Anda di halaman 1dari 82

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa

menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan

kami Nabi besar Muhammad SAW, karena berkat kegigihan beliau telah berhasil

membawa kita dari alam kebodohan menuju alam yang penuh pengetahuan seperti

sekarang ini.

Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang berjudul “Laporan Praktek Kerja

Lapangan Industri DIII Farmasi ” ini ditulis untuk memenuhi tugas kerja lapangan.

Selain itu juga diharapkan menambah pengetahuan bagi para pembaca khususnya

tentang bagaimana cara pembuatan obat tradisional dan manfaat dari obat

tradisional tersebut.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya yang

disebabkan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan

makalah ini.

Palopo, 02 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR............................................................................ i

DAFTAR ISI......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG.......................................................... 1

B. TUJUAN PKL.................................................................... 6

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI.............................. 7

A. PENGERTIAN INDUSTRI FARMASI................................ 7

B. CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK......................... 13

1. Manajemen mutu

2. Personalia

3. Bangunan dan fasilitas

4. Peralatan

5. Sanitasi dan hygiene

6. Produksi

7. Pengawasan mutu

8. Inspeksi diri dan audit mutu

9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarika kembali

produk dan produk kembalian

10. Dokumentasi

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

12. Sanitasi dan validasi

BAB III TINJAUAN INDUSTRI FARMASI.......................................... 28


A. UPT. MATERIA MEDICA BATU............................................... 28

1. Sejarah dan Perkembangan

2. Visi dan Misi

3. Struktur Organisasi

4. Kegiatan yang dilaksanakan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 33

A. KESIMPULAN........................................................................... 33

B. SARAN...................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktik Kerja Lapangan merupakan salah satu kegiatan akademik yang

berfokus pada kemampuan untuk mengembangkan dan menempa ilmu yang

telah dipelajari selama menjalani perkuliahan dalam praktiknya. Kegiatan ini

dapat menambah pengalaman mahasiswa khususnya di Prodi D3 FARMASI

STIKES Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo dan memberikan wawasan

mendalam terkait dunia kerja sebelum lulus dari bangkuperkuliahan kelak

khususnya di bidang kefarmasian .

Jaman semakin berkembang dari waktu ke waktu,terutama dengan

semakin canggihnya teknologi yang ada. Dengan semakin canggihnya

teknologi,persaingan dalam dunia kerja juga menjadi lebih ketat karena

individu-individu telah memiliki skill mumpuni dan beragam yang dibutuhkan

sebagai bekal untuk menghadapi persaingan tersebut. Untuk mengantisipasi

persaingan yang ada, mahasiswa D3 Farmasi STIKES Bhakti Pertiwi Luwu

Raya dituntut mempersiapkan diri dengan menimba pengalaman melalui

kegiatan PKL industri Farmasi ,agar tidak hanya matang dari segi teori,akan

tetapi juga siap dalam praktiknya.

Industri kerja merupakan hal yang kompleks karena para praktikan

akan dihadapkan pada situasi yang berbeda-beda dan permasalahan yang

rumit. Dan dari kegiatan PKL inilah mahasiswa D3 Farmasi STIKES Bhakti

Pertiwi Luwu Raya dapat belajar bagaimana mengatasi permasalahan yang

berbeda pada setiap Industri khususnya industri Farmasi sehingga

membentuk mental yang kuat jika menemui masalah serupa karena Dengan

semua ilmu yang didapatkan selama PKL,akan membuat mahasiswa menjadi


lebih baik karena pengalaman,dan kepercayaan diri untuk memasuki dunia

kerja telah di peroleh.

Kegiatan PKL juga berguna untuk STIKES Bhakti Pertiwi Luwu Raya

sebagai bentuk penyempurnaan kurikulum yang telah ada dari para praktikan

yang telah melaksanakan PKL.

Pada kegiatan PKL ini,praktikan mendapatkan kesempatan untuk

melakukan PKL di UPT Herbal Materia Medica .

Materia Medica Batu (MMB) merupakan salah satu Unit Pelaksana

Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur yang berlokasi di

Kota Batu. Balai Materia Medica Batu terletak di lingkungan Desa

Pesanggrahan yang letak lokasinya berbatasan dengan Kelurahan Ngaglik di

wilayah Kota Batu. Tugas pokok BMM adalah penyuluhan dan pengelolaan

Tanaman Obat meliputi Tanaman Obat Tradisional dan Tanaman Obat yang

mengandung bahan baku obat.

B. Rumusan Masalah

a. Meningkatkan dan memperluas keterampilan serta keahlian yang

membentuk kemampuan mahasiswa sebagai bekal untuk memasuki dunia

kerja sesuai dengan program pendidikan

b. Untuk mengimplementasikan ilmu dan keahlian mahasiswa yang didapat

secara teoritis sebelumnya dengan mengaplikasikannya secara langsung

di industri farmasi tempat melaksanakan PKL

c. Untuk mengetahui bagaimana proses produksi obat dan sediaan farmasi

pada industri farmasi tersebut

BAB Il
TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

A. PENGERTIAN INDUSTRI FARMASI

Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha

yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan

pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi harus membuat obat

sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi

persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak

menimbulkan resiko yang membahayakan penggunaanya karena tidak aman,

mutu rendah atau tidak efektif.

Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat

menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu

dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut

soal nyawa manusia, industri farmasi dan produknya diatur secara ketat.

Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam

CPOB (Manajemen Industri Farmasi, 2007).

B. CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

1. Manajemen mutu

Manajemen Mutu Semua aktivitas dari keseluruhan fungsi manajemen

yang menentukan kebijakan mutu, sasaran, dan tanggung jawab serta

penerapannya melalui antara lain perencanaan mutu, pengendalian mutu,

pemastian mutu, dan peningkatan mutu di dalam sistem mutu.

Prinsip Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang


tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan

risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah

atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan

ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan

komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan,

para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara

konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang

didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

Unsur dasar manajemen mutu adalah : ¾ Suatu infrastruktur atau

sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses

dan sumber daya; dan ¾ Tindakan sistematis diperlukan untuk

mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga

produk(atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebutdisebut

Pemastian Mutu. Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah

didukung dengan tersedianya personil yang kompeten, bangunan dan

sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung

jawab hukum hendaklah diberikan kepada kepala bagian Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu).

Konsep dasar Pemastian Mutu, CPOB dan Pengawasan Mutu

adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Konsep tersebut

diuraikan di sini untuk menekankan hubungan dan betapa pentingnya

unsur-unsur tersebut dalam produksi dan pengendalian obat.Badan

pengawas obat dan makanan republik indonesia edisi 2006.

2. Personalia
Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang

sehat, terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi

dapat berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip

CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu (BPOM, 2009). Kesehatan

personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat

dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan,

pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan

hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental

yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat.

Di samping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan

kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang

dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-

masing karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan

fisiknya (BPOM, 2009).

Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap

posisi hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian

SDM, tapi juga dapat ditampilkan pada uraian tugas masing-masing

(BPOM, 2009). Jumlah personil yang memadai sangat mempengaruhi

proses produksi. Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi

kualitas obat, karena tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan

segala akibatnya. Di samping itu, kekurangan jumlah karyawan biasanya

mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan

kelelahan fisik dan mental baik bagi operator ataupun supervisor atau

malahan bagi personil pada tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi

dan/atau mengambil keputusan (BPOM, 2009).


Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri

apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian

Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

Industri dapat menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama atau lebih

rendah dicakup dalam kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan

adalah semua Kepala Bagian Produksi dan Kepala BagianManajemen

Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala Bagian pengawasan Mutu harus

independen satu terhadap yang lain (BPOM, 2009).

Jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya.

Mereka hendaklah juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik

sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan

sebagaimana mestinya. Mereka hendaklah mempunyai sikap dan

kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB (BPOM, 2001).

Dalam banyak hal, mutu produksi dalam satu bagian mempunyai

pengaruh yang penting bagi bagian pekerjaan lainnya, karena itu karyawan

harus dilatih supaya mengerti keterkaitan seperti itu. Melatih karyawan

harian dalam lingkungan pembuatan sangat penting, karena karyawan

mendapatkan dirinya dalam lingungan yang relatif teknis, berurusan

dengan bahan kimia, dan bekerja menggunakan sistem berat dan ukuran

yang belum biasa bagi mereka. Pelatihan buat karyawan juga berguna

untuk memberikan pengetahuan tentang perkembangan yang terjadi,

pengetahuan tentang alat baru, meningkatkan kemampuan kinerja, da

sbagainya (Dhadhang, 2009).

 Hal yang perlu diperhatikan dalam personalia:


Setiap bagian dalam organisai perusahaan, dipimpin oleh orang yang

berlainan. Mereka tidak boleh mempunyai kepentingan lain diluar

organisasi pabrik yang dapat mambatasi tanggungjawabnya atau dapat

menimbulkan pertentangan kepentingan pabrik dan finansial.

Manajer produksi dan pengawasan mutu haruslah seorang apoteker

yang cakap, terlatih, dan berpengalaman di bidang farmasi dan

keterampilan dalam kepemimpinan.

Setiap karyawan atau mereka yang secara langsung ikut serta dalam

kegiatan pembuatan obat, hendaklah mengikuti latihan mengenai prinsip

CPOB.Setelah pelatihan, dinilai prestasi karyawan apakah telah memiliki

kualifikasi yang memadai dalam melaksanakan tugas yang akan diberikan

atau tidak (Anonim, 2008).

Struktur organisasi perusahaan hendaklah sedemikian rupa sehingga

bagian produksi dan pengawasan mutu dipimpin oleh apoteker yang

berlainan dan tidak saling bertanggung jawab satu dengan yang lainnya.

Manajer produksi dan manajer pengawasan mutu membawahi beberapa

supervisor yang terlatih dan memiliki ketrampilan teknis serta pengalaman

dalam bidang yang berkaitan dengan bidangnya. Manejer produksi dan

pengawasan mutu haruslah seorang apoteker yang cakap, terlatih, memiliki

pengalaman praktis yang memadai untuk melaksanakan tugasnya secara

professional. Manajer produksi dan Manajer pengawasan mutu memiliki

wewenang dan tanggung jawab penuh dalam mutu obat yang dihasilkan.

Manajer produksi memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh untuk

mengelola produksi obat. Manajer pengawasan mutu memiliki wewenang

dan tanggung jawab dalam seluruh tugas pengawasan mutu. Manajer


produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam

penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan

kebersihan lingkungan pabrik, validasi proses produksi, pemberian

persetujuan pada pemasok bahan, pengamanan bahan dan produk

terhadap kerusakan dan kemunduran mutu, penyimpanan dokumen serta

memastikan bahwa tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada

seluruh karyawan jelas dan dapat dipahami dengan baik. Setiap karyawan

yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan obat dan yang karena

tugasnya harus memasuki daerah pembuatan obat, hendaklah diberikan

pelatihan yang Universitas Sumatera Utara sesuai dengan tugasnya

maupun pelatihan CPOB. Pelatihan hendaknya dilaksanakan secara

berkesinambungan dengan program tertulis yang disetujui oleh manajer

produksi dan manajer pengawasan mutu. Pelatihan khusus diberikan

kepada karyawan yang bekerja didaerah steril, didaerah bersih, atau bagi

mereka yang bekerja menggunakan bahan yang beresiko tinggi, toksis

atau yang menimbulkan alergi. Pelatihan hendaknya diberikan oleh orang

yang cakap. Dokumen pelatihan harus disimpan dengan baik dan

efektifitas program pelatihan hendaknya dinilai secara berkala.

