HUKUM BISNIS
“ARBITRASE”
OLEH :
Gusti Ayu Indri Dewi (1902622010322/31)
“E” AKUNTANSI MALAM
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Arbitrase” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulis dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas UAS pada
mata kuliah Pengantar Hukum Bisnis. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Arbitrase” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ibu “Dr. Putu Sekarwangi
Saraswati.,SH.,MH” Selaku Dosen mata kuliah Hukum Bisnis yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi ini.
Saya selaku penulis berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................1
1.3 Tujuan dan Manfaat..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2-9
2.1 Pengertian, Sumber Hukum dan Prosedur Arbitres..................................................2
2.2 Kelebihan dan Kelemahan Arbitres...........................................................................
BAB III PENUTUP ....................................................................................................
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................
3.2 Saran ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Menurut Marwan dan Jimmy (2009), arbitrase adalah suatu cara penyelesaian
sengketa perdata di luar pengadilan umum yang hanya didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dimuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Menurut Harahap (1991), arbitrase merupakan ikatan kesepakatan di antara para
pihak, bahwa mereka akan menyelesaikan perselisihan yang timbul dari perjanjian
oleh badan arbitrase. Para pihak sepakat untuk tidak mengajukan persengketaan yang
terjadi ke badan peradilan.
Jenis-jenis Arbitrase
Menurut Emirzon (2011), berdasarkan eksistensi dan kewenangan untuk memeriksa
dan memutus sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, terdapat dua jenis
arbitrase yaitu arbitrase institusional dan arbitrase adhoc. Adapun penjelasan dari dua jenis
arbitrase tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Arbitrase Institusional (Permanent)
Arbitrase Institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat
permanen, sehingga disebut juga permanent arbitral body yaitu selain dikelola dan
diorganisasikan secara tetap, keberadaannya juga terus menerus untuk jangka waktu
tidak terbatas. Ada sengketa maupun tidak ada, lembaga tersebut akan tetap berdiri
dan tidak akan bubar, sekalipun setelah sengketa yang ditanganinya telah selesai
diputus. Didirikannya arbitrase ini dengan tujuan dalam rangka menyediakan sarana
penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan.Arbitrase institusional pada
umumnya dipilih oleh para pihak sebelum sengketa terjadi, yang dituangkan dalam
perjanjian arbitrase.
b. Arbitrase Adhoc (Volunteer)
Arbitrase Adhoc atau Volunteer merupakan bentuk alternatif dari arbitrase
institusional. Arbitrase adhoc adalah arbitrase yang tidak diselenggarakan atau tidak
melalui suatu badan atau lembaga arbitrase tertentu (institutional arbitration).
Arbitrase ini dilakukan oleh tim-tim arbitrase yang sifatnya temporer dan hanya
dibentuk secara insidential untuk setiap sengketa yang terjadi. Para pihak dapat
mengatur cara-cara pelaksanaan pemilihan para arbiter, kerangka kerja prosedur
arbitrase dan aparatur administratif dari arbitrase.
2
Menurut Harahap (2001), terdapat dua jenis perjanjian arbitrase, yaitu pactum de
compromittendo dan akta komparis. Penjelasan kedua perjanjian arbitrase tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Pactum De Compromittendo
Pactum de compromittendo artinya kesepakatan setuju dengan keputusan arbiter.
Adapun penjelasan atas Pactum de compromittendo diatur dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 30 tahun 1999, yaitu: undang-undang ini mengatur penyelesaian
sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu
yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa
semua sengketa atau beda pendapat yang timbul dari hubungan hukum tersebut akan
diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.
b. Akta Kompromis
Akta kompromis adalah perjanjian arbitrase yang dibuat setelah timbul perselisihan
antara para pihak atau dengan kata lain dalam perjanjian tidak diadakan persetujuan
arbitrase. Lebih lanjut mengenai akta kompromis diatur dalam Pasal 9 Undang-
undang Nomor 30 tahun 1999, yaitu sebagai berikut:
1. Dal
am hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa
terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian
tertulis yang ditandatangani oleh para pihak.
2. Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta
notaris.
3. Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud harus memuat hal-hal sebagai berikut:
a.Masalah yang dipersengketakan
b. Na
ma lengkap dan tempat tinggal para pihak
c.Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbiter
d. Te
mpat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan
e.Nama lengkap sekretaris
f. Jangka waktu penyelesaian sengketa
g. Per
nyataan kesediaan dari arbiter
2
h. Per
nyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa
untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa
melalui arbitrase.
4. Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
batal demi hukum.
2
ketentuan International Centre for the Settlement of Investment Disputes Between States and
Nationals of Other States (ICSID) yang melahirkan Dewan Arbitrase ICSID.
d. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Convention on the
Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award
Peraturan lain yang menjadi sumber hukum berlakunya arbitrase di Indonesia adalah
Keputusan Presiden (Keppres) No. 34 Tahun 1981 yang ditetapkan tanggal 5 Agustus 1981.
