Anda di halaman 1dari 100

SKRIPSI

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2


TERHADAP TERJADINYA PENYAKIT RETINOPATI DIABETIK DI RS
WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH :

JENNIFER GONARDY

C111 14 534

PEMBIMBING :

dr. NURSYAMSI, Sp.M.,M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017
TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
TERHADAP TERJADINYA PENYAKIT RETINOPATI DIABETIK DI RS
WAHIDIN SUDIROHUSODO

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin

Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Jennifer Gonardy

C111 14 534

Pembimbing:

dr. Nursyamsi, Sp.M.,M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua dengan segala
keterbatasan yang penulis miliki, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap
Terjadinya Penyakit Retinopati Diabetik di RS Wahidin Sudirohusodo”sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi pendidikan dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atas kekuatan dan nikmat yang tak terhingga
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
2. dr. Nursyamsi, Sp.M.,M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan berbagai bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan skripsi
ini dan membantu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
3. Orangtua dan saudara-saudara penulis yang senantiasa membantu dalam
memotivasi, mendorong dan mendukung penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Suster Muri dan bapak Salim yang sudah membantu dalam pengambilan
data yang diperlukan
5. Teman-teman yang sudah membantu melalui sumbangsih pikiran maupun
bantuan moril secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
skripsi ini.
6. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan secara satu per satu yang
terlibat dalam memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, sehingga dengan rasa tulus penulis akan menerima kritik dan saran
serta koreksi membangun dari semua pihak.

Makassar, 5 Desember 2017

Penulis

iii
iv
v
vi
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Jennifer Gonardy

NIM : C111 14 534

Tempat & tanggal lahir : Makassar, 21 Oktoberber 1996

Alamat Tempat Tinggal : Jln. Cendrawasih 3 no 5B Makassar

Alamat email : jennifergonardy@yahoo.com

HP : 082191331162

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “Tingkat Pengetahuan


Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Terjadinya Penyakit Retinopati Diabetik di
RS Wahidin Sudirohusodo”” adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat,
atau materi dari sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Makassar, 5 Desember 2017

Yang Menyatakan,

Jennifer Gonardy

vii
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Desember 2017

Jennifer Gonardy
dr. Nursyamsi, Sp.M., M.Kes
Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Terjadinya
Penyakit Retinopati Diabetik di RS Wahidin Sudirohusodo

ABSTRAK

Pendahuluan: DM masih menjadi masalah kesehatan yang utama di dunia


disebabkan angka kejadian DM yang terus meningkat tiap tahunnya. Menurut data
WHO 2014, penyandang DM saat ini mengalami peningkatan menjadi 422 juta
orang. Di samping prevalensinya yang terus bertambah, persoalan DM akan
semakin sulit jika terjadi komplikasi. Salah satu komplikasinya adalah retinopati
diabetik yang merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan karena adanya
kelainan pada retina. Karena angka kejadian diabetes melitus di seluruh dunia
terus meningkat, maka retinopati dibetik masih tetap menjadi masalah yang
penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien
diabetes melitus mengenai retinopati diabetik.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan
menggunakan data primer berupa pembagian kuisioner ke pasien diabetes di
Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makassar yang dilaksanakan pada Oktober-
November 2017. Data dianalisis menggunakan program statistik komputer yakni
SPSS 24.
Hasil: Sampel yang diteliti sejumlah 177 orang. Tingkat pengetahuan pasien
diabetes melitus tipe 2 mengenai retinopati diabetik di RS Wahidin Sudirohusodo
umumnya berpengetahuan baik yaitu sebanyak 90 orang (50,8%), yang
berpengetahuan cukup sebanyak 86 orang (48,6%) dan berpengetahuan kurang
sebanyak 1 orang (0,6%)
Kesimpulan: Penelitian ini menampilkan tingkat pengetahuan pasien diabetes
melitus tipe 2 mengenai retinopati diabetik di Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo, Makassar, sertamengetahui karateristik pasien diabetes melitus di
RS Wahidin Sudirohusodo.
Kata kunci: diabetes melitus, retinopati diabetik

viii
THESIS
FACULTY OF MEDICINE
HASANUDDIN UNIVERSITY
Desember 2017

Jennifer Gonardy
dr. Nursyamsi, Sp.M., M.Kes
Knowledge of Type 2 Diabetes Mellitus’s Patients Towards Diabetic
Retinopathy in Wahidin Sudirohusodo Hospital.

ABSTRACT

Introduction: Diabetes Mellitus is one of disease that still towering in the world,
caused by number of the disease keep increasing every year. According to WHO
2014, Diabetes Mellitus Patient reach 422 millions people. Besides the prevalance
continues to grow, Diabetes Mellitus would be more difficult if complication
occur. And one of the possibility is Retinopathy Diabetic, which is vision
impairerment caused by retina abnormality. In consideration of world wide
Diabetes Mellitus number is keep going up, there fore Retinopathy Diabetic still a
problematic matter. This research’s aim is to ascertain knowledge of Diabetes
Mellitus patient toward Retinopathy Diabetic
Method: This research is descriptive observational research using primary data
which is quistionnare to Diabetes Mellitus patient in Wahidin Sudirohusoso
Hospital Makassar, that occur from October-November 2017. The data then
analyzed by computer statistic program which is SPSS 24.
Result: Number sample that we use is 177 people. Knowledge of Diabetes
Mellitus Type 2 patient toward Retinopatic Diabetic at RS Wahidin Sudirohusodo
generally well enough for 90 persons (50,8%), moderate level is 86 persons
(46,8%) and lack of knowledge is only 1 person (0,6%).
Conclusion: This research shows Level of Knowledge from Type 2 Diabetes
Mellitus Patients at Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar, also perceive the
character of DM patients at Wahidin Sudirohusodo Hospital .

