuat regulasi
untuk melindungi UKM/UMKM.
Untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah telah
menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 11 Tahun 2011
tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru MEA dalam upaya
persiapan untuk menghadapi dan mengantisipasi pasar bebas
ASEAN. Dalam cetak biru MEA tersebut, paling tidak ada 12
(dua belas) sektor prioritas yang akan diintegrasikan oleh
pemerintah. Sektor tersebut terdiri dari tujuh sektor barang
yaitu industri agro, otomotif, elektronik, perikanan, industri
berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil. Kemudian
sisanya berasal dari 5 (lima) sektor jasa, yaitu transportasi
udara, kesehatan, pariwisata, logistik, dan teknologi informasi.
Sektor-sektor tersebut pada era MEA akan terimplementasi
dalam bentuk pembebasan arus barang, jasa, investasi, serta
tenaga kerja.143
Apabila ditinjau dari dampak jangka panjang MEA, maka
membanjirnya produk-produk negara-negara ASEAN justru
malah akan merugikan perekonomian Indonesia sendiri.
Implikasi MEA itu justru akan mendorong masyarakat Indonesia
sebagai masyarakat yang konsumtif serta menjadi
ketergantungan dengan produk-produk negara-negara ASEAN
lainnya, serta semakin termarginalkannya produk dalam negeri
terutama yang berasal dari UKM. Usaha-usaha kecil di Indonesia
terancam akan gulung tikar karena kalah berkompetisi/bersaing
dengan negara-negara ASEAN. Hal ini dikarenakan oleh faktor
harga barang-barang yang berasal dari negara-negara ASEAN
lainnya yang lebih murah, sehingga barang-barang tersebut
dapat bersaing dalam konteks MEA. Selain itu, produk-produk

menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan


tarif barang perdagangan, tidak ada hambatan tariff (bea masuk 0-5%)
maupun hambatan nontarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Ade Pratiwi
Susanty, “Perlindungan Hukum Terhadap Kelangsungan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah Atas Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN”, dalam
Jurnal Hukum Respublica, Vol. 16, Nomor2, Tahun 2017, hlm. 315.
143Andi Putra Sitorus, “Politik Hukum Perlidnungan Usaha Mikro Kecil

Menengah (UMKM) Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN”, dalam Doktrina:


Jorunal of Law, Vol. 1, Nomor2, Oktober 2018, hlm. 128.
96 – Hukum Koperasi dan UKM
tertentu tersebut itu sifatnya sangat mudah untuk diperoleh
serta supply chain-nya yang pendek.144
Persaingan usaha karena adanya MEA, WTO harus disikapi
oleh pemerintah dengan membuat regulasi yang secara tegas
melindungi, menyelamatkan serta memberikan edukasi kepada
pelaku UKM agar segera memperbaiki mutu produknya dengan
berbagai inovasi yang membuat produk tersebut dapat bersaing
dengan produk-produk lain yang berasal dari luar negeri.
Regulasi yang dibuat bagi UKM tersebut dapat memberikan
kenyamanan dan kepastian bahwa produk yang dihasilkan oleh
UKM dapat menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

B. Keragaman Pengertian Usaha Kecil Menengah


Dalam dalam berbagai definisi dan konsep sebuah usaha
mikro dan usaha kecil atau sebuah usaha kecil dari sebuah
usaha menengah, dan yang terakhir ini dari sebuah usaha besar.
Bahkan pada banyak negara, definisi UMKM berbeda
antarsektor, misalnya di Thailand, India dan Cina, atau bahkan
berbeda antarlembaga atau departemen pemerintah, misalnya
antara Indonesia dan Pakistan.145
Definisi dan kriteria UMKM menurut lembaga-lembaga
dunia dan negara-negara asing umumnya hampir sama dengan
definisi dan kriteria yang dirumuskan di Indonesia. Definisi
tersebut didasarkan pada berbagai aspek, seperti jumlah tenaga
kerja, omzet, dan jumlah aset. Berikut adalah beberapa definisi
yang dirumuskan oleh beberapa lembaga internasional dan
negara asing.
World Bank membagi UMKM ke dalam 3 kelompok dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Medium Enterprise dengan kriteria jumlah karyawan maksimal
300 (tiga ratus) orang, pendapatan pertahun mencapai
US$15juta,dan jumlah aset mencapai US$ 15 juta.
2. Small Enterprise dengan kriteria jumlah karyawan kurang dari
30 (tiga puluh) orang, pendapatan per tahun tidak melebihi
US$3 juta, dan jumlah aset tidak melebihi US$3 juta.

144Ibid.
145Mukhtar Abdul Kader, “Peran UKM Dan Koperasi Dalam
Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan Di Indonesia”, dalam Jurisma: Jurnal Riset
Bisnis dan Manajemen, Vol. VIII, Nomor1, Tahun 2018, hlm. 18.
Hukum Koperasi dan UKM - 97
3. Micro Enterprise dengan kriteria jumlah karyawan kurang dari
10 (sepuluh) orang, pendapatan per tahun tidak melebihi US$
100 ribu, dan jumlah aset tidak melebihi US$ 100ribu.146
Singapura mendefinisikan UMKM sebagai usaha yang
memiliki minimal 30% (tiga puluh persen) pemegang saham lokal
serta fixed productive asset (aset produktif tetap) di bawah SG$
15 juta. Malaysia menetapkan definisi UMKM sebagai usaha
yang memiliki jumlah karyawan tetap (full-time worker) kurang
dari 75 (tujuh puluh lima) orang atau usaha yang modal
pemegang sahamnya kurang dari RM 2,5 juta. 147
Jepang membagi UMKM dalam beberapa kelompok sebagai
berikut:
1. Mining and manufacturing dengan kriteria jumlah karyawan
maksimal 300 (tiga ratus) orang atau jumlah modal saham
mencapai US$2,5 juta.
2. Wholesale dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100
(seratus) orang atau jumlah modal mencapai US$820ribu.
3. Retail dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 51-1 orang
atau jumlah modal saham sampai US$820 ribu.
4. Service dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100
(seratus) orang atau jumlah modal saham sampai US$420
ribu.148
Korea Selatan mendefinisikan UMKM sebagai usaha yang
jumlah tenaga kerjanya di bawah 300 (tiga ratus) orang dan
jumlah asetnya kurang dari US$60 juta. Sedangkan European
Commision membagi UMKM kedalam 3 jenis,yaitu:
1. Medium sized Enterprise dengan kriteria: jumlah karyawan
kurang dari 250 (dua ratus lima puluh) orang, pendapatan per
tahun tidak melebihi US$50 juta, dan jumlah aset tidak
melebihi US$50 juta;
2. Small sized Enterprise dengan kriteria jumlah karyawan
kurang dari 50 (lima puluh) orang, pendapatan per tahun
tidak melebihi US$10 juta, dan jumlah aset tidak melebihi
US$13 juta;
3. Micro-sized Enterprise dengan kriteria jumlah karyawan
kurang dari 10 (sepuluh) orang, pendapatan per tahun tidak

146Sri Handini, Suksesi, Hartati Kanty, Manajemen UMKM Dan


Koperasi optimalisasi ekonomi masyarakat pesisir pantai (Surabaya: Unitomo
Press, 2019), hlm. 23.
147Ibid., hlm. 23-24
148Ibid.

98 – Hukum Koperasi dan UKM


melebihi US$2 juta, dan jumlah aset tidak melebihi
US$2juta.149

Di AS terdapat Small Business Administration (SBA) yang


memberikan dukungan terhadap UMKM. SBA menetapkan
standar ukuran usaha kecil pada industri-industri dasar.
Umumnya, usaha kecil didefinisikan memiliki kurang dari 500
(lima ratus) karyawan untuk bisnis manufaktur dan
pertambangan. Sementara itu, SBA juga mendefinisikan usaha
kecil sebagai usaha dengan penerimaan per tahun kurang dari
US$7,5 juta untuk usaha non-manufaktur, dengan beberapa
pengecualian.150
UMKM tidak hanya berbeda dari aspek modal, omzet, dan
jumlah tenaga kerja. Perbedaan UMKM dengan usaha besar
dapat pula dibedakan berdasarkan ciri dan karakteristik yang
terdapat dalam UMKM itu sendiri. Ciri-ciri UMKM dapat
dijelaskan berdasarkan kelompok usahanya. Usaha mikro,
umumnya dicirikan oleh beberapa kondisi berikut:
1. Belum melakukan manajemen/pencatatan keuangan,
sekalipun yang sederhana, atau masih sangat sedikit yang
mampu membuat neraca usahanya.
2. Pengusaha atau SDM-nya berpendidikan rata-rata sangat
rendah, umumnya tingkat SD, dan belum memiliki jiwa
wirausaha yang memadai.
3. Pada umumnya, tidak/belum mengenal perbankan, tetapi
lebih mengenal rentenir atau tengkulak.
4. Umumnya, tidak memiliki izin usaha atau persyaratan
legalitas lainnya, termasuk NPWP.
5. Tenaga kerja atau karyawan yang dimiliki pada umumnya
kurang dari 4 (empat) orang. Anggota dari suatu koperasi
tertentu biasanya berskala mikro.
6. Perputaran usaha (turnover) umumnya cepat. Mampu
menyerap dana yang relatif besar. Dalam situasi krisis
ekonomi, kegiatan usahanya tetap berjalan, bahkan mampu
berkembang karena biaya manajemennya relatif rendah.

149Ibid., hlm. 24.


150Ibid.

Hukum Koperasi dan UKM - 99


7. Pada umumnya, pelaku usaha mikro memiliki sifat tekun,
sederhana, serta dapat menerima bimbingan (asal dilakukan
dengan pendekatan yang tepat).151

Ciri-ciri usaha kecil di antaranya ditunjukkan oleh beberapa


karakteristik berikut:
1. Pada umumnya, sudah melakukan pembukuan/manajemen
keuangan.
Walaupun masih sederhana, tetapi keuangan perusahaan
sudah mulai dipisahkan dari keuangan keluarga dan sudah
membuat neraca usaha.
2. SDM-nya sudah lebih maju dengan rata-rata pendidikan SMA
dan sudah memiliki pengalaman usaha.
3. Pada umumnya, sudah memiliki izin usaha dan persyaratan
legalitas lainnya, termasuk NPWP.
4. Sebagian besar sudah berhubungan dengan perbankan, tetapi
belum dapat membuat business planning, studi kelayakan,
dan proposal kredit kepada bank sehingga masih sangat
memerlukan jasa konsultan/pendamping.
5. Tenaga kerja atau karyawan yang dimiliki antara 5 (lima)
sampai 19 (sembilan belas) orang.152
Usaha menengah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pada umumnya, telah memiliki manajemen dan organisasi
yang lebih baik, lebih teratur, bahkan lebih modern, dengan
pembagian tugas yang jelas antara bagian keuangan,
pemasaran, dan produksi.
2. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan
sistem akuntansi dengan teratur sehingga memudahkan
pengauditan dan penilaian atau pemeriksaan, termasuk yang
dilakukan oleh bank.
3. Telah melakukan pengaturan atau pengelolaan dan menjadi
anggota organisasi perburuhan. Sudah ada program
Jamsostek dan pemeliharaan kesehatan.
4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas, antara Iain izin
gangguan (HO), izin usaha, izin tempat, NPWP,‟ upaya
pengelolaan lingkungan, dan lain-Iain.
5. Sudah sering bermitra dan memanfaatkan pendanaan yang
ada dibank.