Ketentuan ini bertujuan untuk memasukkan Convention on the Recognition and the
Enforcement of Foreign Arbitral Award atau yang lazim disebut Konvensi New York 1958,
ke dalam tata hukum di Indonesia.
e. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Asing
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 1990 tanggal 1 Maret 1990, yang
bertujuan untuk mengantisipasi hambatan atau permasalahan pengakuan dan pelaksanaan
eksekusi putusan arbitrase asing. Alasan dikeluarkannya Perma No. 1 Tahun 1990 tersebut
adalah bahwa ketentuan-ketentuan hukum acara perdata Indonesia sebagaimana diatur dalam
HIR atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui dan Reglement op de Rechtsvordering (Rv)
tidak memuat ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan putusan arbitrase asing.
f. UNCITRAL Arbitration Rules
Sumber hukum arbitrase lain yang sudah dimasukkan ke dalam sistem hukum nasional
Indonesia adalah UNCITRAL Arbitration Rules. UNCITRAL dilahirkan sebagai Resolusi
sidang Umum PBB Tanggal 15 Desember 1976 (Resolution 31/98 Adopted by the General
Assembly in 15 December 1976). Tujuan PBB melahirkan UNCITRAL adalah untuk
mengglobalisasikan dan menginternasionalisasikan nilai-nilai dan tata cara arbitrase dalam
menyelesaikan persengketaan yang terjadi dalam hubungan perdagangan internasional.
3. Pro
sedur Arbitrase
Untuk menyelesaikan suatu sengketa melalui mekanisme arbitrase, dibutuhkan
kesepakatan antara kedua pihak yang bersengketa (yang dapat dilakukan sebelum maupun
setelah terjadinya sengketa). Karena alasan ini, perjanjian secara tertulis harus dilakukan oleh
kedua pihak sebelum arbitrase. Di Indonesia terdapat beberapa badan khusus yang
memfasilitasi proses arbitrase, yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Badan
Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Bali International Arbitration and Mediation
Centre (BIAMC), dsb. Pada prinsipnya masing-masing lembaga arbitrase memiliki prosedur
2
sendiri dalam mengatur mekanisme beracara di Arbitrase yang bersangkutan atau yang
dikenal dengan istilah “rule of arbitration” meskipun dalam praktek masing- masing lembaga
Arbitrase membuka diri untuk menggunakan prosedur lain yang disepakati para pihak. Secara
Umum prosedur yang harus dilakukan untuk permohonan proses arbitrase adalah sebagai
berikut :
1. Pendaftaran
Sebagai tahap awal, pemohon dapat mengajukan pendaftaran permohonan arbitrase oleh
pihak yang memulai proses arbitrase kepada Sekretariat Lembaga Arbitrase yang dipilih para
pihak.
2. Permohonan Mengadakan Arbitrase (Request for Arbitration)
Dalam mengajukan permohonan, pemohon harus menyertakan beberapa informasi :
● Nama dan alamat para pihak
● Perjanjian arbitrase antara pihak yang bersengketa
● Fakta-fakta dan dasar hukum kasus arbitrase
● Rincian permasalahan
● Tuntutan atau nilai tuntutan
3. Dokumen
Pemohon harus melampirkan salinan otentik yang terkait dengan sengketa yang bersangkutan
dan salinan otentik perjanjian arbitrase, dan dokumen lain yang relevan. Apabila ada
dokumen yang akan menyusul, pemohon harus konfirmasi mengenai dokumen susulan
tersebut.
4. Penunjukan Arbiter
● Pemohon menunjuk seorang arbiter sebagai pihak ketiga yang neutral paling lambat 30 hari
terhitung sejak permohonan didaftarkan. Jika pemohon tidak dapat menunjuk arbiter, maka
penunjukan mutlak telah diserahkan kepada Lembaga Arbitrase yang dipilih.
● Ketua Lembaga Arbitrase berwenang atas permohonan untuk
memperpanjang waktu penunjukan arbiter dengan alasan-alasan yang sah tidak melebihi 14
(hari).
5. Biaya Arbitrase
Permohonan mengadakan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran. Biaya
pendaftaran dibayarkan saat melakukan permohonan sebesar Rp 2.000.000,-. Sementara
untuk biaya administrasi lebih beragam tergantung besar tuntutan. Berikut daftar biaya
administrasi sesuai dengan jenis tuntutan.
o Contoh Kasus Penyelesaian Arbitrase
2
Indonesia pernah melakukan penyelesaian arbitrase dengan pihak asing. Sengketa tersebut
melibatkan 2 perusahaan asing langsung yaitu Churchill Mining dan Planet Mining. Proses
arbitrase diselesaikan secara internasional dan dibantu oleh Investor state dispute settlement
(ISDS) serta International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID).