Keywords: Diabetes Mellitus, Retinopathy Diabetic

ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ................................ vii

ABSTRAK ......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH .......................................................... 1

B. RUMUSAN MASALAH........................................................................... 2

C. TUJUAN PENELITIAN ........................................................................... 2

D. HIPOTESA PENELITIAN ...................................................................... 3

E. MANFAAT PENELITIAN ....................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4

A. PENGETAHUAN ..................................................................................... 4

B. DIABETES MELITUS .............................................................................. 7

C. DIABETIK RETINOPATI ....................................................................... 21

D. KERANGKA TEORI .............................................................................. . 32

E. KERANGKA KONSEP ............................................................................ 33

BAB II METODE PENELITIAN .................................................................... 34

A. DESAIN PENELITIAN ............................................................................ 34

B. WAKTU DAN LOKASI PENNELITIAN ............................................... 34

x
C. POPULASI DAN SAMPEL ...................................................................... 34

D. METODE PENGAMBILAN SAMPEL.................................................... 34

E. SARANA PENELITIAN .......................................................................... 35

F. IDENTIFIKASI VARIABEL ................................................................... 35

G. DEFINISI OPERASIONAL .................................................................... 35

H. ALUR PENELITIAN ............................................................................... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 38

A. HASIL PENELITIAN ............................................................................... 38

B. ANALISIS PENELITIAN ......................................................................... 38

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 57

A. TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN SECARA UMUM ..................... 57

B. KARATERISTIK PASIEN ....................................................................... 57

C. TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN MENGENAI KOMPLIKASI DM


................................................................................................................... 60

D. TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN MENGENAI SKRINING RD..


....................................................................................................................60

E. TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN MENGENAI


PENATALAKSANAAN RD .................................................................. 61

F. INFORMASI TAMBAHAN ..................................................................... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 63

A.KESIMPULAN .......................................................................................... 63

B. SARAN ...................................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 65

LAMPIRAN ...................................................................................................... 68

xi
DAFTAR TABEL

TABEL 1 TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN SECARA UMUM.............. 38

TABEL 2 DISTIBUSI KARATERISTIK PASIEN ........................................... 40

TABEL 3 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI


KOMPLIKASI DM ........................................................................................... 42

TABEL 4 CROSSTAB KOMPLIKASI DM DENGAN KARATERISTIK


UMUM ................................................................................................................ 44

TABEL 5 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI SKRINING


RD ....................................................................................................................... 46

TABEL 6 CROSSTAB SKRINING RD DENGAN KARATERISTIK UMUM


............................................................................................................................. 47

TABEL 7 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI


PENATALAKSANAAN RD ............................................................................ 49

TABEL 8 CROSSTAB PENATALAKSANAAN RD DENGAN


KARATERISTIK UMUM ................................................................................. 51

TABEL 9 DISTRIBUSI GAMBARAN PASIEN ELAKUKAN SKRINING


MATA ................................................................................................................ 53

TABEL 10 DISTRIBUSI GAMBARAN PASIEN MENGETAHUI


KOMPLIKASI DIABETES ............................................................................... 54

TABEL 11 DISTRIBUSI GAMBARAN PENGHALANG PASIEN TIDAK


MELAKUKAN SKRINING ............................................................................... 55

xii
DAFTAR GRAFIK

GRAFIK 1 TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN SECARA UMUM............ 39

GRAFIK 2 DISTIBUSI KARATERISTIK PASIEN ......................................... 41

GRAFIK 3 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI


KOMPLIKASI DM ........................................................................................... 43

GRAFIK 5 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI


SKRINING RD ................................................................................................... 46

GRAFIK 7 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI


PENATALAKSANAAN RD ............................................................................ 50

GRAFIK 9 DISTRIBUSI GAMBARAN PASIEN ELAKUKAN SKRINING


MATA ................................................................................................................ 53

GRAFIK 10 DISTRIBUSI GAMBARAN PASIEN MENGETAHUI


KOMPLIKASI DIABETES ............................................................................... 54

GRAFIK 11 DISTRIBUSI GAMBARAN PENGHALANG PASIEN TIDAK


MELAKUKAN SKRINING ............................................................................... 55

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

I. KUISIONER ................................................................................................ 68
II. SURAT REKOMENDASI PERSETUJUAN ETIK .................................... 72
III. SURAT IZIN PENELITIAN ....................................................................... 73
IV. HASIL ANALISIS DATA .......................................................................... 74
V. CURRICULUM VITAE .............................................................................. 84

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Diabetes melitus (DM) atau biasa disebut dengan diabetes merupakan suatu penyakit
gangguan metabolik menahun dikarenakan pankreas tidak memproduksi cukup insulin
atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif yang
mengakibatkan terjadinya hiperglikemia. (Kemenkes , 2014). Selain itu, etiologi dari DM
sangat kompleks, mulai dari gaya hidup tidak sehat, lingkungan bahkan sampai genetik. .
(Perkeni, 2006).
Sampai saat ini, DM masih menjadi masalah kesehatan yang utama di dunia
disebabkan angka kejadian DM yang terus meningkat tiap tahunnya. Menurut data WHO
2014, penyandang DM saat ini mengalami peningkatan menjadi 422 juta orang dimana
penduduk yang berada di atas usia 18 tahun mengalami kenaikan dari 4,7% menjadi
8,5%. Sedangkan berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) 2014,
saat ini diperkiraan 9,1 juta orang penduduk didiagnosis sebagai penyandang DM.
Dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua
peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia
dengan 7,6 juta orang penyandang DM. Dan International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia menjadi 14,1 juta
pada tahun 2035. (WHO, 2014; IDF 2014)
Menurut hasil Riskesdas Tahun 2013 Prevalensi diabetes di Sulawesi Selatan yang
didiagnosis dokter sebesar 1,6 persen. DM yang didiagnosis dokter atau berdasarkan
gejala sebesar 3,4 persen. Prevalensi diabetes yang didiagnosis dokter tertinggi terdapat
di Kabupaten Pinrang (2,8%), Kota Makassar (2,5%), Kabupaten Toraja Utara (2,3%)
dan Kota Palopo (2,1%). Prevalensi diabetes yang didiagnosis dokter atau berdasarkan
gejala, tertinggi di Kabupaten Tana Toraja (6,1%), Kota Makassar (5,3%), Kabupaten
Luwu (5,2%) dan Kabupaten Luwu Utara (4,0%). Berdasarkan diagnosis dokter dan
gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥65 tahun
cenderung menurun. Prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada
laki-laki. Prevalensi DM, di perKotaan cenderung lebih tinggi daripada di perdesaan.
Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih
tinggi dan dengan kuintil indeks kepemilikan lebih atas. Berdasarkan data Survailans

