Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HAQIQATUL INSAN

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Pendidikan Agama Islam 1

Dosen Pengampu : Dodi Setia Budi, S.Pd.I.,MPd.

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Bagus Nurjaman (10121518)

KELAS MANAJEMEN I3

PRODI MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI EKONOMI MANAJEMEN BISNIS ISLAM (STEMBI)

BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Dan tak lupa sholawat serta
salam kepada nabi besar kita, nabi akhir jaman yaitu Nabi Muhammad saw,
kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, tabi’in dan tabi’atnya, yang mana kita
taat dan patuh pada ajarannya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan
agama islam dengan dosen pengampu bapak Dodi Setia Budi, S.Pd.I.,MPd.
Terima kasih kepada kalian yang sudah menyempatkan waktunya, untuk
membaca makalah ini. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 30 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ iv


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... iv
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................... v

BAB II PEMBAHASAN

A. Pertama Makhluqun ................................................................................... 1


B. Kedua Mukarramun ................................................................................... 3
C. Ketiga Mukallafun ..................................................................................... 5
D. Keempat Mukhayyarun .............................................................................. 5
E. Kelima Majziyun ……................................................................................ 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 7
B. Saran .......................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluqun : makhluk ciptaan Allah Ta’ala. Manusia


diciptakan olehnya ‘alal fitrah (berada di atas fitrah ). Sebagaimana
disebutkan dalam firmannya, yang artinya :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah


atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum, 30: 30)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Apakah kamu suka aku menceritakan kepadamu apa yang telah


diceritakan Allah swt kepadaku dalam Kitab-Nya? Sesungguhnya Allah telah
menciptakan Adam dan anak cucunya cenderung kepada kebenaran dan patuh
kepada Allah. Allah swt memberi mereka harta yang halal tidak yang haram.
Lalu mereka menjadikan harta yang diberikan kepada mereka itu menjadi
halal dan haram”. (H.R. Iyad bin Himar)

Sungguh manusia itu amat zalim terhadap dirinya sendiri, disebabkan apa
yang telah dipikulnya itu dan amat bodoh, yakni tidak mengerti tentang apa
yang dipikulnya itu. Manusia juga diciptakan oleh Allah swt dalam
keadaan faqir (butuh/berkehendak) kepada pemberiannya yang artinya :

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah dan Allah Dialah
Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS.
Fathir, 35: 15)

Manusia diciptakan oleh Allah swt dalam keadaan tidak memiliki apa pun,


kecuali apa-apa yang dianugerahkan Allah swt kepadanya. Semua yang
dinikmati manusia sepanjang hidupnya adalah berasal darinya. Maka manusia
selalu dalam keadaan berkehendak dan berkepentingan kepadanya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu fitrah ?
2. Siapa yang mengatakan fitrah itu islam ?
3. Mengapa manusia amat zalim dan amat bodoh ?
4. Apa arti dari kata jahula ?
5. Kenapa manusia di muliakan ?

iv
C. Tujuan Pembahasan
1. Mendeskripsi tantang makhluqun
2. Mendeskripsi tantang mukarramun 
3. Mendeskripsi tentang mukallafun
4. Mendeskripsi tantang mukhayyarun
5. Mendeskripsi tentang majziyun

