CIDERA KEPALA
DI RUANG HCU BEDAH RSUP Dr. M. Djamil Padang
Disususn Oleh:
Vivi Andriani, S.Kep
2114901052
Pembimbing Klinik
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah
sehingga, tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat berarti. Tanpa
pertolongannya mungkin dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini.
Laporan pendahuluan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“CEDERA KEPALA Penyusun menyadari bahwa laporan pendahulusn ini kurang dari
sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen
pembimbing maupun teman-teman atau pembaca agar pendahuluan ini ini dapat lebih
sempurna..
Semoga laporan pendahuluan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, dan semoga dengan adanya tugas ini Allah SWT senantiasa meridhoinya dan
akhirnya membawa hikmah untuk semuanya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian........................................................................................... 2
B. Patofisiologi....................................................................................... 4
E. Pemeriksaan penunjang...................................................................... 10
H. Penatalaksaan .................................................................................... 12
I. Woc ................................................................................................... 13
A. Pengkajian.......................................................................................... 15
B. Diagnosa keperawatan....................................................................... 19
C. Intervensi............................................................................................ 19
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 26
B. Saran .................................................................................................. 26
DAFTARPUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala (trauma kepala) adalah masalah pada struktur kepala akibat
mengalami benturan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak.
Masalah ini dapat berupa luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan,
patah tulang tengkorak, atau gegar otak (Dash, H. 2018).
Menurut lokasi trauma, cedera kepala dapat dibagi menjadi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala yang paling sering terjadi dan
menyebabkan penyakit neurologhik yag cukup serius diakibatkan oleh kecelakaan
di jalan raya. Risiko utama pasien dengan cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
memnyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer dan Bare, 2015).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian cedera kepala.
2. Untuk mengetahui patafisiologi cedera kepala
3. Untuk mengetahui manifestasi klnis cedera kepala.
4. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang cedera kepala.
6. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala.
7. Untuk mengetahui penanganan cedera kepala.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepal
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis Cedera kepala.
1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Cedera kepala (trauma kepala) adalah masalah pada struktur kepala akibat
mengalami benturan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak.
Masalah ini dapat berupa luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan,
patah tulang tengkorak, atau gegar otak ( Padila 2012).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang
disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi disertai atau tanpa kerusakan otak.
Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat.
Fraktur tengkorak diklasifikasikan menjadi terbuka dan tertutup. Jika terjadi fraktur
tengkorak terbuka dipastikan lapisan duramater otak rusak, namun jika fraktur
tengkorak tertutup, duramater kemungkinan tidak rusak (Smeltzer dan Bare, 2015).
b. Konkusi
d. Muntah
2
e. Tanda kemungkinan fraktur kranium
f. Kejang
1. Trauma tajam
3. Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan
maupun yang bukan pukulan.
4. Kontak benturan. Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu
obyek.
5. Kecelakaan lalu lintas
6. Jatuh
7. Kecelakaan kerja
9. Perkelahian
3
membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi dalam otak, sehingga
lesi akan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus meningkat akibatnya
tekanan dalam ruang kranium juga akan meningkat. Maka terjadilah penurunan
aliran darah dalam otak dan perfusi jaringan yang tidak adekuat, sehingga terjadi
masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat
menimbulkan vasodilatasi dan edema otak. Edema akan menekan jaringan saraf
sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer dan Bare, 2015).
Dampak edema jaringan otak terhadap sistem tubuh lain (Smeltzer dan
Bare, 2015), antara lain :
1. Sistem Kardiovaskuler
Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung
mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan
edema paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T, P dan disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, di
mana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah arteriol berkontraksi.
Aktivitas miokardium berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan
menurunnya stroke work di mana pembacaan pembacaan CVP abnormal.
4
bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis
dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang
kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.
Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio
otak terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang
mengandung protein yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial
otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi karena penekanan
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat menyebabkan
kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang dapat menyebabkan
terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat
penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana
ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.
3. Sistem Genito-Urinaria
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen.
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap
hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi
retensi cairan dan natrium.
4. Sistem Pencernaan
Setelah trauma kepala terdapat respon tubuh yang merangsang
aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung
untuk terjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk
mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk
menangani edema serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah
terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan
hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan
pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi
produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan
menyebabkan perdarahan lambung.
5. Sistem Muskuloskeletal
Akibat utama dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan
tubuh. Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan
pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter
5
terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan
sehari–hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.
Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2
kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada
bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip
motorik“. Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-
neuron motorik bawah yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis
atau otot-otot tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron ini
mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga pasien akan
menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cedera.
Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang
otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter.
Terdapat gangguan tonus otot dan penamilan postur abnormal, yang pada
saatnya dapat membuat komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan
kontraktur.
C. Manifestasi Klinis
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian
besar pasien mengalami penyembuhan total dalam jam atau hari
b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya
berkurang dan cemas,kesulitan belajar dan kesulitan bekerja.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan
bahkan koma
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan
pendengaran, disfungdi sensorik, kejang oto, sakit kepala, vertigo dan
gangguan pergerakan
(Smeltzer & Bare, 2015).
3. Cedera kepala berat
c. Amnesia dan tidak dapat lagi mengingat peristiwa sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
d. Pupil tidak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik
6
(Smeltzer & Bare, 2015).
D. Klasifikasi Cedera Kepala
Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggunakan atau mengklasifikasikan pasien
dengan cidera kepala antara lain:
1. Terbuka
Cidera kepala terbuka berarti pasien mengalami lasersi kulit kepala seperti halnya
peluru menembus otak.
2. Tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan edema serebral yang
luas bisa diakibatkan karena adanya benturan. Cedera kepala tertutup terdiri dari:
1. Kontusio serebral : Merupakan gambaran area otak yang mengalami memar,
umumnya pada permukaan dan terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar
melalui substansi otak pada daerah tersebut, tanda gejalanya seperti defisit neurologis
vokal, edema serebral. Hal ini menimbulkan efek peningkatan TIK.
2. Hematoma Epidural : Merupakan suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang
tengkorak bagian dalam dan lapisan meningen paling luar (durameter). Hematom ini
terjadi karena robekan arteri meningeal tengah dan arteri meningeal frontal. Kasus ini
biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak.
3. Hematoma Subdural : Merupakan akumulasi darah dibawah lapisan meningeal
durameter dan diatas lapisan araknoid yang menutupi otak. Hal ini disebabkan karena
adanya robekan permukaan vena atau pengeluaran kumpulan darah vena (sinus).
4. Hematoma intrakranial : Merupakan pengumpulan darah 25ml atau lebih dalam
parenkim otak. Dari hasil radiologi sulit dibedakan antara kontusio otak dengan
perdarahan dalam substansi otak. Biasanya terjadi pada fraktur depresi tulang
tengkorak atau cedera penetrasi peluru.
Cedera kepala menurut Gaslow Coma Skala
1. Cedera kepala ringan : CGS : 13-15, Tidak ada konklusi, pasien dapat mengeluh nyeri
kepala dan pusing, pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala.
2. Cedera kepala sedang : CGS : 9-12, konkusi, amnesia pasca trauma, muntah, tanda
fraktur tengkorak, kejang.
3. Cedera kepala berat : GCS : kurang atau samadengan 8, penurunan derajat kesadaran
secara progresif, Tanda neurologist fokal.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Smeltzer & Bare, 2015) adalah :
7
1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menggunakan medan magnetik kuat dan frekuensi radio. Bila bercampur
gelombang yang dipancarkan tubuh, akan menghasilkan citra MRI yang dapat
digunakan unutk mendiagnosis tumor, infark atau kelainan lain di pembuluh
darah.
3. Angiografi serebral
Untuk menunjukkan kelainan lain sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, pendarahan trauma. Digunakan untuk mengidentifikasi dan
menentukan kelainan serebral vaskuler.
F. Komplikasi Cedera Kepala
Jika tidak ditangani dengan baik, penderita cedera kepala sedang hingga berat
sangat rentan mengalami komplikasi, baik sesaat setelah trauma atau beberapa
minggu setelahnya. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi menurut (Dash, H.
2018) :
1. Penurunan kesadaran
2. Vertigo
3. Kejang berulang atau epilepsi setelah trauma
4. Kerusakan saraf dan pembuluh darah
5. Stroke
6. Infeksi, seperti meningitis
7. Penyakit degenerasi otak, seperti demensia, penyakit Alzheimer, dan penyakit
Parkinson.
G. Pencegahan Cedera Kepala
Pencegahan cedera kepala dapat dilakukan dengan langkah-langkah menurut (Dash, H.
2018) adalah :
1. Menggunakan alat pengaman saat berolahraga.
2. Selalu menggunakan alat keselamatan, seperti helm atau pelindung kepala, jika
bekerja di lingkungan yang berisiko menimbulkan cedera kepala.
3. Memasang pegangan besi di kamar mandi dan di samping tangga untuk
mengurangi risiko terpeleset.
4. Memastikan lantai selalu kering dan tidak licin.
5. Memasang penerangan yang baik di seluruh bagian rumah.
8
6. Memeriksa kondisi mata secara rutin, terutama jika mengalami gejala gangguan
penglihatan, seperti buram atau penglihatan berbayang
Anak-anak juga rentan mengalami cedera kepala saat bermain. Berikut adalah
langkah-langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegahnya:
a. Mengunci pintu rumah saat tidak ada pengawas.
b. Memasang tralis jendela, khususnya jika Anda tinggal di rumah tingkat.
c. Meletakkan keset kering di depan pintu kamar mandi agar tidak terpeleset.
d. Mengawasi anak dan memastikan mereka bermain dengan aman
H. Penatalaksanaan
1. secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan stress berat kepala
ialah sebagai berikut: observasi 24 jam .
2. jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. makanan atau
cairan, pada stress berat ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus
dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
3. berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. terapi obat-obatan.
1) dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
takaran sesuai dengan berat ringanya trauma.
2) terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
3) pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %. .
4) antibiotika yang mengandung barrier darah otak (p3enisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol. .
5) pada stress berat berat. lantaran hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium
dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan. dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan
dextrosa 5 % 8 jam ketiga. pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 tktp).
6. pembedahan bila ada indikasi.
9
(Smeltzer & Bare, 2015)
10
Gambar Cidera Kepala
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama klien, tempat/tanggal lahir, Dx medik, jenis kelamin, Status Kawin, agama,
pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, dan Sumber Informasi
Identitas Keluarga Klien
Keluarga terdekat yang bisa dihubungi, nama pendidikan, pekerjaan dan alamat.
II. Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada luka infeksi dan biasanya bengkak.
III. Riwayat Kesehatan
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini di alami pasien dan sejak kapan
merasakan keluhan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Menggambarkan apakah ada salah satu dari anggota keluarga klien yang mengalami
riwayat penyakit sama atau penyakit lainnya seperti: DM, Hipertensi, Asma, TBC
dan lain-lain.
12
IV. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
TD, N, S, RR
2. Pemeriksaan kepala
Inspeksi (I): mulut bersih, keadaan gigi lengkap, tidak ada karies gigi
Palpasi (P): tidak ada masalah
6. Mulut dan tenggorokan
Inspeksi (I): mulut bersih, keadaan gigi lengkap, tidak ada karies gigi
Palpasi (P): tidak ada masalah
7. Leher
13
Inspeksi (I): biasanya pernafasan meningkat
Palpasi (P): pergerakan simetris
Perkusi (P): suara sonor, tidak ada redup
Auskultasi (A): suara nafas normal tidak ada wheezing atau suara tambahan
10. Jantung
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, warna, konsentrasi, dan
bau.
