KERANGKA TEORITIS
A. Landasan Teori
1. Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun
yang artinya budi pekerti, perangai. Tingkah laku, atau tabiat. Secara terminologi,
terdapat beberapa pendapat ulama mengenai pengertian akhlak. Istilah-istilah
yang mereka kemukakan pada dasarnya memiliki pengertian yang sama yaitu:
1
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: AMZAH, 2019), hlm. 3-5.
Dari beberapa penjelasan tentang akhlak diatas, maka dapat dikatakan
akhlak merupakan tingkah laku baik maupun buruk seseorang yang menjadi
kebiasaan baginya sehingga menjadi bentuk dari sifat dan kepribadian dirinya.
Dengan kata lain, akhlak yang menggambarkan bagaimana karakter atau
kepribadian manusia, sehingga baik dan buruknya manusia terlihat.
b. Bentuk-bentuk Akhlak
Dalam karyanya kita Ayyuhal Walad Al-Ghazali mengemukakan bentuk-
bentuk akhlak dalam pembinaan yaitu:
2
Imam Al-Ghazali, Ayyuhal Walad, terj. Tholhatul Choir, (Yogyakarta: Pustaka
Hati, 2018), hlm. 49-50.
3
Imam Al-Ghazali, Ayyuhal Walad, terj. Tholhatul Choir, (Yogyakarta: Pustaka
Hati, 2018), hlm.25-26
4
Zainuddin, Seluk-Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), hlm. 50.
haruslah tidak berhasrat dan gila atau mabuk kepayang terhadap dunia
maupun kedudukan.Ia harus sudah pernah belajar kepada seorang guru
yang tajam penglihatannya (bashir). Ia harus sering berbuat kebaikan
kepada orang lain dan kuat menahan diri sendiri. Sedikit tidur serta
memperbanyak shalawat, shadaqah, dan puasa5.
7
Imam Al-Ghazali, Ayyuhal Walad,..hlm. 47-48.
8
Ibid.,hlm. 19
sesuatu bukanlah akhlak yang baik dan Allah sangat
membenci.
c) Meminta maaf kepada orang lain. Dalam hidup memang
terkadang kita tak luput dari sebuah kesalahan baik yang kita
sengaja ataupun tidak, baik yang kita sadari atau tidak. Oleh
karena itu, seringlah kita meminta maaf kepada orang lain.
d) Memberi, menerima nasihat, dan melaksanakannya.
Sebagaimana nasihat Al-Ghazali kepada muridnya.“Perlu
kau tahu, menerima nasihat memang amat mudah, tetapi
mengamalkannya minta ampun sulitnya.Ya, benar-benar
sulit. Bagi pemuja hawa nafsu, nasihat sama rasanya
dengan menelan mentah-mentah pil yang amat pahit.
Sebaliknya, sesuatu yang dilarang justru menjadi sangat
digandrungi di hatinya”9.
e) Tidak iri dengan keberhasilan orang lain. Rasa iri dan dengki
dalam setiap perkataan dan perbuatan hanya akan menyulut
api yang menghanguskan seluruh ladang amalnya. Ya, Nabi
Muhammad dulu juga pernah bersabda:
ِ
َ ََأحْلَ َس ُد يَْأ ُك ُل اْحلَ َسنَات َك َما تَْأ ُك ُل النَ َار احْلَط
ب
"Kedengkian akan memakan seluruh kebaikan sebagaimana
api melalap kayu bakar habis-habisan10.”
11
Abu Ammar Al-Jawi, Syarah Ayyuhal Walad, (Sukoharjo: Pustaka Arafah,
2020), hlm. 36.
12
Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazali, Ayuhal Walad,
(Solo:Pustaka Arafah, 2019) hlm. 18-21
murid Imam al-Haramain Al Juwaini yang merupakan guru besar di
Madrasah An-Nizhfirniyah Nisyapur. Al Ghazali belajar teologi, hukum
Islam, Filsafat, logika, sufisme, dan ilmu-ilmu alam13.
b. Pemikiran Akhlak
Pemikiran Akhlak Imam Al-Ghazali dapat dilihat dalam berbagai
pendapatnya mengenai pembinaan akhlak seperti yang dikutip oleh
Abuddin Nata. Dimana Al-Ghazali mengemukakan hasil analisinya
terhadap rukun Islam yang lima itu dengan jelas mengandung konsep
pembinaan akhlak. Karena sesungguhnya pembinaan akhlak dalam Islam
juga berkaitan dengan pelaksanaan rukun Iman yang dalam ajaran Islam
erat hubungannya tentang mengerjakan serangkaian amal salih dan
perbuatan terpuji. Iman yang tidak disertai amal salih dinilai sebagai Iman
yang palsu. Sebagaimana dalam al-Qur’an QS. al-Baqarah ayat 8 yang
berbunyi:
Dan diantara manusia ada yang mengatakan: “ Kami beriman
kepada Allah di hariakhir, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman”. (QS. al-Baqarah, 2;8)15
13
Abu Ammar Al-Jawi, Syarah Ayyuhal Walad,..hlm. 40.