1
Penyakit tidak menular Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun
2014 terdapat Diabetes Mellitus 27.470 kasus baru, 66.780 kasus lama dengan 747
kematian. (Riskesdas, 2013)
Di samping prevalensinya yang terus bertambah, persoalan DM akan semakin sulit
jika terjadi komplikasi. Terdapat banyak komplikasi yang bisa dialami oleh penderita
DM baik yang mikrovaskular maupun yang makrovaskular. Beberapa komplikasi yang
bisa terjadi adalah meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke, neuropati, retinopati
diabetikum, gagal ginjal dan banyak lagi komplikasi yang lainnya. Komplikasi ini bisa
terjadi akibat hiperglikemia yang terjadi terus menerus menyebabkan kerusakan berbagai
sistem tubuh terutama pada syaraf dan pembuluh darah. (Suyono dkk, 2006)
Retinopati diabetik (RD) merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan karena
adanya kelainan pada retina. Dimana terjadi suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
oleh adanya kerusakan dan sumbatan pada pembuluh darah sehingga mengakibatkan
gangguan nutrisi pada retina. (Ilyas Sidarta, 2008). Retinopati diabetik merupakan
penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada usia 20-74 tahun. Pasien yang
menderita diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding
yang tidak menderita diabetes. (Suyono dkk, 2006)
Karena angka kejadian diabetes melitus di seluruh dunia terus meningkat, maka
retinopati dibetik masih tetap menjadi masalah yang penting. Melalui tulisan ini, penulis
ingin menilai tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap retinopati diabetik di
RS Wahidin Sudirohusodo. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai bahaya DM
sebaiknya menjadi prioritas utama. Dengan adanya pengetahuan masyarakat, bisa
mencegah jumlah kematian yag bertambah banyak dan mencegah tingkat keparahan
penyakit DM.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka secara garis besar perumusan masalah dalam
skripsi ini adalah: bagaimana tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap
terjadinya retinopati diabetik di RS Wahidin Sudirohusodo?

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap
terjadinya retinopati diabetik di RS Wahidin Sudirohusodo
2
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karateristik penderita diabetes melitus berdasarkan jenis
kelamin, usia, pendidikan, pekerjan, lama menderita DM dan jenis asuransi yang
dimiliki
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien DM tentang komplikasi RD
sebagai akibat penyakit diabetes melitus
c. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien DM tentang skrining mata pada
penyakit RD
d. Untuk mengidentifikasi pengetahuan pasien DM tentang penatalaksanaan
penyakit RD

D. Hipotesa penelitian
Pengetahuan pasien diabetes mellitus terhadap terjadinya retinopati diabetik di RS
Wahidin Sudirohusodo adalah tinggi

E. Manfaat penelitian
1. Bagi institusi Universitas Hasanuddin: Mendapatkan tambahan informasi dan sebagai
bantuan penyebarluasan pengetahuan tentang kesehatan
2. Bagi Dinas Kesehatan: Mengetahui tingkat pengetahuan pasien diabetes mellitus
terhadap terjadinya retinopati diabetik
3. Bagi peneliti: Mendapatkan pengalaman langsung dalam penelitian

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo tahun 2010, pengetahuan adalah apa yang diketahui
oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia menjadi tahu, dan pengetahuan ini
merupakan bagian penting dari terbentuknya perilaku seseorang. (Notoatmodjo,
2010)

Tingkat pengetahuan terbagi menjadi 6 menurut Notoatmodjo yaitu:


(Notoatmodjo, 2007)

• Tahu (know)
Adalah kemampuan mengingat kembali sesuatu yang spesifik dan semua
hal yang telah dipelajari atau diterima sebelumnya. Oleh sebab itu, ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
• Memahami (comprehension)
Adalah kemampuan menjelaskan sesuatu yang telah dimengerti secara
benar dan dapat menginterpretasikan materi tersebut. Individu yang telah
mencapai tingkatan ini mampu menjelaskan bahkan menyimpulkan sesuatu
yang telah dipelajari.
• Aplikasi (application)
Adalah kemampuan untuk menggunakan sesuatu yang telah diketahui dan
dipelajari pada suatu keadaan yang sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan
sebagai penggunaan metode, rumus, maupun hukum-hukum, dan lain
sebagainya.
• Analisis (analysis)
Adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-
komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya dengan satu sama lain. Dengan kata lain, analisis merupakan
kemampuan untuk mengidentifikasi, mengelompokkan, membedakan, dan
memisahkan.
• Sintesa (synthesis)

4
Adalah kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian
di dalam suatu keseluruhan yang baru, artinya sintesis merupakan kemampuan
untuk menyusun formasi baru dari informasi yang telah ada.
• Evaluasi
Adalah kemampuan untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria
tertentu.

Cara memperoleh pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu cara tradisional


(tanpa melakukan penelitian ilmiah) dan cara ilmiah (melalui penelitian),
dijelaskan sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2010)

• Cara tradisional atau non ilmiah


a) Cara coba-salah (trial and error)
Cara ini dipakai sebelum adanya kebudayaan maupun peradaban.
Jadi, apabila individu mengalami suatu masalah maka penyelesaiannya
dilakukan dengan cara coba-coba. Cara ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan untuk mencari solusi, apabila kemungkinan
tersebut tidak berhasil, dilakukan kemungkinan yang lain sampai masalah
tersebut terpecahkan.
b) Cara kekuasaan/ otoritas
Pengetahuan juga dapat diperoleh dari individu-individu yang
mempunyai otoritas seperti pemimpin agama, pemerintah, maupun ahli
ilmu pengetahuan atau seorang ilmuwan.
c) Berdasarkan pengalaman sendiri
Sumber pengetahuan yang lain didapatkan dari pengalaman
pribadi. Mengulang kembali pengalaman yang pernah dialami dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
d) Melalui jalan pikiran
Cara berpikir manusia ikut berkembang sejalan dengan
perkembangan kebudayaan, dari sini, manusia mampu menggunakan
penalarannya untuk memperoleh pengetahuan.

• Cara ilmiah atau modern

5
Cara ini jauh lebih sistematis, logis, dan ilmiah dalam memperoleh
pengetahuan. Cara ini disebut metode penelitian.

Menurut Riwidikdo tahun 2009, cara mengukur tingkat pengetahuan:


(Riwidikdo, 2012)

a) Pengetahuan baik : (x ) > mean+1SD


b) Pengetahuan cukup: mean-1SD ≤ x ≤ mean+1SD
c) Pengetahuan kurang: (x) < mean-1SD

Menurut Notoatmodjo terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi


pengetahuan seseorang yaitu sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2010)

• Pendidikan
Merupakan bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain mengenai
suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri, makin tinggi
pendidikan seseorang, makin mudah seseorang menerima informasi baru dan
semakin banyak juga pengetahuan yang dimilikinya.
• Pekerjaan
Di dalam lingkungan pekerjaan, seseorang dapat memperoleh pengalaman
sekaligus pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
• Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang, maka orang tersebut akan mengalami
perubahan pada aspek psikis dan psikologis.
• Minat
Merupakan suatu keinginan yang tinggi terhadap sesuatu hal yang
mengakibatkan seseorang mencoba dan menekuni suatu hal yang membuatnya
memperoleh pengetahuan.
• Pengalaman
Merupakan suatu peristiwa yang pernah dialami oleh seseorang pada saat
berinteraksi dengan lingkungannya.
• Kebudayaan lingkungan sekitar
Tergantung dari budaya yang ada di lingkungan seseorang menetap saat itu,
misalnya, lingkungan tersebut mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan

6
maka masyarakat yang ada di lingkungan itu akan mempunyai sikap untuk selalu
menjaga kebersihan.
• Informasi
Melalui informasi yang didapat dapat membantu seseorang untuk memperoleh
suatu pengetahuan yang baru. Informasi bisa diperoleh dari mana saja termasuk
melalui penyuluhan.

B. Diabetes Melitus
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karateristik hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Hiperglikemia kronis diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2010)

2. Klasifikasi
• Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut)
a) Melalui proses imunologik
b) Idiopatik
• Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
• Diabetes Melitus Tipe Lain
a) Defek genetik fungsi sel beta
1. Kromosom 12, HNF- α
2. Kromosom 7, glukokinase
3. Kromosom 20, HNF α
4. Kromosom 13, insulin promoter factor
5. Kromosom 17, HNF- 1β
6. Kromosom2, Neuro D1

7
b) Defek genetik kerja insulin
c) Penyakit eksokrin pancreas
d) Endokrinopati
e) Karena obat/zat kimia
f) Infeksi
g) Imunologi
h) Sindroma genetik lain
• Diabetes Kehamilan (Ilmu penyakit dalam, 2014)

3. Patofisiologi
Terdapat dua masalah utama pada diabetes mellitus tipe 2 yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya, insulin akan terikat dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan dibutuhkan untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2 (ADA, 2010)

4. Pathogenesis
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
kekurangan insulin secara relatif maupun absolut.Defisiensi insulin dapat
terjadi melalui 3 jalan, yaitu:
• Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat
kimia,dll)
• Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

8
• Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
(Buraerah, Hakim. 2010)

5. Faktor resiko
Menurut American Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan
dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan
DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi
dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM
gestasional dan riwayat lahir dengan beratbadan rendah (<2,5 kg). Faktor
risiko yang dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau
lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya
aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat. (Fatimah RN, 2015)

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki riwatyat
toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke,
PJK, atau peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres,
kebiasaan merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein. (Fatimah RN,
2015)
• Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa
darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
• Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan
dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
• Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen
diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya
orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita
Diabetes Mellitus.

9
• Dislipidemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes.
• Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus
adalah > 45 tahun.
• Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi
> 4000gram
• Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial.
Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua
sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami
penyakitini.
• Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan
peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini
dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak
aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari
lingkungan tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi
perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan
dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolisme gula
darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi
gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat
tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari
yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml.

Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan


menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah
misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin,

10
status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh. (Fatimah RN, 2015)

6. Gejala klinis
Gejala klinik yang timbul dari penyakit Diabetes Melitus adalah: (Gultom
YT, 2012)
• Polidipsia yaitu rasa haus yang berlebihan sehingga pasien dengan
diabetes mellitus cenderung banyak minum
• Poliuria yaitu sering kencing
• Polifagia yaitu banyak makan
• Pasien cepat lapar
• Pasien mengeluh lemah
• Penglihatan menjadi kabur
• Kesemutan pada jari tangan dan kaki
• Gatal-gatal
• Libido (garirah seks menurun)

7. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar
adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
(Perkeni, 2015)
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Kriteria Diagnosis DM: (Perkeni, 2015)

11
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam.
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
• Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2-jam <140 mg/dl;
• Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma
puasa <100 mg/dl
• Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
• Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes


HbA1c (%) Glukosa darah Glukosa plasma
puasa (mg/dL) 2 jam setelah
TTGO (mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 <100 <140

8. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes
Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang
tidak menunjukkan gejala klasik DM yaitu: (Perkeni, 2015)
• Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23
kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai
berikut:
a) Aktivitas fisik yang kurang.

12
b) First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam
keluarga).
c) Kelompok ras/etnis tertentu.
d) Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan
BBL >4 kg atau mempunyai riwayat diabetes mellitus
gestasional (DMG).
e) Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
f) HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g) Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h) Riwayat prediabetes.
i) Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j) Riwayat penyakit kardiovaskular.
1. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
Catatan:
Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma
normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok
prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun.
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas
pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan
mengunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan untuk
patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya
perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa
darah kapiler seperti pada tabel di bawah ini.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar Plasma < 100 100-199 ≥ 200
glukosa vena
darah Darah < 90 90-199 ≥ 200
sewaktu kapiler

13
(mg/dL)
Kadar Plasma < 100 100-125 ≥ 126
glukosa vena
darah puasa Darah < 90 90-99 ≥ 100
(mg/dL) kapiler

9. Penatalaksanaan
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2,
dan sebagian besar mengenaiorgan vital yang dapat fatal, maka tatalaksana
DM tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan
kendali factor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan
DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi
gizi medis, latihan jasmani danintervensi farmakologis. (Ndraha S, 2014)
• Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku
sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga
pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya
meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan
dari edukasi diabetes adalah mendukungusaha pasien penyandang
diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan
pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang
mungkin timbul secara dini/saat masih reversible, ketaatan perilaku
pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri,dan perubahan
perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada
penyandang diabetes meliputipemantauan glukosa mandiri, perawatan
kaki,ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan
aktifitas fisik, dan mengurangiasupan kalori dan diet tinggi lemak.
• Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu
makanan yang seimbang, sesuaidengan kebutuhan kalori masing-
masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwa makan,
jenis dan jumlah makanan. Komposisimakanan yang dianjurkan terdiri

14
dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%,
Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
• Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-
masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang
bersifat aerobic seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan
berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.
• Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan
pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat
ini ada antara lain:
a) OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)
Pemicu sekresi insulin:
1. Sulfonilurea
Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pancreas
Pilihan utama untuk pasien berat badan normal
atau kurang
Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan
pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal
serta malnutrisi
2. Glinid
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun
lebih ditekankan pada sekresi insulin fase
pertama.
Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia
postprandial

15
Peningkat sensitivitas insulin:
1. Biguanid
Golongan biguanid yang paling banyak
digunakan adalah Metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan
produksi glukosa hati.
Metformin merupakan pilihan utama untuk
penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia,
dan disertai resistensi insulin.
2. Tiazolidindion
Menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa sehingga meningkatkan ambilan
glukosa perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal
jantung karena meningkatkan retensi cairan.

Penghambat glukoneogenesis:
1. Biguanid (Metformin).
Selain menurunkan resistensi insulin,
Metformin juga mengurangi produksi
glukosa hati.
Metformin dikontraindikasikan pada
gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin
serum > 1,5 mg/ dL, gangguan fungsi hati,
serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia seperti pada sepsis
Metformin tidak mempunyai efek samping
hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea.
Metformin mempunyai efek samping pada
saluran cerna (mual) namun bisa diatasi
dengan pemberian sesudah makan.
16
Penghambat glukosidase alfa :
1. Acarbose
Bekerja dengan mengurangi absorbsi
glukosa di usus halus.
Acarbose juga tidak mempunyai efek
samping hipoglikemia seperti golongan
sulfonilurea.
Acarbose mempunyai efek samping pada
saluran cerna yaitu kembung dan flatulens.
Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-
4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)
merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.
Peptida ini disekresi bila ada makanan yang
masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat
bagi insulin dan penghambat glukagon.
Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi
metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-
4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan
penglepasan insulin dan menghambat
penglepasan glukagon.
b) OBAT SUNTIKAN
Insulin
1. Insulin kerja cepat
2. Insulin kerja pendek
3. Insulin kerja menengah
4. Insulin kerja panjang
5. Insulin campuran tetap

Agonis GLP-1/incretin mimetik


• Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa
menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat penglepasan
glukagon
17
• Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan
sulfonilurea
• Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti
mualmuntah.

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini,


maka dapat dipahami bahwa yang menjadi dasar utama adalah
gaya hidup sehat (GHS). Semua pengobatan DM tipe 2 diawali
dengan GHS yang terdiri dari edukasi yang terus menerus,
mengikuti petunjuk pengaturan makan secara konsisten, dan
melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita
DM tipe 2 dapat terkendali kadar glukosa darahnya dengan
menjalankan GHS ini. Bila dengan GHS glukosa darah belum
terkendali, maka diberikan monoterapi OHO. (Ndraha S, 2014)

Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan


ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
glukosa darah. Pemberian OHO berbeda-beda tergantung
jenisnya. Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum makan.
Glinid diberikan sesaat sebelum makan. Metformin bisa
diberikan sebelum/sesaat/sesudah makan. Acarbose diberikan
bersama makan suapan pertama. Tiazolidindion tidak
bergantung pada jadwal makan, DPP-4 inhibitor dapat
diberikan saat makan atau sebelum makan. (Ndraha S, 2014)

Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah


belum terkendali maka diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk
terapi kombinasi harus dipilih 2 OHO yang cara kerja berbeda,
misalnya golongan sulfonilurea dan metformin. Bila dengan
GHS dan kombinasi terapi 2 OHO glukosa darah belum
terkendali maka ada 2 pilihan yaitu yang pertama GHS dan
kombinasi terapi 3 OHO atau GHS dan kombinasi terapi 2
OHO bersama insulin basal. Yang dimaksud dengan insulin

18
basal adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang, yang
diberikan malam hari menjelang tidur. (Ndraha S, 2014)

Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak


terkendali maka pemberian OHO dihentikan, dan terapi beralih
kepada insulin intensif. Pada terapi insulin ini diberikan
kombinasi insulin basal untuk mengendalikan glukosa darah
puasa, dan insulin kerja cepat atau kerja pendek untuk
mengendalikan glukosa darah prandial. Kombinasi insulin
basal dan prandial ini berbentuk basal bolus yang terdiri dari 1
x basal dan 3 x prandial. Tes hemoglobin terglikosilasi
(disingkat A1c), merupakan cara yang digunakan untuk menilai
efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Pemeriksaan
ini dianjurkan setiap 3 bulan, atau minimal 2 kali setahun.
(Ndraha S, 2014)

Kriteria pengendalian DM
Untuk mencegah komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik
yang merupakan sasaran terapi. Diabetes dinyatakan terkendali baik bila kadar
glukosa darah, A1c dan lipid mencapai target sasaran. (Ndraha S, 2014)

Metformin dan DM tipe 2


Sebagai salah satu obat hipoglikemik oral, metformin mempunyai beberapa
efek terapi antara lain menurunkan kadar glukosa darah melalui penghambatan
produksi glukosa hati dan menurunkan resistensi insulin khususnya di hati dan
otot. Metformin tidak meningkatkan kadar insulin plasma. Metformin
menurunkan absorbsi glukosa di usus dan meningkatkan sensitivitas insulin
melalui efek penngkatan ambilan glukosa di perifer. Studi-studi invivo dan
invitro membuktikan efek metformin terhadap fluidity membran palsma,
plasticity dari reseptor dan transporter, supresi dari mitochondrial respiratory
chain, peningkatan insulin-stimulated receptor phosphorylation dan aktivitas
tirosine kinase, stimulasi translokasi GLUT4 transporters, dan efek enzimatik
metabolic pathways. (Ndraha S, 2014)

19
Tatalaksana DM tipe-2 bukan hanya bertujuan untuk kendali glikemik,
tetapi juga kendali faktor risiko kardiovaskuler, karena ancaman mortalitas
dan morbiditas justru datang dari berbagai komplikasi kronik terebut. Dalam
mencapai tujuan ini, Metformin salah satu jenis OHO ternyata bukan hanya
berfungsi untuk kendali glikemik, tetapi juga dapat memperbaiki disfungsi
endotel, hemostasis, stress oksidatif, resistensi insulin, profil lipid dan
redistribusi lemak. Metformin terbukti dapat menurunkan berat badan,
memperbaiki sensitivitas insulin, dan mengurangi lemak visceral. Pada
penderita perlemakan hati (fatty liver), didapatkan perbaikan dengan
penggunaan Metformin. Metformin juga terbukti mempunyai efek protektif
terhadap komplikasi makrovaskular. Selain berperan dalam proteksi risiko
kardiovaskuler, studi-studi terbaru juga mendapatkan peranan neuroprotektif
Metformin dalam memperbaiki fungsi saraf, khususnya spatial memory
function dan peranan proteksi Metformin dalam karsinogenesis. Diabetes tipe-
2 mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena berbagai macam kanker
terutama kanker hati, pankreas, endometrium, kolorektal, payudara, dan
kantong kemih. Banyak studi menunjukkan penurunan insidens keganasan
pada pasien yang menggunakan Metformin. (Ndraha S, 2014)

Pedoman tatalaksana diabetes mellitus tipe-2 yang terbaru dari the


American Diabetes Association/ European Association for the Study of
Diabetes (ADA/EASD) dan the American Association of Clinical
Endocrinologists/American College of Endocrinology (AACE/ACE)
merekomendasikan pemberian metformin sebagai monoterapi lini pertama.
Rekomendasi ini terutama berdasarkan efek metformin dalam menurunkan
kadar glukosa darah, harga relatif murah, efek samping lebih minimal dan
tidak meningkatkan berat badan. Posisi Metformin sebagai terapi lini pertama
juga diperkuat oleh the United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) yang pada studinya mendapatkan pada kelompok yang diberi
Metformin terjadi penurunan risiko mortalitas dan morbiditas. UKPDS juga
mendapatkan efikasi Metformin setara dengan sulfonylurea dalam
mengendalikan kadar glukosa darah. Ito dkk dalam studinya menyimpulkan
bahwa metformin juga efektif pada pasien dengan berat badan normal.
(Ndraha S, 2014)
20
10. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu : (Fatimah RN, 2015)
• Komplikasi akut
a) Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai
normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada
penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar
gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat
mengalami kerusakan.
b) Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah
meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik,
Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
• Komplikasi Kronis
a) Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yangumum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan
darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner
(PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
b) Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama
terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik
retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi

C. Diabetik retinopati
1. Anatomi retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam duapertiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke anterior hamper sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora
serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar
6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal.
Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
21
sehingga juga berhubungan dengan membrane Bruch, koroid, dan sclera. Di
sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga
terbentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasi retina. Namun
pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat
kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat dibatasi. Hal ini
berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan
sclera, yang meluas ke taji sclera. Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas
melampaui ora serrata, di bawah pars plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan
epitel pada permukaan corpus ciliare dan permukaan posterior iris merupakan
perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina
berhadapan dengan vitreus. (Riordan Eva dan Whitcher JP, 2009)
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: (1)
membrane limitans interna; (2) lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson
sel ganglion yang berjalan menuju nervus opticus; (3) lapisan sel ganglion; (4)
lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel
amakrin dan sel bipolar; (5) lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin
dan horizontal; (6) lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor; (7) lapisan inti luar sel
fotoreseptor; (8) membrane limitans eksterna; (9) lapisan fotoreseptor segmen
dalam dan luar batang dan kerucut; dan (10) epitel pigmen retina. Lapisan-lapisan
dalam membrane Bruch sebenarnya merupakan membrane basalis epitel pigmen
retina. (Riordan Eva dan Whitcher JP, 2009)
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula berdiameter 5,5-6
mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-
cabang pembuluh darah retina temporal. Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi
sebagai area centralis, yang secara histologist merupakan bagian retina yang
ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara
anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung
pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan
zona avaskular retina pada angiografi fluoresens. Secara histologist, fovea
ditandai sebagai daerah yang mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa disertai
lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor berjalan
miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan
22
permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di tengah macula, 4 mm lateral
dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm yang secara klinis
tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan.
Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya
mengandung fotoreseptor kerucut. Gambaran histologist fovea dan foveola ini
memungkinkan diskriminasi visual yang tajam; foveola memberikan ketajaman
visual yang optimal. Ruang ekstraselular retina yang normalnya kosong cenderung
paling besar di macula. (Riordan Eva dan Whitcher JP, 2009)
Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat di
luar mebran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina; serta cabang-cabang dari arteria centralis retina, yang mendarahi dua
pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dalam rentan
terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi.
Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-
lubang. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina. (Riordan Eva dan Whitcher JP, 2009)

2. Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina meliputi arteriol
prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena. Kelainan patologik yang paling
dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah
perisit.Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Kapiler
membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut
mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok.
(Christopher, Dyana, Ruth, 2009)

3. Etiologi
Penyebab pasti retinopati diabetic belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa
lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan fisiologi
dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
23
Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang
muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini.
Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan
lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain: (Rahmawaty
R, 2008)
• Adhesif platelet yang meningkat
• Agregasi eritrosit yang meningkat
• Abnormalitas lipid serum
• Fibrinolisis yang tidak sempurna
• Abnormalitas dari sekresi growth hormone
• Abnormalitas serum dan viskositas darah

4. Klasifikasi
Retinopati diabetik digolongkan dalam 2 spekrum luas, yaitu (Nema dan
Nema, 2012; Wu et al., 2013; Nentwich dan Ulbig, 2015):
• Non-Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)
Non-proliferative diabetic retinopathy adalah RD tahap awal dan
paling sering ditemukan. Non-proliferative diabetic retinopathy dibagi
menjadi tiga derajat yaitu, NPDR ringan, sedang dan berat (Riordan Eva &
P.Whitcher, 2009). Gambaran yang dapat ditemui pada NPDR berupa
mikroaneurisma, perdarahan intraretina berupa dot dan blot, bercak-bercak
cotton wool, hard exudates, gambaran manik-manik pada vena (venous
beading), perdarahan berbentuk seperti nyala api, dan edema retina. Non-
proliferative diabetic retinopathy ringan ditandai dengan sedikitnya satu
mikroaneurisme. Non-proliferative diabetic retinopathy sedang ditemukan
mikroaneurisme yang meluas, pendarahan intraretina, gambaran manik-
manik pada vena (venous beading), dan cotton wool yaitu daerah retina
dengan gambaran bercak putih pucat dimana kapiler mengalami sumbatan.
Non-proliferative diabetic retinopathy berat digambarkan dengan aturan
4:2:1 yaitu ditemukan mikroaneurima di empat kuadran, dua gambaran
manik-manik pada vena, dan satu Intraretinal Microvaskular Abnormality

24
(IRMA). Non-proliferative diabetic retinopathy berat minimal ditemukan
satu dari tiga tanda tersebut dan apabila ditemukan dua tanda, NPDR berat
memiliki resiko progresif menjadi proliferative diabetic retinopathy
(Nema dan Nema, 2012; Riordan Eva dan P.Whitcher, 2009).

Non-proliferative diabetic retinopathy sering tidak menimbulkan


gejala. Non-proliferative diabetic retinopathy disertai Diabetik Makula
Edema (DME) dapat menurunkan atau mengancam penglihatan. Diabetik
makula edema merupakan penyebab kebutaan yang sering terjadi pada
DM tipe 2 dan membutuhkan penanganan klinis segera. Edema makula
disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina pada tingkat endotel kapiler
retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan kosntituen plama retina yang
difus kesekitarnya. Apabila hal tersebut menetap, maka akan terbentuk
kista berisi cairan yang dikenal edema makula kistoid dan dapat
menyebabkan gangguan visus yang menetap serta sukar diperbaiki (Nema
dan Nema, 2012; Pandelaki, 2009; Riordan Eva & P.Whitcher, 2009).
• Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR)
Komplikasi mata yang paling parah pada DM adalah PDR.
Proliferative diabetic retinopathy berkembang pada sekitar 5 % pasien
diabetes. Perubahan proliferasi adalah suatu respon dari Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) terhadap iskemik retina yang
disebakan oklusi kapiler pada pembuluh darah retina (Nema dan Nema,
2012). Proliferasi dapat ditemukan tumbuh pada optik disk
(Neovaskularization At The Optic Disk) atau di tempat lain di retina
(Neovaskularization Elsewhere) (Nentwich dan Ulbig, 2015). Iskemia
retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus
yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah yang
besar.

Proliferative diabetic retinopathy awal ditandai oleh kehadiran


pembuluh-pembuluh baru pada diskus optikus atau di bagian retina
manapun (Nentwich & Ulbig, 2015; Riordan-Eva dan W.hitcher, 2008).
Pembuluh darah baru tersebut hanya terdiri atas selapis sel endotel tanpa
sel perisit dan membrana basalis sehingga rapuh dan mudah mengalami
25
perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut berbahaya karena tumbuh
secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus hingga
menyebabkan perdarahan. Perdarahan kedalam vitreus akan menghalangi
transmisi cahaya dan akan menimbulkan gambaran berupa bercak warna
merah, abu-abu dan hitam pada lapangan penglihatan. Apabila perdarahan
terus berulang dapat terjadi fibrosis atau sikatrik. Oleh karena retina hanya
berupa lapisan tipis yang terdiri atas beberapa sel saja, sikatrik dan
jaringan fibrosis dapat menarik retina sampai terlepas (traksi vitroretina)
sehingga terjadi ablasio retina (retinal detachment) (Pandelaki, 2009).
Ablasi retina menyebabkan pemisahan retina neurosensorik dari epitel
pigmen retina. Bagian yang terpisah dari retina menyebabkan kecacatan
relatif pada lapangan pandang (scotoma) dan hilangnya ketajaman visual
dengan adanya kelainan yang melibatkan makula (Nentwich dan Ulbig,
2015). Keadaan tersebut juga dapat terbentuk di daerah stroma dari iris
meluas sampai ke sudut chamber anterior dan menghalangi trabecular
meshwork. Jaringan fibrosis yang terbentuk dapat menghambat aliran
keluar aquos humor dan menimbulkan glaukoma neovaskular yang
ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler. Ablasio retina dan
glaukoma neovaskular dapat menyebabkan kebutaan yang permanen
(Pandelaki, 2009).