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. MAKHLUQUN

Manusia adalah makhluqun : makhluk ciptaan Allah swt. Manusia


diciptakan olehnya ‘alal fitrah (berada di atas fitrah ). Sebagaimana
disebutkan dalam firmannya :
‫دِّينُ ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن‬W‫ك ال‬ ِ W‫ ِدي َل لِ َخ ْل‬W‫ا اَل تَ ْب‬WWَ‫اس َعلَ ْيه‬
َ Wِ‫ق هَّللا ِ َذل‬W ْ ِ‫ك لِلدِّي ِن َحنِيفًا ف‬
َ َّ‫ط َرةَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬ َ َ‫فََأقِ ْم َوجْ ه‬
ِ َّ‫َأ ْكثَ َر الن‬
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah,
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum, 30: 30)
Manusia diciptakan ‘alal fithrah maksudnya adalah diciptakan oleh
Allah swt berada dalam kecenderungan kepada kebenaran dan patuh
kepadanya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ َوَأ ْعطَاهُ ُم ْال َما َل َحالال‬، َ‫ق آ َد َم َوبَنِي ِه ُحنَفَا َء ُم ْسلِ ِمين‬ ِ ‫َأال ُأ َح ِّدثُ ُك ْم بِ َما َح َّدثَنِي هَّللا ُ فِي ْال ِكتَا‬
َ َ‫ َأ َّن هَّللا َ َخل‬، ‫ب‬
‫ فَ َج َعلُوا ِم َّما َأ ْعطَاهُ ُم هَّللا ُ َحالال َو َح َرا ًما‬، ‫ال َح َرا َم فِي ِه‬
“Apakah kamu suka aku menceritakan kepadamu apa yang telah
diceritakan Allah kepadaku dalam Kitabnya? Sesungguhnya Allah telah
menciptakan Adam dan anak cucunya cenderung kepada kebenaran dan
patuh kepada Allah. Allah swt memberi mereka harta yang halal tidak yang
haram. Lalu mereka menjadikan harta yang diberikan kepada mereka itu
menjadi halal dan haram”. (H.R. Iyad bin Himar)
Dalam hadits lain beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ْ ِ‫ُكلُّ َموْ لُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالف‬
‫ط َر ِة فََأبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه َأوْ يُنَصِّ َرانِ ِه َأوْ يُ َم ِّج َسانِ ِه‬
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang
menjadikan ia yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR. Bukhari)
Sebagian ulama mengatakan bahwa arti fitrah adalah “Islam”. Hal ini
dikatakan oleh Abu Hurairah, Ibnu Syihab, dan lain-lain. Pendapat tersebut
dianut oleh kebanyakan ahli tafsir. Manusia juga diciptakan oleh
Allah swt dalam keadaan dhaif  (lemah). Kelemahannya terutama dalam

1
menghadapi godaan hawa nafsunya. Kadangkala mereka mengalami
lemah ‘azam (tekad), lemah iman dan lemah kesabaran.
Selain itu, manusia pun pada dasarnya memiliki kelemahan fisik,
sehingga Allah swt menetapkan kebijakannya dengan memudahkan berbagai
perintah dan larangan, dan ketika terjadi kesulitan dibolehkan olehnya
manusia melakukan sesuatu yang hukum asalnya adalah terlarang. Misalnya
dihalalkannya memakan bangkai bagi orang yang kelaparan.
‫ض ِعيفًا‬ َ ِ‫ي ُِري ُد هَّللا ُ َأ ْن يُ َخفِّفَ َع ْن ُك ْم َو ُخل‬
َ ُ‫ق اِإْل ْن َسان‬
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu (dalam syariat) dan
manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS. An-Nisa, 4: 28)
Manusia juga diciptakan oleh Allah swt dalam keadaan jahil (bodoh).
Allah swt mengungkapkan kondisi manusia ini dengan firmannya :
‫ا‬WWَ‫ا َو َح َملَه‬WWَ‫فَ ْقنَ ِم ْنه‬W‫ا َوَأ ْش‬WWَ‫َأبَ ْينَ َأ ْن يَحْ ِم ْلنَه‬Wَ‫ا ِل ف‬WWَ‫ض َو ْال ِجب‬
ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
ِ ‫اوا‬ َّ ‫ةَ َعلَى‬Wَ‫نَا اَأْل َمان‬W‫ض‬
َ ‫ َم‬W‫الس‬ ْ ‫ِإنَّا ع ََر‬
‫اِإْل ْن َسانُ ِإنَّهُ َكانَ ظَلُو ًما َجهُواًل‬
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi
dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS. Al-
Ahzaab, 33: 72)
Ayat ini menyebutkan bahwa Allah swt telah mengemukakan amanat
yaitu tugas-tugas ibadah pada langit, bumi dan gunung-gunung.
Seumpamanya Allah menciptakan pada masing-masing makhluk itu
pemahaman dan dapat berbicara, maka semuanya pasti enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir, yakni merasa takut akan
mengkhianatinya, lalu dipikullah amanat itu oleh Nabi Adam sesudah
terlebih dahulu ditawarkan kepadanya. Sungguh manusia itu amat zalim
terhadap dirinya sendiri disebabkan apa yang telah dipikulnya itu dan amat
bodoh, yakni tidak mengerti tentang apa yang dipikulnya itu.
Manusia menyanggupi amanat yang ditawarkan kepadanya apabila
dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan disiksa
karena itulah ia disebut jahula, karena tidak mengetahui kemampuan dirinya
sendiri. Manusia juga diciptakan oleh Allah swt dalam
keadaan faqir (butuh/berkehendak) kepada pemberiannya.

