Anda di halaman 1dari 6

3.1.

Pengertian Harta Dan Kepemilikan Dalam Islam

Harta merupakan segala kekayaan yang berwujud maupun tidak berwujud. Dalam ilmu ekonomi, harta
juga disebut sebagai aktiva. Harta dapat dihitung dalam nilai mata uang untuk menentukan besaran dari
nilai harta tersebut. Misalnya, Anda memiliki sebuah rumah di Jakarta. Rumah merupakan harta yang
memiliki nilai dan bisa dihitung dalam satuan nilai mata uang. Nilai dari harta bisa diuangkan sesuai
dengan harga dari harta tersebut.

Harta bisa berasal dari transaksi-transaksi pada masa lalu dan di masa depan diharapkan dapat
memberikan manfaat. Misalnya, Anda memiliki mobil seharga Rp100 juta hasil bekerja selama 3 tahun,
lalu mobil tersebut dijual untuk modal bisnis yang diharapkan memberikan pemasukan tambahan ke
dalam kas Anda.

Jenis-jenis Harta

Menurut sifatnya, harta atau aktiva dari suatu perusahaan dibagi menjadi 2 jenis. Yaitu aktiva tetap
(fixed asset) dan aktiva lancar (current asset)

a. Harta Tetap. Yang dimaksud dengan harta tetap adalah harta milik perusahaan yang memiliki bentuk
fisik. Harta tetap umumnya memiliki umur ekonomis lebih dari 1 tahun. Tujuan penggunaan harta tetap
adalah untuk menyokong agar perusahaan tersebut dapat berjalan dan mencapai tujuannya. Ada
beberapa jenis harta yang termasuk harta tetap, yaitu:

- Tanah

- Gedung atau Bangunan

- Mesin-mesin

- Peralatan Kantor

- Angkutan

b. Harta Lancar. Harta lancar merupakan aktiva yang tidak memiliki bentuk fisik. Tidak seperti harta
tetap, harta lancar tidak bisa digunakan untuk mendukung berjalannya perusahaan dalam mencapai
tujuannya. Jenis harta ini bisa dicairkan ke dalam mata uang dalam waktu kurang dari 1 tahun. Harta
yang termasuk jenis ini adalah:

- Kas atau Uang Tunai

- Surat-surat Berharga

- Piutang Wesel

- Piutang Dagang

- Piutang Pendapatan
- Persediaan Barang Dagang

- Perlengkapan

Kepemilikan (harta benda) menurut Islam bukanlah milik pribadi dan bukan pula milik bersama
melainkan milik Allah Swt. Harta atau kekayaan yang telah dianugerahkan-Nya di alam semesta ini
merupakan pemberian dari Allah Swt kepada manusia, dan manusia pada hakikatnya hanya menerima
titipan sebagai amanat untuk dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, baik dalam pengembangan
harta maupun penggunaannya guna kesejahteraan seluruh umat manusia secara ekonomi, sesuai
dengan kehendak Allah Swt.

Pandangan ini menunjukkan bahwa kepemilikan manusia senantiasa terikat dengan aturan Allah Swt,
serta menggambarkan bahwa manusia hanyalah sebagai perantara Allah Swt yang diberi tanggung
jawab atas pengelolaan kepemilikan baik secara individu maupun umum.

Al-Qur’an dan Al-Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam memiliki ketentuan mengenai pengaturan
kepemilikan, ketentuan-ketentuan tersebut menggambarkan ciri khas kepemilikan yang islami terletak
pada adanya perintah etika dan moral. M. Abdul Mannan Dalam bukunya teori dan praktik ekonomi
Islam menjelaskan bahwa Ketentuan tersebut antara lain :

1. Pemanfaatan

Nabi SAW bersabda, “Orang yang menguasai tanah yang tak bertuan, tidak lagi berhak atas tanah itu jika
setelah tiga tahun menguasainya, ia tidak menggarapnya dengan baik.”

2. Penunaikan Hak

Setiap muslim yang memiliki kepemilikan kekayaan mencukupi nisab, harus menunaikan zakat sesuai
aturan syara’.

3. Tidak merugikan pihak lain

Penggunaan kepemilikan ditujukan untuk mendatangkan manfaat, tidak dibenarkan penggunaan


kepemilikan yang menghadirkan mudharat (kerugian) bagi pihak lain.

4. Kepemilikan secara sah

Al-Quran maupun Al-Sunnah melarang memperoleh kepemilikan dengan cara melawan hukum, ataupun
dengan cara yang tercela.

5. Penggunaan berimbang

Kepemilikan dalam pandangan syariat harus digunakan secara berimbang, yakni jangan boros dan
jangan kikir.
Lebih lanjut, Dalam masalah kepemilikan. Individu, masyarakat dan negara sebagai subyek ekonomi
mempunyai hak-hak kepemilikan tersendiri yang ditetapkan berdasarkan ketentuan syariah.

Mengenai hak-hak tersebut, Islam tidak menghendaki kepincangan antara hak kepemilikan individu, hak
kepemilikan umum, serta hak kepemilikan negara. Keberhakkan pemilik dalam pandangan islam adalah
baku.