151Ibid.
152Ibid., hlm. 26.
100 – Hukum Koperasi dan UKM
6. Kualitas SDM meningkat dengan penggunaan sarjana sebagai
manajer.153

Tatiek Koerniawati dalam beberapa kutipan merumuskan


beberapa ciri UMKM. Usaha mikro dicirikan oleh beberapa
kriteria berikut:
1. Jenis barang atau komoditas usahanya tidak selalu tetap,
sewaktu-waktu dapat berganti.
2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat
berpindah tempat.
3. Belum melakukan administrasi keuangan, yang sederhana
sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan
keuangan usaha.
4. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki
jiwa wirausaha yang memadai.
5. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah.
6. Umumnya, belum memiliki akses ke perbankan, tetapi
sebagian dari mereka sudah memiliki akses ke lembaga
keuangan non-bank.
7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas
Iainnya, termasuk NPWP.154

Usaha kecil dicirikan sebagai berikut:


1. Jenis barang atau komoditas yang diusahakan umumnya
tidak mudah berubah.
2. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap dan
tidak berpindah-pindah.
3. Pada umumnya, sudah melakukan administrasi keuangan
(walau masih sederhana), keuangan perusahaan sudah mulai
dipisahkan dari keuangan keluarga, dan sudah membuat
neraca usaha.
4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya,
termasuk NPWP.
5. Sumber daya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman
dalam berwirausaha.
6. Sebagian sudah memiliki akses ke perbankan dalam hal
keperluan modal.
7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha
dengan baik, seperti business planning.155

153Ibid.
154Ibid., hlm. 26-27.
Hukum Koperasi dan UKM - 101
Secara umum, ciri-ciri usaha menengah meliputi
beberapa hal, yaitu:
1. Umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang
lebih baik, lebih teratur, bahkan lebih modern dengan
pembagian tugas yang jelas, seperti bagian keuangan,
pemasaran, dan produksi.
2. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan
sistem akuntansi dengan teratur sehingga memudahkan
pengauditan dan penilaian atau pemeriksaan, termasuk yang
dilakukan oleh bank.
3. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi
perburuhan, sudah menyediakan Jamsostek, pemeliharaan
kesehatan, dan lain sebagainya.
4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas, antara lain izin
tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan
lingkungan, dan lain-lain.
5. Sudah memiliki akses terhadap sumber-sumber pendanaan
perbankan.
6. Umumnya, telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih
dan terdidik.156

Dengan berbagai ciri yang terdapat pada UMKM, sejatinya


pihak yang berwenang perlu melakukan inventarisasi terhadap
berbagai kelemahan yang dimiliki masing-masing UMKM
sehingga pemetaan UMKM menjadi lebih akurat untuk
menciptakan suatu program pemberdayaan UMKM yang sesuai
dengan kondisi masing-masing UMKM.
Hari ini masih banyak terlihat berbagai kelemahan yang
terdapat dalam UMKM tersebut. Baik dari sisi permodalan,
pemasaran, maupun pengembangan sumber daya manusia,
sehingga diharapkan pelaku UMKM mampu berinovasi terhadap
produk-produk yang dihasilkannya.
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
UMKM mengamanatkan bahwa pengembangan dalam bidang
sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:
a. Memasyarakatkan dan memberdayakan kewirausahaan;

155Ibid., hlm. 27.


156Ibid., hlm. 28.
102 – Hukum Koperasi dan UKM
b. Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; dan
c. Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan
pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan,
penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan
wirausaha baru.
Berdasarkan amanat Undang-Undang tersebut, maka peran
pemerintah dalam rangka mengembangkan UMKM memang
sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan UMKM merupakan
salah satu usaha yang potensial untuk meningkatkan
perekonomian serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh sebab itu perlu adanya upaya pemberdayaan dari sisi
sumber daya manusia sampai pada pengadaan sarana dan
prasarana. Sisi lain manfaat dari UMKM adalah dapat menyerap
banyak tenaga kerja serta mengurangi tingkat pengangguran.
Tujuan mulia yang ingin di capai sektor publik, yaitu
kesejahteraan sosial (social welfare) yang dengan sendirinya
membutuhkan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance). Saat ini tumpuan agar pemerintah mampu
secepatnya merealisasikan pencapaian kesejahteraan sosial,
semakin besar.157
Pelatihan-pelatihan serta workshop terhadap pelaku UMKM
harus dijadwalkan oleh pemerintah secara berkala, sehingga
peningkatan sumber daya manusia pelaku UMKM semakin
meningkat. Begitu juga dengan akses-akses terhadap sumber-
sumber permodalan juga harus diberikan, hal ini mengingat
bahwa sebagian pelaku usaha UMKM memakain modal sendiri
dalam menjalankan usahanya. Kemudahan terhadap akses
permodalan juga akan menghindari pelaku UMKM dari jeratan
rentenir.

C. Evaluasi
1. Jelaskan dasar hukum adanya usaha kecil dan menengah?
2. Apa ciri-ciri UMKM?
3. Jelaskan ciri-ciri usaha kecil?
4. Jelaskan ciri-ciri usaha menengah?

157Yaremis T. Keban, Enam Dimensi strategis Administrasi Publik:


Konsep Teori dan Isu (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 17-18.
Hukum Koperasi dan UKM - 103
5. Jelaskan bagaimana cara pengembangan UMKM dalam
bidang sumber daya manusia?

104 – Hukum Koperasi dan UKM


BAB VII

PERSOALAN HUKUM DAN FINANSIAL


USAHA KECIL MENENGAH

Tujuan Instruksional Tujuan Instruksional


Umum Khusus
Mahasiswa Mampu Ketepatan untuk menelaah
memahami dan menjelaskan persoalan hukum UKM.
Persoalan Hukum dan
Ketepatan untuk
Finansial UKM.
menganalisis persoalan
finansial UKM.

A. Persoalan Hukum Usaha Kecil Menengah di Indonesia


Berdasarkan Pasal 1 angka 1, 2, dan 3 serta Pasal 6 ayat (1),
(2), dan (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, mendeskripsikan bahwa
UMKM memegang peranan penting bagi perekonomian nasional.
Hal ini karena UKM dan UMKM telah memberikan akses
terhadap peluang kesempatan kerja dari berbagai sektor usaha.
Sektor-sektor usaha UMKM sangat bervariatif, mulai industri,
jasa, sektor informal dan sektor usaha pertanian dan
perkebunan. UKM dan UMKM menghadapi tantangan yang
cukup berat terutama saat krisis moneter di Indonesia tahun
1997/1998, ketika banyak usaha besar yang harus gulung tikar.
Nyatanya UKM/UMKM tetap eksis bahkan keberadaanya
menjadi penopang dan penggerak ekonomi Indonesia.158
Masa-masa sulit dan kejayaan UKM/UMKM di Indonesia
telah dilalui dengan jalan berliku nan terjal, namun semua
kesulitan itu mampu dihadapi dengan gemilang oleh pelaku
usaha UKM/UMKM. Kesulitan yang paling sulit untuk
dibendung adalah ketika era globalisasi liberalisasi ekonomi yang
berpotensi berdampak buruk dan menyulitkan bagi
UKM/UMKM. Romli Atmasasmita menyatakan ekses negatif dari

158Yusri, “Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro, Kecil, Dan


Menengah Dalam Perspektif Keadilan Ekonomi”, dalam Kanus Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 62, Tahun XVI, April 2014, hlm. 103.
Hukum Koperasi dan UKM - 105
kapitalisme ini tampak dari kasus-kasus persaingan curang dan
monopoli dunia usaha tanpa peduli terhadap pebisnis kecil lokal
dan menengah, baik dalam level domestik maupun pada level
transaksi bisnis internasional.159 Pada sisi lain UKM/UMKM sulit
mendapatkan kesempatan yang sama terutama dalam
penguasaan pasar dan akses permodalan yang diperoleh di
lembaga keuangan (perbankan). Sebaliknya usaha-usaha besar
secara bebas dapat menguasai sumber-sumber ekonomi publik
dan akibatnya mengurangi kesempatan usaha kecil dan
menengah.160 Demikian pula disektor keuangan dalam proses
deregulasi dan berbagai bidang investasi, pola yang sangat
liberal diberlakukan sehingga menutup akses masyarakat
banyak untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi.161
Sampai hari ini kendala yang paling sering dihadapi
pengusaha kecil adalah menyangkut permodalan, manajemen
keuangan perusahaan, akses pemasaran, serta fokus usaha
yang multi bisnis. Kesempatan berusaha bagi UKM/UMKM
dalam beberapa tahun ini semakin sulit dan sempit, karena
berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh UKM/UMKM diambil
alih oleh usaha besar. Usaha besar dengan kekuatan modal yang
besar dan manajemen usaha yang kuat telah berhasil merambah
jaringan usaha dari hulu ke hilir, sehingga usaha kecil sangat
sulit berkembang serta sering menghadapi kendala dalam
menjalankan usahanya. Dari sisi regulasi UU Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat ternyata belum cukup
efektif dalam memelihara keberadaan pelaku usaha UKM/UMKM
agar persaingan tetap sehat dan kompetitif.162
Masalah hukum yang dihadapi dan menjadi kendala bagi
pelaku usaha UKM/UMKM adalah terkait dengan perizinan.
Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau
pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun
tanda daftar usaha. Izin ialah salah satu instrumen yang paling
banyak digunakan dalam hukum administrasi, untuk

159Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Rekontruksi terhadap


Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif (Yogyakarta: Penerbit
Genta Publising, 2012).
160Didik J. Rachbini, “Ekonomi Pasar Sosial : Pilihan Ketiga
(Pengalaman Ekonomi Jerman Barat)”, dalam Relevansi Pasar Sosial bagi
Indonesia (Jakarta: Penerbit Cides, 1995).
161Ibid.
162Yusri, Op.Cit., hlm. 105.