14
Ibid., hlm 47-51.
15
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf,(Jakarta: Rajawali Pres, 2010), hlm. 159-160
Dengan demikian dijelaskan bahwa Iman yang dikehendaki Islam
tidak hanya melalui ucapan dan keyakinan, akan tetapi Iman yang disertai
dengan perbuatan dan akhlak mulia, seperti yakin menerima ajaran yang
dibawa Rasul, mau mensucikan harta dan dirinya semata-mata hanya
karena Allah SWT. Hal ini menunjukkan keimanan itu harus membuahkan
akhlah yang memperlihatkan bahwa Islam sangat mendambakan
terwujudnya akhlak yang mulia. Adapun Rukun Islam yang lima itu
adalah:
1) Dua kalimat syahadat yaitu, bersaksi bahwa hanya Allah tidak ada
yang lain selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu
utusan Allah. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama
hidupnya manusia bersaksi dan mengakui baik secara lahir maupun
batin hanya tunduk kepada Allah SWT. Dengan demikian,
seseorang hanya melakukan sesuai dengan aturan dan tuntutan
Allah SWT yang menjadikan manusia memiliki akhlak mulia.
2) Menunaikan shalat lima waktu. Dengan mengerjakan shalat lima
waktu akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan tercela.
Bahwasannya dengan mengerjakan shalat diharapkan dapat
menghasilkan akhlak terpuji, yaitu bersifat sabar, ridho, fakir,
zuhud, dan tawadhu. Karena, Shalat juga dapat dijadikan sebagai
terapi dalam pembersihan jiwa sehingga mendukung akan
terbentuknya akhlak mulia.
3) Membayar zakat. Menurut al-Ghazali zakat dapat membersihkan
jiwa dan harta yang mampu mengangkat derajat manusia ke
jenjang yang lebih mulia. Zakat yang mengandung didikan akhlak
dapat menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela seperti kikir, iri,
dengki, egois, dan riya’.
4) Menunaikan Puasa. Puasa yang dikerjakan bukan hanya sekedar
menahan diri dari haus dan lapar. Akan tetapi, juga menahan diri
dari segala hawa nafsu yang dapat merusak segala bentuk kewajiban
Agamanya. Puasa juga mengandung didikan akhlak senantiasa
dapat membersihkan diri dari perkataan-perkataan kotor dan keji.
Karenanya usaha membersihkan diri dengan puasa mendukung
terbentuknya akhlak yang mulia.
5) Ibadah Haji. Dalam ibadah Haji nilai pembinaan akhlak lebih besar
dibanding dengan rukun Islam dan bentuk ibadah lainnya. Karena
melaksanakan ibadah haji dalam Islam bersifat menyeluruh yang
menuntut banyak persyaratan seperti, sehat jasmani dan rohani,
sabar, ikhlas, dan ridho. Itu kenapa dalam rukun Islam menunaikan
haji bagi yang mampu, bukan hanya sekedar mampu dalam materi
namun juga dalam kesiapan diri yang hendak ibadah lebih dekat
dengan Allah SWT. Melaksanakan ibadah haji erat kaitannya
dengan pembinaan akhlak seperti yang terkandung pada ayat al-
Qur’an dibawah ini:
“Haji itu beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa
yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji.Maka tidak boleh berkata jorok berbuat fasik dan bertengkar
didalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.Berbekallah kamu,
karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal.”(Q.S Al-
Baqarah:197).
Berdasarkan ayat al-Qur’an diatas, menggambarkan hubungan
antara rukun Iman dan Islam terhadap pembinaan akhlak, sebagaimana
dalam Islam pembinaan akhlak ditempuh dengan berbagai sarana
peribadatan dan lainnya secara bersamaan guna memperoleh akhlak mulia.
2) Riyadhah
Riyadhah merupakan budi pekerti yang baik diusahakan dengan
latihan (riyadhah) guna mensucikan jiwa dengan melawan hawa nafsu
supaya pada kesudahannya menjadi kebiasaan17.
16
Imam Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, jilid VI Terjmh Moh. Zuhri. (Semarang :
CV. Asy Syifa’, 2003), hlm. 293
17
Imam Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, jilid V Terjmh Moh.Zuhri. (Semarang :
CV. Asy Syifa’, 2003), hlm. 128
berteman dengan orang yang melakukukan hal kebaikan maka baik pula
yang akan kita lakukan, begitu juga sebaliknya. Ini disebabkan karena
kebiasaan manusia itu mencuri dari kebiasaan baik dan buruknya
lingkungan sekitar18.
3) Pembiasaan
Pembiasaan merupakan metode tazkiyatun nafs yang menekankan
pengulangan perilaku terpuji sehingga cara-cara yang dilakukan hampir-
hampir tidak disadari oleh pelakunya19.