3.2. unsur unsur hak milik dalam ekonomi syariah

Dalam Islam terdapat tiga unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private property),
kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).

a. Kepemilikan Individu / Private Property

Kecenderungan pada kesenangan adalah fitrah manusia, Allah menghiasi pada diri manusia kecintaan
terhadap wanita, anak-anak, dan harta benda. Sebagaimana Allah suratkan dalam Al Qur’an,

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa
perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda
pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenanganhidup didunia, dan disisi Allah lah tempat
kembali yang baik” (Q.S Ali Imran:14)

b. Kepemilikan Umum / Public Property

Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama
memanfaatkan suatu barang atau harta. Benda-benda yang termasuk kedalam kategori kepemilikan
umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ memang diperuntukan untuk suatu
komunitas masyarakat. Benda-benda yang termasuk kedalam kepemilkan umum sebagai berikut:

- Merupakan fasilitas umum, kalau tidak ada didalam suatu negri atau suatu komunitas maka akan
menyebabkan sengketa dalam mencarinya.

- Barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya.

- Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara
perorangan.

c. Kepemilikan Negara / State Property

Kepemilikan Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara
pengelolaannya menjadi wewenang Negara. Asy Syari’ telah menentukan harta-harta sebagai milik
Negara; Negara berhak mengelolanya sesuai denga pandangan dan ijtihad. Yang termasuk harta Negara
adalah fai, Kharaj, Jizyah dan sebagainya. Sebab syariat tidak pernah menentukan sasaran dari harta
yang dikelola. Perbedaan harta kepemilikan umum dan Negara adalah, harta kepemilikan umum pada
dasarnya tidak dapat di berikan Negara kepada individu. Sedang harta kepemilikan Negara dapat di
berikan kepada individu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

3.3. Sebab sebab kepemilikan dalam ekonomi syariah

Harta (al maal) adalah apa saja yang bisa menjadi kekayaan, apapun bentuknya. Sedang, yang dimaksud
dengan sebab kepemilikan (sabab at tamalluk) adalah sebab yang bisa menjadikan seseorang memiliki
harta, yang sebelumnya bukan memjadi miliknya. Adapun sebab-sebab pengembangan kepemilikan
adalah perbanyakan kuantitas harta yang sudah dimiliki.

a. Bekerja

Kata bekerja sangat luas maknanya, beraneka ragam jenisnya, bermacam-macam bentuknya. Allah telah
menentukan bentuk-bentuk kerja dan jenisnya yang layak untuk di kerjakan sebagai sebab kepemilikan.
Dalam hukum-hukum syariat sudah sangat jelas ketentuan-ketentuan akan hal ini. Bentuk-bentuk
bekerja yang dijadikan sebagai sebab kepemilikan adalah sebagai berikut:

b. Warisan

Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah warisan. Sifatnya yaitu kepemilikan akan harta secara turunan
kepemilikan dari orang tua. Akan hal ini Allah telah jelaskan dalam hukum-hukum yang sudah sangat
jelas. Allah berfirman:

“Allah mensyariatkan kepada kalian tentang (pembagian harta pusaka untuk0 anak-anak kalian, yaitu:
bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; jika anak itu semuanya
wanita lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.” (QS. An Nisa :
11)

c. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup

Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah adanya kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup.
Sebab, kehidupan adalah hak bagi setiap orang. Sesorang wajib untuk mendapatkan kehidupan sebagi
haknya. Salh satu hal yang dapat menjamin seseorang untuk hidup adalah denga bekerja, untuk
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Namun jika ia tidak dapat bekerja, maka Negara bertanggung
jawab untuk mengusahakan ia dapat bekerja. Jika ia tidak dapat bekerja karena terlampau tua, maka
orang-orang kaya atau Negara wajib untuk memenuhi kebutuhannya. Namun jika hal itu tidak
terpenuhi, hingga ia kelaparan, maka dibolehkan baginya untuk mengambil apa saja yang dapat
digunakan untuk menyambung hidupnya. Jika hidup menjadi sebab untuk mendapatkan harta, maka
syariat tidak akan menganggap itu sebagi tindakan mencuri. Abu Umamah menuturkan bahwa
Rasulullah bersabda:

“Tidak ada hukum potong tangan pada masa-masa kelaparan.” (HR. al Khatib Al Bagdad)
d. Pemberian harta Negara untuk rakyat

Yang juga termasuk kedalam sebab kepemilikan adalah pemberian Negara kepada rakyat yang diambil
dari baitulmal, baik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan mereka atau memanfaatkan kepemilikan
mereka. Dapat berupa pemberian tanah untuk digarap, atau melunasi utang-utang mereka. Pada masa
Khalifah Umar bin Khatab pernah memberikan para petani di Irak harta dari Baitul Mal, yang bisa
membantu mereka untuk menggarap tanah pertanian mereka, serta memenuhi hajat hidup mereka,
tanpa meminta imbalan dari mereka.

e. Harta yang diperoleh tanpa harta dan tenaga

Yang termasuk kedalam kategori harta yang diperoleh dari tanpa harta dan tenaga ada lima, yaitu :

- Hubungan antara individu satu sama lain, baik ketika masih hidup seperti Hibah dan Hadiah, atau pun
ketika sepeninggal mereka, seperti wasiat.