106 – Hukum Koperasi dan UKM


mengemudikan tingkah laku para warga.163 Selain itu izin juga
dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan
dari suatu larangan.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa UKM/UMKM banyak
menghadapi masalah seperti modal, teknologi, informasi dan
pasar, kualitas sumber daya yang rendah serta iklim usaha yang
belum menunjang secara optimal. Ditambah lagi situasi
globalisai dan liberalisasi yang menyulitkan berkembang lebih
optimal. Demikian banyaknya persoalan yang dihadapi
UKM/UMKM untuk dapat berdaya saing di era liberalisasi
ekonomi ini tentunya memerlukan penanganan yang serius dari
semua pihak terutama pemerintah apalagi mengingat besarnya
potensi UKM/UMKM bagi kesejahteraan rakyat. Salah satu
upaya pemerintah untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)‎
adalah dengan mempermudah perizinan untuk UMKM di
seluruh Indonesia.164
Adapun peran pemerintah dalam pengembangan UMKM
yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) adalah pemerintah dan
pemerintah daerah menumbuhkan iklim usaha dengan
menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan
yang meliputi aspek: Pendanaan, Sarana dan prasarana,
Informasi usaha, Kemitraan, Perizinan usaha, Kesempatan
berusaha, Promosi dagang dan Dukungan kelembagaan.
Izin kegiatan usaha merupakan suatu bentuk pengaturan
atau regulasi pengendalian pemerintah terhadap aktivitas usaha
individual yang secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan lingkungan fisik, ekonomi dan sosial. Dua
faktor penting yang diduga mempengaruhi keberhasilan
formulasi adalah: a). Kelembagaan dan pendekatan, b)
karakteristik UMKM. Untuk dapat membangun suatu sistem
pemberian perizinan yang efektif dalam mendukung
pemberdayaan UMKM perlu dilakukan kajian terhadap tingkat
keberhasilan dari kedua faktor tersebut. Kelembagaan terdiri
dari bentuk lembaga atau organisasi pemberian perizinan,

163Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan (Surabaya:


Yuridika, 1993), hlm. 2.
164Susilo Wardani, “Kebijakan Perizinan Pengembangan UMKM Sebagai

Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan Di Era Liberalisasi Ekonomi


Global”, dalam Prosiding Seminar Nasional Kerjasama Pusat Studi Perizinan
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2017, hlm. 16.
Hukum Koperasi dan UKM - 107
peraturan mendapatkan perizinan, sosialisasi penyuluhan dan
pendampingan, konsekuensi dan keharusan UMKM
mendapatkan perizinan, biaya yang harus dibayar dan prosedur
mendapatkan perizinan. Dalam karakteristik UMKM terdapat
faktor internal UMKM meliputi modal yang dimiliki, umur, jenis
kelamin, pendidikan dan pengalaman, letak lokasi UMKM dari
instansi perizinan serta bidang usaha yang dilaksanakan.165
Perizinan kegiatan usaha lebih diperlukan untuk: a)
Melaksanakan kegiatan usaha, memperluas usaha atau
mengembangkan jaringan usaha UMKM; b) Sebagai formalitas
usaha yang menjamin jaminan bagi calon mitra dan atau
stakeholder; c) Menghindari pungutan liar. Menghadapi era
globalisasi UMKM dituntut dapat meningkatkan efisiensi untuk
menghadapi persaingan. Salah satu unsur pendukung efisiensi
adalah adanya jaringan usaha dan kemitraan. Jaringan usaha
dan kemitraan akan lebih mudah diwujudkan jika UMKM yang
sudah mendapat status formal. Untuk itu idealnya usaha mikro
dan kecil bergabung dalam koperasi.166
Kondisi pelayanan perizinan yang selama ini rumit,
prosedur yang panjang, waktu yang lama, ketidakjelasan biaya,
dan banyaknya praktik pungutan liar adalah potret buram dari
buruknya pelayanan publik. Kondisi seperti ini sudah pasti
berpengaruh besar terhadap lambannya investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kualitas pelayanan publik
merupakan upaya yang harus dilakukan terpola, berkelanjutan
dan dilaksanakan oleh semua jajaran aparatur pemerintah.
Salah satu langkah strategis untuk mendorong upaya perbaikan
penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat itu adalah
dengan melakukan pelayanan perizinan secara terpadu. Dengan
menyederhanakan dan mengintegrasikan pelayanan perizinan
dalam satu tempat, diharapkan berbagai persyaratan dapat
diparalelkan, waktu pemrosesan akan lebih cepat, biaya akan
lebih jelas dan efisien sekaligus menekan praktik pungutan
liar.167

165Teuku Syarif, “Kajian Pengembangan Formulasi UMKM (kajian


Asdep Urusan Penelitian Sumber Daya Tahun 2008)”, Jurnal Volume 4-
Agustus 2009, hlm. 21 melalui
Jurnal.smecda.com/index.php/pengkajiankukm/article/download/33/101,
diakses tanggal 16 Juli 2021.
166Susilo Wardani, Op. Cit., hlm. 137.
167Ibid., hlm. 138.

108 – Hukum Koperasi dan UKM


Sehubungan dengan hal itu, pemerintah telah
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Paket Perbaikan Iklim Investasi. Instruksi Presiden tersebut pada
intinya mengamanatkan kepada beberapa instansi pemerintah
untuk segera melakukan beberapa kebijakan program, dan
tindakan dalam meningkatkan iklim investasi. Salah satunya
adalah dengan meningkatkan kinerja dan menyederhanakan
proses perizinan.168
Menindak lanjuti instruksi tersebut, Pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun
2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP). Landasan pemikiran Permendagri ini adalah
keinginan untuk mengintegrasikan seluruh proses pelayanan
publik, baik perizinan atau non perizinan kedalam satu sistem
penyelenggaraan terpadu agar birokrasi pelayanan menjadi lebih
sederhana dan transparan.169
Mengenai perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil telah
keluar Peraturan Presiden RI Nomor 98 Tahun 2014 untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah diperlukan
pemberdayaan bagi pelaku UKM. Pemberdayaan itu dengan
memberikan izin kepada pelaku usaha mikro dan kecil secara
sederhana. Izin usaha mikro dan kecil (IUMK) merupakan tanda
legalitas untuk seseorang berupa izin usaha mikro dan kecil
dalam bentuk hanya satu lembar. Pada Februari 2015 lalu,
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mempermudah
pengurusan IUMK melalui lurah atau camat. Kebijakan ini
ditandai oleh penandatanganan nota kesepahaman tiga menteri,
yakni Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Perdagangan, dan
Menteri Dalam Negeri.170
Dalam hal perizinan, yang berwenang mengeluarkan izin
adalah pejabat administratif, kaitannya adalah dengan tugas
pemerintah dalam hal memberikan pelayanan umum kepada
masyarakat. Dalam hal pelayanan publik, izin merupakan
bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat
dalam bentuk pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang
menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan
oleh publik. Izin dapat berbentuk tertulis dan atau tidak tertulis,

168Ibid.
169Ibid.
170Ibid., hlm. 139.
Hukum Koperasi dan UKM - 109
namun dalam Hukum Administrasi Negara izin harus tertulis,
kaitannya apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diingikan, maka
izin yang berbentuk suatu keputusan adminstrasi negara
(beschicking) dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam
pengadilan.171
Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014
tentang ‎Perizinan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah, izin
untuk UMKM hanya 1 (satu) lembar dan dapat diterbitkan hanya
dalam 1 (satu) hari oleh kecamatan. Dengan selembar izin yang
bisa selesai dalam sehari ini, UMKM bisa memperoleh 4 (empat)
manfaat. Pertama adalah legalitas usaha, kemudian kemudahan
untuk mendapatkan modal karena sudah legal, lalu akses untuk
mendapatkan pendampingan usaha dari pemerintah, dan
terakhir ialah kesempatan untuk memperoleh bantuan
pemberdayaan dari pemerintah, Oleh karena itu, para
pengusaha UMKM perlu segera mengurus izin UMKM tersebut di
kecamatan masing-masing supaya menjadi legal dan mendapat
berbagai kemudahan.172
Masalah hukum lain yang dialami oleh pelaku UKM adalah
belum mendaftarkan kekayaan intelektual khususnya merek
dagangnya disebabkan minimnya pemahaman akan manfaat
pendaftaran merek bagi industri UKM serta terbatasnya
permodalan, sehingga pelaku UKM tersebut tidak atau belum
mendapatkan perlindungan hukum, sebab suatu merek dagang
akan mendapatkan perlinudngan jika telah melakukan
permohonan pendaftaran hingga sampai keluar sertifikat atau
granted.173
Hak kekayaan intelektual adalah hak yang berkenaan
dengan kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual
manusia. Kemampuan tersebut dapat berupa karya dibidang
teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra.174 Ruang lingkup
hak kekayaan intelektual dibagi menjadi 2 (dua), yaitu hak cipta

171Ibid.
172Ibid.
173Sulasno, Uul Nabila, “Penerapan Perlindungan Hukum Kekayaan
Intelektual Atas UMKM Melalui Program Sabtu Minggu Di Kota Serang”,
dalam Jurnal Ilmu Administrasi Negara (AsIAN), Vol. 08, Nomor01, Maret 2020,
hlm. 28.
174Muhammad Ahkmad Subroto dan Suprapedi, Pengenak HKI (Hak

Kekayaan Intelektual) Konsep Dasar Kekayaan Intelektual untuk Penumbuhan


Inovasi (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hlm. 14.
110 – Hukum Koperasi dan UKM
dan hak kekayaan industri. Hak cipta terdiri dari ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra. Hak kekayaan industri terdiri
dari paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit
terpadu, rahasia dagang, dan perlindungan varietas tanaman.175
Kebutuhan adanya perlindungan hukum atas merek
semakin berkembang dengan pesat setelah banyaknya orang
melakukan peniruan. Terlebih pula setelah dunia perdagangan
semakin maju, serta alat transportasi yang semakin baik, juga
dengan dilakukannya promosi maka wilayah pemasaran barang
pun menjadi lebih luas lagi. Keadaan seperti itulah menambah
pentingnya merek untuk membedakan asal usul dan
kualitasnya, juga menghindari peniruan.176
Menurut Feryy Susanto lingkup perlindungan hukum
merek dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Yang dilindungi hanya merek terdaftar
Undang-Undang Merek Tahun 2016 menganut sistem
konstitutif sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (5)
yang melandaskan doktrin prior in filling:
“Hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh
Negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka
waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut
atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya.”
Doktrin prior in filling (pendaftaran pertama) menggantikan
doktrin prior user (pemakaian pertama) yang dianut oleh UUM
Tahun 1961 yang tercantum pada Pasal 2 ayat (1):
“Hak khusus untuk memakai suatu merek guna membedakan
barang-arang hasil perusahaan atau barang-barang
perniagaan seseorang atau suatu badan dari barang orang lain
diberikan kepada barang siapa yang untuk pertama kali
memakai merek itu untuk keperluan tersebut di Indonesia.”
Dengan demikian Undang-Undang No.20 Tahun 2016 hanya
melindungi merek terdaftar (registered marks), sedangkan
terhadap merek yang tidak didaftarkan (unregistered marks)
tidak mendapat perlindungan hukum dan dianggap tidak
memiliki hak ekslusif, meskipun telah memakainya bertahun-
tahun. Faktor pertama bukanlah merupakan syarat yang sah