3. Bangunan dan Fasilitas

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah seluruh aspek dalam

praktek yang ditetapkan, yang secara kolektif menghasilkan produk akhir


atau layanan yang secara konsisten memenuhi spesifikasi yang sesuai,

serta mengikuti peraturan nasional dan internasional. Setiap perusahaan

farmasi diIndonesia wajib memiliki sertifikat CPOB sebagai bukti bahwa

industri farmasi tersebut memiliki sarana dan prasarana yang memadai

untuk proses produksi obat. Dengan adanya sertifikat CPOB tersebut,

maka produk (obat) yang diproduksi oleh suatu industri farmasi telah

memiliki izin edar dari Badan POM RI. Aspek yang diatur di dalam CPOB

terdiri dari 10 bidang, salah satu bidang tersebut adalah bangunan dan

fasilitas industri (Premises). Bangunan industri adalah sesuatu yang

didirikan oleh manusia (seperti gedung, rumah, dan lain-lain) yang

digunakan untuk mengolah barang dengan menggunakan sarana dan

prasarana tertentu. Hal lain yang berhubungan dengan bangunan, yang

juga diatur di dalam CPOB adalah fasilitas industri. Berbeda dengan

bangunan industri, fasilitas industri dapat didefinisikan sebagai sarana yang

digunakan untuk melancarkan fungsi dari suatu industri, misalnya

transportasi, media komunikasi,sumber tenaga listik, dan lain-lain.

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki

desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikn kondisinya

dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang

benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk

memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan

kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan

yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau

kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.


Bangunan dan fasilitas harus dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat

dengan tepat agar memperoleh perlindungan dari pengaruh cuaca, banjir,

rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung,

binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Sebaiknya tersedia prosedur

untuk pengendalian binatang pengerat hama.

Bangunan dan fasilitas harus dirawat dengan cermat, dibersihkan dan

jika perlu didisinfektan sesuai prosedur tertulis yang rinci. Catatan

pembersihan dan disinfektan hendaklah disimpan sebagai dokumentasi.

Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area

penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan harus dirawat

dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan ditinjau secara teratur dan

diperbaiki jika perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas

hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatantersebut tidak mempengaruhi

mutu obat. Misalnya dilakukan diluar waktu kegiatan produksi.

Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi

harus tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara

langsungmaupun tidak langsung terhadap produk selama proses

pembuatan danpenyimpanan atau terhadap ketepatan atau ketelitian

fungsi dari peralatan

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki

desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikn kondisinya

dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang

benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk

memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan

kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan


yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau

kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Bangunan dan fasilitas harus dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat

dengan tepat agar memperoleh perlindungan dari pengaruh cuaca, banjir,

rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung,

binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Sebaiknya tersedia prosedur

untuk pengendalian binatang pengerat hama.

Bangunan dan fasilitas harus dirawat dengan cermat, dibersihkan dan

jika perlu didisinfektan sesuai prosedur tertulis yang rinci. Catatan

pembersihan dan disinfektan hendaklah disimpan sebagai dokumentasi.

Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area

penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan harus dirawat

dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan ditinjau secara teratur dan

diperbaiki jika perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas

hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatantersebut tidak mempengaruhi

mutu obat. Misalnya dilakukan diluar waktu kegiatan produksi.

Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi

harus tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara

langsungmaupun tidak langsung terhadap produk selama proses

pembuatan danpenyimpanan atau terhadap ketepatan atau ketelitian

fungsi dari peralatan. (Badan POM RI. 2009.dan Badan POM RI. 2006.)

4. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki

desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta

ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat yang dihasilkan

dapat terjamin, seragam dari bets ke bets, dan memudahkan pembersihan

serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan

debu atau kotoran dan, halhal yang umumnya berdampak buruk pada mutu

produk.

a. Desain dan konstruksi

1) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal,

produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi,

adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi identitas,

mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

2) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang

dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan

pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang,

mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa

ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang

ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat

dan disimpan dengan baik.

b. Pemasangan dan penempatan

1) Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk

memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar

bahan di area yang sama. Peralatan hendaklah dipasang

sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau

pencemara
2) Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain

hendaklah dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada

tiap tahap proses. Pipa hendaklah diberi penandaan yang

jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran.

c. Perawatan

1) Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah

malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas,

mutu atau kemurnian produk.

2) Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan

dipatuhi.

3) Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan dan disimpan

dan bila perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah

kontaminasi.

4) Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk

antara yang sama secara berurutan atau secara kampanye,

peralatan hendaklah dibersihkan dalam tenggat waktu yang

sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan

(misal: hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas).

5) Peralatan hendaknya diidentifikasi isi dan status kebersihannya.

6) Buku log hendaknya dibuat untuk pencatatan validasi

pembersihan dan pembersihan yang telah dilakukan termasuk

tanggal dan personel yang melakukan kegiatan tersebut. (Badan

POM, 2012).

5. Sanitasi dan Higiene


Menurut Dr.Azrul Azwar, MPH, sanitasi adalah cara

pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan

terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi

derajat kesehatan masyarakat (Azwar,1998 ; Prescott, 2002).

Menurut Prescott (2002), hygiene menyangkut dua aspek yaitu,

yang menyangkut individu (personal hygiene) dan Yang menyangkut

lingkungan (environment). Hygiene is a concept related to medicine as

well as to personal and professional care practices related to most

aspects of living although it is most often associated with cleanliness

and preventative measures.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu usaha

pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada

usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sedangkan

hygiene adalah bagaimana cara orang memelihara dan juga

melindungi diri agar tetap sehat. Tingkat sanitasi dan hygiene yang

tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat.

Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan

perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang

dapat merupakan sumber pencemaran produk.

 PRINSIP

Tingkatan sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah

diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi

dan hygiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan,

bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat


merupakan sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan

melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan

terpadu (Anonim,2006)

 hygien personal

1) Tiap personil yang masuk kearea pembuatan hendaklah

mengenakan pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan

yang dilaksanakannya.

2) Prosedur higien perorangan termasuk persyaratan untuk

mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan untuk

personil baik karyawan purna waktu, paruh waktu.

3) Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran pakaian

kerja kotor dan lap pembersih kotor hendaklah disimpan dalam

wadah tertutup hingga saat pencucian.

4) Program higien yang rinci dibuat dan diadaptasikan terhadap

berbagai kebutuhan didalam area pembuatan.

5) Semua personil menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat

direkrut, sebelum dan selama bekerja, dan pemeriksaan mata

secara berkala.

6) Semua personil menerapkan higien perorangan yang baik.

7) Tiap personil yang mengidap penyakit atau yang dapat

merugikan mutu produk dilarang menangani bahan awal.

8) Semua personil diperintahkan dan didorong untuk melaporkan

kepada atasan langsung tiap keadaan.

9) Dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan

bahan awal.
10) Personil diintruksikan supaya menggunakan sarana mencuci

tangan sebelum memasuki daerah produksi

11) Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman,

menyimpan makanan minuman hanya diperbolehkan di area

tertentu

12) Persyaratan khusus untuk pembuatan produk steril dicakup dalam

Aneks 1. (Anonim, 2006)

 Sanitasi bangunan dan fasilitas

1) Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat di desaian

dan dikontruksi dengan tepat.

2) Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup, sarana toilet dengan

ventilasi yang baik.

3) Disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian

personil dan milik pribadinya ditempat yang tepat.

4) Penyiapan penyimpanan dan konsumsi dibatasi di area khusus.

5) Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk.

6) Rodentisida, insektisida, agen fumigasi dan bahan sanitasi tidak

boleh mencemari peralatan bahan awal bahan pengemas, bahan

yang sedang diproses.

7) Pada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida,

fungisida, agen fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat.

8) Prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk

sanitasi mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan

pembersih yang harus digunakan.


9) Prosedur sanitasi berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan

oleh kontraktor.

10) Segala praktek tidak higienis di area pembuatan dapat

merugikan mutu produk.

11) Persyaratan khusus untuk pembuatan produk steril dicakup dalam

Aneks 1. (Anonim,2006)

 Pembersihan dan sanitasi peralatan

1) Setelah digunakan peralatan dibersihkan baik bagian luar

maupun dalam sesuai prosedur

2) Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih

dianjurkan.

3) Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-

pindahkan dan penyimpanan bahan pembersih dilaksanakan

dalam ruangan terpisah dari ruangan pengelolaan.

4) Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan

sanitasi peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat

dibuat divalidasi dan ditaati.

5) Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi,

sterilisasi dan inspeksi sebelum penggunaan peralatan disimpan

secara benar.

6) Disinfektan dan diterjen dipantau terhadap pencemaran mikroba

( Anonim,2006)

 Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi


Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene hendaklah

divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan

evektivitas prosedur memenuhi persyaratan (Anonim,2006).

6. Produksi

Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur

yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin

senantiasa menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta

memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

 UMUM

1) Produksi hendaklah dilakukan dan disupervisi oleh personel yang

kompeten.

2) Seluruh penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan

dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan,

penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah

dilakukan sesuai prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu

dicatat.

3) Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk

memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah

dibersihkan di mana perlu dan diberi penandaan dengan data yang

diperlukan.

4) Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak

merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan

dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu.


5) Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara

fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai

dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi.

6) Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah

ditangani seperti penerimaan bahan awal.

7) Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi

seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara rapi

dan teratur untuk memudahkan segregasi antar bets dan rotasi

stok.

8) Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah

dilakukan sedemikian rupa untuk memastikan tidak ada

penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan.

9) Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara

bersamaan atau berurutan dalam ruang kerja yang sama kecuali

tidak ada risiko terjadi kecampurbauran ataupun kontaminasi

silang.

10)Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap kontaminasi

mikroba atau kontaminasi lain pada tiap tahap pengolahan.

11)Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah

dilakukan tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta

penyebarannya. Hal ini terutama dilakukan pada penanganan

bahan yang sangat berbahaya, mencakup bahan yang sangat aktif

atau menyebabkan sensitisasi.

12)Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan,

peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang
dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau

bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets.

Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahap

proses produksi.

13)Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti

ganda dan dengan format yang telah ditetapkan. Label berwarna

sering kali sangat membantu untuk menandakan status (misal:

karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain).

14)Pemeriksaan hendaklah dilakukan untuk memastikan pipa penyalur

dan alat lain untuk transfer bahan dan produk dari satu ke tempat

lain telah terhubung dengan benar.

15)Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur hendaklah sedapat

mungkin dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah

adapersetujuan tertulis dari kepala bagian Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu) dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan

Mutu.

16)Akses ke bangunan-fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya

untuk personel yang berwenang.

 Bahan awal

1) Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan

awal, beserta pembelian dan penerimaannya, hendaklah

didokumentasikan sebagai bagian dari sistem mutu industri

farmasi. Tingkat pengawasan hendaklah proporsional dengan

risiko yang ditimbulkan oleh masingmasing bahan, dengan

mempertimbangkan sumbernya, proses pembuatan, kompleksitas


rantai pasokan, dan penggunaan akhir di mana bahan tersebut

digunakan dalam produk obat. Bukti pendukung untuk setiap

persetujuan pemasok/bahan hendaklah disimpan. Personel yang

terlibat dalam kegiatan ini hendaklah memiliki pengetahuan terkini

tentang pemasok, rantai pasokan, dan risiko yang terkait. Jika

memungkinkan, bahan awal hendaklah dibeli langsung dari pabrik

pembuat.