Dilansir dari Kumparan, Churchill Mining dan Planet menggugat Pemerintah Indonesia di
ICSID sebesar USD 2 miliar akibat serangkaian tindakan Pemerintah Indonesia yang
mencabut Kuasa Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan oleh Bupati Kutai Timur.
Penggugat berpendapat bahwa Indonesia melanggar ketentuan P4M RI-Inggris. Dalam proses
persidangan, terbukti bahwa Churchill Mining dan Planet Mining melakukan pemalsuan
dokumen perizinan, sehingga dapat dikatakan bahwa mereka menjalankan investasi ilegal.
Indonesia memenangkan sengketa ini Churchill
2.2 Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase
Keunggulan Arbitrase
Arbitrase dianggap memiliki beberapa keunggulan di bandingkan dengan cara litigasi.
Oleh karena itu, dalam praktik para pelaku bisnis dan dunia usaha ada kecendrungan
untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Adapun keunggulan penyelesaian
sengketa melalui jalur arbitrase dibandingkan dengan proses penyelesaian melalui
Peradilan antara sebagai berikut:
1. Para pihak di dalam Arbitrase dapat memilih Hakim yang diinginkan, sehingga
dipandang dapat menjamin netralitas dan keahlian yang diperlukan dalam
menyelesaikan sengketa.
2. Para pihak juga dapat menetapkan hukum yang mana yang akan diaplikasikan
dalam pemeriksaan sengketa, dan melalui hal ini dapat ditekan rasa takut, was-was
dan ketidakyakinan mengenai hukum substansi dari negara.
3. Kerahasiaan dalam proses penyelesaian melalui Arbitrase akan melindungi para
pihak dari pengungkapan kepada umum mengenai segala sesuatu hal yang dapat
merugikan. Selain itu proses penyelesaian Arbitrase seringkali dipandang sebagai
penyelesaian sengketa yang lebih efisien dalam biaya maupun waktu
pelaksanaannya, jika dibandingkan penyelesaian melalui Peradilan umum.
4. Arbiter pada umumnya memiliki kearifan dalam memeriksa sengketa,
menyelesaikan dan menerapkan prinsip hukum serta pertimbangan-pertimbangan
hukum.
2
5. Penyelesaian melalui Arbitrase dipandang lebih cepat jika penyelesaian sengketa
melalui Peradilan umum, karena penyelesaian melalui Arbitrase di berikan batas
waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Arbitrase terbentuk.
kelemahan-kelemahan, antara lain adalah sebagai berikut (Basarah, 2011):
1. Bahwa untuk mempertemukan kehendak para pihak yang bersengketa kepada
arbitrase tidaklah mudah, karena kedua pihak harus sepakat terlebih dahulu padahal
untuk mencapai kesepakatan atau persetujuan itu kadang-kadang memang sulit.
2. Dalam arbitrase tidak dikenal adanya preseden hukum atau keterikatan kepada
putusan-putusan arbitrase sebelumnya. Maka adalah logis adanya kemungkinan
timbulnya keputusan- keputusan yang saling berlawanan.
3. Arbitrase ternyata tidak memberikan jawaban yang definitif terhadap semua sengketa
hukum.
4. Keputusan arbiter selalu bergantung kepada bagaimana mengeluarkan keputusan yang
memuaskan keinginan para pihak. Karena hal ini pula timbul adanya pernyataan
populer tentang arbitrase, yaitu: an arbitration is a good as arbitrators.
5. Arbitrase dapat berlangsung lama dan karenanya membawa akibat biaya yang tinggi,
terutama dalam hal arbitrase luar negeri.
2
2
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa. (UU No 30 Tahun 1999). Dalam pasal 7 UU No 30 Tahun 1999
mengatur para pihak dapat menyetujui perjanjian suatu sengketa yang terjadi atau
akan terjadi di antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase dengan suatu
perjanjian tertulis yang disepakati para pihak. Adanya perjanjian tertulis meniadakan
hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang
termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negara.
3.2 SARAN
Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan, kami sadar makalah ini masih
kurang dari kesempurnaan. Jika ada kesalahan dan kekurangan, itu dikarenakan
keterbatasan pengetahuan saya. Maka dari itu, kritik dan saran sangat saya butuhkan demi
kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR PUSTAKA
Buku Hukum Penyelesaian Sengketa. Dr. Frans Hendra Winarta, SH., M.H.
Suyud Margono, Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia ; 2004
http://repository.ubharajaya.ac.id/457/2/201220252023_Raden%20Roro_BAB%20I.pdfM.
http://repository.uki.ac.id/1241/2/BAB_I.pdf