175Much. Nurachmad, Segala Tentang HAKI Indonesia, (Yogyakarta:


Buku Biru, 2012), hlm. 22.
176Erna Wahyuni, dkk, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek
(Yogyakarta: YPAPI, 2002), hlm. 2.
Hukum Koperasi dan UKM - 111
untuk menciptakan hak khusus, ketentuan ini merupakan
elemen pokok dalam sistem konstitutif ditegakkan atas
landasan doktrin first to file.
2. Perlindungan melekat sejak tanggal penerimaan.
Perlindungan hukum terhadap merek terdaftar berlaku surut
terhitung sejak tanggal penerimaan pendaftaran (filling date)
sebgaimana diatur dalam Pasal 35 UMM. Sedangkan tanggal
penerimaan pendaftaran ini hanya dapat diperoleh apabila
seluruh persyaratan administrasi yang diatur dalam Pasal 4,
Pasal 5-10 yang telah diperbaharui.177

Merek (branding) penting bagi UMKM agar semakin dikenal


masyarakat luas dan menjadi ciri khas terhadap usahanya.
Merek mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai badge of origin,
a piece of personal property, dan sebagai cultural resource. Merek
sebagai badge of origin, merupakan hak penting dalam
perdagangan dan memperlihatkan hubungan erat antara barang,
jasa dan orang yang mempunyai merek tersebut dengan asal
barang. Sedangkan personal property, mempunyai arti bahwa
merek merupakan aset bagi pemilik merek, sehingga pemilik
merek dapat menjual merek tersebut karena memiliki nilai
ekonomi. Merek sebagai cultural resource, yaitu merek dapat
dikaitkan dengan budaya suatu negara.178
Syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap
orang atau badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar
supaya merek tersebut dapat diterima dan dipakai sebagai merek
atau cap dagang adalah bahwa mereka itu harus mempunyai
daya pembedaan yang cukup. Dengan lain kata, tanda yang
dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai
cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi
suatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau
jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa
diproduksi oleh orang lain. Barang-barang atau jasa yang
diproduksi dapat dibedakan berdasarkan merek.179

177Ferry Susanto L, Perlindungan Hukum terhadap Merek Terdaftar


menurut Ketentuan Undang-Undang No.20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis. Tesis. Magister Ilmu Hukum Unoversitas Sumatera Utara
Medan, 2001, hlm. 46.
178 Sulasno, Uul Nabila, Loc. Cit.
179OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual

Property Rights) (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 348.


112 – Hukum Koperasi dan UKM
Dalam bisnis modern, suatu bisnis tentunya tidak dapat
terlepaskan dari merek dagang atau jasa, karena merek adalah
identitas dari produk yang diperdagangkan. Dengan adanya
suatu merek, maka konsumen juga dapat menentukan suatu
pilihan dengan tidak adanya kebingungan.180
Selain perlindungan merek barang dan jasa, dalam Undang-
Undang No.20 Tahun 2016 diatur juga perlindungan terhadap
indikasi geografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal
suatu barang karena faktor lingkungan geografis, yaitu tanda
yang menunjukkan daerah asal suatu barang karena faktor
lingkungan geografis, termasuk faktor alam atau faktor manusia
atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan
kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Selain itu juga
diatur mengenai indikasi asal.181
Perlindungan merek di Indonesia menganut asas konstitutif
(pendaftaran) dengan prinsip first to file.182 Artinya merek hanya
mendapatkan perlindungan apabila mereka tersebut didaftarkan
ke pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM, dan
dalam hal terdapat di Direktorat Kekayaan Intelektual. Apabila
UKM memiliki produk baik berupa barang maupun jasa dengan
menggunakan suatu merek namun tidak didaftarkan, maka
pelaku usaha UKM tidak mendapatkan perlindungan hukum
atas mereknya.183
Kurangnya kesadaran atau edukasi yang bersifat sosialisasi
yang sangat minim menjadikan pelaku UKM sangat jarang
mendaftarkan mereknya sebagai hak kekayaan intelektual.
Demikianlah relasi yang sangat erat antara hak kekayaan
intelektual dengan pelaku usaha UKM. Produk perdagangan
yang berkaitan dengan invensi dalam bidang teknologi yang
memerlukan Hak atas Paten, untuk sampai ke tangan
konsumen; sedangkan untuk membedakan kualitas produk

180Andrew Bethlehn, “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Merek


Industri UMKM di Indonesia, dalam Jurnal Law dan Justice, Vol. 3, Nomor1,
April 2018, hlm. 4.
181Risky Sianipar, Perlindungan Hukum Usaha Mikro Kecil Dan

Menengah (Umkm) Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 20


Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis ( Studi Kasus Kaos Medan
Bah Di Kota Medan). Medan: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara, 2019, hlm.
182Khoirul Hidayah Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: Setara

Press, , 2017), hlm. 54.


183Risky Sianipar, Op.Cit., hlm. 68.

Hukum Koperasi dan UKM - 113


perdagangan dari sisi keterjaminan produk yang original dan
labeling maka diperlukan Hak atas Merek. Demikian pula
apabila pelaku UKM yang membuat kreasi berwujud yang terkait
dengan seni pada produk perdagangan, agar kreasi tersebut
memiliki kekuatan yang tetap maka diperlukan Hak atas
Desain.184
Perlindungan atas Merek atau Hak atas Merek adalah hak
eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang
terdaftar dalam daftar umum merek. Untuk jangka waktu
tertentu si pelaku usaha menggunakan sendiri merek tersebut
ataupun memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau Badan Hukum untuk
menggunakannya. Perlindungan atas Merek Terdaftar yaitu
adanya kepastian hukum atas Merek Terdaftar, baik untuk
digunakan, diperpanjang, dialihkan, dan dihapuskan sebagai
alat bukti bila terjadi sengketa pelanggaran Merek Terdaftar.185
Prinsip perlindungan hukum terhadap produk UKM sebagai
berikut:
1. Prinsip ekonomi dalam UUD 1945.
Prinsip ini seperti dirumuskan oleh The Founding Father atau
pembentuk UUD 1945 yang telah memikirkan dengan matang
bangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia melalui prinsip
ekonomi guna mencapai tujuan nasional, yaitu masyarakat
yang adil dan makmur. Artinya, kemakmuran rakyat dapat
diperoleh melalui kegiatan ekonomi yang betul-betul sehat dan
jauh dari praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat.
2. Prinsip perlindungan kepentingan.
Perlu dikemukakan bahwa prinsip-prinsip perlindungan
kepentingan nasional yang diterapkan berarti ada kepentingan
umum yang tidak boleh bersifat kontrapoduktif terhadap asas
kebebasan kontrak. Artinya demi kepentingan umum dan
nasional ruang gerak kebebasan berkontrak bagi pelaku
usaha tidak semakin sempit dalam kegiatan bisnis.
3. Prinsip perlindungan hukum dalam hukum internasional dan
hukum perdata.

184Ibid.,
hlm. 69.
185Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar
Grafika, hlm. 92.
114 – Hukum Koperasi dan UKM
Aspek hukum nasional yang berupaya meningkatkan
kemampuan daya saing produk barang dan jasa dalam negeri,
perekonomian nasional juga harus memerhatikan prinsip
perlindungan hukum internasional. Perlindungan ini akan
memengaruhi reputasi ekonomi dan perlakuan negara lain
terhadap kegiatan pemasaran produk-produk Indonesia, baik
di dalam maupun luar negeri.
Perlindungan hukum internasional dan hukum perdata
internasional dalam kerangka antar Negara melalui berbagai
sarana transportasi dan komunikasi saling mengerti
berdasarkan perjanjian internasional dan prinsip pacta sun
servanda, yaitu perjanjian yang telah disepakati berlaku
sebagai undang-undang bagi pihak penyelenggaraan
perjanjian.
4. Prinsip perlindungan bagi golongan ekonomi lemah
Berbagai regulasi yang mengatur pengembangan UKM selama
ini menunjukkan adanya kepedulian dan perhatian
pemerintah terhadap pengusaha kecil. Diantara ketentuan
tersebut adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995,
sebagai upaya perlindungan untuk pengusaha kecil, sehingga
pembinaan pasar bagi usaha kecil harus merupakan suatu
sistem terpadu, karena pengembangannya tergantung dari
interkasi unsur organisasi dari para pengusaha kecil dan
komponen pendukung dari kebijakan ekonomi pemerintah,
usaha menengah dan usaha besar yang dapat saling
membantu dan memengaruhi.186

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan


Indikasi Geografi tidak banyak membahas terkait dengan merek
UKM di Indonesia. Penyebutan terkait dengan merek UKM
tertutang di dalam konsideran huruf a Undang-Undang Merek
yang mengatur “bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan
dengan konvensi international yang telah diratifikasi Indonesia,
peranan merek dan Indikasi Geografis menjadi sangat penting
terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat,

186Ade Komarudin, Politik Hukum Integratif UMKM (Jakarta: RMBooks,


2014).
Hukum Koperasi dan UKM - 115
berkeadilan, perlindungan konsumen, serta perlindungan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah, dan industri dalam negeri”.

B. Persoalan Finansial Usaha Kecil Menengah


Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997-
1998, terjadi pemutusan hubungan kerja pada banyak
karyawan. Mayoritas pengusaha-pengusaha besar usahanya
ambruk diterpa krisis moneter yang melanda hampir seluruh
dunia. Pelaku usaha, lembaga perbankan, masyarakat
menengah ke bawah ikut terseret dalam arus krisis ekonomi
tersebut, sehingga angka kemiskinan dalam 2 (dua) tahun
meningkat drastis jumlahnya. Runtuhnya kejayaan pengusaha-
pengusaha besar tersebut, berimbas pada pada meningkatnya
angka pengangguran pada usia produktif saat itu.
Untuk mengantisipasi masalah pengangguran serta
kemiskinan pasca krisis moneter tersebut, sebagian masyarakat
yang memiliki kemauan dan kemampuan produktif berusaha
melakukan upaya-upaya mandiri untuk membuat suatu usaha
yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan baik dalam
skala mikro, kecil maupun menengah. Kegiatan usaha para
pelaku usaha kecil dan menengah ini dengan segala
keterbatasan yang dimilikinya, ternyata tetap mampu bertahan
di tengah gejolak krisis moneter.187
Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) di Indonesia pada masa ini mempunyai
peranan yang sangat berarti. Peran UKM dan UMKM sebagai
penyangga ekonomi rakyat tidak perlu diragukan lagi. Dalam
pembangunan ekonomi rakyat dalam suatu negara, peran
UKM/UMKM berkontribusi dalam mengatasi masalah ekonomi
makro misalnya dalam mengatasi masalah pengangguran,188
menyerap tenaga kerja, serta peningkatan inovasi, yang
kemudian melahirkan berbagai produk baru, sehingga memberi
manfaat dan peluang bagi masyarakat lainnya untuk membuka

187Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil,


Cet. II (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 39.
188Sutanto Hadinoto, Micro Credit Chalenc Cara Efektif Mengatasi

Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia (Jakarta: PT. AlexMedia


Komputindo, 2006), hlm. 272.
116 – Hukum Koperasi dan UKM
usaha baru lainnya.189 Muhammad menambahkan bahwa peran
UMKM antara lain:
1. Penyerapan tenaga kerja;
2. Pemerataan pendapatan; dan
3. Nilai tambah bagi produk daerah, dan peningkatan taraf
hidup.190
Selalu didengung-dengungkan bahwa UKM selalu
dideskripsikan sebagai salah satu bidang yang mempunyai
peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya
berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil,
baik di sektor tradisional maupun modern. Usaha Kecil selalu
menempati posisi utama dalam setiap perencanaan tahapan
pembangunan yang dikelola oleh 2 (dua) departemen yaitu
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Departemen
Koperasi dan UKM. Nyatanya usaha pengembangan yang telah
dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya karena pada
kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan
kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Statemen tersebut
dibuktikan dimasa ketika Orde Baru berkuasa, pelaksanaan
kebijaksanaan UKM hanya sedikit saja yang dilaksanakan, dan
lebih banyak hanya berupa semboyan dan seremonial belaka,
sehingga dipastikan hasilnya sangat tidak memuaskan.
Faktanya memang pemerintah ternyata lebih berpihak pada
pengusaha besar pada hampir semua sektor, misalnya
perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan sektor
industri.191
Kendala terbesar dari pengusaha kecil dan menengah,
khususnya mereka yang kekurangan modal dan Sumber Daya
Manusia dan mereka yang berlokasi di daerah-daerah
pedalaman yang relatif terisolasi dari pusat-pusat informasi,
komunikasi dan transportasi juga mengalami kesulitan untuk
memenuhi standar-standar internasional yang terkait dengan

189Nur Wanita, “Perkembangan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah


(UMKM) Di Pasar Manonda Palu”, dalam Istiqra: Jurnal Penelitian Ilmiah, Vol.
3, Nomor2, Desember 2015, hlm. 252.
190Muhammad, LKMS: Pergulatan Melawan Kemiskinan Dan Penetrasi

Ekonomi Global (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 35.


191Sri Handini, Sukesi, Hartati Kanty, Manajemen UMKM Dan Koperasi

optimalisasi ekonomi masyarakat pesisir pantai (Surabaya: t.p., 2019), hlm.


48.
Hukum Koperasi dan UKM - 117
produksi dan perdagangan. UKM khususnya di Indonesia saat
ini menghadapi 2 (dua) masalah utama dalam aspek finansial,
yaitu mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke modal
kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi. Lokasi yang
terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah
terpencil, persyaratan yang terlalu berat, urusan administrasi
terlalu berbelit-belit dan kurang informasi mengenai skim-skim
perkreditan yang ada dan prosedurnya.
Untuk pengembangan UKM dari sisi produksi tentunya
perlu didukung oleh faktor finansial dari sisi permodalan. Pada
sisi lain banyaknya persyaratan untuk mengambil kredit di
perbankan bukanlah hal yang mudah. Butuh persyaratan
jaminan, administrasi yang cenderung menyusahkan, yang pada
akhirnya para pelaku UKM tidak dapat berkembang secara
maksimal sebagaimana diharapkan. Kendala finansial tersebut
seharusnya dapat diatasi melalui koperasi, namun koperasi juga
tidak dapat mendukung secara penuh untuk membantu gerak
maju UKM tersebut, karena modal koperasi yang juga tidak
banyak.
Meskipun telah ada regulasi yang diterbitkan untuk
membantu UKM dari sisi finansial, namun secara praktik
regulasi tersebut tidak banyak membantu untuk UKM. UKM
masih saja tetap tertatih-tatih untuk mengembangkan
usahanya. Oleh karena paket-paket kebijakan berupa
dispensasi, keringanan dari lembaga perbankan tentunya sangat
diharapkan agar UKM dapat berkembang dan dapat bersaing di
dunia internasional. Modal yang cukup akan memberikan
secercah harapan bagi pelaku UKM untuk dapat
memperkenalkan brand yang dimilikinya kepada pasar domestik
dan internasional, bahwa produk UKM Indonesia juga punya
kualitas yang dapat dibanggakan.
Rasio modal yang cukup itu tentunya semakin
menggairahkan gerak ekonomi Indonesia dengan pelaku UKM
yang dikenal mandiri dan tahan banting terhadap berbagai badai
krisis moneter yang pernah dihadapi oleh Indonesia. Dengan
mengandalkan bahan baku lokal, penyerapan tenaga kerja lokal,
serta dipasarkan di pasar lokal, sebenarnya telah membuktikan
bahwa UKM bukanlah pemain kecil dalam dunia usaha di
Indonesia. Oleh karena pemerintah seharusnya memberikan
apresiasi yang sangat besar berupa stimulus modal dari lembaga
perbankan untuk menjaga momentum ketahanan UKM tersebut.
118 – Hukum Koperasi dan UKM
Pelaku UKM memerlukan modal hanya untuk mengembangkan
usahanya, agar tetap dapat hidup ditengah-tengah kepungan
para pengusaha lokal yang besar, sekaligus untuk menghidupi
karyawannya yang memang berasal dari masyarakat setempat.

C. Evaluasi
1. Bagaimana peran pemerintah dalam pengembangan
UMKM?
2. Bagaimana peran pemerintah dalam melindungi hak
kekayaan intelektual terhadap produk yang dihasilkan
oleh UKM?
3. Bagaimana peran UKM dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia?
4. Bagaimana peran pemerintah dalam membuat regulasi
terkait dengan kemudahan permodalan bagi UKM?
5. Bagaimana seharusnya peran koperasi dalam mengatasi
persoalan permodalan bagi UKM?

Hukum Koperasi dan UKM - 119


120 – Hukum Koperasi dan UKM
JAWABAN EVALUASI

BAB I
1. Landasan konstitusi adanya koperasi di Indonesia adalah
Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
2. Koperasi dikatakan sebagai soko guru ekonomi Indonesia
adalah karena koperasi merupakan sistem perekonomian yang
berasaskan kekeluargaan yang merupakan ciri khas
kepribadian bangsa Indonesia.
3. Prinsip-prinsip koperasi yang termaktub dalam Undang-
Undang Nomor25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
b. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi.
c. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
d. Pemberian batas jasa yang terbatas terhadap modal.
e. Kemandirian.
f. Pendidikan perkoperasian.
g. Kerja sama antar koperasi.

4. Yang dimaksud dengan landasan idiil koperasi adalah


Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesi. Kelima sila itu harus dijadikan dasar dalam
kehidupan koperasi di Indonesia. Dasar idiil ini haris
diamalkan oleh seluruh anggota maupun pengurus koperasi
karena Pancasila disamping merupakan dasar negara juga
sebagai falsafah hidup bangsa dan negara.
5. Yang dimaksud dengan landasan struktural koperasi
Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai
landasan geraknya adalah Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 serta penjelasannya. Menurut Pasal 33 ayat (1)
UUD 1945 mengatur: “Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama atas asas kekeluargaan”. Undang-Undang Dasar
1945 juga telah menempatkan koperasi pada kedudukan
sebagai soko guru perekonomian Indonesia.

Hukum Koperasi dan UKM - 121


BAB II
1. Prinsip-prinsip koperasi dalam perspektif Bung Hatta yaitu
meningkatkan produksi, memperbaiki kualitas produksi,
mengefisienkan distribusi, memperbaiki dan mengendalikan
harga, menghapuskan pengaruh lintah darat/ijon,
menghimpun modal (simpan pinjam) dan memelihara
lumbung desa.
2. Yang dimaksud dengan keanggotaan bersifat sukarela dan
terbuka Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi
bermakna bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh
dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan ini juga
mengandung makna bahwa seorang anggota dapat
mengundurkan diri dari koperasinya sesuai dengan syarat
yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sifat
terbuka artinya bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan
pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.
3. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip koperasi (cooperative
principles) adalah ketentuan-ketentuan pokok yang berlaku
dalam koperasi dan dijadikan sebagai pedoman kerja koperasi.
Lebih jauh, prinsip-prinsip tersebut merupakan “rules of
game” dalam kehidupan koperasi. Pada dasarnya, prinsip-
prinsip koperasi sekaligus merupakan jati diri atau ciri khas
koperasi tersebut. Adanya prinsip koperasi ini menjadikan
watak koperasi sebagai badan usaha yang berbeda dengan
badan usaha lain.
4. Sendi-sendi koperasi yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian
adalah Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia adalah: 1. Sifat
keanggotannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga
negara Indonesia. 2. Rapat anggota merupakan kekuasaan
tertinggi, sebagai pencerminan demokrasi dalam Koperasi. 3.
Pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-
masing anggota. 4. Adanya pembatasan bunga atas modal. 5.
Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan
masyarakat pada umumnya, usaha dan ketatalaksanaannya
bersifat terbka. 6. Swadaya, swakerta, dan swasembada
sebagai pencerminan daripada prinsip dasar: percaya pada
diri sendiri.
5. Maksud dari sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi
adalah Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi
122 – Hukum Koperasi dan UKM
bermakna bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh
dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan ini juga
mengandung makna bahwa seorang anggota dapat
mengundurkan diri dari koperasinya sesuai dengan syarat
yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sifat
terbuka artinya bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan
pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.

BAB III
1. Apa yang dimaksud dengan koperasi konsumen adalah
merupakan koperasi yang menyelenggarakan keguatan usaha
pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan anggota
dan non-anggota. Koperasi konsumen berperan dalam
mempertinggi daya beli sehingga pendapatan riil anggota
meningkat. Pada koperasi ini anggota memiliki identitas
sebagai pemilik (owner) dan sebagai pelanggan (customer).
Dalam kedudukan anggota sebagai konsumen, kegiatan
mengkonsumsi (termasuk konsumsi oleh produsen) adalah
penggunaan mengkonsumsi (termasuk konsumsi oleh
produsen) adalah penggunaan mengkonsumsi barang/jasa
yang disediakan oleh pasar.
2. Jenis koperasi berdasarkan lapangan usaha adalah: a)
Koperasi Desa yaitu koperasi yang anggota-anggotanya terdiri
dari penduduk desa yang mempunyai kepentingan yang sama;
b) Koperasi konsumsi yaitu koperasi yang anggota-anggotanya
terdiri dari tiap-tiap orang yang mempunyai kepentingan
langsung dalam bidang konsumsi; c) Koperasi Pertanian, yaitu
koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari petani pemilik
tanah, penggarap, buruh tani dan orang-orang yang
berkekentingan serta pencahariannya berhubungan dengan
usaha pertanian yang bersangkutan.
3. Yang dimaksud dengan koperasi jasa adalah merupakan
koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan
jasa non-simpan pinjam yang diperlukan oleh anggota dan
non-anggota. Koperasi jasa adalah koperasi dimana identitas
anggota sebagai pemilik dan nasabah sebagai konsumen jasa
dan atau produsen jasa.
4. Fungsi koperasi simpan pinjam adalah merupakan koperasi
yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya
usaha yang melayani anggota.
Hukum Koperasi dan UKM - 123
5. Definisi koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor25
Tahun 1992 adalah badan usaha yang beranggotakan orang-
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan.