2) Persyaratan mutu bahan awal yang ditetapkan oleh pabrik

pembuat hendaklah didiskusikan dan disepakati bersama

pemasok. Aspek produksi, pengujian dan pengawasan yang tepat,

termasuk persyaratan penanganan, pelabelan, persyaratan

pengemasan dan distribusi, serta prosedur keluhan, penarikan dan

penolakan hendaklah didokumentasikan dalam perjanjian mutu

atau spesifikasi yang resmi.

3) Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa

hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan

mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau

penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal kedaluwarsa bila

ada.

4) Untuk persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan aktif dan

eksipien, pasokan yang disetujui.Eksipien dan pemasok

eksipien hendaklah dikendalikan secara tepat berdasarkan hasil

penilaian risiko mutu yang resmi. Penilaian risiko mutu dapat

mengacu pada Pedoman PIC/S mengenai pelaksanaan

penilaian risiko untuk pemastian penerapan Cara Pembuatan


yang Baik untukeksipien produk obat untuk penggunaan

manusia atau pedoman internasional lain terkait.

5) Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal

hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama

yang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupun

nama yang tidak resmi dipakai.

6) Tiap penerimaan atau bets bahan awal hendaklah diberi nomor

rujukan yang akan menunjukkan identitas penerimaan atau bets

selama penyimpanan dan pengolahan. Nomor tersebut

hendaklah jelas tercantum pada label wadah untuk

memungkinkan akses ke catatan lengkap tentang penerimaan

atau bets yang akan diperiksa.

7) Apabila dalam satu penerimaan terdapat lebih dari satu bets

maka untuk tujuan pengambilan sampel, pengujian dan

pelulusan, hendaklah dianggap sebagai bets yang terpisah.

8) Pada tiap penerimaan bahan awal, hendaklah dilakukan

pemeriksaan keutuhan wadah termasuk terhadap segel

penanda kerusakan dan kesesuaian antara catatan pengiriman,

pesanan pembelian, label pemasok dan pabrik pembuat yang

disetujui serta informasi pemasok yang dikelola oleh pabrik

pembuat produk obat. Pemeriksaan pada setiap penerimaan

hendaklah didokumentasikan. Sampel bahan awal hendaklah

diambil oleh personel dengan metode yang disetujui oleh kepala

Pengawasan Mutu.
9) Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap

spesifikasi. Dalam keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau

keseluruhan terhadap spesifikasi dapat ditunjukkan dengan

sertifikat analisis yang diperkuat dengan pemastian identitas

yang dilakukan sendiri.

10)Hendaklah diambil langkah yang menjamin bahwa semua

wadah pada suatu penerimaan berisi bahan awal yang benar,

dan melakukan pengamanan terhadap kemungkinan salah

penandaan wadah oleh pemasok.

11)Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai

disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian

Pengawasan Mutu.

12)Untuk menjamin identitas isi bahan awal dari tiap wadah

hendaklah dibuat prosedur atau dilakukan tindakan yang tepat.

Wadah bahan awal yang telah diambil sampelnya hendaklah

diidentifikasi.

13)Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah

ditempelkan hanya oleh personel yang ditunjuk oleh kepala

bagian Pengawasan Mutu. Untuk mencegah kekeliruan, label

tersebut hendaklah berbeda dengan label yang digunakan oleh

pemasok (misal dengan mencantumkan nama atau logo

perusahaan). Bila status bahan mengalami perubahan, maka

label penunjuk status hendaklah juga diubah.


14)Stok bahan awal hendaklah diperiksa secara berkala untuk

meyakinkan bahwa wadah tertutup rapat dan diberi label

dengan benar, dan dalam kondisi yang baik.

15)Hanya bahan awal yang sudah diluluskan oleh bagian

Pengawasan Mutu dan masih dalam masa simpan atau tanggal

uji ulang yang boleh digunakan. Uji ulang hendaklah dilakukan

mengikuti spesifikasi awal.

16)Bahan awal, terutama yang dapat rusak karena terpapar panas,

hendaklah disimpan di dalam ruangan yang suhu udaranya

dikondisikan dengan ketat; bahan yang peka terhadap

kelembaban dan/atau cahaya hendaklah disimpan di bawah

kondisi yang dikendalikan dengan tepat.

17)Penyerahan bahan awal hendaklah dilakukan hanya oleh

personel yang berwenang sesuai dengan prosedur yang telah

disetujui. Catatan stok bahan hendaklah disimpan dengan baik

agar rekonsiliasi stok dapat dilakukan.

18)Industri Farmasi bertanggung jawab atas pengujian bahan awal,

sebagaimana dijelaskan dalam dokumen registrasi. Mereka

dapat menggunakan hasil tes parsial atau lengkap dari pabrik

pembuat bahan awal yang disetujui tetapi minimal harus

melakukan uji identifikasi.

19)Alasan untuk mengalihdayakan pengujian hendaklah dijustifikasi

dan didokumentasikan.

20)Penimbangan bahan awal hendaklah dilakukan oleh personel

yang berwenang sesuai prosedur tertulis untuk memastikan


bahan yang benar yang ditimbang atau diukur dengan akurat ke

dalam wadah yang bersih dan diberi label dengan benar.

21)Setiap bahan yang ditimbang atau diukur hendaklah diperiksa

secara independen dan hasil pemeriksaan dicatat.

22)Bahan yang ditimbang atau diukur untuk setiap bets hendaklah

dikumpulkan dan diberi label jelas.

23)Alat timbang hendaklah diverifikasi tiap hari sebelum dipakai

untuk membuktikan bahwa kapasitas, ketelitian dan

ketepatannya memenuhi persyaratan sesuai dengan jumlah

bahan yang akan ditimbang.

 Validasi

1) Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan

dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil

validasi dan kesimpulan hendaklah dicatat.

2) Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru

diadopsi, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan

prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan

bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan

bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa

menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu.

3) Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk

perubahan peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu

produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi.


4) Hendaklah secara kritis dilakukan revalidasi berkala untuk

memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu

mencapai hasil yang diinginkan.

 Pencegahan kontaminasi silang

1) Pada umumnya, pembuatan produk nonobat hendaklah

dihindarkan dibuat di area dan dengan peralatan untuk

pembuatan obat, namun, jika ada justifikasi, hal tersebut dapat

diperbolehkan selama tindakan untuk mencegah kontaminasi

silang yang dijelaskan pada butir selanjutnya. Pembuatan dan/atau

penyimpanan racun teknis, seperti pestisida (kecuali jika digunakan untuk

pembuatan produk obat) dan herbisida, tidak boleh dilakukan di area yang

digunakan untuk pembuatan dan/atau penyimpanan produk obat.

2) Kontaminasi bahan awal atau produk oleh bahan atau produk

lain hendaklah dicegah. Risiko kontaminasi silang ini dapat

timbul akibat tidak terkendali debu, gas, uap, aerosol, bahan

genetis atau organisme dari bahan aktif, bahan lain (bahan

awal maupun yang sedang diproses), dan produk yang sedang

diproses, residu yang tertinggal pada alat, dan pakaian kerja

serta kulit operator. Risiko tersebut di atas hendaklah dinilai.

Tingkat risiko kontaminasi dapat bervariasi tergantung dari sifat

kontaminan dan produk yang terkontaminasi. Di antara

kontaminan yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat

menimbulkan sensitisasi tinggi, preparat biologis yang

mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik,


dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling

terpengaruh oleh kontaminasi silang adalah sediaan parenteral

atau yang diberikan pada luka terbuka dan sediaan yang

diberikan dalam dosis besar dan/atau sediaan yang diberikan

dalam jangka waktu yang panjang. Bagaimanapun, kontaminasi

terhadap semua produk berisiko terhadap keselamatan pasien,

tergantung pada sifat dan tingkat kontaminasi.

3) Kontaminasi silang hendaklah dicegah dengan memerhatikan

desain bangunan-fasilitas dan peralatan seperti yang dijelaskan

masing-masing dalam Bab 3 Bangunan-Fasilitas dan Bab 4

Peralatan. Pencegahan kontaminasi silang hendaklah didukung

dengan memerhatikan desain proses dan pelaksanaan tindakan

teknis atau tindakan terorganisasi yang relevan, termasuk

proses pembersihan yang efektif, untuk mengendalikan risiko

kontaminasi silang.

4) Proses Manajemen Risiko Mutu, yang mencakup evaluasi potensi

dan toksikologi, hendaklah digunakan untuk menilai dan mengendalikan

risiko kontaminasi silang pada produk yang dibuat. Faktor - seperti desain

dan penggunaan fasilitas/peralatan, alur personel dan bahan,

pengendalian mikrobiologi, karakteristik fisikokimia bahan aktif,

karakteristik proses, proses pembersihan dan kemampuan analitis relatif

terhadap batas relevan yang ditetapkan dari evaluasi produk -

hendaklah juga diperhitungkan. Hasil dari proses Manajemen

Risiko Mutu hendaklah menjadi dasar untuk menentukan

kebutuhan dan sejauh mana bangunan-fasilitas dan peralatan


harus dikhususkan dalam produk atau kelompok produk tertentu.

Hal ini dapat mencakup dedikasi bagian tertentu yang bersentuhan

dengan produk atau dedikasi seluruh fasilitas pembuatan. Pembatasan

aktivitas pembuatan dengan menggunakan area produksi yang terpisah,

area produksi terkungkung untuk fasilitas multiproduk mungkin dapat

diterima selama ada justifikasi.

5) Hasil dari proses Manajemen Risiko Mutu hendaklah menjadi

dasar untuk menentukan tingkat tindakan teknis dan tindakan

terorganisasi yang diperlukan untuk mengendalikan risiko

kontaminasi silang.

6) Tindakan pencegahan terhadap kontaminasi silang dan

efektivitasnya hendaklah dikaji secara berkala sesuai prosedur

yang ditetapkan.

 SISTEM PENOMORAN BETS/LOT

1) Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci

penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap

bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat

diidentifikasi.

2) Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap

pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.

3) Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor

bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang.

4) Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu

buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal


pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang

bersangkutan.

 Penimbangan-penyerahan

1) Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal,

bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap

sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi

serta rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian terhadap

pengeluaran bahan dan produk tersebut untuk produksi, dari

gudang, area penyerahan, atau antar bagian produksi, adalah

sangat penting.

2) Cara penanganan, penimbangan, penghitungan dan penyerahan

bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan

hendaklah tercakup dalam prosedur tertulis.

3) Semua pengeluaran bahan awal, bahan pengemas, produk antara

dan produk ruahan termasuk bahan tambahan yang telah

diserahkan sebelumnya ke produksi, hendaklah didokumentasikan

dengan benar.

4) Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk

ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih

belum kedaluwarsa yang boleh diserahkan.