- Menerima harta sebagai gantirugi dari kemudharatan yang menimpa seseorang, seperti Diyat (denda)
atas oaring yang terbunuh atau terluka.

- Memperoleh mahar berikut harta yang diperoleh melalui akad nikah

- Barang temuan (luqathah)

- Santunan untuk Khalifah atau orang-orang yang disamakan statusnya.

3.4. Perbandingan Hak Milik Pribadi dalam Sistem Ekonomi Islam dan Sistem Konvensional

Islam mengakui adanya hak milik pribadi maupun milik umum. Islam juga menghormati hak milik
sekaligus memberikan aturan-aturannya, seperti jika hak milik seseorang telah mencapai jumlah
tertentu harus didistribusikan kepada orang lain. Penghormatan Islam terhadap adanya hak milik
tercermin secara nyata dalam konsep haq al adami, di samping itu perlindungan keselamatan hak milik
pribadi pun diberikan. Islam dengan ditentukannya sanksi pidana terhadap orang yang merampasnya,
baik melalui cara pencurian ataupun perampokan.

Dalam Islam, hakikat kepemilikan atas alam beserta isinya secara mutlak berada di tangan Allah,
sedangkan kepemilikan manusia bersifat nisbi dan temporal sebagai pemberian Allah agar manusia
berkemampuan mengatasi kebutuhannya. serta dapat menunaikan fungsinya sebagai pemakmur dunia
sekaligus hamba Allah yang senantiasa mengabdi kepada-Nya secara vertikal maupun horisontal.

Menurut Qur'an dan Sunnah, ciri khas kepemilikan yang Islami terletak pada adanya perintah etika dan
moral dalam pencarian maupun tasarufnya dan jika dipatuhi akan menjadi solusi atas keburukan sistem
kapitalisme dan sosialisme. Lebih lanjut, dari ketentuan Al-Qur'an dan As-Sunnah juga dapat dicapai:
 karakteristik kepemilikan dalam Islam antara lain: Hak milik umum dan individu pada saat yang
sama berkedudukan sebagai dasar utama, berbeda dengan sistem kapitalis yang menjadikan hak
milik individu sebagai dasar utama dan hak milik umum dikesampingkan, berbedapula dengan
sistem sosialis yang menjadikan hak milik umum sebagai dasarutama dan hak milik individu
dikesampingkan
 Hak milik terkait oleh kepentingan orang banyak serta diorientasikan untuk mencegah timbulnya
madarat
 Hak milik perlu dibelanjakan iditasarufkan dengan prinsip keseimbangan/tawazun.

Sedangkan dalam pandangan ekonomi kapitalis manusia dianggap memiliki hak milik yang mutlak atas
alam semesta, karenanya ia bebas untuk memanfaatkan sesuai dengan kepentingannya. Manusia dapat
mengeksploitasi semua sumber daya ekonomi yangdipandangkan akan memberikan kesejahteraan yang
optimalbaginya, dalam jumlah berapa saja dan dengan cara apa saja. Meskipun demikian, dari kedua
sistem ekonomi ini terdapat perbedaan tajam yaitu antara kapitalisme dan sosialisme dalam hak hak
kepemilikan, dimana pada satu sisi kapitalisme ini lebih bersifatindividual sedangkan sisi lain sosialisme
lebih bersifat kolektif.

Konsepsi hak milik sebagaimana dalam ekonomi kapitalis dansosialis memiliki pandangan yang ekstrim
tentang hak kepemilikan. Kapitalisme sangat menjunjung tinggi hak‐hak kepemilikan individu terhadap
sumber daya ekonomi ‐bahkan, walaupun hak individu inidalam keadaan bertentangan dengan hak
sosial sekalipun. Dalam kapitalisme individu berada di atas masyarakat. Sebaliknya, dalam pandangan
sosialisme justru meniadakan hak kepemilikan individu.Dalam sosialisme sumber daya ekonomi adalah
kepemilikan kolektifmasyarakat atau negara, sehingga individu‐individu tidak berhak untuk memilikinya.
Jadi, masyarakat atau negara berada di atas individu.

Sebagai ekonomi dunia yang berbasis konvensional dan berlatar belakang indiviual tentu saja memiliki
implikasi yang serius terhadap perekonomian, kapitalisme telah menimbulkan permasalahan yang rumit
bagi masyarakat. Pengutamaan hak‐hak individu dalam kapitalisme seringkali memunculkan konflik
kepentingan antar anggota masyarakat. Dalam konflik seperti ini biasanya masyarakat miskin akan
dikalahkan oleh kelompok kaya yang menguasai sumber daya ekonomi lebih banyak. Tujuan
kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat banyak seringkali dikorbankan atau sebaliknya terkorbankan
oleh kepentingan‐kepentingan individu.

Anda mungkin juga menyukai