2
‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ َأ ْنتُ ُم ْالفُقَ َرا ُء ِإلَى هَّللا ِ َوهَّللا ُ هُ َو ْال َغنِ ُّي ْال َح ِمي ُد‬
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah dan Allah Dia-
lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji”. (QS.
Fathir, 35: 15)
Manusia diciptakan oleh Allah swt dalam keadaan tidak memiliki apa
pun, kecuali apa-apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Semua yang
dinikmati manusia sepanjang hidupnya adalah berasal darinya. Maka
manusia selalu dalam keadaan berkehendak dan berkepentingan kepadanya.
B. MUKARRAMUN
Manusia adalah makhluk yang mukarramun (dimuliakan).
Allah swt memuliakan anak-anak Adam karena nafkhur ruhi telah ditiupkan
ruh ciptaan Allah swt kepadanya dan berfirman :
َ‫صا َر َواَأْل ْفِئ َدةَ قَلِياًل َما تَ ْش ُكرُون‬
َ ‫ثُ َّم َسوَّاهُ َونَفَخَ فِي ِه ِم ْن رُو ِح ِه َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َواَأْل ْب‬
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh
(ciptaan) nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (QS. As-Sajdah, 32: 9)
Di dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam disebutkan :
ً‫ َغة‬W‫ض‬ْ ‫ونُ ُم‬WW‫ ثُ َّم يَ ُك‬،َ‫ك‬WWِ‫ َل َذل‬W‫ةً ِم ْث‬Wَ‫ ثُ َّم يَ ُكونُ َعلَق‬،ً‫طفَة‬ ْ ُ‫ط ِن ُأ ِّم ِه َأرْ بَ ِعينَ يَوْ ًما ن‬
ْ َ‫ِإ َّن َأ َح َد ُك ْم يُجْ َم ُع خَ ْلقُهُ فِي ب‬
‫ ِه‬W ِ‫ ِه َوَأ َجل‬W ِ‫ ِه َو َع َمل‬W ِ‫ب ِر ْزق‬ ٍ ‫ا‬WW‫ فَيَ ْنفُ ُخ فِي ِه الرُّو َح َويُْؤ َم ُر بَِأرْ بَ ِع َكلِ َم‬،َ‫ ثُ َّم يُرْ ِس ُل هَّللا ُ ِإلَ ْي ِه ْال َملَك‬،َ‫ِم ْث َل َذلِك‬
ِ ‫ بِ َك ْت‬:‫ت‬
‫َو َشقِ ٌّي َأوْ َس ِعي ٌد‬
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian disempurnakan penciptaannya
di perut ibunya selama empat puluh hari  dalam bentuk air mani, kemudian
menjadi alaqah (segumpal darah) selama itu pula, kemudian menjadi
sepotong daging selama itu pula, kemudian Allah mengirim malaikat
kepadanya lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintah
dengan empat hal : menulis rezki, amal perbuatan, ajalnya dan ia orang
celaka atau orang bahagia…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Manusia pun dimuliakan karena telah diberi imtiyazat berbagai
keistimewaan oleh Allah. Allah swt berfirman :
ٍ Wِ‫ ْلنَاهُ ْم َعلَى َكث‬W‫ض‬
‫ير ِم َّم ْن‬W ِ ‫ا‬WWَ‫اهُ ْم ِمنَ الطَّيِّب‬WWَ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِي آ َد َم َو َح َم ْلنَاهُ ْم فِي ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر َو َرزَ ْقن‬
َّ َ‫ت َوف‬
ِ ‫خَ لَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ضياًل‬
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik

3
dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”. (QS. Al-Israa, 17: 70)
Allah Ta’ala telah memuliakan Adam dan anak cucunya dengan raut
muka yang indah, potongan yang serasi dan diberi akal, agar dapat
menerima petunjuk, untuk berbudaya dan berpikir guna mencari keperluan
hidupnya, mengelola kekayaan alam serta menciptakan alat pengangkut di
darat, di lautan maupun di udara. Dan Allah swt telah memberikan rezeki
yang baik-baik kepada mereka itu, yang terdiri dari makanan yang di dapat
dari tumbuh - tumbuhan dan hewan. Allah swt telah melebihkan mereka itu
dengan kelebihan yang sempurna, dari kebanyakan makhluk yang lain yang
diciptakannya.
Manusia pun dimuliakan oleh Allah karena musakharun lahu telah
ditundukkan alam ini kepadanya. Allah swt berfirman :
َ‫ك فِي ِه بَِأ ْم ِر ِه َولِتَ ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ لِ ِه َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬
ُ ‫ي ْالفُ ْل‬
َ ‫هَّللا ُ الَّ ِذي َس َّخ َر لَ ُك ُم ْالبَحْ َر لِتَجْ ِر‬
“Allahlah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat
berlayar padanya dengan seizinnya dan supaya kamu dapat mencari
karunianya dan mudah-mudahan kamu bersyukur”. (QS. Al-Jatsiyah, 45: 12)
Di ayat yang lain diterangkan bahwa Allah swt menjadikan bumi dan
semua isinya untuk manusia.
ِّ‫ل‬WW‫ َو بِ ُك‬Wُ‫ت َوه‬ َ ‫ َم‬W‫ ْب َع َس‬W‫وَّاه َُّن َس‬W‫ َما ِء فَ َس‬W‫الس‬
ٍ ‫اوا‬ ِ ْ‫ق لَ ُك ْم َما فِي اَأْلر‬
َّ ‫ض َج ِميعًا ثُ َّم ا ْستَ َوى ِإلَى‬ َ َ‫هُ َو الَّ ِذي خَ ل‬
‫َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu,
dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikannya tujuh langit. Dan dia
maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah, 2: 29)
Allah swt telah menciptakan bumi dan memudahkannya untuk manusia,
sehingga manusia dapat mengambil manfaat yang tidak terhingga untuk
kepentingan hidup dan kehidupannya. Allah swt menciptakan bumi itu bulat,
terapung-apung di angkasa luas, tetapi manusia tinggal di atasnya seperti
berada di tempat yang datar terhampar, tenang dan tidak bergoyang.
Dengan perputaran bumi terjadilah malam dan siang, sehingga manusia
dapat berusaha pada siang hari dan beristirahat pada malam harinya.
Padanya memancarkan sumber-sumber mata air, yang mengalir air untuk
diminum manusia dan binatang ternak peliharaannya. Dengan air itu pula
manusia mengairi kebun-kebun dan sawah sawah mereka, demikian pula
kolam-kolam tempat mereka memelihara ikan. Dengan air itu pula mereka

4
mandi membersihkan badan mereka yang telah kotor, sehingga mereka
merasa segar dan nyaman.
Diciptakannya pula bukit-bukit, lembah-lembah, gunung-gunung yang
menghijau yang menyejukkan hati orang yang memandangnya. Dari celah-
celah bukit itu mengalirlah sungai-sungai dan di antara bukit-bukit dan
lembah-lembah itu manusia membuat jalan-jalan yang menghubungkan
suatu negeri dengan negeri yang lain.
Allah swt berfirman :
َ ْ‫هُ َو الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم اَأْلر‬
‫ض َذلُواًل فَا ْم ُشوا فِي َمنَا ِكبِهَا َو ُكلُوا ِم ْن ِر ْزقِ ِه َوِإلَ ْي ِه النُّ ُشو ُر‬
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezekinya. Dan hanya
kepadanyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. (QS. Al-Mulk, 67:15)
C. MUKALLAFUN

Manusia adalah makhluk yang mukallafun : dibebani tanggung jawab. Di


pembahasan madah ta’riful insan telah diulas bahwa manusia diberi
amanah ibadah dan khilafah oleh Allah swt. Tanggung jawab adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah ciri manusia
yang beradab, manusia bertanggung jawab karena menyadari baik atau
buruknya keadaaan, jadi tanggung jawab harus dipikul.
َ‫اَفَ َح ِس ْبتُ ْم اَنَّ َما خَ لَ ْق ٰن ُك ْم َعبَثًا َّواَنَّ ُك ْم اِلَ ْينَا اَل تُرْ َجعُوْ ن‬

“Maka apakah kamu mengira, bahwa kami menciptakan kamu main-main


(tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tiadak akan dikembalikan kepada
kami”. (QS. Al-Mu’minun, 23:115)
Tanggung jawab tersebut mrliputi tanggung jawab terhadap allah swt, diri
sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara serta terhadap alam.
D. MUKHAYYARUN

Manusia adalah makhluk yang  mukhayyarun : diberi pilihan oleh


Allah swt apakah memilih al-iman atau al-kufru
‫َوهَ َد ْينَاهُ النَّجْ َدي ِْن‬
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”. (QS. Al-Balad, 90:
10)
Allah swt telah menunjukkan kepada manusia jalan kebaikan dan jalan
kejahatan. Dan telah diberikannya pula kepada mereka akal untuk

5
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga ia dapat
memilih yang baik untuk dikerjakannya, dan yang buruk untuk ditinggalkan.
‫ِإنَّا هَ َد ْينَاهُ ال َّسبِي َل ِإ َّما َشا ِكرًا وَِإ َّما َكفُورًا‬
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir”. (QS. Al-Insan, 76: 3)
ِ َ‫هُ َو الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم فَ ِم ْن ُك ْم َكافِ ٌر َو ِم ْن ُك ْم ُمْؤ ِم ٌن َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬
‫صي ٌر‬
“Dia-lah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan
di antaramu ada yang mu’min. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”. (QS. At-Taghabun, 64: 2)
Oleh karena itu, para rasul yang diutus kepada manusia hanyalah bertugas
untuk menyampaikan bahwa kebenaran yang diserukannya adalah benar-
benar dari Tuhan semesta alam,
ْ‫ق ِم ْن َربِّ ُك ْم فَ َم ْن َشا َء فَ ْليُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َء فَ ْليَ ْكفُر‬
ُّ ‫َوقُ ِل ْال َح‬
“Dan katakanlah : “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang
siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang
ingin (kafir) biarlah ia kafir”. (QS. Al-Kahfi, 18 : 29)
Adalah kewajiban manusia untuk mengikuti kebenaran dan
mengamalkannya. Manfaat dan kebenaran itu, tentulah kembali kepada
mereka yang mengamalkannya. Demikian pula sebaliknya akibat yang buruk
dan pengingkaran terhadap kebenaran itu kembali pula kepada mereka yang
ingkar.
‫ِإ ْن َأحْ َس ْنتُ ْم َأحْ َس ْنتُ ْم َأِل ْنفُ ِس ُك ْم َوِإ ْن َأ َسْأتُ ْم فَلَهَا‬
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri
dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”. (QS.
Al Isra’, 17: 7)
E. MAJZIYUN

Manusia adalah makhluk yang  majziyun : mendapatkan balasan amal.


Mereka yang beriman dan berbuat kebajikan akan mendapatkan balasan dari
Allah swt berupa al-jannah (surga), sebagaimana firman-Nya :
َ‫ات ْال َمْأ َوى نُزُاًل بِ َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ ِ ‫َأ َّما الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬
ُ َّ‫ت فَلَهُ ْم َجن‬
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka
bagi mereka jannah tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang
mereka kerjakan”. (QS. As-Sajdah, 32: 19)
Sedangkan mereka yang ingkar akan mendapatkan balasan dari
Allah swt berupa an-nar (neraka).

6
ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬ َ ‫َوَأ َّما الَّ ِذينَ فَ َسقُوا فَ َمْأ َواهُ ُم النَّا ُر ُكلَّ َما َأ َرادُوا َأ ْن يَ ْخ ُرجُوا ِم ْنهَا ُأ ِعيدُوا فِيهَا َوقِي َل لَهُ ْم ُذوقُوا َع َذ‬
َ‫الَّ ِذي ُك ْنتُ ْم بِ ِه تُ َك ِّذبُون‬
“Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat mereka adalah
jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka
dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka : “Rasakanlah siksa
neraka yang dahulu kamu mendustakannya”. (QS. As-Sajdah, 32: 20)

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan fakta dan data yang telah di sampaikan sebelumnya,


kesimpulan yang dapat penulis ambil yaitu pertama makhluqun : makhluk
ciptaan Allah swt, kedua mukaramun ; yang dimuliakan, ketiga : mukallafun :
dibebani tanggung jawab, keempat : mukhayyarun : diberi pilihan dan
kelima : mendapat balasan amal.
B. Saran

Dalam penyusunan makah ini masih banyak kekurangan, hal ini di


karenakan minimnya pengetahuan penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan
sarannya yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan untuk
perbaikan kedepannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

STEMBI Bandung Business School. 2014. “logo stembi bandung”.


http://stembi.ac.id/page/Logo di akses pada 13 Oktober 2021

Tarbawiyah. 2018. “Haqiqatul insan”. https://tarbawiyah.com/haqiqatul-insan-


hakikat-manusia/ di aksses pada 13 Oktober 2021

Binus. 2020. “Tanggung jawab dalam islam”. https://binus.ac.id/character-


building/2020/05/makna-tanggung-jawab-dalam-islam/ di akses pada 18 Oktober
2021

Mushaf.id. 2021. “QS. Al-Mu’minun 115”. https://www.mushaf.id/surat/al-


muminun/115/118/ di akses pada 18 Oktober 2021

Saungpreneur. 2017. “Kumpulan contoh penutup makalah mahasiswa”.


https://binus.ac.id/character-building/2020/05/makna-tanggung-jawab-dalam-
islam/ diakses pada 18 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai