Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 1

BAB IV

DISKRIPSI WILAYAH

I. Letak dan Luas Sub DAS Gajahwong

Sub DAS Gajahwong secara administratif terbagi dalam 3 bagian yaitu :

a. Bagian hulu di Kabupaten Sleman yang mencakup Kecamatan Pakem,


Ngemplak, Ngaglik, dan Depok

b. Bagian tengah di Kota Yogyakarta yang mencakup Kecamatan


Umbulharjo, Kotagede, dan Gondokusuman

c. Bagian hilir di Kabupaten Bantul yang mencakup Kecamatan


Banguntapan dan Pleret.

Sub DAS Gajahwong pada dasarnya merupakan bagian dari DAS Opak. luas Sub
DAS Gajahwong adalah 34,6265 km2

II. Karakteristik Sub DAS Gajahwong dan Sungai Gajahwong


Sub Daerah Aliaran Gajahwong terbagi dalam tiga bagian yaitu bagian hulu
meliputi Kabupaten Sleman ,bagian tengah meliputi kota Yogyakarta ,dan bagian
hilir meliputi sebagian Kabupaten Bantul. Sub DAS Gajahwong ini mempunyai
bentuk DAS panjangbatau elips sehingga bentuk DAS seperti ini akan memiliki
waktu mencapai puncak lebih lama daripada bentuk bulat dan debit DASnya lebih
kecil.

Sungai Gajahwong memiliki dua anak sungai yaitu sungai pelang dan sungai
Kedung Semerangan yang merupakan jenis sungai perennial yang mengalir
sepanjang waktu. Panjang sungai utamanya35,3 km2, anak sungai Pelang 8,71 km
dan anaknsungai Kedung Semerangan 6.02 km. Berdasarkan metode Strahler Sub
DAS Gajah Wong mempunyai orde sungai tertinggi 3 dan jumlah semua adalah
23 sungai dengan jumlah orde sungai 1 adalah 14 buah. Jumlah panjang semua

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 2


sungai adalah 65040,52 m2. Kemiringan Sub DAS Gajahwong adalah 3,3547%
dan center of grtavitynya terletak pada 434834 mT dan 9144580 mU.
Berdasarkan perhitungan median elevasi pada kurva hipsometrik 50 % dari luas
DAS memiliki elevasi 112,5 m. Berdasarkan hasil perhitungan Kerapatan
Drainase Sub DAS Gajahwog memiliki kerapatan drainase 1,88 x 10 -3m, Keadaan
ini menunjukkan bahwa nilai kerapatan drainase kurang dari 1 mengindikasikan
bahwa sering terjadi penggenangan. Lebar sub DAS Gajahwong bagian hulu
(Wu= 0,17768 km) sedangkan lebar Sub DAS Gajahwong bagian hilir
(Wl=0,910356km). Circularity Rationya 67019,7905 m dan Leminiscate
Constantnya adalah 6,856. Sedagkan Panjang maximal Sub DAS adalah 30,815km
dan kemiringan sungainya 17,49 m. Perubahan komponen DAS didaerah hulu
akan sangat mempengaruhi komponen DAS pada daerah hilirnya. Pada sungai
yang terdapat dalam DAS bagian hulusungai mempunyai kemiringan sungai besar,
arus air kencang dan tenaga erosi kuat, sedangkan pada sungai bagian tengah
kemiringan sungainya berkurang begitu juga dengan tenaga transportasinya dan
erosi sehingga erosinya lebih mengarah ke samping dan bahian hilir kemiringan
sungai mendekati nol dimana arus air kecil sehingga lebih dominasi sedimen dan
airnya keruh.

III. Kondisi Topografi

Lereng merupakan bagian permukaan bumi yang miring (Hadiwijoyo, 1994).


Daerah Sub DAS Gajah Wong merupakan daerah dengan kemiringan lereng kelas
I-IV(Klasifikasi menurut Vanzuidam). Topografi tersebut berpengaruh pada
perkembangan tanah dan hasil sedimen yang diendapkan di sekitar kanan kiri
sungai sehingga terbentuk dataran alluvial yang cukup luas. Berdasarkan kondisi
topografi , sebagian besar daerah sub DAS Gajah Wong merupakan daerah dengan
kemiringan lereng 0-30% yang klasifikasinya dapat dibedakan menjadi :

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 3


1. Kemiringan 0-3 % merupakan daerah dataran Aluvial,beting pasir dan
beberapa dasar lembah sungai yang meliputi sebagian besar daerah hulu dari
Sub DAS Gajah Wong.

2. Kemiringan 3-8% merupakan daerah lereng kaki vulkan, lereng bawah


vulkan, beting pasir, dan Tanggul sungai, Daerah ini meliputi sebagian
daerah tengah hingga selatan dan timur Sub DAS Gajah Wong.

3. Kemiringan 8-15% merupakan lereng bawah vulkan dan sebagian tanggul


sungai, daerah ini meliputi sebagian besar bagian tengah dan bagian selatan
Sub DAS Gajah Wong

4. Kemiringan 15-30% merupakan lereng Tengah Vulkan dan meliputi


sebagian besar daerah hulu atau bagian utara Sub DAS Gajah Wong.

Kemiringan lereng dapat mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan


Permukaan, makin curam suatu lereng maka kecepatan aliran permukaan semakin
besar dengan demikian maka semakin singkat pula kesempatan air untuk
melalukan infiltrasi sehingga volume aliran permukaan besar. Erosi sedang seperti
erosi permukaan terjadi pada lereng tengah vulkan beberapa daerah yang
mempunyai kemiringan lereng IV sedangkan erosi ringan pada lereng bawah dan
lereng kaki dan dataran alluvial terkadang hanya mengalami erosi percik.
Panjangnya lereng juga mempengaruhi besarnya limpassan permukaan, semakin
panjang suatu lereng maka semakin besar pula limpasannya. Apabila volumenya
besar maka besarnya kemampuan untuk menimbulkan erosi juga semakin besar.

IV. Kondisi Klimatologi

Iklim adalah kondisi cuaca suatu daerah dalam jangka waktu yang
panjang. Kondisi alam suatu daerah sangat berpengaruh terhadap proses
pelapukan batuan dan proses perkembangan bentuklahan. Kondisi iklim juga

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 4


sangat mempengaruhi tingkat erosi yang terjadi pada suatu tempat. Parameter
iklim yang sangat penting antara lain adalah curah hujan dan temperatur udara.
Tipe iklim di daerah penelitian ditentukan berdasarkan data curah hujan yang
diperoleh dari beberapa stasiun hujan pada daerah penelitian dan sekitarnya, yaitu:

Data Lokasi Stasiun Hujan yang digunakan dalam Penelitian


Nama Koordinat UTM
No Stasiun
x y
1 Kemput 434300 9154700
2 Prumpung 433000 9148170
3 Dolo 437400 9144750
4 Gandok 431400 9131150
5 Ngipiksari 436464 9158050
6 Pakem 435673 9151600
7 UGM 431659 9140180
8 Mrican 433136 9132780
9 Adisutjipto 437527 9139510
Sumber : Stasun Pengamat Hujan DAS Opak

Temperatur
Keadaan temperatur udara di daerah penelitian digunakan untuk
menentukan klasifikasi iklim Koppen. Sehubungan dengan keterbatasan data
mengenai temperatur udara di lokasi penelitian, maka dibutuhkan perhitungan dan
koreksi temperatur udara dengan menggunakan data temperatur dari stasiun
klimatologi terdekat. Data yang digunakan adalah hasil pencatatan suhu udara
rata-rata pada tahun 1984-2005.
Perhitungan temperatur udara untuk stasiun yang ada di lokasi penelitian
dengan menggunakan persamaan Mock (1973) sebagai berikut :