5) Untuk menghindarkan terjadi kecampurbauran, kontaminasi silang,

kehilangan identitas dan ketidakjelasan, maka hanya bahan awal,

produk antara dan produk ruahan yang terkait dari satu bets saja

yang boleh ditempatkan dalam area penyerahan. Setelah

penimbangan, penyerahan dan penandaan, bahan awal, produk


antara dan produk ruahan hendaklah diangkut dan disimpan

dengan cara yang benar sehingga keutuhannya tetap terjaga

sampai saat pengolahan berikutnya.

6) Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal

hendaklah diperiksa kebenaran penandaan, termasuk label

pelulusan dari Bagian Pengawasan Mutu.

7) Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang dan alat ukur yang

dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang

atau ditakar.

8) Untuk tiap penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan

pembuktian kebenaran identitas dan jumlah bahan yang ditimbang

atau diukur oleh dua orang personel yang independen, dan

pembuktian tersebut dicatat.

9) Ruang timbang dan penyerahan hendaklah dipertahankan

kebersihannya. Bahan awal steril yang akan dipakai untuk produk

steril hendaklah ditimbang dan diserahkan di area steril (lihat

Glosarium: Ruang Steril).

Kegiatan penimbangan dan penyerahan hendaklah dilakukan

dengan memakai peralatan yang sesuai dan bersih.

1) Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan

hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh

supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi.

2) Sesudah ditimbang atau dihitung, bahan untuk tiap bets hendaklah

disimpan dalam satu kelompok dan diberi penandaan

 Pengembalian
1) Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk `

ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah

didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi.

2) Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan

tidak boleh dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali

memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

 Operasi pengolahan – produk antara dan produk ruahan

1) Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah

diperiksa sebelum dipakai.

2) Kegiatan pembuatan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan

bersamaan atau berurutan di dalam ruang yang sama kecuali

tidak ada risiko terjadinya kecampurbauran atau kontaminasi

silang.

3) Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah dipantau dan

dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan

untuk kegiatan pengolahan. Sebelum kegiatan pengolahan dimulai

hendaklah diambil langkah untuk memastikan area pengolahan

dan peralatan bersih dan bebas dari bahan awal, produk atau

dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan pengolahan yang

akan dilakukan.

4) Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah

diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan

bersih secara tertulis sebelum digunakan.


5) Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti

prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dijustifikasi

dan dilaporkan.

6) Wadah dan tutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah,

produk antara dan produk ruahan hendaklah bersih dan dibuat dari

bahan yang tepat sifat dan jenisnya untuk melindungi produk atau

bahan terhadap kontaminasi atau kerusakan.

7) Semua wadah dan peralatan yang berisi produk antara hendaklah

diberi label dengan benar yang menunjukkan tahap pengolahan.

Sebelum label ditempelkan, semua penandaan terdahulu

hendaklah dihilangkan.

8) Semua produk antara dan ruahan hendaklah diberi label dan

disimpan dalam kondisi yang tepat.

9) Proses kritis hendaklah divalidasi (lihat “Validasi” pada Bab ini)

10) Semua pengawasan selama-proses yang dipersyaratkan

hendaklah dicatat dengan akurat pada saat pelaksanaannya.

11) Hasil nyata tiap tahap pengolahan bets hendaklah dicatat dan

diperiksa serta dibandingkan dengan hasil teoritis.

12) Penyimpangan yang signifikan dari hasil standar hendaklah dicatat

dan diinvestigasi.

13) Batas waktu dan kondisi penyimpanan produk dalam-proses

hendaklah ditetapkan.

14) Untuk sistem kritis yang tergantung pada operasi komputer

hendaklah disiapkan sistem pengganti manakala terjadi kegagalan.

 Bahan dan produk kering


1) Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan kontaminasi-

silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk

kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain,

pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila

layak hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode

lain yang sesuai.

2) Sistem penghisap udara yang efektif hendaklah dipasang dengan

letak lubang pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan

kontaminasi terhadap produk atau proses lain. Sistem penyaringan

udara yang efektif atau sistem lain yang sesuai hendaklah

dipasang untuk menahan debu. Pemakaian alat penghisap debu

pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan.

3) Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk melindungi produk

terhadap kontaminasi serpihan logam atau gelas. Pemakaian

peralatan gelas sedapat mungkin dihindarkan. Ayakan hendaklah

diperiksa terhadap keausan atau kerusakan sebelum dan setelah

pemakaian.

4) Hendaklah dijaga agar tablet atau kapsul tidak ada yang terselip

atau tertinggal tanpa terdeteksi di mesin, alat penghitung atau

wadah produk ruahan.

 Pencampuran dan Granulasi

Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah

dilengkapi dengan sistem pengendali debu, kecuali digunakan sistem

tertutup.
Parameter operasional yang kritis (misal: waktu, kecepatan dan

suhu) untuk tiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan

hendaklah tercantum dalam dokumen produksi induk, dan dipantau

selama proses berlangsung serta dicatat dalam catatan bets.

 Pencetakan Tablet

1) Mesin pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan fasilitas

pengendali debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa

untuk menghindarkan kecampurbauran antar produk. Tiap mesin

hendaklah ditempatkan dalam ruangan terpisah. Kecuali mesin

tersebut digunakan untuk produk yang sama atau dilengkapi sistem

pengendali udara yang tertutup maka dapat ditempatkan dalam

ruangan tanpa pemisah.

2) Untuk mencegah kecampurbauran perlu dilakukan pengendalian

yang memadai baik secara fisik, prosedural maupun penandaan.

 Pengisian Kapsul Keras

1) Cangkang kapsul hendaklah diperlakukan sebagai bahan awal.

Cangkang kapsul hendaklah disimpan dalam kondisi yang dapat

mencegah kekeringan dan kerapuhan atau efek lain yang

disebabkan oleh kelembaban.

2) Hendaklah diberikan perhatian khusus untuk menghindarkan

kecampurbauran selama proses pemeriksaan, penyortiran dan

pemolesan kapsul dan tablet salut.

 PRODUK CAIR, KRIM DAN SALEP (non-steril)

1) Produk cair, krim dan salep mudah terkena kontaminasi terutama

terhadap mikroba atau kontaminan lain selama proses pembuatan.


Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah

kontaminasi.

2) Penggunaan sistem tertutup untuk produksi dan transfer sangat

dianjurkan; area produksi di mana produk atau wadah bersih tanpa

tutup terpapar ke lingkungan hendaklah diberi ventilasi yang efektif

dengan udara yang disaring.

3) Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan

memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer.

4) Tangki, wadah, pipa dan pompa yang digunakan hendaklah

didesain dan dipasang sedemikian rupa sehingga memudahkan

pembersihan dan bila perlu disanitasi. Dalam mendesain peralatan

hendaklah diperhatikan agar sesedikit mungkin ada sambungan-

mati (dead-legs) atau ceruk di mana residu dapat terkumpul dan

menyebabkan proliferasi mikroba.

5) Penggunaan peralatan dari kaca hendaklah sedapat mungkin

dihindarkan. Baja tahan karat bermutu tinggi merupakan bahan

pilihan untuk bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.

6) Kualitas kimia dan mikrobiologi air yang digunakan hendaklah

ditetapkan dan selalu dipantau. Perawatan sistem air hendaklah

diperhatikan untuk menghindarkan proliferasi mikroba. Sanitasi

secara kimiawi pada sistem air hendaklah diikuti pembilasan yang

prosedurnya telah divalidasi agar sisa bahan sanitasi dapat

dihilangkan secara efektif.

7) Mutu bahan yang diterima dalam tangki dari pemasok hendaklah

diperiksa sebelum ditransfer ke dalam tangki penyimpanan.


8) Perhatian hendaklah diberikan pada transfer bahan melalui pipa

untuk memastikan bahan tersebut ditransfer ke tujuan yang benar.

9) Bahan yang mungkin melepaskan serat atau kontaminan lain

seperti kardus atau palet kayu tidak boleh dimasukkan ke dalam

area di mana produk atau wadah bersih terpapar ke lingkungan.

10) Apabila jaringan pipa digunakan untuk mengalirkan bahan awal

atau produk ruahan, hendaklah diperhatikan agar sistem tersebut

mudah dibersihkan. Jaringan pipa hendaklah didesain dan

dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dibongkar dan

dibersihkan.

11) Akurasi sistem pengukur hendaklah diverifikasi. Tongkat pengukur

hendaklah hanya boleh digunakan untuk bejana tertentu dan telah

dikalibrasi untuk bejana yang bersangkutan. Tongkat pengukur

hendaklah terbuat dari bahan yang tidak bereaksi dan tidak

menyerap (misal: bukan kayu).

12) Perhatian hendaklah diberikan untuk mempertahankan

homogenitas campuran, suspensi dan produk lain selama

pengisian. Proses pencampuran dan pengisian hendaklah

divalidasi. Perhatian khusus hendaklah diberikan pada awal

pengisian, sesudah penghentian dan pada akhir proses pengisian

untuk memastikan produk selalu dalam keadaan homogen.

13) Apabila produk ruahan tidak langsung dikemas hendaklah dibuat

ketetapan mengenai waktu paling lama produk ruahan boleh

disimpan serta kondisi penyimpanannya dan ketetapan ini

hendaklah dipatuhi.
 Bahan pengemas

1) Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan

pengemas primer dan bahan cetak hendaklah diperhatikan sama

seperti bahan awal.

2) Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan pengemas

cetak. Bahan tersebut hendaklah disimpan di bawah kondisi

keamanan yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan

dilarang masuk. Label potong dan bahan pengemas cetak lepas

lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk

menghindarkan kecampurbauran. Bahan pengemas hendaklah

diserahkan kepada personel yang berwenang sesuai prosedur

tertulis yang disetujui.

3) Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah

diberi nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan

identitasnya.

4) Bahan pengemas primer, bahan pengemas cetak atau bahan cetak

lain yang tidak berlaku lagi atau obsolet hendaklah dimusnahkan

dan pemusnahannya dicatat.

5) Untuk menghindarkan kecampurbauran, hanya satu jenis bahan

pengemas cetak atau bahan cetak tertentu saja yang

diperbolehkan diletakkan di tempat kodifikasi pada saat yang

sama. Hendaklah ada sekat pemisah yang memadai antar tempat

kodifikasi tersebut.

 Kegiatan pengemasan
1) Pada umumnya, proses pengisian dan penutupan hendaklah

segera disertai dengan pemberian label. Bila tidak, hendaklah

diterapkan prosedur yang tepat untuk memastikan agar tidak terjadi

kecampurbauran atau salah pemberian label.

2) Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk

ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan

di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas,

keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas.

3) Bila menyiapkan program untuk kegiatan pengemasan, hendaklah

diberikan perhatian khusus untuk meminimalkan risiko kontaminasi

silang, kecampurbauran atau substitusi. Produk yang berbeda tidak

boleh dikemas berdekatan kecuali ada segregasi fisik atau sistem

lain yang dapat memberikan jaminan yang sama.

4) Hendaklah ada prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan

dan identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas, pengawasan

untuk menjamin bahwa produk ruahan dan bahan pengemas cetak

dan bukan cetak serta bahan cetak lain yang akan dipakai adalah

benar, pengawasan selama-proses pengemasan rekonsiliasi

terhadap produk ruahan, bahan pengemas cetak dan bahan cetak

lain, serta pemeriksaan hasil akhir pengemasan. Semua kegiatan

pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi

yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang

tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian

pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan

Pengemasan Bets.
5) Sebelum kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan

langkah untuk memastikan bahwa area kerja, jalur pengemasan,

mesin pencetakan dan peralatan lain telah bersih serta bebas dari

produk lain, bahan, atau dokumen yang digunakan sebelumnya,

jika tidak diperlukan untuk kegiatan pengemasan yang

bersangkutan. Kesiapan jalur pengemasan hendaklah

dilaksanakan sesuai daftar periksa yang tepat.