VII. Pola tidur dan istirahat
14
Menggambarkan penggunaan waktu tidur dan waktu senggang, lama tidur, kebiasaan
tidur serta kesulitan tidur
VIII. Pola aktivitas dan latihan
15
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perdarahan b.d trauma, riwayat jatuh
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
3. Resiko perdarahan b.d trauma atau Riwayat jatuh
4. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
5. Nyeri ajut berhubungan b.d agen cedera fisiologis (cedera kepala)
6. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala
7. Resiko ketidak seimbangan cairan b.d trauma /perdarahan
INTERVENSI
N Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
o
1. Pola nafas tidak efektif Pola Napas Pemantauan Respirasi
Penyebab : Ventilasi semenit Monitor frekuensi, irama,
Depresi pusat Kapasitas vital kedalaman dan upaya napas
Pernapasan Diameter thorak Monitor pola napas
Hambatan upaya anterior posterior Monitor kemempuan batuk
napas Tekanan ekspirasi efektif
Deformitas dinding Tekanan inspirasi Monitor produksi sputum
dada Monitor sumbatan jalan
Tidak Dyspnea
Deformitas tulang napas
Penggunaan otot
dada Palpasi kesimetrisan
Gangguan ekspansi paru
bantu napas
neuromuscular Auskultasi bunyi napas
Pemanjangan
Gangguan neurologis Monitor saturasi oksigen
ekspirasi
Imaturitas neurologis Monitor nilai AGD
Tidak Ortopnea
Penurunan energy Monitor foto thorax
Pernapasan pursed lip
Obesitas Atur interval pemantauan
Pernapasan cuping
Posisi tubuh hidung respirasi sesuai kondisi
menghambat ekspansi pasien
paru Frekuensi napas normal
Kedalaman napas Dokumentasikan hasil
Sindrom hipoventilasi pemantauan
normal Ekskursi dada
Kerusakan inervasi Jelaskan tujuan dan prosedur
diafragma pemantauan
Cedera pada Informasikan hasil
medulla spinalis pemantauan
Efek agen
farmakologi
Kecemasan
16
Gejala mayor
Subjektif :
dyspnea
Objektif
Penggunaan otot bantu
pernapasan
Fase ekspirasi
memanjang
Pola napas
abnormal Gejala
minor
Subjektif :
ortopnea
Objektif
Pernapasan pursed lip
Pernapasan cuping
hidung
Diameter thorak
anterior posterior
meningkat
Ventilasi
semenit menurun
Kapasitas vital
menurun
Tekanan
ekspirasi menurun
Tekanan
inspirasi menurun
Ekskursi dad
berubah
2. Resiko perdarahan b/d Setelah diberikan asuhan Pencegahan perdarahan
keperawatan selama 1. Observasi
trauma, riwayat jatuh a. Monitor tanda dan gejala
1x24 jam diharapkan
Faktor Risiko: perdarahan
Tingkat perdarahan
Aneurisma b. Monitor nilai
menurun dengan kriteria hematokrit/hrmoglobin
Gangguan
hasil : sebelum
gastrointestinal
Kelembapan membarane dan setelah kehilangan darah
Gangguan fungsi hati mukosa meningkat
(mis. Sirosis hepatis) Kelembapan kulit c. Monitor tanda-tanda vital
Komplikasi ortostatik
meningkat d. Monitor koagulasi (mis.
kehamilan (mis. Kognitif meningkat
Gangguan koagulasi Prothrombin time,
Hemoptisis menurun
17
Efek agen Hematemesis menurun fibrinogen, degradasi fibrin)
farmakologis Hematuri menurun 2. Terapeutik
Tindakan Perdarahan anus menurun Pertahankan bed rest selama
pembedahan Distensi abdomen perdarahan
Trauma menurun Batasi tindakan invasif, jika
Kurang terpapar Perdarahan vagina perlu
informasi tentang menurun Gunkan kasur pencegah
pencegahan Perdarahan pasca operasi dekubitus
perdarahan Hindari pengukuran suhu
menurun
Proses keganasan rektal
Hemoglobin membaik
Hematokrit membaik
Tekanan darah membaik 3. Edukasi
18
gejala infeksi
Terapeutik
Bersihkan area insisi
dengan pembersihan yang
tepat
Usa p area insisi dari
area yang bersih
menuju area yang kurang
bersih.
Berikan salep asepti, jika
perlu
4. Edukasi
Ajarkan meminimalkan
penekanan pada
area insisi
Ajarkan cara merawat area
insisi.
19
Penurunan hemoglobin sel/mm) Anjurkan meningkatkan asupan
Imununosupresi cairan
Leukopenia Kolaborasi pemberian
Supresi respon inflamasi imunisasi jika perlu
Vaksinasi tidak adekuat
4. nyeri akut berhubungan LIKI SIKI
dengan Agen cedera fisiologis Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
(cedara kepala bagian keperawatan selama 2 x 24 Observasi
Identifikasi lokasi,
belakang). jam diharapkan nyeri pada karakteristik, durasi,
pasien berkurang dengan frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
kriteria hasil : Tingkat Identifikasi skala nyeri
Nyeri Identifikasi respon nyeri
Nyeri berkurang dengan nonverbal
skala 2 Identifikasi factor yang
Pasien tidak mengeluh memperingan
nyeri dan memperberat nyeri
Identifikasi pengetahuan
Pasien tampak tenang dan keyakinan
Kontrol Nyeri tentang nyeri
Melaporkan bahwa kualitas hidup pasien
nyeri berkurang Monitor efek samping
penggunaan
dengan menggunakan
Terapeutik
manajemen nyeri
Fasilitasi istirahat tidur
Mampu mengenali nyeri
Kontrol lingkungan yang
(skala,
memperberat
intensitas, frekuensi dan
nyeri ( missal:
tanda nyeri)
suhu ruangan,
Status Kenyamanan pencahayaan
dan
Menyatakan rasa
kebisingan).
nyaman setelah nyeri
Beri teknik non
berkurang
farmakologis untuk
meredakan nyeri
(aromaterapi, terapi pijat,
hypnosis, biofeedback,
teknik imajinasi
terbimbimbing, teknik tarik
napas dalam dan kompres
hangat/ dingin)
Edukasi
Jelaskan penyebab,
20
periode dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan menggunakan
analgetik secaraTepat
Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
Anjurkan menggunakan
kaus kaki saat
Anjurkan meningkatkan
makanan dan vitamin
Anjurkan segera lapor segera
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi
dan inti konvulsan, jika perlu
21
Pemberian diuretik osmosis,
jika perlu
Kolaborasi pelunak tinja,
jika perlu
Observasi
Indentifikasi penyebab
ketergantunag dan
penyalahan zat
Periksa tanda dan gejala
intoksikasi
3. Terapeutik
Bersihkanarea
insisi dengan
pembersihan yang tepat
Usap area insisi dari
area yang bersih
4. Edukasi
Ajarkan pemberian obat
inhalasi
Ajarkan cara merawat area
insisi.
22
mayor Berat badan meningkat sesuai kebutuhan
Penyakit ginjal dan Berikan cairan intravena,
kelenjar jika perlu
Perdarahan Kolaborasi
Luka bakar Kolaborasi pemberian diuretik,
jika perlu
Pemantauan cairan observasi
Monior frekuensi dan
kekuatan nadi
Monitor frekuensi napas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian
kapiler
Monitor elastisitas turgor kulit
Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
Monitor kadar albumin dan
protein total
Monitor pemeriksaan serum
(mis, osmolaritas serum,
hematokrit, natrium, kalium,
BUN)
Monitor intake dan output
cairan
Identifikasi tanda- tanda
hipovolemia (mis,
frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan
darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor
kulit menurun, membran
mukosa kering, volume
urine menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu
singkat)
Identifikasi tanda- tanda
hipervolemia (mis, dispnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP menigkat,
CVP menigkat, refleks
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam waktu
23
singkat)
Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
(mis, prosedur pembedahan
mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal dan
kelenjar,
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa Cedera kepala (trauma capitis)
adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang
mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak,
dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
B. Saran
Semoga para yang membaca laporan pendahuluan ini bisa menjadikan pedoman
dalam pembuatan laporan pendahuluan dan saya juga menyadari masih banyak
kekurangan dalam laporan pendauluan ini maka dari itu saya menerima saran yang
mendukung untuk pembuatan laporan pendahuluan selanjutnya.
24