t1 = t2 ± (h1-h2) x 0,006oC

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 5


Keterangan :
t1 = suhu udara stasiun yang dicari
t2 = suhu udara stasiun yang diketahui
h1 = elevasi stasiun yang dicari
h2 = elevasi stasiun yang diketahui
0,006 = gradien temperatur yang menunjukkan setiap kenaikan 100 m
elevasi maka temperatur akan turun 0,6 oC
Berdasarkan persamaan Mock diatas diketahui bahwa variasi temperatur
udara di masing-masing stasiun tidak begitu jauh berbeda karena perbedaan
ketinggian tempat masing-masing stasiun tidak begitu besar. Berdasarkan
perhitungan diperoleh stasiun Pakem pada bulan Oktober memiliki suhu tertinggi
29,22 oC dan suhu udara terendah pada stasiun Ngipiksari pada bulan Juli yaitu
21,8 oC. Data temperatur udara rerata di beberapa stasiun di sekitar wilayah
penelitian disajikan sebagai berikut :
Temperatur Udara Rerata Tahun 1984-2005 di Wilayah Penelitian
Elevasi Temperatur Udara Rerata Tahun 1984-2005 (C)
Nama
No (m dpal)
Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
23,4 23,6 23,1 23,6 23,0 22,6 22,8 23,6 24,5 24,0
1 Kemput 575 9 9 9 9 23,89 9 9 9 9 9 9 23,39
25,4 25,6 25,1 25,6 25,0 24,6 24,8 25,6 26,5 26,0
2 Prumpung 250 4 4 4 4 25,84 4 4 4 4 4 4 25,34
24,8 25,0 24,5 25,0 24,4 24,0 24,2 25,0 25,9 25,4
3 Dolo 350 4 4 4 4 25,24 4 4 4 4 4 4 24,74
26,5 26,7 26,2 26,7 26,1 25,7 25,9 26,7 27,6 27,1
4 Gandok 69 3 3 3 3 26,93 3 3 3 3 3 3 26,43
22,6 22,8 22,3 22,8 22,2 21,8 22,0 22,8 23,7 23,2
5 Ngipiksari 725 0 0 0 0 23,00 0 0 0 0 0 0 22,50
28,1 28,3 27,8 28,3 27,7 27,3 27,5 28,3 29,2 28,7
6 Pakem 410 2 2 2 2 28,52 2 2 2 2 2 2 28,02
26,4 26,6 26,1 26,6 26,0 25,6 25,8 26,6 27,5 27,0
7 UGM 127 2 2 2 2 26,82 2 2 2 2 2 2 26,32
26,4 26,6 26,1 26,6 26,0 25,6 25,8 26,6 27,5 27,0
8 Mrican 75 9 9 9 9 26,89 9 9 9 9 9 9 26,39
26,3 26,5 26,0 26,5 25,9 25,5 25,7 26,5 27,4 26,9
9 Adisutjipto 107 0 0 0 0 26,70 0 0 0 0 0 0 26,20
Sumber : Data Stasiun Klimatologi DAS Opak dan perhitungan Mock
Curah Hujan

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 6


DAS adalah sebuah unit hidrologi dimana presipitasi (hujan) merupakan
inpur utamanya dan debit (Q) merupakan outputnya (Seyhan, 1977). Sebagai
sebuah zona pemroses air, karakteristik suatu DAS sangat menentukan besaran
debit dalam bentuk aliran sungai (stream flow), aliran permukaan (surface runoff),
aliran antara (interflow), dan aliran airtanah (groundwater flow).
Hujan ialah faktor iklim yang sangat mempengaruhi kejadian erosi.
Besarnya curah hujan akan menentukan kekuatan dispersi terhadap tanah, jumlah,
dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi (Arsyad,
2006). Penelitian yang dilakukan oleh Langbein dan Schumm, 1958 menunjukkan
tentang hubungan antara iklim dengan erosi yang menunjukkan bahwa erosi akan
mencapai tingkat maksimum pada wilayah dengan kejadian hujan > 300 mm.
Curah hujan yang dimaksud dalam penelitian ini ialah banyaknya air yang
jatuh ke permukaan bumi pada proses presipitasi dan tersebar merata, dimana bumi
dianggap datar dan kedap serta tidak mengalami penguapan. Curah hujan yang
tercatat pada stasiun pengamat hujan dinyatakan sebagai ketebalan air.
Tabel Curah hujan Rerata Tahun 1984-2005
Elevasi TOT
Nama (m AL
No Curah hujan Rerata Tahun 1984-2005 (C) mm/th
Stasiun dpal)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
575 478 441 403 239 127 80 21 41 35 220 353 270 2707
1 Kemput
Prumpun 250 343 363 296 228 103 75 34 30 28 137 222 310 2167
2 g
350 333 382 281 171 69 55 22 23 19 91 221 312 1978
3 Dolo
69 346 401 292 176 55 61 18 7 12 90 184 300 1941
4 Gandok
Ngipiksar 725 699 541 439 397 242 41 98 403 232 437 887 619 2194
5 i
410 383 422 307 233 104 82 32 28 32 129 289 302 2343
6 Pakem
127 450 394 391 178 60 67 30 19 31 95 211 303 2230
7 UGM
75 270 264 222 117 53 46 20 6 21 53 109 183 1364
8 Mrican
Adisutjipt 107 382 374 420 195 68 62 33 17 39 81 215 309 2194
9 o
Sumber: Data Stasiun Hujan dan Hasil perhitungan