BAB IV
1. Koperasi harus berbadan hukum karena terkait adanya
pemisahan terhadap status harta kekayaan yang menjadi
milik koperasi sebagai sebuah organisasi dengan harta
kekayaan pribadi milik koperasi sebagai sebuah organisasi
dengan harta kekayaan milik para anggota koperasi dan para
pendiri. Selanjutnya, apabila di kemudian hari koperasi
tersebut bangkrut, maka pihak ketiga tersebut kreditur tidak
dapat menuntut para anggota pendiri atau anggota koperasi
itu secara pribadi untuk bertanggungjawab melunasi semua
utang-utang atau kewajiban-kewajiban apabila ternyata tidak
dapat dibuktikan bahwa para anggota yang menjadi penyebab
dari terjadinya kebangkrutan itu
2. Syarat pembentukan koperasi primer berdasarkan Pasal 6 UU
Nomor25 Tahun 1992 adalah dibentuk oleh sekurang-
kurangnya 20 (dua puluh) orang dan untuk Koperasi sekunder
dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi juga
berdasarkan Peraturan Menteri Negara dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor: 01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembentukan Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, rapat pembentukan
Koperasi Primer dihadiri oleh sekurang-kurangnya 20 (dua
puluh) orang pendiri, sedangkan untuk Koperasi Sekunder
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi yang telah
berbadan hukum, yang diwakili oleh kuasanya.
3. Persiapan pembentukan koperasi adalah: a) Pembentukan
koperasi harus dipersiapkan dengan matang oleh pendiri.
Persiapan tersebut antara lain; kegiatan sosialisasi,
penerangan maupun pelatihan bagi para pendiri dan calon
anggota untuk memperoleh pengertian dan kejelasan
mengenai perkoperasian. b) Yang dimaksud pendiri adalah
mereka yang hadir dalam rapat pembentukan koperasi dan
tekah memenuhi persyaratan keanggotaan serta menyatakan
124 – Hukum Koperasi dan UKM
diri menjadi anggota. c) Para pendiri menyiapkan rapat
pembentukan dengan cara: menyusun Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan rencana awal kegiatan
usaha.
4. Syarat permohonan pengesahan koperasi sebagai badan
hukum:
a. Surat keterangan persetujuan penggunaan nama Koperasi
dari Pejabat;
b. 2 (dua) rangkap akta pendirian koperasi, 1 (satu)
diantaranya bermaterai cukup;
c. Surat kuasa pendiri;
d. Notulen rapat pembentukan koperasi;
e. Berita acara rapat Pembentukan Koperasi;
f. Akta Pendirian koperasi yang dibuat dan ditandatangani
oleh Notaris;
g. Surat bukti jumlah setoran simpanan pokok dan simpanan
wajib sebagai modal awal;
h. Surat keterangan domisili;
i. Rencana kegiatan usaha koperasi minimal 3 (tiga) tahun
kedepan dan Rencana Anggaran Belanja dan Pendapatan
Koperasi; dan
j. Surat permohonan izin usaha Simpan Pinjam/Unit Usaha
Simpan Pinjam atau koperasi jenis lain yang memiliki unit
simpan pinjam.
5. Yang berhak memberikan pengesahan akta pendirian koperasi
adalah Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 4
tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, yang
berwenang memberikan pengesahan akta pendirian Koperasi
dan pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi adalah
Menteri Koperasi.

BAB V
1. Yang dimaksud dengan usaha kecil dan menengah adalah
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha
kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tersebut.
Hukum Koperasi dan UKM - 125
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki, di kuasai, atau
menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung, dan
Usaha Mikro, usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi
kriteria usaha menengah sebagaimana dimaksud dalam UU
tersebut.
2. Kriteria usaha kecil dan menengah usaha kecil dengan nilai
aset lebih dari Rp 50.000.000- (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 500.000.000- (lima ratus juta
rupiah) atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300.000.000- (tiga ratus juta rupiah) hingga maksimum Rp
2.500.000.000,00; dan usaha menengah adalah perusahaan
dengan nilai kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 (lima
ratus juta rupiah) hingga paling banyak Rp10.000.000.000.-
(sepuluh milyar rupiah) atau memiliki hasil penjualan
tahunan diatas Rp. 2 milyar 500 juta sampai paling tinggi
Rp.50 milyar.
3. Kelemahan dari usaha kecil dan menengah adalah masih
terbatasnya kemampuan sumber daya manusia; kendala
pemasaran produk sebagian besar pengusaha Industri Kecil
lebih memperioritaskan pada aspek produksi sedangkan
fungsi-fungsi pemasaran kurang mampu dalam
mengakseskannya, khususnya dalam informasi pasar dan
jaringan pasar, sehingga sebagian besar hanya berfungsi
sebagai tukang saja; kecenderungan konsumen yang belum
mempercayai mutu produk Industri Kecil; endala permodalan
usaha sebagian besar Industri Kecil memanfaatkan modal
sendiri dalam jumlah yang relatif kecil.
4. Yang dapat dilakukan koperasi untuk usaha kecil dan
menengah dengan memberikan bantuan permodalan agar
usaha kecil dan menengah dapat mengembangkan usahanya.
5. Bentuk sinergitas antara usaha kecil dan menengah dan
koperasi bentuknya adalah berupa pendampingan dalam
manajemen bagi pelaku usaha kecil dan menengah,
membantu bantuan permodalan serta memasarkan produk
usaha kecil dan menengah di koperasinya.

126 – Hukum Koperasi dan UKM


Bab VI
1. Dasar hukum adanya usaha kecil dan menengah Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2008 Usaha Mikro Kecil Menengah.
2. Ciri-ciri UMKM adalah: a) Jenis barang atau komoditas
usahanya tidak selalu tetap,sewaktu-waktu dapat berganti; b)
Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat
berpindah tempat; c) Belum melakukan administrasi
keuangan, yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan
keuangan keluarga dengan keuangan usaha; d) Sumber daya
manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha
yang memadai; e) Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat
rendah; f) Umumnya, belum memiliki akses keperbankan,
tetapi sebagian dari mereka sudah memiliki akses ke lembaga
keuangan non-bank; g) Umumnya tidak memiliki izin usaha
atau persyaratan legalitas Iainnya, termasuk NPWP.
3. Ciri-ciri usaha kecil adalah: a) Jenis barang atau komoditas
yang diusahakan umumnya tidak mudah berubah; b) Lokasi
atau tempat usaha umumnya sudah menetap dan tidak
berpindah-pindah; c) Pada umumnya, sudah melakukan
administrasi keuangan (walau masih sederhana), keuangan
perusahaan sudah mulai dipisahkan dari keuangan keluarga,
dan sudah membuat neraca usaha; d) Sudah memiliki izin
usaha dan persyaratan legalitas lainnya, termasuk NPWP; e)
Sumber daya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman
dalam berwirausaha; f) Sebagian sudah memiliki akses ke
perbankan dalam hal keperluan modal; g) Sebagian besar
belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik, seperti
business planning.
4. Ciri-ciri usaha menengah adalah: a) Umumnya telah memiliki
manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur,
bahkan lebih modern dengan pembagian tugas yang jelas,
seperti bagian keuangan, pemasaran, dan produksi; b) Telah
melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem
akuntansi dengan teratur sehingga memudahkan pengauditan
dan penilaian atau pemeriksaan, termasuk yang dilakukan
oleh bank; c) Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan
organisasi perburuhan, sudah menyediakan Jamsostek,
pemeliharaan kesehatan, dan lain sebagainya; d) Sudah
memiliki segala persyaratan legalitas, antara lain izin tetangga,
izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan,
dan lain-lain; e) Sudah memiliki akses terhadap sumber-

Hukum Koperasi dan UKM - 127


sumber pendanaan perbankan; f) Umumnya, telah memiliki
sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
5. Cara pengembangan UMKM dalam bidang sumber daya
manusia sebagaimana termaktub dalam Pasal 19 UU Nomor
20 Tahun 2008 tentang UMKM mengamanatkan bahwa
pengembangan dalam bidang sumber daya manusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c
dilakukan dengan cara: a) Memasyarakatkan dan
memberdayakan kewirausahaan; b) Meningkatkan
keterampilan teknis dan manajerial; dan c) Membentuk dan
mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk
melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan
kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru.

Bab VII
1. Peran pemerintah dalam pengembangan UMKM adalah
dengan membuat regulasi yang melindungi UMKM,
memberikan perizinan dengan syarat yang mudah serta
membantu permodalan melalui lembaga perbankan.
2. Peran pemerintah dalam melindungi hak kekayaan intelektual
terhadap produk yang dihasilkan oleh UKM adalah dengan
membuat aturan tentang hak merek agar produk UKM
memiliki perlindungan hukum
3. Peran UKM dalam pembangunan ekonomi di Indonesia adalah
mampu menyerap tenaga kerja lokal, serta peningkatan
inovasi, yang kemudian melahirkan berbagai produk baru,
sehingga memberi manfaat dan peluang bagi masyarakat
lainnya untuk membuka usaha baru lainnya serta tahan
terhadap badai krisis ekonomi yang beberapa kali melanda
Indonesia.
4. Peran pemerintah dalam membuat regulasi terkait dengan
kemudahan permodalan bagi UKM adalah berupa stimulus
modal dari lembaga perbankan untuk menjaga momentum
ketahanan UKM tersebut. Pelaku UKM memerlukan modal
hanya untuk mengembangkan usahanya, agar tetap dapat
hidup ditengah-tengah kepungan para pengusaha lokal yang
besar, sekaligus untuk menghidupi karyawannya yang
memang berasal dari masyarakat setempat.
5. Peran koperasi dalam mengatasi persoalan permodalan bagi
UKM adalah sebagai lembaga yang memberikan permodalan
128 – Hukum Koperasi dan UKM
khususnya bagi koperasi simpan pinjam. Koperasi dapat juga
menarik pelaku UKM untuk menjadi anggotanya, atau
koperasi dapat memasarkan produk pelaku UKM sehingga
produk-produk lokal itu dapat dikenal di wilayahnya.