6) Semua penerimaan produk ruahan, bahan pengemas dan bahan

cetak lain hendaklah diperiksa dan diverifikasi kebenaran jumlah,

identitas, dan kesesuaiannya terhadap Prosedur Pengemasan

Induk.

 Prakodifikasi bahan pengemas

1) Label, karton dan bahan pengemas dan bahan cetak lain yang

memerlukan prakodifikasi dengan nomor bets/lot, tanggal

kedaluwarsa dan informasi lain sesuai dengan perintah

pengemasan hendaklah diawasi dengan ketat pada tiap tahap

proses, sejak diterima dari gudang sampai menjadi bagian dari

produk atau dimusnahkan.

2) Bahan pengemas dan bahan cetak lain yang sudah dialokasikan

untuk prakodifikasi hendaklah disimpan di dalam wadah yang

tertutup rapat dan ditempatkan di area terpisah serta terjamin

keamanannya.
3) Proses prakodifikasi bahan pengemas dan bahan cetak lain

hendaklah dilakukan di area yang terpisah dari kegiatan

pengemasan lain. Khusus untuk proses prakodifikasi secara

manual hendaklah diperhatikan untuk melakukan pemeriksaan

kembali dengan interval yang teratur.

4) Seluruh bahan pengemas dan bahan cetak lain yang telah diberi

prakodifikasi hendaklah diperiksa sebelum ditransfer ke area

pengemasan. Praktik Pengemasan

5) Perhatian khusus hendaklah diberikan bila memakai label-potong

dan ketika proses prakodifikasi dilakukan di luar jalur pengemasan.

Penggunaan label-gulung lebih disarankan daripada penggunaan

labelpotong untuk menghindarkan kecampurbauran. Verifikasi

daring terhadap semua label melalui sistem elektronik dapat

membantu mencegah kecampurbauran, tetapi pemeriksaan

hendaklah dilakukan untuk memastikan bahwa pembaca kode

elektronik, penghitung label, atau perangkat serupa dapat

beroperasi dengan benar. Jika label ditempelkan secara manual,

pengawasan selama-proses hendaklah dilakukan lebih sering.

6) Produk-produk yang penampilannya mirip tidak boleh dikemas

pada jalur yang berdampingan kecuali ada pemisahan secara fisik.

7) Pada tiap jalur pengemasan nama dan nomor bets produk yang

sedang dikemas hendaklah dapat terlihat dengan jelas.

8) Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk

yang baru sebagian dikemas, atau subbets hendaklah diberi label


atau penandaan yang menunjukkan identitas, jumlah, nomor bets

dan status produk tersebut.

9) Wadah yang akan diisi hendaklah diserahkan ke jalur atau tempat

pengemasan dalam keadaan bersih. Perhatian hendaklah

diberikan untuk menghindarkan dan menghilangkan kontaminan

seperti pecahan kaca dan partikel logam.

10) Semua personel bagian pengemasan hendaklah memperoleh

pelatihan agar memahami persyaratan pengawasan selama-proses

dan melaporkan tiap penyimpangan yang ditemukan pada saat

mereka menjalankan tanggung jawab spesifik tersebut.

11) Area pengemasan hendaklah dibersihkan secara teratur dan sering

selama jam kerja dan tiap kali terjadi tumpahan bahan. Personel

kebersihan hendaklah diberi pelatihan untuk tidak melakukan

praktik yang dapat menyebabkan kecampurbauran atau

kontaminasi silang.

12) Bila ditemukan bahan pengemas cetak pada saat pembersihan

hendaklah diberikan kepada supervisor, yang selanjutnya

ditempatkan di dalam wadah yang disediakan untuk keperluan

rekonsiliasi dan kemudian dimusnahkan pada akhir proses

pengemasan.

13) Kemasan akhir dan kemasan setengah-jadi yang ditemukan di luar

jalur pengemasan hendaklah diserahkan kepada supervisor dan

tidak boleh langsung dikembalikan ke jalur pengemasan. Bila

setelah diperiksa oleh supervisor ternyata identitas produk tersebut

sama dengan bets yang sedang dikemas dan keadaannya baik,


maka supervisor dapat mengembalikannya ke jalur pengemasan

yang sedang berjalan.

14) Setelah proses pengemasan selesai, bahan pengemas yang tidak

terpakai tetapi telah diberi prakodifikasi hendaklah dimusnahkan

dan pemusnahan tersebut dicatat. Bila bahan cetakan belum diberi

prakodifikasi akan dikembalikan ke stok gudang, hendaklah

mengikuti prosedur terdokumentasi.

 Penyelesaian Kegiatan Pengemasan

1) Pada penyelesaian kegiatan pengemasan, hendaklah kemasan

terakhir diperiksa dengan cermat untuk memastikan bahwa

kemasan produk tersebut sepenuhnya sesuai dengan Prosedur

Pengemasan Induk.

2) Hanya produk yang berasal dari satu bets dari satu kegiatan

pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu palet. Bila

ada karton yang tidak penuh maka jumlah kemasan hendaklah

dituliskan pada karton tersebut.

3) Setelah proses rekonsiliasi pengemasan, kelebihan bahan

pengemas dan produk ruahan yang akan disingkirkan hendaklah

diawasi dengan ketat agar hanya bahan dan produk yang

dinyatakan memenuhi syarat saja yang dapat dikembalikan ke

gudang untuk dimanfaatkan lagi. Bahan dan produk tersebut

hendaklah diberi penandaan yang jelas.

4) Supervisor hendaklah mengawasi penghitungan dan pemusnahan

bahan pengemas dan produk ruahan yang tidak dapat lagi

dikembalikan ke gudang. Semua sisa bahan pengemas yang


sudah diberi penandaan tapi tidak terpakai hendaklah dihitung dan

dimusnahkan. Jumlah yang dimusnahkan hendaklah dicatat pada

Catatan Pengemasan Bets.

5) Supervisor hendaklah menghitung dan mencatat jumlah pemakaian

neto semua bahan pengemas dan produk ruahan.

6) Tiap penyimpangan hasil yang tidak dapat dijelaskan atau tiap

kegagalan untuk memenuhi spesifikasi hendaklah diselidiki secara

teliti dengan mempertimbangkan bets atau produk lain yang

mungkin juga terpengaruh.

7) Setelah rekonsiliasi disetujui, produk jadi hendaklah ditempatkan di

area karantina produk jadi sambil menunggu pelulusan dari kepala

bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

 Pengawasan selama-proses

1) Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur

tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau

pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets

produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah

disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)

dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk

memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang

mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam-

proses.

2) Prosedur tertulis untuk pengawasan selama-proses hendaklah

dipatuhi. Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan titik

pengambilan sampel, frekuensi pengambilan sampel, jumlah


sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa dan batas

penerimaan untuk tiap spesifikasi.

3) Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup

4) Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah

diambil sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personel

yang ditunjuk.

5) Hasil pengujian/pemeriksaan selama-proses hendaklah dicatat,

dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari Catatan

Bets.

6) Spesifikasi pengawasan selama-proses hendaklah konsisten

dengan spesifikasi produk. Spesifikasi tersebut hendaklah berasal

dari hasil ratarata proses sebelumnya yang diterima dan bila

mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan dengan

menggunakan metode statistis yang cocok bila ada.

 Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan

1) Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang

jelas dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area).

Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada

pemasoknya atau, bila dianggap perlu, diolah ulang atau

dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih dulu

disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)

dan dicatat.

2) Pengolahan ulang produk yang ditolak hendaklah merupakan suatu

kekecualian. Hal ini hanya diperbolehkan jika mutu produk akhirnya

tidak terpengaruh, bila spesifikasinya dipenuhi dan prosesnya


dikerjakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan

disetujui setelah dilakukan evaluasi terhadap risiko yang mungkin

timbul. Catatan pengolahan ulang hendaklah disimpan.

3) Pemulihan semua atau sebagian dari bets sebelumnya, yang

memenuhi persyaratan mutu, dengan cara penggabungan ke

dalam bets lain dari produk yang sama pada suatu tahap

pembuatan obat, hendaklah diotorisasi sebelumnya. Pemulihan ini

hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

setelah dilakukan evaluasi terhadap risiko yang mungkin terjadi,

termasuk kemungkinan pengaruh terhadap masa edar produk.

Pemulihan ini hendaklah dicatat.

4) Kebutuhan pengujian tambahan hendaklah dipertimbangkan oleh

kepala Pengawasan Mutu terhadap produk hasil pengolahan ulang

atau bets yang mendapat penambahan dari produk pulihan.

5) Bets yang mengandung produk pulihan hanya boleh diluluskan

setelah semua bets asal produk pulihan yang bersangkutan telah

dinilai dan dinyatakan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

 Produk Kembalian

1) Produk yang dikembalikan dari peredaran dan telah lepas dari

pengawasan industri farmasi hendaklah dimusnahkan. Produk

tersebut dapat dijual lagi, diberi label kembali atau dipulihkan ke

bets berikut hanya bila tanpa keraguan mutunya masih

memuaskan setelah dilakukan evaluasi secara kritis oleh kepala

bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) sesuai prosedur

tertulis. Evaluasi tersebut meliputi pertimbangan sifat produk,


kondisi penyimpanan khusus yang diperlukan, kondisi dan riwayat

produk serta lama produk dalam peredaran. Bilamana ada

keraguan terhadap mutu, produk tidak boleh dipertimbangkan

untuk didistribusikan atau dipakai lagi, walaupun pemrosesan ulang

secara kimia untuk memperoleh kembali bahan aktif dimungkinkan.

Tiap tindakan yang diambil hendaklah dicatat dengan baik.

2) Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan,

penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan

keputusan apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau

harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis.

3) Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah

dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan

produk yang ditolak hendaklah disiapkan. Prosedur ini hendaklah

mencakup tindakan pencegahan terhadap kontaminasi lingkungan

dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak

mempunyai wewenang.

 Dokumentasi

1) Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya hendaklah

didokumentasikan dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan,

dokumentasi hendaklah mencakup berita acara pemusnahan yang

diberi tanggal dan ditandatangani oleh personel yang

melaksanakan dan personel yang menyaksikan pemusnahan.

 Karantina dan penyerahan produk jadi

1) Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian

sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan.


Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan

yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan

catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang

ditentukan.

2) Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara transfer produk

jadi ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu

pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh

pelulusan, dan cara transfer selanjutnya ke gudang produk jadi.

3) Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah

ditahan dalam status karantina.

4) Kecuali sampel untuk pengawasan mutu, tidak boleh ada produk

yang diambil dari suatu bets/lot selama produk tersebut masih

ditahan di area karantina.

5) Area karantina hendaklah merupakan area terbatas hanya bagi

personel yang benar-benar diperlukan untuk bekerja atau diberi

wewenang untuk masuk ke area tersebut.

6) Produk jadi yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus

hendaklah diberi penandaan tepat yang menyatakan kondisi

penyimpanan yang diperlukan, dan produk tersebut hendaklah

disimpan di area karantina di bawah kondisi yang sesuai.Pelulusan

akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian yang

memuaskan dari paling tidak hal sebagai berikut: a) produk

memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan

dan pengemasan; b) sampel pertinggal dari kemasan yang


dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa

mendatang; c) pengemasan dan penandaan memenuhi semua

persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian Pengawasan

Mutu; d) rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak

dapat diterima; dan e) produk jadi yang diterima di area karantina

sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan

barang.

7) Setelah pelulusan suatu bets/lot oleh bagian Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu), produk tersebut hendaklah disimpan sebagai

stok yang dapat digunakan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan

oleh industri farmasi. Untuk sistem manual, produk dapat

dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi.

8) Sewaktu menerima produk jadi, personel gudang hendaklah

mencatat pemasukan bets tersebut ke dalam kartu stok yang

bersangkutan.

 Catatan pengendalian pengiriman obat

1) Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk

memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih

dahulu.

2) Sistem distribusi hendaklah menghasilkan catatan sedemikian rupa

sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui untuk

mempermudah penyelidikan atau penarikan jika diperlukan.

3) Prosedur tertulis mengenai distribusi obat hendaklah dibuat dan

dipatuhi.
4) Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-

expire first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk

jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan

manajemen yang bertanggung jawab.

 Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk

ruahan dan produk jadi

1) Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan

teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau kontaminasi

serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

2) Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan

teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau kontaminasi

serta memudahkan pemeriksaan dan sekelilingnya.

3) Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan

yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus

hendaklah disediakan.

4) Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan

yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas.

5) Data pemantauan suhu hendaklah tersedia untuk dievaluasi. Alat

yang dipakai untuk pemantauan hendaklah diperiksa pada selang

waktu yang telah ditentukan dan hasil pemeriksaan hendaklah

dicatat dan disimpan. Semua catatan pemantauan hendaklah

disimpan untuk jangka waktu paling tidak sama dengan umur

bahan atau produk yang bersangkutan ditambah 1 tahun, atau

sesuai dengan peraturan pemerintah. Pemetaan suhu hendaklah

dapat menunjukkan suhu sesuai batas spesifikasi di semua area


fasilitas penyimpanan. Disarankan agar alat pemantau suhu

diletakkan di area yang paling sering menunjukkan fluktuasi suhu.

6) Penyimpanan di luar gedung diperbolehkan untuk bahan yang

dikemas dalam wadah yang kedap (misalnya drum logam) dan

mutunya tidak terpengaruh oleh suhu atau kondisi lain.

7) Kegiatan pergudangan hendaklah terpisah dari kegiatan lain.

8) Semua penyerahan ke area penyimpanan, termasuk kembalian,

hendaklah didokumentasikan dengan baik.

9) Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk

ruahan dan produk jadi yang disimpan di area gudang hendaklah

mempunyai kartu stok. Kartu stok tersebut hendaklah secara

berkala direkonsiliasi dan bila ditemukan perbedaan hendaklah

dicatat dan dijustifikasi bila jumlah yang disetujui untuk pemakaian

berbeda dari jumlah pada saat penerimaan atau pengiriman. Hal ini

hendaklah didokumentasikan dengan penjelasan tertulis.

 Penyimpanan Bahan Awal dan Bahan Pengemas

1) Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi (misalnya

cara elektronis) hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan

atau produk yang ditolak, kedaluwarsa, ditarik dari peredaran atau

kembalian. Bahan atau produk, dan area penyimpanan tersebut

hendaklah diberi identitas yang tepat.

2) Semua bahan awal dan bahan pengemas yang diserahkan ke area

penyimpanan hendaklah diperiksa kebenaran identitas, kondisi

wadah dan tanda pelulusan oleh bagian Pengawasan Mutu.


3) Bila identitas atau kondisi wadah bahan awal atau bahan

pengemas diragukan atau tidak sesuai dengan persyaratan

identitas atau kondisinya, wadah tersebut hendaklah dikirim ke

area karantina. Selanjutnya pihak Pengawasan Mutu hendaklah

menentukan status bahan tersebut.

4) Bahan awal dan bahan pengemas yang ditolak tidak boleh

disimpan bersama-sama dengan bahan yang sudah diluluskan,

tapi dalam area khusus yang diperuntukkan bagi bahan yang

ditolak.

5) Bahan cetak hendaklah disimpan di “area penyimpanan terbatas”

(restricted storage area) dan penyerahan di bawah supervisi yang

ketat.

6) Stok tertua bahan awal dan bahan pengemas dan yang

mempunyai tanggal kedaluwarsa paling dekat hendaklah

digunakan terlebih dahulu (prinsip FIFO dan FEFO).

7) Bahan awal dan bahan pengemas hendaklah diuji ulang terhadap

identitas, kekuatan, mutu dan kemurnian, sesuai kebutuhan, misal:

setelah disimpan lama, atau terpapar ke udara, panas atau kondisi

lain yang mungkin berdampak buruk terhadap mutu.

 Penyimpanan Produk Antara, Produk Ruahan dan Produk jadi

1) Produk antara dan produk ruahan hendaklah disimpan di bawah

kondisi yang tepat.

2) Tiap penerimaan hendaklah diperiksa untuk memastikan bahwa

bahan yang diterima sesuai dengan dokumen pengiriman.


3) Tiap wadah produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang

diserahkan ke area penyimpanan hendaklah diperiksa kesesuaian

identitas dan kondisi wadah.

4) Bila identitas atau kondisi wadah produk antara, produk ruahan dan

produk jadi diragukan atau tidak sesuai dengan persyaratan

identitas atau kondisinya, wadah tersebut hendaklah dikirim ke

area karantina. Selanjutnya pihak Pengawasan Mutu hendaklah

menentukan status produk tersebut.

 Keterbatasan pasokan produk akibat kendala proses pembuatan

1) Industri farmasi atau pemilik Izin Edar hendaklah melapor kepada

otoritas terkait dalam waktu yang tepat, setiap kendala dalam

kegiatan pembuatan yang dapat mengakibatkan

keterbatasan/ketergangguan pasokan. Otoritas terkait yang

dimaksud adalah Kementerian Kesehatan dan Badan POM.

(https://farmasiindustri.com/wp-content/uploads/2020/12/1.-

PerBPOM-34-Tahun-2018-tentang-CPOB_PDF-Join.pdf)

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting

bagi suatu perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang

akan dihasilkan pada suatu pabrik pakan (Junais et al.,

2010).Pengawasan dan pengendalian mutu harus dilakukan sejak awal

proses produksi sampai saluran distribusi untuk meningkatkan

kepercayaan konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk,

mencegah banyaknya produk yang rusak dan mencegah pemborosan

biaya akibat kerugian yang dapat ditimbulkan (Junais et al., 2010).


Program pengawasan mutu yang baik adalah mencakup pengawasan

terhadap empat aspek, yaitu pengawasan kualitas bahan baku

(ingredient quality), kualitas produk akhir (finished feed quality),

kandungan zat anti nutrisi atau racun (control of toxic substances), dan

kontrol terhadap proses produksi (process control) (Khalil dan

Suryahadi, 1997).

Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian

Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di

bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan

pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa

laboratorium.

Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan

analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel,

pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan

dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program

pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka

validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui

spesifikasi

bahan dan produk serta metode pengujiannya.

Bagian Pengawasan Mutu hendaklah mempunyai tugas pokok

sebagai berikut :

1) menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi;

2) menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh

pemeriksaan, pengujian dan analisis;


3) menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara

tertulis;

4) memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan

produk;

5) menyimpan sampel pertinggal untuk rujukan di masa mendatang;

6) meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara,

produk ruahan atau produk jadi;

7) melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara berkelanjutan

dan bahan awal jika diperlukan, serta menetapkan kondisi

penyimpanan bahan dan produk berdasarkan data stabilitasnya;

8) menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi berdasarkan

data stabilitas serta kondisi penyimpanannya;

9) berperan atau membantu pelaksanaan program validasi;

10) menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur

pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut

pada kondisi yang tepat;

11) menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel yang

diambil;

12) melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan apakah

produk tersebut dapat diluluskan atau diolah ulang atau harus

dimusnahkan;

13) ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian lain

dari perusahaan;

14) memberikan rekomendasi kegiatan pembuatan obat berdasarkan

kontrak setelah melakukan evaluasi


kemampuan penerima kontrak yang bersangkutan untuk

membuat produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan

perusahaan.

Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area

produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

(Pedoman CPOB 6 Pdf)

8. Inpeksi diri dan Audit mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua

aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi

ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk

mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk

menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Selama tindakan

perbaikan, perlu adanya monitoring untuk memastikan bahwa hal

tersebut berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang diinginkan

tercapai, serta perlunya suatu mekanisme untuk mencegah masalah

tersebut terulang kembali di kemudian hari. Inspeksi diri hendaklah

dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari

perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara

obyektif. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu, pada

situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi

atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri

hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang

efektif.

Audit mutu Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap

inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau
sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk

meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis

dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini

oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap

pemasok dan penerima kontrak. (https://pdfcoffee.com/inspeksi-diri-dan-

audit-mutu-3-pdf-free.html)

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua

aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi

ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk

mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk

menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri

hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang

kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB

secara objektif.

Pelaksanaan inspeksi diri dapat dilakukan 2 kali dalam setahun atau

dilakukan mendadak bila ada komplain kritis dari pasaran, isu

ketidaksesuaian CPOB atau temuan dari regulator. Inspeksi

mendadak/tidak terjadwal dapat dipimpin oleh bagian QA di industri

farmasi. Inspeksi diri dalam prakteknya dilakukan secara bersilangan

antar bagian, ini dilakukan untuk menjaga indepensi inspeksi/audit.

Dengan cara ini juga memanfaatkan sifat orang dimana sudah menjadi

naluri orang akan melihat banyak kekurangan di orang lain/bagian lain

dibandingkan dengan melihat kekurangan diri sendiri.


(https://farmasiindustri.com/cpob/inspeksi-diri-dan-audit-mutu-internal-di-

industri-farmasi.html/amp)

9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan

produk kembali.

 PRINSIP

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan

kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai

dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang

mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup

penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari

peredaran secara cepat dan efektif.

 KELUHAN

1) Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk

menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak

dilakukan bersama staf yang memadai untuk membantunya.

Apabila personil tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami cara

penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan

kembali produk.

2) Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan,

evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk

penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap

obat yang diduga cacat.


3) Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil

evaluasi dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan

hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian

yang terkait.

4) Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk menetapkan apakah

keluhan disebabkan oleh pemalsuan.

5) Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah

dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan

diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian

Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian

masalah tersebut.

6) Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka

hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk

memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets

yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat

hendaklah diselidiki.

7) Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan

dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak

lanjut. Tindak lanjut ini mencakup:

 tindakan perbaikan bila diperlukan;

 penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir

yang bersangkutan; dan

 tindakan lain yang tepat.


8) Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk

mengidentifikasi hal yang spesifik atau masalah yang berulang

terjadi, yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan

kembali produk dari peredaran.

9) Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi

mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan

kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala

hal lain yang serius mengenai mutu produk.

 PENARIKAN KEMBALI PRODUK

1) Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan dan mengoordinasikan penarikan kembali produk

dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk

menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan

tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen

terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Jika personil ini

bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka

ia hendaklah memahami segala operasi penarikan kembali.

2) Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara

berkala dan dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala

tindakan penarikan kembali.

3) Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan

segera dan tiap saat.

4) Pelaksanaan Penarikan Kembali


 Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera

setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima

laporan mengenai reaksi yang merugikan;

 Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan,

hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan

dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali

hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen;

 Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,

hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali

dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan

 Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk

hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan

kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh

mata rantai distribusi.

 Catatan dan laporan termasuk hasil tindakan embargo dan

penarikan kembali produk hendaklah didokumentasikan dengan

baik.

5) Otoritas pengawas obat negara ke mana produk didistribusikan

hendaklah diinformasikan segera apabila akan dilakukan

penarikan kembali karena cacat atau dugaan cacat.

6) Catatan distribusi hendaklah tersedia untuk digunakan oleh

personil - personil) yang bertanggung jawab terhadap penarikan

kembali. Catatan distribusi hendaklah berisi informasi yang

lengkap mengenai distributor dan pelanggan yang dipasok secara


langsung (dengan alamat, nomor telepon, dan/atau nomor fax

pada saat jam kerja dan di luar jam kerja, nomor bets dan jumlah

yang dikirim), termasuk distributor di luar negeri untuk produk

yang diekspor dan sampel medis.

7) Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan

disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu

keputusan terhadap produk tersebut.

8) Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan

dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah

produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali.

9) Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah

dievaluasi dari waktu ke waktu.

(Sumber : www.pinterest.com)

10. Dokumentasi

Dokumentasi adalah esensial dalam mengoperasikan suatu

industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB.Menurut

CPOB 2018 Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi

manajemen dimana berperan dalam pemastian bahwa tiap personil

menerima urian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga

dapat memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang

biasanya timbul Karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

(CPOB 2018)

 Ketentuan Umum
a. Dokumen hendaklah dirancang dan dibuat dengan teliti, agar

dapat digunakan dengan mudah. benar dan efektif.

b. Dokumen hendaklah dapat mencatat kegiatan di bidang produksi,

pengawasan mutu, pemeliharaan peralatan, pergudangan,

distribusi dan hal spesifik lainnya yang berkaitan dengan CPOB.

c. Dokumen hendaklah mencakup semua data penting, tetapi tidak

perlu berlebihan, dan dijaga agar selalu aktual. Setiap perubahan

hendaklah disahkan secara resmi. Hendaklah diberi juga

kemungkinan bagi peninjauan berkala maupun perbaikan, bila

diperlukan.

d. Hendaklah ada suatu sistem untuk menghindarkan terjadinya

penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku.

e. Apabila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan pada dokumen,

hendaklah dikoreksi dengan suatu cara yang tepat sehingga

tulisan atau catatan semula tidak hilang sama sekali dan koreksi

itu ditulis dan dicantumkan disamping tulisan semula, kemudian

diparaf dan dibubuhi tanggal.

f. Jika dokumen memuat instruksi hendaklah ditulis dalam nada

perintah serta disusun dalam langkah yang diberi nomor urut.

Instruksi tersebut hendaklah jelas, tepat, tidak berarti ganda dan

ditulis dalam bahasa yang dimengerti oleh pemakai.

g. Setiap dokumen produksi hendaklah dibubuhi tanggal dan

tandatangan dan disahkan oleh manajer produksi maupun

manajer pengawasan mutu. Bagian atau orang yang menerima


turunan dokumen hendaklah tercantum setidak-tidaknyapada

dokumentasi aslinya.

h. Dokumentasi hendaklah tersedia bagi semua pihak terkait.

i. Dokumen dan catatan yang berkaitan dengan suatu bets

sebagaimana contoh rujukan obat jadi serta bahan awalnya

hendaklah disimpan oleh perusahaan untuk jangka waktu tertentu

sesuai dengan keperluannya dan/atau jangka waktu yang

ditentukan Badan POM.

 Spesifikasi

1) Dokumen spesifikasi meliputi spesifikasi bahan baku, bahan

pengemas, produk antara,produk ruahan dan obat jadi

Spesifikasi bahan baku

 Spesifikasi bahan baku hendaklah memuat:

1) nama dan kode produk yang ditentukan dan digunakan oleh

perusahaan.

2) nama dan kode yang diberikan oleh pemasok.

3) pemerian karakteristik fisika dan karakteristik kimia serta standar

mikrobiologi, jika ada.

4) rujukan monograf atau metode pengujian yang digunakan untuk

pemeriksaan danpengu!ian spesifikasi atau farmakope yang

digunakan

5) frekuensi pengu!ian ulang terhadap bahan yang di simpan, !ika

perlu
6) jenis pengujian spesifik yang diperlukan dalam rangka penilaian

ulang terhadap bahan yang sudah dalu"arsa untuk menentukan

kemungkinan perpan!angan masadalu"arsanya

7) kondisi penyimpanan atau tindakan pengamanan lain yang

diperlukan

8) masa pakai !ika diperlukan

9) nama pemasok yang disetujui dan

10)tanggal diterbitkan spesifikasi kekerasan, keregasan,waktu

hancur dan kemanfaatan hayati in-itro, bila perlu.

 Macam macam dokumentasi

a. Dokumen terkendali (controlled document)

Dokumen terkendali adalah dokumen yang dibuat secara internal,

diidentifikasi secara unik, dikeluarkan, dan dipelihara sebagai

bagian dari sistem mutu. Dokumen terkendali dikenali secara unik

dengan:

 tanggal efektif,

 nomor revisi,

 nomor halaman,

 jumlah halaman,

 tanda tangan dari pejabat yang berwenang menerbitkan

dokumen (yaitu manajemen).

Dokumen terkendali didistribusikan kepada personil yang

sudah ditentukan, dan apabila terjadi perubahan/revisi terhadap

dokumen tersebut, maka pejabat yang berwenang berkewajiban untuk


memberikan revisi yang terbaru dan memastikan dokumen yang lama

telah ditarik.

b. Dokumen tidak terkendali

Dokumen tidak terkendali adalah segala salinan dokumen

induk yang distribusinya tidak dikendalikan oleh Sekretariat SPM; artinya

jika ada perubahan / revisi atas dokumen tersebut, Sekretariat SPM

tidak mengeluarkan salinan terbaru.

 Dokumen produksi terdiri dari:

a. Dokumen produksi induk

 Dokumen Produksi induk hendaklah memuat:

a) nama produk,

b) bentuk sediaan,

c) kekuatan, pemerian, nama penyusun

dan bagian, nama pemeriksa yang terlibat,daftar isi dan

daftar distribusi.

 dokumen induk hendaklah memuat:

bagian umum yang memuat !enis kemasan atau alternatif

kemasan, pernyataantentang sta$ilitas produk, tindakan

pengamanan selama penyimpanan serta tindakanpengamanan

lain yang perlu dilaksanakan selama pengolahan dan

pengemasan komposisi&formula untuk tiap satuan takaran

maupun daftar lengkap bahan baku, baik, yang tidak akan

berubah maupun yang akanmengalami perusahan selama

proses spesifikasi bahan baku daftar lengkap bahan pengemas


spesifikasi bahan pengemas garis besar prosedur pengolahan

dan pengemasan.

b. Dokumen Pengawasan Mutu

 Dokumen pengawasan mutu terdiri dari:

Prosedur pengawasan mutu dan metode pengujian

Prosedur pengambilan contoh untuk pengu!ian merupakan

dokumen yang sangat penting dalam pengawasan mutu

Catatan analisis dan laporan hasil pengu!ian Catatan

tentang hasil u!i stabilitas biasanya diadakan sendiri laporan

hasil pengu!ian dapat berupa sertifikat analisis

c. Dokumen penyirapanan dan distribusi

a) Kartu persediaan hendaklah memuat:

 nomor kode dan nama bahan atau produk

 tanggal penerimaan dan pengeluaran atau penyerahan

Jumlah penerimaan atau penyerahan dan sisa

persediaan

 nomor Bets

 lokasi penyimpanan dan status bahan, apakah

dikarantina, diluluskan atau ditolak.

d. Dokumen pemeliharaan; pemiluhan; dan pemantauan kondisi

ruangan dan peralatan

Dokumen terpenting dalam pemeliharaan, pembersihan,

dan pemantauan kondisi ruangan dan peralatan pembuatan

obat adalah prosedur dan catatan untuk pemeliharaan dan

pembersihan ruangan dan peralatan, pembasmian hama, serta


catatan pemantauan partikel di udara sekitar dan atau mikroba

viabel di daerah tertentu

e. Dokumen penanganan keluhan terhadap obat; penarikan kembak

obat; obat kembalian dan pemusnahan obat

f. Dokumen untuk peralatan khusus

Dokumen terpenting untuk peralatan khusus adalah prosedur

ker!a dan kalibrasi.

11. Pembuatan dan Analisis berdasarkan kontrak

 Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan

dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan

teknis terkait

 Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan

kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau

pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk

bersangkutan

 Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus

diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu ( Pemastian

Mutu ) Pemberi Kontrak

 PEMBERI KONTRAK

 Pemberi Kontrak bertanggung jawab untuk untuk menilai

kompetensi Penerima Kontrak dalam melaksanakan pekerjaan

atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip

dan pedoman CPOB diikuti


 Pemberi Kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang

diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk melaksanakan

pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan

legal lain. Dan memastikan penerima kontrak paham sepenuhnya

masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan atau

pengujian

 Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk

yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh Penerima Kontrak

memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah

diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu ( Pemastian Mutu

 PENERIMA KONTRAK

 Penerima Kontrak harus memiliki gedung dan peralatan serta

pengetahuan, pengalaman, dan personil yang kompeten.

Penerima Kontrak hanya boleh industri yang memiliki sertifikat

CPOB

 Penerima Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk

dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya

 Penerima Kontrak tidak boleh mengalihkan pekerjaan arau

pengujian pada pihak ketiga tanpa disetujui pemberi kontrak

 Penerima Kontrak hendaklah membatasi diri dari segala aktifitas

yang dapat berpengaruh buruk pada mutu produk yang dibuat

dan/atau dianalisis

 KONTRAK
 Kontrak dibuat dengan menentukan tanggung jawab masing-

masing pihak. Aspek teknis dari kontrak harus dibuat oleh

personil kompeten yang memiliki pengetahuan di bidang teknologi

farmasi, analisis dan cara pembuatan obat yang baik. Semua

pengaturan harus sesuai dengan izin edar

 Kontrak harus menyatakan dengan jelas prosedur pelulusan tiap

batch produk

 Kontrak harus menguraikan secara jelas penanggung jawab

pengadaan, pengujian dan pelulusan bahan, produksi dan

pengendalian mutu, termasuk pengawasan selama-proses, dan

penanggung jawab pengambilan sampel dan fungsi analisis

 Catatan pembuatan, analisis dan distribusi, serta sampel

pertinggal hendaklah disimpan oleh atau disediakan untuk

Pemberi Kontrak

 Kontrak hendaklah memuat izin Pemberi Kontrak untuk

menginspeksi sarana Penerima Kontrak

 Penerima Kontrak hendaklah memahami bahwa dia merupakan

subjek untuk diinspeksi oleh Badan POM

 Kontrak hendaklah menguraikan penanganan bahan awal, bahan

pengemas, produk antara dan ruahan, dan produk jadi bila bahan

atau produk tersebut ditolak

12. Sanitasi dan Validasi

Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara

berkala oleh tim validasi dari bagian penelitian dan pengembangan.

Validasi dan evaluasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa hasil


penerapan prosedur cukup efektif dan memenuhi persyaratan yang

ditentukan. Pembuktian dilakukan melalui pengujian dan analisis

bahwa prosedur pembersihan yang dimaksud dapat membersihakan

sisa bahan (residu,Partikel asing dan mikroba, dari suatu alat dan

ruangan). Tujuan dilakukannya validasi yaitu memberikan kepastian

bahwa prosedur pembersihan dan sanitasi yangdilakukan thd alat dan

ruangan memadai untuk menghindarkan produk yang akan diproduksi

dari kontaminan yang berasal dari penggunaan alat dan ruangan.

 Butir 5.30 Tambahan :

 Prosedur tertulis ditetapkan (Protap)untuk pembersihan alat dan

persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat.

 Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat

melakukan pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif.

 Prosedur hendaklah mencantumkan:

a) Penanggung jawab untuk pembersihan alat;

b) Jadwal pembersihan, termasuk sanitasi, bila perlu;

c) Deskripsi lengkap dari metode pembersihan dan bahan

pembersih termasuk pengenceran

d) Instruksi pembongkaran dan pemasangan kembali tiap bagian

alat, bila perlu, untuk memastikan pembersihan yang benar;

e) Instruksi untuk menghilangkan atau meniadakan identitas bets

sebelumnya;

f) Instruksi untuk melindungi alat yang sudah bersih terhadap

kontaminasi sebelum digunakan;

g) Inspeksi kebersihan alat segera sebelum digunakan;


h) Menetapkan jangka waktu maksimum yang sesuai untuk

pelaksanaan pembersihan alat setelah selesai digunakan

produksi.

 Butir 5.31. Tanpa kecuali, prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene

harus :

divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas

prosedur memenuhi persyaratan.

 Butir 5.32. Tersedia prosedur tertulis dan catatan

a) pelaksanaan tindakan dan, bila perlu, kesimpulan yang dicapai

untuk pembersihan dan sanitasi

b) hal - hal tentang personel termasuk pelatihan, seragam kerja,

higiene; pemantauan lingkungan dan pengendalian hama.


BAB III

TINJAUAN INDUSTRI FARMASI

A. UPT. MATERIA MEDICA BATU

1. Sejarah & Perkembangan

Materia medica batu merupakan salah satu unit pelaksana teknis (UPT)

dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang berlokasi di Kota Batu. Tugas

pokok Balai Materia Medica (BMM) adalah penyuluhan dan pengelolaan

tanaman obat meliputi tanaman obat tradisional dan tanaman obat yang

mengandung bahan baku obat. Balai Materia Medica Batu yang terletak di

Jl.LahorNo.87 KotaBatu. Balai Materia Medica Batu terletak di lingkungan Desa

Pesanggrahan yang letak lokasinya berbatasan dengan Kelurahan Ngaglik

diwilayah KotaBatu. Berdasarkan letak geografisnya Balai Materia Medica

terletak pada ketinggian±875D.P.Ldengansuhu±20–25C. Materia Medica Batu

memiliki luas tanah dan bangunan seluas 2.1 Ha.

Materia Medica didirikan sejak tahun 1960 oleh almarhum Bapak

R.M.Santoso. Beliau juga merupakan salah satu pendiri HortusMedicus

Tawangmangu yang sekarang berubah nama menjadi Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T) di

Tawangmangu. Awal berdirinya Materia Medica didasarkan hasil pengamatan

beliau tentang tanaman obat di Indonesia yang tidak dapat dikoleksi pada satu

daerah saja. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya adaptasi tanaman obat

terhadap lingkungan(iklim).

Dari hasil pengamatan beliau Karisedenan Malang adalah daerah yang

cocok untuk didirikan kebun koleksi tanaman obat dari tipe iklim sedang

sampai kering. Sebagai realisasi dari gagasan beliau itu untuk mendirikan
kebun koleksi tanaman obat didaerah sedang dan kering diwilayah Batu dan

Nongkojajar. Tetapi dikarenakan waktu itu Nongkojajar adalah daerah yang

sulit transportasinya, maka ditetapkan di Batu sebagai kebun koleksi sampai

sekarang dan dikenal sebagai Balai Materia Medica pengelolaan kebun

percobaan ini dilakukan oleh Yayasan Farmasi yang bekerjasama dengan

Dinas Kesehatan Jawa Timur.

Sebelum kebun percobaan tersebut dapat dikelola dengan sempurna,

pada tahun 1963 Bapak R.M.Santoso meninggal dunia. Sebagai upaya

menjaga kelangsungan pengelolaan kebun percobaan Materia Medica Batu,

Dr.Moedarsono(Inspektur Dinas Kesehatan Jawa Timur) menunjuk

R.Suhendro(Kepala Dinas Perkebunan Rakyat Kabupaten Malang) sebagai

pimpinan sementara kebun Materia Medica Batu. Masa jabatan R.Suhendro

berlaku sampai Materia Medica Batu mendapat pimpinan yang baru.

Pada tahun1964,Ir.N.VDarmagoterpilihsebagaipimpinanbaruMateria

Medica Batu yang diangkat oleh Dinas Kesehatan Jawa Timur sebagai tenaga

tetap di kebun Materia Medica hingga tahun 1970. Pada tahun 1970 atas

permohonan sendiri N.V Darmago, meletakkan jabatannya, kemudian selaku

pimpinan Materia Medica Batu dipegang oleh Ir.Wahyu Soeprapto. Pada

pertengahan tahun 1970 terjadi perubahan status kepemilikan Materia Medica

dari milik swasta menjadi milik Pemerintah yaitu Dinas Kesehatan Daerah

Tingkat 1 Provinsi Jawa Timur Direktorat Farmasi Jawa Timur. Tahun 2000

hingga April 2005 selaku pelaksana teknis Materia Medica Batu dipegang oleh

Dra.Hj.Siti Hidjrati Arlina. Selanjutnya April 2005 Materia Medica Batu dipimpin

oleh B.Soegito,SKM.Kes hingga 31 April 2008. Mulai 1 Mei 2008 hingga 31

Desember untuk sementara Kepala Materia Medica dipegang oleh Apt.Etty


Retno(sebagai PLt). Sejak 1 Januari 2009 hingga sekarang yang menjadi

Kepala UPT. Materia Medica adalah Apt.Drs.HusinRM.,M.Kes. Setelah tahun

1978 dengan berfungsinya Direktorat Daerah Farmasi Jawa Timur menjadi Sub

Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM), yang sekarang menjadi Balai

Besar POM Surabaya, maka pengelolaan Materia Medica Batu diserahkan

kepada Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur hingga sekarang.

2. Visi & Misi

a. Visi

“Menjadikan Tumbuhan obat asli Indonesia dimanfaatkan sebagai obat

bahan alami unggulan bangsa Indonesia”.

b. Misi

1) Meningkatkan promosi pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku

obat alam Indonesia

2) Mengembangkan monografi dan standar mutu, baik simplisia maupun

ekstrak

3) Membantu penyusunan Farmakope Herbal Indonesia

4) Mengembangkan penelitian dasar tanaman obat alam Indonesia

5) Mempertahankan plasma nuftah tanaman obat alam Indonesia

6) Memperkokoh jaringan kerjasama antar lembaga penelitian dan industri

terkait

7) Mengembangkan database tanaman obat alam Indonesia

3. Struktur Organisasi

Kepala UPT

SUB BAGIAN
TATA USAHA
SEKSI SEKSI
PELAYANAN PENGEMBANGAN
LABORATORIUM TANAMAN OBAT DAN OBAT
HERBAL TRADISIONAL
4. Kegiatan yang Dilaksanakan

Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan di Industri Materia Medica

Batu, rangkaian kegiatan yang dilakukan, yaitu :

a. Sambutan dari pihak Materia Medika dan perwakilan dari STIKES Bhakti

Pertiwi Luwu Raya Palopo

b. Pemaparan materi oleh pihak Materia Medica

c. Tanya Jawab

d. Melakukan praktek pembuatan lipbalm dan jamu kebugaran di Materia

Medica

Adapun komposisi dan cara pembuatan serta cara penggunaan lipbalm

dan jamu kebugaran, yaitu :

1. Lipbalm

Lipbalm adalah produk perawatan yang bisa menjaga kelembaban

bibir. Lipbalm biasanya dilengkapi kandungan vitamin E dan SPF yang bisa

merawat bibir. Lip

balm biasanya berbentuk seperti ‘salep’ dan tidak meninggalkan warna pada

bibir. Ada juga lipbalm berbentuk stick, biasanya disebut chapsstick.

Lipbalm
a. Komposisi

- Shea butter 7,5 gr

- Cocoa butter 2,5 gr

- Beeswax 5 gr

- Sun Flower Oil 10 gr

- Essential Oil 0,5 mL

b. Cara Pembuatan

- Timbang masing - masing bahan sesuai dengan takaran dan

masukkan dalam satu cawan porselen kecuali essential oil

- Lelehkan di atas pemanas sambil diaduk homogen

- Tambahkan essential oil dan aduk hingga homogen

- Masukkan ke dalam kemasan dan beri label

c. Cara Penggunaan

Ambil secukupnya lipbalm dengan cara mengoleskan permukaan jari, lalu

ratakan pada permukaan bibir untuk menjaga kelembaban bibir.

2. Jamu Kebugaran

Jamu kebugaran termasuk kedalam formula saintifikasi jamu.

Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis

pelayanan kesehatan.

Jamu Kebugaran

a. Komposisi
- Temulawak kering 5 gr

- Kunyit kering 4g

- Herba Meniran 3g

b. Cara Pembuatan

- Timbang masing - masing bahan sesuai dengan takaran

- Masukkan semua bahan kering ke dalam satu wadah kemasan dan

tutup rapat

- Beri label dan etiket

c. Cara Penggunaan

Rebus 5 gelas air, masukkan ramuan diatas. Rebus hingga 15 menit

(tersisa 3 gelas) sambil sesekali diaduk. Diamkan sampai hangat/dingin

dan lakukan penyaringan. Gunakan ramuan ini untuk 2 kali minum dalam

sehari.

Sumber :

1. materiamedicabatu.jatimprov.go.id

2. materiamedicabatu.wordpress.com

3. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 56 Tahun 2018 Tentang Nomenklatur,

Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Unit Pelaksana

Teknis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

4. Rahmawati, Fitria, dkk. Modul Workshop Pengolahan Tanaman Obat. Malang:

UPT. Materia Medica Batu


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Dalam kunjungan praktikum di UPT Materia Medika Batu, Mahasiswa dapat

mengetahui berbagai macam tanaman obat beserta khasiatnya

2. Mahasiswa mengetahui tahapan pembuatan produk sediaan farmasi

diantaranya Lipbalm Natural serta Jamu Kebugaran

3. Mahasiswa mengetahui bagaimana mempraktekkan langsung proses

pembuatan produk sediaan farmasi Lipbalm dan Jamu Kebugaran

B. SARAN

Semoga koleksi tanaman obat di UPT Materia Medica Batu dapat

diperbanyak lagi dan dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk kebutuhan

obat-obatan di lingkungan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai