Anda di halaman 1dari 3

Perawatan Luka Kronik

Kulit memiliki 3 lapisan utama, yaitu epidermis, dermis dan subkutis. Di dalam epidermis
terdapat banyak lamina-lamina dengan berbagai tingkat epitelisasi. Pada dermis, terdapat berbagai cabang
saraf dan kelenjar. Pada subkutis terdapat cabang pembuluh darah, saraf dan limfe. Di bawah subkutis
terdapat lapisan otot, lengkap dengan fascianya, pembuluh darah besar, pembuluh limfe, tulang dan
perangkatnya, serta organ-organ lainnya. Anatomi kulit ini penting untuk diketahui dalam proses
penyembuhan luka nantinya.
Pada perlukaan jaringan sehat, fisiologi untuk penyembuhan luka dapat berlangsung secara
normal. Sekuensial penyembuhan luka diantaranya fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Masing-
masing fase terkarakterisasi dengan adanya perbedaan sitokin pada sel yang spesifik.
Fase Inflamasi
Pada saat fase ini, yang dipicu adalah proses hemostasis dan berdampak pada reaksi inflamasi seperti:
rubor (redness), calor (warmth), tumor (swelling), dolor (pain), dan functio laesa (loss of function).
Cedera pada vaskuler menginisiasi kaskade koagulasi yang menghasilkan plak fibrin dan terjadinya
vasokonstriksi. Berbagai tipe sel leukosit melakukan tugasnya, dan pada akhirnya di saat sel mononuklear
menggantikan sel darah putih dan makrofag, dimulailah fase proliferatif. Hal ini berlangsung pada 48 jam
pertama.
Fase Proliferatif
Dua hingga tiga hari setelah perlukaan, fibroblas bermigrasi kedalam dari tepi luka melalui matriks fibrin
yang sebelumnya terbentuk di fase inflamasi. Keratinosit dan sel endotelial berproliferasi pada fase ini
dan diproduksi autokrin yang menjaga pertumbuhan kedua jenis sel ini. Endotelial juga berperan dalam
angiogenesis, yang membentuk pembuluh darah yang intak pada jaringan granulasi. Neovaskularisasi
memfasilitasi pertumbuhan dengan suplai nutrisi dan sitokin. Degradasi dari fibrin dan matriks diiringi
dengan deposisi dari jaringan granulasi yang berlanjut dengan penutupan luka. Transisi ke fase maturasi
ditandai dengan penurunan kadar asam hialuronat dan peningkatan kadar kondroitin sulfat yang hal ini
menurunkan kecepatan migrasi fibroblas dan proliferasi fibroblas.
Fase Maturasi
Pada enam minggu pertama, produksi kolagen mendominasi proses penyembuhan luka, terdeposit secara
acak pada jaringan granulasi akut. Saat luka matur, kolagen mengalami remodeling ke struktur lain yang
lebih kuat. Secara bertahap, kolagen tipe I menggantikan kolagen tipe III hingga rasio kulit normal
mencapai 4:1. Kekuatan kulit menjadi mendatar grafiknya saat 80% dan hal ini terjadi sekitar 1 tahun
pasca luka.