Hukum Koperasi dan UKM - 129


130 – Hukum Koperasi dan UKM
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Abdul Basith, 2008, Islam dan Manajemen Koperasi, Malang: UIN
Malang Press, Cet. 1.
Anoraga, Pandi, dan Djoko Sudantoko, 2002, Koperasi
Kewirausahaan dan Usaha Kecil, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Anoraga, Pandji, dan Ninik Widiyanti, 2003, Dinamika Koperasi,
Jakarta: Bina Adiaksa.
Atmasasmita, Romli, 2012, Teori Hukum Integratif, Rekontruksi
terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum
Progresif, Yogyakarta: Penerbit Genta Publising.
Baswir, Revrisond, 1997, Agenda Ekonomi Kerakyatan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burhanuddin S., 2010, Prosedur Mudah Mendirikan Koperasi,
Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Chaniago, Arifinal, 1987, Perkoperasian di Indonesia, Bandung:
Angkasa.
Djabaruddin Djohan, 1997, Setengah Abad Pasang Surut
Gerakan Koperasi Indonesia 12 Juli 1917-12 Juli 1997,
Jakarta: Dekopin.
Firdaus, Muhammad, dan Agus Edhi Susanto, 2002,
Perkoperasian Sejaraj, Teori & Praktek, Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Hadikusuma, R.T. Sutantya Rahardja, 2007, Hukum Koperasi
Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Hadinoto, Sutanto, 2006, Micro Credit Chalenc Cara Efektif
Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia,
Jakarta: PT. AlexMedia Komputindo.
Hadiprojo, Sukanto Rekso, 1992, Manajemen Koperasi,
Yogyakarta: BPFE, Cet. II.
Hadjon, Philipus M., 1993, Pengantar Hukum Perizinan,
Surabaya: Yuridika.

Hukum Koperasi dan UKM - 131


Handidi, Sri, Suksesi, Hartati Kanty, 2019, Manajemen UMKM
Dan Koperasi optimalisasi ekonomi masyarakat pesisir
pantai, Surabaya: Unitomo Press.
Hatta, Mohammad Hatta, 1954, Koperasi, Jakarta: PT
Pembangunan, Cet. 1.
_______, 2002, Kumpulan Pidato II, Jakarta: Toko Agung.
Hendrojogi, 2007, Koperasi:Asas-asas, Teori dan Praktik, Edisi 4,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hidayah, Khoirul, 2017, Hukum Hak Kekayaan Intelektual,
Jakarta: Setara Press.
International Co – operative Alliance, 2001, Jatidiri Koperasi ICA
Co-operative Identity Statement Prinsip-Prinsip Koperasi
untuk Abad ke 21, pent. Ibnu Soedjono, Jakarta: Lembaga
Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia.
Juanita, 2003, Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Pelayanan
Kesehatan, Medan: Universitas Sumatera Utara.
Kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM, 2001, Buku Panduan
Pelatihan Calon Pejabat Pembuat Akta Koperasi, Jakarta.
Kartasaputra, A.G.,2001, Koperasi Indonesia yang Berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 5.
_______., 2005, Praktek Pengelolaan Koperasi, Jakarta: Rineka
Cipta.
Kartasaputra, A.G., Bambang S., dan A. Setiady, 2003, Koperasi
Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Kasmir, 2010, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta:
Rajawali Press.
Keban, Yaremis T., 2008, Enam Dimensi strategis Administrasi
Publik: Konsep Teori dan Isu, Jakarta: Gramedia.
Komarudin, Ade, 2014, Politik Hukum Integratif UMKM, Jakarta:
RMBooks.
Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas,
dan Aktualitas Pancasila, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

132 – Hukum Koperasi dan UKM


Manurung, Adler Haymans, 2006, Bisnis UKM (Usaha Kecil
Menengah), Jakarta: Kompas.
Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum (suatu
pengantar), Yogyakarta: Liberty.
Mubyarto, 1997, Ekonomi Kerakyatan Program IDT dan
Demokrasi Indonesia, Edisi II, Cet. I, Yoyakarta: Aditya
Media.
Muhammad, 2009, LKMS: Pergulatan Melawan Kemiskinan Dan
Penetrasi Ekonomi Global, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Munker, Hans H., 2011, Membangun UU Koperasi Berdasarkan
Prinsip-prinsip Koperasi, Jakarta: Reka Desa.
Nasution, Muslim, 2007, Menjadikan Demokrasi Ekonomi Dengan
Koperasi, Jakarta: PIP Publishing.
Nindyo Pramono, 1986, Beberapa Aspek Koperasi pada
Umumnya dan Koperasi Indonesia Di Dalam Perkembangan,
Yogyakarta: TPK Gunung Mulia.
Nitisusastro, Mulyadi, 2012, Kewirausahaan dan Manajemen
Usaha Kecil, Cet. II, Bandung: Alfabeta.
Nurachmad, Much., 2012, Segala Tentang HAKI Indonesia,
Yogyakarta: Buku Biru.
Pachta W, Andjar, 2005, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Pachta W., Andjar,dkk., 2003, Manajemen Koperasi Teori dan
Praktek, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Partomo, Tiktik Sartika, 2009, Ekonomi Koperasi, Edisi 1, Bogor:
Ghalia Indonesia.
Partomo, Tiktik Sartika, dan Abd. Rachman Soejoedono, 2004,
Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Pujiyono, 2015, Hukum Koperasi dalam Potret Sejarah di
Indonesia, Surakarta: CV Indotama Solo.
Rachbini, Didik J., 1995, “Ekonomi Pasar Sosial : Pilihan Ketiga
(Pengalaman Ekonomi Jerman Barat)”, dalam Relevansi
Pasar Sosial bagi Indonesia, Jakarta: Penerbit Cides.

Hukum Koperasi dan UKM - 133


Raka, I.G. Gde, 1983, Pengantar Pengetahuan Koperasi, Jakarta:
Departemen Koperasi.
Ropke, Jochen, 2003, Ekonomi Koperasi Teori dan Manajemen,
Bandung: Salemba Empat.
Saidin, OK., 2007, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual
(Intellectual Property Rights), Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Subroto, Muhammad Ahkmad, dan Suprapedi, 2008, Pengenak
HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Konsep Dasar Kekayaan
Intelektual untuk Penumbuhan Inovasi, Jakarta: PT. Indeks.
Sudarsono dan Edilius, 1994, Beberapa Persepektif Pelayanan
Prima, Bisnis dan Birokrasi, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Suhardi, et.al., 2012, Hukum Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah di Indonesia, Jakarta: Akademia.
Suharto, Edi, 2014, Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat, Bandung: Refika Aditama.
Suhendi, Hendi, 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Sulaiman, Zulfkri, 2010, Demokrasi Untuk Indonesia: Pemikiran
Politik Bung Hatta, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Sutedi, Adrian, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta:
Sinar Grafika.
Tambunan, Tulus, 2012, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di
Indonesia: Isu-Isu Penting, Jakarta: LP3ES.
Team Universitas Gadjah Mada, 1984, Koperasi Sebuah
Pengantar, Jakarta: Departemen Koperasi.
Triwibowo, Darmawan, dan Sugeng Bahagijo, 2006, Mimpi
Negara Kesejahteraan, Jakarta: LP3ES.
Tunggal, Amin Widjaja, 2002, Akuntansi Untuk Koperasi,
Jakarta: Rineka Cipta.
Untung, Budi, 2005, Hukum Koperasi dan peran Notaris
Indonesia, Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

134 – Hukum Koperasi dan UKM


Wahyuni, Erna, dkk, 2002, Kebijakan dan Manajemen Hukum
Merek, Yogyakarta: YPAPI.
Widiyanti, Ninik, dan Y.W. Sunidia, 2002, Koperasi dan
Perekonomian Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Yohanes, Harsoyo, 2006, Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan,
Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Undang-Undang Nomor23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro
Kecil Menengah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografi.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1994 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi.
Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang ‎Perizinan
untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 11 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru MEA.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Perbaikan
Iklim Investasi.
Peraturan Menteri Nomor 01 Tahun 2006 yaitu tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil,
Menengah Nomor : 19/KEP/M/II/2000 tentang Pedoman
Kelembagaan dan Usaha Koperasi.

Hukum Koperasi dan UKM - 135


Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor: 123/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Dalam Rangka
Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan
Pembubaran Koperasi Pada Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Kepmen No: 351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.
Peraturan Menteri Negara dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor: 01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembentukan Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor
10 tahun 2010.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor: 124/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang
Penugasan Pejabat Berwenang Untuk Memberikan
Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan
Pembubaran Koperasi di Tingkat Nasional.
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP).

C. Jurnal

Anugrah, Meidya, “Tinjauan Hukum Pendirian Badan Hukum


Koperasi”, dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 5,
Vol. 1, Tahun 2013.
Asmara, Teguh Tresna Puja, Tarsisius Murwadji, Bambang Daru
Nugroho, “Tanggung Jawab Pemilik Koperasi Pada Saat
Terjadi Kredit Macet Ditinjau Dari Teori Kepastian Hukum”,
dalam Jurnal IUS: Kajian Hukum dan Keadilan, Vol. 8,
Nomor1, April 2020.
Bethlehn, Andrew, “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Merek
Industri UMKM di Indonesia, dalam Jurnal Law dan Justice,
Vol. 3, Nomor1, April 2018.

136 – Hukum Koperasi dan UKM


Cahyaningrum, Dian, “Bentuk Badan Hukum Koperasi Untuk
Menjalankan Kegiatan Usaha Perbankan”, dalam Jurnal
Negara Hukum, Vol. 8, Nomor1, 2017.
Effendi, Rustam, Boy Syamsul Bakhri, dan Zul Ihsan Mu’arrif,
“Konseop Koperasi Bung Hatta Dalam Perspektif Ekonomi
Syariah”, dalam Jurnal Al-Hikmah, Vol. 15, Nomor1, 2018.
Fatimah dan Darna, “Peranan Koperasi Dalam Mendukung
Permodalan Usaha Kecil Dan Mikro (UKM)”, dalam Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis, Vol. 10, Nomor2, Desember 2011.
Irawan, Dandan, “Pengembangan Kemitraan Koperasi, Usaha
Mikro Dan Kecil (KUMK) Dengan Usaha Menengah/Besar
Untuk Komoditi Unggulan Lokal”, dalam Coopetition, Vol. IX,
Nomor 1, Maret 2018.
Kader, Mukhtar Abdul, “Peran UKM Dan Koperasi Dalam
Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan Di Indonesia”, dalam
Jurisma: Jurnal Riset Bisnis dan Manajemen, Vol. VIII,
Nomor1, Tahun 2018.
Karmila, Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Koperasi
Menurut Kepmen Nomor 98/KEP/M.KUKM/IX/2004. Tesis.
Medan: Pasca Sarjana USU, 2006.
Rifa’i, Bachtiar, “Efensiasi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
Menengah”, dalam Jurnal Sosio Humaniora, Vol. 3, Nomor4,
September 2012.
Rohmat, Aji Basuki, “Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Koperasi
Dalam Undang-Undang Koperasi (Studi Undang-Undang
Nomor25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor17 Tahun
2012)”, dalam Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. 2, Nomor1,
Januari-April 2015.
Sitorus, Andi Putra, “Politik Hukum Perlidnungan Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM) Dalam Masyarakat Ekonomi
ASEAN”, dalam Doktrina: Jorunal of Law, Vol. 1, Nomor2,
Oktober 2018.
Sofyan, Syaakir, “Peran UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Dan
Menengah) Dalam Perekonomian Indonesia”, dalam Bilancia,
Vol. 11, Nomor1, Januari-Juni 2017.

Hukum Koperasi dan UKM - 137


Sulasno, Uul Nabila, “Penerapan Perlindungan Hukum Kekayaan
Intelektual Atas UMKM Melalui Program Sabtu Minggu Di
Kota Serang”, dalam Jurnal Ilmu Administrasi Negara (AsIAN),
Vol. 08, Nomor01, Maret 2020.
Suryosukmoro, Herman, dan Hikmatul Ula, “Menelaah Koperasi
Era Omnibus Law”, dalam Mulawarman Law Review, Vol. 5,
Nomor2, Desember 2020, Fakultas Hukum Universitas
Mulawarman.
Susanty, Ade Pratiwi, “Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Atas
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN”, dalam Jurnal
Hukum Respublica, Vol. 16, Nomor2, Tahun 2017, hlm. 315.
Wahyuningsih, Sri, “Peranan UKM Dalam Perekonomian
Indonesia”, dalam Mediagro: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Vol.
5, Nomor1, 2019.
Wanita, Nur, “Perkembangan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah
(UMKM) Di Pasar Manonda Palu”, dalam Istiqra: Jurnal
Penelitian Ilmiah, Vol. 3, Nomor2, Desember 2015.
Yusri, “Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro, Kecil, Dan
Menengah Dalam Perspektif Keadilan Ekonomi”, dalam
Kanus Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 62, Tahun XVI, April 2014.
Zain, Mochamad Adib, “Politik Hukum Koperasi Di Indonesia
(Tinjauan Yuridis Historis Pengaturan Perkoperasian Di
Indonesia)”, dalam Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 3, Nomor2,
November 2015.

D. Prosiding

Pujiono, Akselerasi Peningkatan Usaha Mikro, Kecil, dan


Menengah melalui Pendidikan, dalam Proceding Seminar
Nasional Peningkatan Kapabilitas UMKM dalam
Mewujudkan UMKM Naik Kelas.
Wardani, Susilo, “Kebijakan Perizinan Pengembangan UMKM
Sebagai Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan Di Era
Liberalisasi Ekonomi Global”, Wardani, Susilo, “Kebijakan
Perizinan Pengembangan UMKM Sebagai Upaya Mewujudkan
Negara Kesejahteraan Di Era Liberalisasi Ekonomi Global”.

138 – Hukum Koperasi dan UKM


E. Makalah

Untung, Budi, Pembekalan Dasar Notaris Pembuat Akta


Koperasi. Makalah. Bali, Disampaikan pada Seminar
Pembekalan Notaris Pembuat Akta Koperasi di Bali pada
tanggal 5 Juni 2004.

F. Skripsi

Sianipar, Risky, Perlindungan Hukum Usaha Mikro Kecil Dan


Menengah (Umkm) Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia No 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi
Geografis ( Studi Kasus Kaos Medan Bah Di Kota
Medan).Skripsi. Medan: Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara, 2019.

G. Tesis

Edwin, Analisis Hukum Atas Akta Pendirian Koperasi Dimana


Penandatanganan Akta Pendirian Didasarkan Kepada Surat
Kuasa Dibawah Tangan. Tesis. Medan: Program Magister
Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara, 2019.
Handayani, Safitri, Akta Pendirian Koperasi Yang Dibuat Notaris
Dan Akibat Penolakan Pengesahan Oleh Dinas Pelayanan
Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah.
Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Magister
Kenotariatan Universitas Dipoengoro, 2007.
Kristiyani, “Kajian Yuridis Atas Putusan Kepailitan Koperasi Di
Indonesia (Studi Kasus Putusan Nomor:
01/Pailit/2008/Pengadilan Niaga Semarang)”. Tesis. Magister
Kenotariatan Program Studi Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro, Semarang, 2008.
Rusdiyono, “Perkembangan Pengaturan Pendirian Koperasi Di
Indonesia”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro, Semarang, 2009.
Simatupang, Dwi Bunga Anggraini, Akibat Hukum Penolakan
Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Yang Dibuat Notaris
Oleh Kementerian Koperasi (Pasca Putusan Mahkamah
Hukum Koperasi dan UKM - 139
Konstitusi Nomor 28 Tahun 2013). Tesis . Medan: Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, 2019.
Susanto F, Ferry, Perlindungan Hukum terhadap Merek
Terdaftar menurut Ketentuan Undang-Undang No.20 Tahun
2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Tesis. Magister
Ilmu Hukum Unoversitas Sumatera Utara Medan, 2001.

H.Situs Internet

Anggraini, Santy, “Landasan Hukum Koperasi”, nelalui


http://www. shantyechan.blogspot.com/2013/10/landasan-
hukum-koperasi.html., diakses tanggal 12 Mei 2021 pukul
22.09.
Pattipeilohy, Gilbert B.,, “Penelitian Tentang Sejarah
Perkembangan Koperasi Di Indonesia”, melalui
https://www.academia.edu/11954972/Sejarah_perkembang
an_koperasi, diakses tanggal 12 Juli 2021.
Syarif, Teuku, “Kajian Pengembangan Formulasi UMKM (kajian
Asdep Urusan Penelitian Sumber Daya Tahun 2008)”, Jurnal
Volume 4-Agustus 2009, hlm. 21 melalui
Jurnal.smecda.com/index.php/pengkajiankukm/article/downl
oad/33/101, diakses tanggal 16 Juli 2021.

140 – Hukum Koperasi dan UKM


INDEKS

Belanda, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 43,
23, 103 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54,
BUMN, 45, 84, 93 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64,
Cooperative, 17, 18, 20, 24 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74,
demokrasi, 12, 13, 27, 31, 35, 39, 40, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 85, 87, 89, 90,
41, 45, 53, 79, 82, 83, 86, 131, 132 95, 97, 98, 107, 119, 127, 131, 132,
DPRD, ii 133, 134, 135, 139, 141, 142, 143,
hukum, 7, 8, 9, 19, 21, 22, 26, 27, 30, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150,
31, 32, 33, 38, 44, 45, 53, 54, 55, 56, 151
57, 59, 61, 63, 64, 65, 67, 69, 75, 76, Menteri, 25, 55, 58, 59, 63, 64, 65, 66,
77, 81, 104, 113, 115, 116, 120, 121, 67, 68, 69, 71, 73, 74, 75, 77, 119,
122, 123, 124, 125, 134, 135, 137, 134, 136, 143, 146, 147
138, 151 Negara, 11, 24, 25, 43, 44, 45, 53, 55,
Indonesia, i, ii, v, vi, 7, 8, 9, 10, 11, 58, 59, 63, 64, 65, 66, 67, 73, 74, 75,
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 81, 83, 84, 117, 119, 120, 121, 125,
23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 134, 143, 145, 146, 147, 148, 149
34, 35, 36, 39, 43, 44, 45, 46, 48, 51, Orde Lama, 29, 30
53, 54, 65, 74, 76, 78, 79, 80, 81, 82, Pancasila, 8, 10, 12, 13, 28, 29, 32,
83, 86, 88, 89, 90, 91, 98, 101, 102, 44, 53, 81, 131, 143
103, 104, 105, 106, 107, 115, 116, Presiden, 24, 25, 26, 27, 28, 103, 106,
117, 121, 123, 124, 125, 126, 128, 118, 119, 120, 146
129, 131, 132, 138, 141, 142, 143, SHU, 13, 37, 38, 131
144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, Simpan Pinjam, 47, 48, 50, 51, 52,
151 69, 71, 76, 77, 96, 135, 146, 147
Instruksi, 25, 26, 106, 118, 146 UUD, 8, 11, 13, 23, 25, 31, 32, 43, 44,
Koperasi, i, ii, iii, v, vi, 7, 8, 9, 10, 11, 45, 53, 81, 82, 84, 85, 95, 124, 131,
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 143
22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, welfare state, 43

Hukum Koperasi dan UKM - 141


GLOSSARIUM

Demokratisasi Modal Institusional yakni bahwa tidak ada


keraguan sedikit pun bahwa negara memang wajib
melindungi kemerdekaan setiap anggota masyarakat
untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.
Demokratisasi Modal Intelektua yakni negara wajib
menyelenggarakan pendidikan nasional secara cuma-
cuma. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau
demokrasi ekonomi, penyelenggaraan pendidikan
berkaitan secara langsung dengan tujuan pendirian negara
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak
boleh dikomersilkan.
Demokratisasi Modal Material yakni negara tidak hanya wajib
mengakui dan melindungi hak kepemilikan setiap anggota
masyarakat.
Koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi
yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan, yang
memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai
anggotanya berdasarkan peraturan yang ada serta mampu
bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan suatu
usaha dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan para
anggotanya.
Koperasi Jasa adalah koperasi dimana identitas anggota sebagai
pemilik dan nasabah sebagai konsumen jasa dan atau
produsen jasa.
Koperasi Konsumen adalah koperasi yang menyelenggarakan
kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang
kebutuhan anggota dan non-anggota.
Koperasi Produsen adalah koperasi yang menyelenggarakan
kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana
produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan anggota
kepada anggota dan non-anggota.
Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang menjalankan
usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang
melayani anggota.
Landasan Idiil koperasi adalah Pancasila: Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
142 – Hukum Koperasi dan UKM
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi. Kelima sila
itu harus dijadikan dasar dalam kehidupan koperasi di
Indonesia. Dasar idiil ini haris diamalkan oleh seluruh
anggota maupun pengurus koperasi karena Pancasila
disamping merupakan dasar negara juga sebagai falsafah
hidup bangsa dan negara.
Landasan Mental Koperasi Indonesia adalah setia kawan dan
kesadaran berpribadi. Landasan itu tercermin dari
kehidupan bangsa yang telah berbudaya, yaitu gotong
royong. Setia kawan merupakan landasan untuk bekerja
sama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Kesadaran
berpribadi, keinsyafan akan harga diri sendiri merpakan
hal yang mutlak harus ada dalam rangka meningkatkan
derajat kehidupan dan kemakmuran. Kesadaran
berpribadi juga merupakan rasa tanggung jawab dan
disiplin terhadap segala peraturan hingga koperasi akan
terwujud sesuai dengan tujuannya.
Landasan Struktural koperasi Indonesia adalah Undang-Undang
Dasar 1945. Sebagai landasan geraknya adalah Pasal 33
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 serta penjelasannya.
Menurut Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 mengatur:
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas
kekeluargaan”. Undang-Undang Dasar 1945 juga telah
menempatkan koperasi pada kedudukan sebagai soko
guru perekonomian Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
merdeka dan berdaulat berdasarkan Pancasila dan
Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

Hukum Koperasi dan UKM - 143

Anda mungkin juga menyukai