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 7


Data hasil pencatatan intensitas hujan pada beberapa stasiun pengamat
hujan di sekitar wilayah penelitian dapat digunakan sebagai salah satu variabel
untuk menentukan tipe iklim di wilayah penelitian. Metode Schmidt-Fergusson,
Koppen, dan Oldeman merupakan metode-metode penentuan kelas iklim yang
menggunakan data curah hujan bulanan sebagai variabel dalam menentukan tipe
iklim. Pada penelitian evaluasi sumberdaya lahan dan air ini digunakan data
hujan dari beberapa stasiun disekitar daerah penelitian mulai tahun 1984 sampai
dengan tahun 2005.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode klasifikasi iklim Schmidt-
Fergusson, diketahui bahwa wilayah penelitian memiliki empat jenis iklim, yaitu
B (basah), C (agak basah), D (sedang), dan E (kering). Tipe iklim B (basah)
terdapat pada stasiun klimatologi Ngipiksari yang berada di daerah utara, yaitu
hulu dari sub DAS Gajahwong. Tipe iklim C (agak basah) terdapat pada stasiun
Kemput dan Adisutjipto, sedangkan tipe iklim D (sedang) terdapat pada stasiun
Prumpung, Pakem, UGM, Gandok, dan Dolo yang mayoritas berada pada bagian
tengah dan selatan (hilir) dari sub DAS Gajahwong. Tipe iklim E (agak kering)
dijumpai pada stasiun Mrican yang berada pada bagian paling selatan (hilir) dari
sub DAS ini.
Penentuan kelas iklim dengan metode Koppen menunjukkan tipe iklim di
wilayah penelitian termasuk dalam tipe iklim Am dan Aw. Dimana tipe iklim Am
adalah iklim hujan monsoon tropis terdapat di stasiun Kemput dan Ngipiksari,
sedangkan tipe iklim Aw yaitu iklim hujan tropis savana dapat dijumpai pada
stasiun Prumpung, Pakem, UGM, Gandok, Adisutjipto, Dolo, serta Mrican.
Selanjutnya yaitu penentuan kelas iklim dengan metode Oldeman yang
menunjukkan di wilayah penelitian terdapat tipe iklim B2, C2, D3, dan E3. Tipe
iklim B2 (basah) ditemukan pada stasiun Ngipiksari yang cenderung berlokasi di
daerah hulu dengan elevasi yang paling tinggi dibandingkan beberapa stasiun
lainnya. Kemudian tipe iklim C2 (agak basah) ditunjukkan pada stasiun Kemput.
Kebanyakan di beberapa stasiun hujan wilayah penelitian termasuk dalam tipe

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 8


iklim D3 (sedang), dan ada pula yang masuk kelas iklim E3 (agak kering) yaitu
stasiun Mrican yang berada pada wilayah hilir sub DAS Gajahwong.

V. Kondisi Geomorfologi

Sub Das Gajah Wong terletak di lereng bagian selatan dari Gunungapi
Merapi Yogyakarta yang mempunyai kemiringan kearah selatan semakin
bertambah landai. Gunungapi Merapi merupakan Gunungapi Strato yang
mengeluarkan material selang-seling antara efisiva yang berupa aliran lava dan
efata yang merupakan material lepas lepas seperti bom, lapili, tuff dan abu
vulkanis. Satuan utama Geomorfologi yang berada di Sub Das Gajah Wong ini
adalah bentuklahan asal Gunungapi. Aktifitas Gunungapi merupakan proses
utama dalam pembentukan dan perkembangan bentuklahan vulkanik tersebut.
Oleh karena itu material penyusunnya berasal dari endapan hasil aktivitas
Gunungapi Merapi Muda. Geomorfologi sub DAS Gajah Wong disajikan dalam
Peta Bentuklahan Sub DAS Gajah Wong.

Sebagian besar bentuklahan di Sub DAS Gajah Wong merupakan


bentuklahan asal Gunungapi dimana pada prosesnya terdapat pula mata air- mata
air yang membentuk aliran dan menjadi sungai dan didukung dengan siklus
hidrologi yang terjadi maka terdapat pula disebagian tempat yang
bentuklahannya terbentuk asal proses fluvial.

Berdasarkan morfologinya satuan bentuklahan Gunungapi di Sub DAS


Gajah Wong dibedakan menjadi :

1. Lereng Tengah Gunungapi

2. Lereng bawah Gunungapi

3. Lereng kaki fluvio Gunungapi

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 9


4. Dataran Aluvial

5. Lembah sungai

6. Beting pasir

7. Tanggul Sungai

Berdasarkan morfologi satuan bentuklahan tersebut maka dapat


dijelaskan sebagai berikut:

1. Lereng Tengah

Bentuklahan ini mmpunyai topografi bergelombang sampai perbukitan ,


material di daerah ini kurang resisten dan proses erosi yang dominan adalah
erosi lembah, biasanya ditunjukkan dengan adanya lembah yang curam,lembah
ini bias ditemui di sekitar sungai Gajah wong bagian hulu hingga tengah. Proses
Geomorfologi yang berlangsung selain dominasi asal vulkanik dipengaruhi juga
oleh proses aliran/ fluvial.

2. Lereng bawah
Bentuklahan ini mempunyai topografi lebih rendah dari lereng tengah
dengan kemiringan lereng sekitar 8-15% dari berombak hingga miring.
Bentuklahan ini sudah terpengaruh aktifitas manusia dan digunakan sebagai
permukiman,sawah tegalan dan usaha cocok tanam lainnya. Akan tetapi tidak
sepadat lereng kaki maupun dataran alluvial.

3. Lereng kaki fluvio


Bentuklahan ini mempunyai lereng yang landai atau miring dan
topografinya berombak datar. Proses geomorfologi yang sering dijumpai adalah
pelapukan kimia (hidratasi), dan erosi permukaan yang berupa erosi lembar .
Selain itu juga sudah terpengaruhb oleh aktifitas manusia teruama dalam
pengolahan lahan persawahan.

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 10


4. Bentuklahan dataran alluvial

Bentuklahan ini tersusun atas batuan dengan bahan endapan pasir,


kerikil, lanau, lempung, berumur resen (baru), terdapat pada ketinggian 100-
115m dpal dan mempunyai relief datar dengan kemiringan lereng 0-3%. Proses
geomorfologi yang bekerja adalah pengendapan oleh pengaruh luapan dari
Sungai Opak dan Gajah Wong. Prosesnya didominasi oleh sedimentasi,
pelapukan atau erosi percik karena reliefnya relative datar.

5. Beting pasir

Bentuklahan ini merupakan bentuklahan asal proses fluvial yang


merupakan bagian dalam dari lengkungan meander dimana diendapkan bahan
secara periodic yang makin lama makin melebar. Biasanya terdiri dari bahan
bahan berpasir atau berdebu. Terjadinya banjir periodic dapat menyebabkan
beting pasir berpindah kearah tepi luar dari lengkungan sungai meander.

6. Lembah Sungai

Bentuklahan ini merupakan bentuklahan asal proses fluvial yang


terletak di sepanjang sungai yang membentuk dua punggung sungai dengan
relief lebih tinggi diantara sungai sehingga terdapat dasar lembah.

7. Tanggul Sungai
Bentuklahan asal proses fluvial yang mempunyai morfologi yaitu
Bagian tinggi memanjangdi sepanjang kanan kiri aliran sungai yang terdiri dari
bahan bahan endapan sungai, umumnya bahan kasar seperti kerikil, pasir batuan
dan sebagainya hasil proses pengendapan dan pelapukan.

VI. Kondisi Geologi

Endapan volkanik gunung api Merapi muda( Satuan batuan merapi muda)

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 11


Daerah DAS Gajahwong merupakan formasi Yogyakarta yang
menumpang tidak selaras pada formasi Sleman (Sir Mac Donald And Patners,
1984). Formasi Sleman pada kedalaman 0 sampai 20 m tersusun dari geluh
lempung. Kemudian pada kedalaman 20 sampai 80 m berupa pasir lepas yang
sering dijumpai lapisan lempung. Selain terdapat formasi Sleman, terdapat pula
formasi Yogyakarta yang tersusun atas lapisan selang-seling antara pasir,
gravel, debu dan lempung. Jumlah kandungan lempung semakin besar ke arah
selatan. Daerah sekitar sub das Gajah Wong merupakan endapan vulkanik
Gunungapi merapi muda yang terbentuk pada jaman kuarter. Material endapan
Vulkanik muda berasal dari kegiatan Gunungapi Merapi yang berujud aliran
lava,bahan piroklastis dan endapan luar, sehingga kondisi geologi sub Das Gajah
Wong sangat dipengaruhi oleh keberadaan vulkan Merapi.

Volkanisme Gunung Merapi bersifat harian artinya setiap hari terbentuk


kubah lava baru. Ketika volumenya sudah melebihi ambang batas kekuatan igir
dan batuan alas untuk menyangganya , maka terjadi guguran lava disertai awan
panas yang dikenal sebagai letusan tipe Merapi. Endapan awan panas yang
berada di puncak dan mendingin karena suhu bersifat lepass dan sewaktu waktu
siap meluncur ke daerah bawah sebagai lahar dingin dengan tenaga penyebabnya
adalah hujan dengan curah hujan diatas normal misalkan 55mm/jam. Bahaya
lahar dingin/lahar hujan ini dapat merusak kehidupan sekitar aliran sungai yang
dilaluinya. Pengendapan terjadi terutama sepanjang alur sungai dan luapan
sekitarnya. Akibat yang ditinggalkannnya adalah pendangkalan, penutupan
sumber air, perusakan alur air, banjir dan luapannya, serta perubahan arah aliran
sungai.

Secara umum Endapan vulkanik muda memiliki susunan mineral termasuk


andesit dan endapan ini akan selalu bertambah dan terbaharui dengan aktivitas
volkanik dari merapi yang termasuk gunung merapi paling aktif di Indonesia.
Kekhasan Gunung merapi ini adalah pada periode letusan yaitu sekitar 3-7 tahun
sedangkan letusan kecil pada periode satu tahunan. Secara lebih rinci tentang

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 12


endapan Vulkanik Merapi berikut dicantumkan hasil penelitian lapangan dari
Wirahadikusuma dkk ,tahun 1984.

KOLOM VOLKANOSTRATIGRAFI LERENG SELATAN GUNUNG MERAPI

ENDAPAN HASIL GUNUNGAPI UMUR


SUMBER ALIRAN PIROKLASTIK LAHAR ENDAPAN ABSOLUT RELATIF
ERUPSI LAVA PERMUKAAN
MERAPI
MUDA Ma5 Map Mjp mLm Al Qf
m 3 1888
K
2288
Ma4 Tahun yang U
lalu
MERAPI A
DEWASA Ma3 Mjp2 Mlt 4300 tahun R
yang lalu
T
MERAPI E
Mjp1
TUA Ma2 R
Mapt
MERAPI
SANGAT Ma1
TUA
Sumber : hasil penelitian lapangan dari Wirahadikusuma dkk ,tahun 1984 dalam
Soehartono, 1986)

Keterangan:
Ma5 = Aliran lava Merapi Muda Mjp3 = Piroklastik Jatuhan Merapi Muda
Ma4 = Aliran lava Merapi Muda Mjp2=Piroklastik Jatuhan Merapi Dewasa
Ma3 = Aliran lava Merapi Dewasa Mjp1 = Piroklastik Jatuhan Merapi Tua
Ma2 = Aliran lava Merapi Tua Mapm = Piroklastik Aliran Merapi Muda

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 13


Ma1 = Aliran lava Merapi Sangat Tua Mapt = Piroklastik Aliran Merapi Tua
AL = Aluvial Mlm = Endapan Lahar Merapi Muda
Qf = Endapan fluvial Mlt = Endapan lahar Merapi Tua

VII. Kondisi Tanah

Tanah merupakan hasil rombakan dan pelapukan batuan induk yang


terjadi karena adanya factor lingkungan yang mempengaruhi pembentukannya .
Faktor tersebut meliputi batuan, iklim, organism, relief dan waktu dalam jangka
waktu yang panjang. Tanah yang terbentuk pada Sub DAS Gajah Wong ini
sebagian besar belum berkembang secara intensif karena merupakan hasil
sedimentasi dari hasil erupsi Gunungapi Merapi yang masih aktif. Berdasarkan
peta tanah DIY skala 1:50000, Derah Sub DAS Gajah Wong merupakan tanah
ordo Entisol atau Regosol dan ordo Inceptisol (Kambisol). Brdasarkan Peta
Tanah Skala Tinjau dapat dijelaskan :

a. Regosol

Jenis tanah ini masih muda belum mengalami diferensiasi


horizon, profil homogeny, tekstur tanah pasir, struktur berbutir tunggal
hingga remah, konsistensi lepas – lepas hingga gembur, warna kelabu
hingga cokelat kekelabuan (10 YR 7/3 -10 YR 3/4), permeabilitas cepat
– sangat cepat, pH antara 5,5 -6,5 berasal dari material vulkanis bersifat
piroklastik atau lahar. Kesuburan tanah secara fisik rendah karena
teksturnya kasar, permeabilitas sangat porus, daya retensi tanah
terhadap air rendah. Tanah jenis ini terdapat pada daerah lereng hingga
kaki gunungapi sampai lereng kaki gunungapi yang mempunyai
ketinggian lebih dari 100m. (Hamidin, 2008)

b. Kambisol

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 14


Jenis tanah ini merupakan tingkat perkembangan lebih lanjut
dari regosol. Teksturnya geluh berlempung struktur remah hingga
gumpal, konsisitensi gembur hingga teguh dan lekat bila dalam keadaan
basah, warna coklat kekelabuan hingga coklat (10 YR 5/2 – 10 YR
5/3), permeabilitas sedang, retensi hara terhadap air besar. Tanah jenis
ini banyak di jumpai di dataran fluvial Gunungapi Merapi Kesuburan
tanahnya cukup baik karena teksturnya sedang serta material penyusun
tanahnya berasal dari material gunungapi Merapi Muda yang masih
banyak mengandung mineral atau unsure hara yang dibutuhkan
tanaman(Hamidin, 2008)

Berdasarkan identifikasi ciri – cirri fisiknya dan pemetaan satuan unit tanah
skala semi detil maka tanah di Sub DAS Gajah Wong terdiri dari :
1. Fluventic Eutropepts
2. Typic Fluvaquents
3. Fluvaquent Eutropepts
4. Vertic Eutropepts
5. Typic Ustropepts
6. Lithic Ustorthents
Berdasarkan Peta tanah Skala Semi detil hasil pemetaan tanah dan
beberapa data sekunder dari berbagai penelitian dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1. Fluventic Eutropepts

Terbentuk dari bahan induk Tufa, endapan lahar buyan, beratan batur,
dan batuan gunung api gunung batukaru dengan zone iklim C2 (Oldeman,
dkk. 1983) yaitu zone iklim yang mempunyai karakteristik 5 bulan basah
dan 4 bulan kering secara berturut. Inceptisols dengan kejenuhan basa lebih
dari 50% pada kedalaman 0,25-1,00 meter telah mengurangi karbon
organik.

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 15


2. Typic Fluvaquents

Aquents lain yang mengandung karbon organic berumur Halosen


sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah permukaan
tanah mineral, atau memiliki penurunan kandungan karbon organik secara
tidak teratur dari kedalaman 25 cm sampai 125 cm atau mencapai kontak
densik, litik, atau paralik, apabila lebih dangkal.Entisol ini berkembang dari
bahan aluvium mempunyai tingkat kematangan setengah matang, reaksi
tanah sangat masam sampai masam dan drainase terhambat. Tekstur
bervariasi dari liat sampai pasir dan umumnya liat, berwarna kelabu sangat
gelap kecoklatan (10YR 3/2), hitam (10YR 2/1).

3. Fluvaquent Eutropepts

Tekstur sedang sampai halus, drainase permukaan buruk, Tanahnya


mempunyai solum sedang Aquents lain yang mengandung karbon organic
berumur Halosen sebesar 0,2 persen.

4. Vertic Eutropepts

Tekstur tanah halus, drainase permukaan lambat (USDA) atau


Kambisol Vertik, tekstur halus, drainase permukaan lambat (PPT). Familib
tanah ini terbentuk pada satuan lahan dataran kaki- Aluvial . Tanahnya
mempunyai solum sedang. Warna tanah coklat gelap kekuningan gelap
rejim kelembaban tanah tropic, horizon penciri epipedon umbrik, dan
epipedon kambik. Tekstur tanah halus dan drainase permukaan lambat.
Nilai Kejenuhan basa antara 65,8% sampai 70,2%, KTK antara 33,95
me/100g- 41,30 me/100g, P2O5 antara 73,1 ppm- 165 ppm dan Ph tanah
antara 5.9-6,1(Nugraha,2009)

5. Typic Ustropepts

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 16


Tanah ini tersebar pada berbagai landform dari dataran hingga
pegunungan dengan bahan induk yang beragam. Tanah ini terbentuk pada
daerah dengan rejim kelembaban ustik. Sifat morfologi dicirikan dengan
kejenuhan basa lebih dari 50%, lapisan permukaan agak tipis dengan warna
gelap atau agak terang dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi
dan lapisan bawah yang berwarna terang dengan kandungan bahan organik
rendah. Jenis tanah Typic Ustropepts (mediteran dan litosol) dengan
tingkat erosi tanah yang tinggi,bahan induk dari batupasir dan batugamping
dengan tekstur halus sampai sedang (Anonimus 1996).

6. Lithic Ustorthents

Tekstur sedang, drainase permukaan sangat cepat (USDA) atau


Litosol, tekstur sedang, drainasecpermukaan sangat cepat (PPT). Tanah ini
terbentuk pada satuan bentuklahan berbatuan breksi volkanik dan secara
umum solum tanahnya dangkal bahkan sebagian tinggal singkapan batuan,
bulan kering >3 bulan setiap tahun sehingga rezim kelembaban tanahnya
ustik, warna tanah coklat-coklat kuat (7,5 YR 4/4-4/6) kelas testur tanah
permukaaan sedang dan drainase permukaan sangat cepat. Horison penciri
yang ada epipedon okrik. Rerata nilai kejenuhan basa antara 20,6 %- 40,6%,
KTK antara 26,1 me/100 g- 41,3 me/100g, P2O5 berkisar antara 43,6 ppm-
87,5 ppm dan Ph tanah antara 5,3-5,9. (Nugraha,2009)

VIII. Kondisi Hidrologi

Sub DAS Gajahwong merupakan sub catchment atau sebagian dari


kesatuan DAS Opak. Oleh karena lokasi hulu sungai-sungai yang ada di DAS
Opak, termasuk Sungai Gajahwong berasal dari Gunungapi Merapi, maka tipe
sungainya termasuk dalam pola aliran radial sentrifugal. DAS Opak, termasuk
sub DAS Gajahwong memiliki sifat aliran yang permanen, yaitu selalu mengalir
sepanjang tahun meski pada saat musim kemarau sekalipun, perbedaannya

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 17


adalah pada besar debit aliran sungai di saat musim penghujan dan musim
kemarau. Sifat aliran sungai yang terus-menerus ini disebabkan oleh adanya
debit air akuifer yang mengisi debit air sungai di saat musim kemarau, serta
daerah recharge yang cukup banyak menangkap air. Kebanyakan aliran Sungai
Gajahwong ini digunakan oleh penduduk untuk kebutuhan domestik, industri,
serta irigasi pertanian.

Gambar Pola Aliran Radial Sentrifugal


Kualitas air sungai di Sungai Gajahwong cukup bervariasi mulai dari
daerah hulu, tengah, hingga hilir. Kualitas air yang bagus berada di daerah hulu,
yaitu Sleman bagian atas yang belum banyak terdapat aktivitas manusia.
Kemudian kualitas air sungai yang paling buruk terjadi di bagian tengah, yaitu di
sekitar Kodya Yogyakarta, hal ini merupakan dampak dari tingginya aktivitas
manusia membuang limbah ke sungai di daerah perkotaan. Baik limbah
domestik maupun industri. Setelah memasuki daerah hilir, yaitu sekitar Bantul,
tidak terjadi perubahan kualitas air yang cukup besar karena waktu yang
dibutuhkan air untuk memurnikan dirinya sendiri (self purification) tidak dapat
dicapai karena tingginya intensitas pencemaran limbah ke sungai oleh aktivitas
manusia.
Airtanah di sub DAS Gajahwong ini juga memiliki potensi airtanah yang
baik. Hal ini dipengaruhi oleh tipe akuifer di wilayah itu termasuk dalam tipe
akuifer bebas/tidak tertekan (unconfined aquifer). Airtanah yang berasal dari
akuifer jenis ini umumnya ditemukan pada kedalaman yang relatif dangkal dari
permukaan tanah, yaitu kurang dari 40 meter. Tipe akuifer bebas ini juga

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 18


didukung oleh material akuifer yang berasal dari material vulkanik Merapi
dimana sebagian besar materialnya bertekstur pasir yang merupakan material
yang sangat bagus untuk suatu tubuh akuifer karena memiliki nilai permeabilitas
yang besar sehingga dapat menyimpan dan menyalurkan air dengan baik serta
dalam debit yang besar.

Gambar Akuifer Bebas dan Tertekan


Tipe akuifer seperti ini terdapat memanjang dari Kabupaten Sleman (hulu)
hingga Kabupaten Bantul (hilir) sub DAS Gajahwong. Fenomena yang sering
dijumpai pada tipe akuifer bebas ini adalah akuifer menggantung (perched
aquifer), akuifer ini terbentuk akibat adanya tubuh airtanah yang terpisahkan
dari tubuh airtanah utama oleh suatu formasi batuan yang kedap air
(impermeable). Kedalaman muka airtanah (watertable) di sub DAS Gajahwong
berkisar antara 1 sampai dengan 11 meter dari permukaan tanah.
Intensitas curah hujan di wilayah penelitian ini memiliki intensitas yang
berbeda-beda, tetapi memiliki kecenderungan intensitas hujannya cukup besar
karena berada di wilayah iklim hujan tropis. Curah hujan yang paling tinggi
intensitasnya ditemui di daerah Sleman, kemudian Kota Yogyakarta lalu Bantul.
Kejadian ini adalah akibat dari adanya hujan orografik yang tidak dapat melalui
penghalang berupa Gunungapi Merapi lalu memaksa awan untuk turun dan
menjatuhkan hujan di daerah Sleman dan sekitarnya. Data mengenai hujan
diperoleh dari stasiun pengamat hujan di sekitar sub DAS Gajahwong, dalam
penelitian ini digunakan sembilan stasiun, yaitu stasiun Ngipiksari, Pakem,

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 19


Kemput, Prumpung, Dolo, Gandok, Adisutjipto, UGM, dan Mrican. Akan tetapi
banyak data-data yang kosong dari hasil pencatatan stasiun tersebut akibat
kerusakan alat dan faktor lain.

LAPORAN AKHIR EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR 20

Anda mungkin juga menyukai