· Ulkus Diabetik
Ulkus diabetik bertanggung jawab terhadap sebagian besar amputasi tungkai dan kaki. Di Bagian Bedah
Vaskuler RSCM terdapat setidaknya 42% kasus kaki diabetik dari 1224 pasien pada tahun 2009.
Patogenesis pada ulkus diabetik disebabkan gangguan neuropatik pada keseimbangan muskuloskeletal
diiringi dengan imunokompromais disfungsi leukosit dan adanya penyakit vaskuler perifer,
mengakibatkan berkomplikasi dan mengalami infeksi. Standar perawatan meliputi off-loading
(penghilangan tekanan), debridemen yang benar, menjaga kelembaban luka dan jika terdapat selulitis,
antibiotik sistemik harus diberikan. Luka yang kronis akan menurunkan kadar growth factors dan topical
platelet-derived growth factor (PDGF), tissue growth factor beta (TGF- ß). Platelet-derived wound
healing factor telah memberikan makna dalam kecepatan penyembuhan dari ulkus diabetik.
· Ulkus Varikosum
Stasis vena dapat mengakibatkan terjadinya ulkus yang berasal dari keadaan hipoksia dari kongesti vena
yang terjadi pada ekstremitas bawah. Dimungkinkan, penebalan fibrin perivaskuler menghalangi difusi
oksigen menuju jaringan sekitarnya. Pada saat yang sama, makromolekul yang bocor keluar dari
intravaskuler terjebak pada jaringan perivaskuler, mengakibatkan growth factor menuju ke tempat
tersebut untuk menunjang integritas kulit. Penyebab potensial lainnya yaitu adanya gangguan pada
migrasi leukosit, yakni semakin lamban dan bahkan bisa menyumbat endotel, dan akhirnya terjadilah
kerusakan endotel.
Garmen kompresi atau boot, debridemen, dan pemeliharaan suasana sekitar luka tetap bersih dan lembab
akan membantu tatalaksana ulkus. Split-thickness skin grafts dan bioengineered skin equivalent telah
menunjukkan efektivitas, mampu menyediakan matriks luka, membantujalur migrasi sel-sel, dan
memberikan sel-sel epidermis dan dermis. Penggunaan elastik bandage, operasi untuk menatalaksana
refluks vena tidak memberikan makna pada penyembuhan ulkus, namun mengurangi risiko untuk
rekurensi ulkus.
· Ulkus Dekubitus
Ulkus dekubitus, atau ulkus yang diakibatkan oleh tekanan yang berlangsung lama (pressure ulcer)
diakibatkan dari iskhemia karena tekanan yang terlalu lama pada prominensia tulang. Ulkus ini biasa
terjadi pada pasien yang mengalami paralisis ataupun pasien yang tidak sadar, yang tidak mampu untuk
memberi respon pada sensasi maupun perlunya perpindahan periodik. Pencegahan meliputi identifikasi
pasien yang berisiko, pemeriksaan yang sering, mobilisasi yang terjadwal, tempat tidur yang bersifat
mengurangi tekanan, terdapat media yang menjaga kelembaban, dan status nutrisi yang adekuat.
Tatalaksana mencakup penghilangan tekanan pada area ulkus, debridemen secara enzimatik maupun
surgical, pemeliharaan keadaan yang bersih dan lembab. Antibiotik topikal dan PDGF dapat memberikan
manfaat pada terapi ulkus dekubitus ini. Tidak jarang, banyak ulkus memerlukan ostektomi dan flap
coverage untuk manajemen definitif.
· Perawatan Ulkus
Beberapa macam tahapan luka, diantaranya: luka nekrotik, luka terinfeksi, luka yang sloughy
(jaringan nekrotik yang siap melepaskan diri dari jaringan viabel), luka yang telah mengalami
granulasi dan luka yang telah mengalami proses epitelisasi. Pada setiap jenis luka ini dapat
mempunyai kondisi eksudat yang beragam, kering, rendah, sedang sampai tinggi, serta dapat
mempunyai kedalaman luka yang berbeda, landai hingga rata, bergaung dan dalam, dapat juga
campuran. Pada jenis luka nekrotik, biasanya dasar luka berwarna hitam, jaringan avaskularisasi,
jaringan yang mati mengering, menebal dan menghitam. Pada luka terinfeksi, dasar luka berwarna
merah, eksudat purulen dan berbau, tepi luka membengkak serta ada indurasi atau maserasi, dan
kultur mikroorganisme positif. Pada luka yang sloughy, dasar luka berwarna kuning, campuran
jaringan nekrotik yang berehidrasi, bakteri dan leukosit yang mati dengan jaringan fibrosa. Pada luka
granulasi, dasar luka berwarna merah tua, banyak vaskularisasi sehingga mudah berdarah, jumlah
eksudat cukup banyak. Pada luka dengan epitelisasi dasar luka berwarna merah terang, merupakan
luka yang bersih dan pada tahap ini luka dipertahankan dalam keadaan lembab.
Schemes of the wound healing process

Cellular characteristics of the wound healing process

Anda mungkin juga menyukai