Anda di halaman 1dari 2

“Eco-Philosophy Ke Filsafat Perenial”

Pembicara pada webinar yang saya ikuti ialah Dr. Budhy Munawar Rachman, beliau
adalah Dosen Filsfat di sekolah tinggi Filsafat Driyakara. Beliau juga salah satu dari penerus
pemikir Islam progresif yang melihat Islam dari kacamata yang lebih terbuka, toleran, dan
demokratis. Pak Budhy juga dikenal sebagai penyeru pluralisme dan kebebasan beragama.
Selain aktif mengajar beliau juga aktif di Yayasan The Asia Foundation sebagai Program Officer
Islam and Development. Tidak hanya itu beliau juga pendiri dari Nurcholish Madjid Society
(NCMS).

Pertama, apa itu Eco-philosophy? Eco-philosophy ialah cabang ilmu filsafat yang
berusaha untuk menegakkan dasar filosofis environmentalisme. Kemudian Filsafat Perenial,
Filsafat perenial masih asing bahkan di STF Driyakara sendiri tempat pak Budhy mengajar.
Namun dilingkungan muslim di Indonesia filsafat Perenial ini cukup terkenal. Filsafat Perenial
di populerkan secara global oleh Seyyed Hosein Nasr dan untuk di Indonesia filsafat perenial
ini dipopulerkan oleh Nurcholish Madjid dan biasanya digunakan dalam pendekatan antar
iman atau agama-agama. Inti filsafat perenial ialah menjelaskan bagaimana agama-agama
bertemu dalam titik eksoterik atau titik spiritual yang sama (titik temu).

Dimulai dari sub bab Homo Religiosus, Jika melihat sejarah manusia, manusia itu hidup
dalam suatu kesakralan atau kesucian sudah sejak dulu namun baru belakangan ini di masa
modern dengan proses yang kita sebut dengan sekularisasi. Maka terjadilah manusia
didominasi oleh kehidupan yang “profan” dan kehidupan profan ini menjadi kehidupan
sehari-hari kita, kehidupan yang sacral malah kita tinggalkan. Jika kita kaitkan dengan agama,
sebenarnya kehidupan agama itu sangat selaras dengan lingkungan hidup sejak dulu tidak
seperti sekarang ini. Misalnya “Indigenous religions”, pemikiran yang melihat bahwa hutan itu
sebagai hal yang skaral, penganut agama-agama seperti ini melihat hutan tidak hanya
sebagai komoditas yang memberikan kehidupan melulu kepada manusia namun hutan juga
punya suatu hal yang harus dihormati karena adanya kesucian disana. Jadi Homo religiosus
ini semakin hilang diakarenakan hilangnya suatu kesakralan karena kehidupan modern
seperti adanya teknologi, ekonomi dan lainnya.

Kemudian Homo Ecologicus, yaitu pandangan Eco-Philosophy yang berangkat dari


kecemasan materialistik seperti kecemasan akibat kerusakan lingkungan, kecemasan karena
terjadi pandemic. Disini kita diajak lebih mendalami tentang prinsip Gerakan “Deep Ecology”
yang isinya bercerita tentang : (1) nilai-nilai intrinsic yang ada pada manusaia dan alam ini, (2)
bagaimana kekayaan dan keragaman kehidupan berkontribusi pada realisasi nilai-nilai ini dan
juga nilai-nilai itu sendiri. (3) Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keragaman ini
kecuali untuk memenuhi kebutuhan vital manusia. (4) Berkembangnya kehidupan dan
budaya manusia sejalan dengan penurunan populasi manusia secara substansial. (5) Campur
tangan manusia saat ini dengan dunia bukan manusia berlebihan, dan situasinya memburuk
dengan cepat. (6) Oleh karena itu, kebijakan harus diubah. Kebijakan ini mempengaruhi
struktur ekonomi, teknologi, dan ideologi dasar. (8) Perubahan ideologis terutama adalah
menghargai kualitas hidup (tinggal dalam situasi nilai yang melekat) daripada mengikuti
standar hidup yang semakin tinggi. (9) dan bagi mereka yang mengikuti poin-poin
sebelumnya memiliki kewajiban untuk secara langsung atau tidak langsung mencoba
menerapkan perubahan yang diperlukan.
Kemudian Homo Eco-Religiosus. Dalam membicarakan filsafat perennial kita dapat
berpikir tentang Homo Eco-Religiosus. Salah satu tokoh yang diangkat dalam pembicaraan
ini ialah Seyyed Hossein Nasr, ia mengatakan bahwa “Krisis lingkungan mempunyai penyebab
akar-akar masalah yang dalam secara spiritual, filosofis, dan juga religious, bukan hanya
masalah persoalan teknis tetapi sampai pada prespektif yang lebih mendalam”.

Filsafat Perenial sejatinya adalah filsafat tradisional yang sudah ditinggalkan. Namun
untungnya filsafat ini tersimpan secara intrinsic dalam agama-agama, metafisika, dan
spiritualitas. Singkatnya Filosofi perennial adalah gabungan dari agama, spiritualitas dan juga
metafisika. Menurut pak Budhy “Filsafat perennial itu ada didalam inti dari setiap agama, atau
istilah teknisnya segi eksoterik dari agama adalah filsafat perennial”. Perennial sendiri artinya
adanya kehadiran yang ada dimasa lalu, sekarang, sampai masa depan dan sampai
selamanya. Maksdunya yang hadir ialah yang realitas absolut yang sakral, ilahi, kebenaran dan
realitas ini ada dalam perkembangan sejarah tradisi dan kebudayaan.

Ada 7 klaim yang diajarkan pada filsafat perennial, dan ketujuh-nya terkait dengan
lingkungan, yaitu : (1) Roh itu nyata. (2) Spirit dapat diakses. (3) Kita sering tidak sepenuhnya
menghargai realitas roh. (4) Ada jalan keluar dari keadaan ilusi ini. (5) Jika kita mengikuti jalan
ini, hasilnya adalah pencerahan. (6) Pencerahan ini membawa pembebasan. (7) Pembebasan
ini mendorong keinginan untuk terlibat dalam tindakan kasih dan sayang. Ini adalah
bagaimna menyebut filsafat perennial untuk orang yang mengalami krisis maksudnya krisis
modern yang melupakan suatu kesakralan.

Singkatnya pada pandangan modern, manusia itu sebagai penguasa yang juga
digambarkan pada teologi Kristen dan juga teologi Islam. Sedangkan pada pancangan
Ecophilosophy, manusia adalah salah satu dari alam semesta ini yang kedudukannya pada
binatang (alam). Seharusnya manusia menghargai kehidupan makhluk lain dan juga alam
lingkungannya, manusia ada bukanlah hanya untuk menguasai dunia namun juga
memelihara dan menghormati demi keselarasan hidip manusia.

Anda mungkin juga menyukai