5. Patofisiologi
Merupakan bentuk yang paling umum yang dijumpai dan merupakan
cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang
terkena. Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme
perubahannya tidak diketahui tetapi telah diteliti adanya perubahan endotel
vaskuler (penebalan membran basalis dan hilangnya perisit) dan gangguan
hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet). Di sini perubahan
mikrovaskuler pada retina terbatas pada lapisan retina (intra retina). Karakteristik
pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multipel yang dibentuk kapiler-
kapiler yang membentuk kantong-kantong kecil yang menonjol seperti titik-titik,
vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intra retina.
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena

26
lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan
perdarahan bentuk titik-titik atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam
tempat sel-sel akson berorientasi vertikal. (Christopher, Dyana, Ruth, 2009)

Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik
non proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler
dan kebocoran plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton
wall spot), infark pada lapisan serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi
yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas
dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler abnormal
(IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik. Bila satu dari keempatnya
dijumpai maka ada kecenderungan progresif. (Christopher, Dyana, Ruth, 2009)

Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan


melalui dua mekanisme yaitu: (Christopher, Dyana, Ruth, 2009)
• Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra
retina yang menyebabkan iskemik makular.
• Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema
makular.

6. Faktor resiko
Faktor yang berpengaruh pada kejadian RD adalah faktor internal
(unmodifiable risk factor) dan faktor eksternal (modifiable risk factor) (Lee et al.,
2015).
• Faktor Internal
a) Durasi Diabetes
Pada penelitian yang dilakukan di Amerika, Eropa, Australia
dan Asia menemukan angka kejadian RD pada pasien DM tipe 2
setelah 10 tahun sebesar 18 % dan meningkat hingga 52,12 %
setelah 20 tahun (Yau et al., 2012). Pasien DM tipe 2 yang baru
terdiagnosa ditemukan memiliki angka kejadian RD sebesar 1,4 %
dan setelah 10 tahun jumlahnya meningkat menjadi 42 % (Rani et
al., 2009).

27
b) Usia
Penelitian Rani et al (2009) pada 4671 penderita RD yang
berusia > 60 tahun memiliki angka kejadian paling tinggi yaitu
sebesar 41.00 % diikuti oleh usia 50-59 tahun (37.27 %) , usia 40-
49 tahun (18,1%) dan usia 30-39 tahun (3,68 %).
c) Jenis Kelamin
Wisconsin Epidemiology Study of Diabetic Retinopathy (2009)
menyebutkan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi atas
progresivitas RD sebesar 33 %. Penelitian Rani et al (2009)
menemukan dari 4671 penderita RD, laki-laki memilki angka
kejadian RD sebesar 55,29 % (Rani et al., 2009).
• Faktor Eksternal
a) Hipertensi
Berbagai penelitian epidemiologi mengidentifikasi hipertensi
sebagai faktor risiko PDR dan DME. Tekanan darah arteri ke nilai
target < 150/85 mm Hg menurunkan laju perkembangan RD
sebesar 34 % (Lee et al., 2015). Penelitian Yau et al (2012)
menemukan penderita DM dengan tekanan darah >140/90 mmHg
menderita RD dengan angka kejadian 39.6% dan pasien DM
dengan tekanan darah <140/90 mmH memiliki angka kejadian 30.8
%.
b) Dislipidemia
Kolesterol total serum yang lebih tinggi dikaitkan dengan
peningkatan angka kejadian DME dan RD. Penderita DM tipe 2
yang menunjukan penggunaan fenofibrate dikaitkan dengan
penurunan tingkat perkembangan RD secara signifikan dan
kebutuhan untuk laser fotokoagulasi (Lee et al., 2015; Yau et al.,
2012).
c) Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan salah satu faktor risiko terpenting
untuk RD. Sebuah studi metaanalisis berbasis tiga populasi besar
menemukan hubungan antara HbA1C dengan angka kejadian
retinopati diabetik. Kadar gula darah puasa dan gula darah
postpandrial tidak dapat digunakan untuk menggambarkan angka
28
kejadian retinopati (Lee et al, 2015; Mohamed et al, 2007; Wong et
a., 2008).

Kadar HbA1c lebih rendah dari 7% adalah target untuk kontrol glikemik di
sebagian besar pasien, sedangkan pada pasien tertentu, dapat ditetapkan target
lebih rendah dari 6,5% (American Academy of Ophtalfmology, 2016). Menurut
Jin et 25 al (2015) perkembangan retinopati dapat terjadi pada kadar HbA1C yang
terkontrol (5,2 – 6,4%) meskipun dengan HbA1C tinggi akan menyebabkan
perkembangannnya semakin cepat. Sehingga, kadar HbA1C yang semakin tinggi
dikaitkan dengan peningkatan perkembangan RD.

7. Gejala
Retinopati diabetik pada tahap awal sering tidak menimbulkan gejala sehingga
pasien DM sering tidak menyadarinya. Retinopati Diabetik yang progresif dapat
meimbulkan sejumlah gejala sebagai berikut (American Academy of
Ophthalmology, 2016) : (Christopher, Dyana, Ruth, 2009 ; Arisandi R, 2017)
• Terdapat spots, dots atau cobweb-like dark strings seperti mengambang
dalam penglihatan ( disebut floaters ).
• Penglihatan kabur
• Penglihatan yang berubah-ubah secara periodik dari kabur menjadi jernih
• Blank atau terdapat area gelap di lapang pandang
• Penglihatan malam yang menurun
• Terdapat gangguan penglihatan warna (colors appear washed out)
• Penurunan penglihatan
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:
• Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama
daerah vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di
dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah
ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan
kelainan diabetes mellitus dini
pada mata.
• Dilatasi pembuluh darah balik

29
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan
berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-
kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
• Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat
memberikan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil.
Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma
atau pecahnya kapiler.
• Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan
eksudat berupa pungtata, kemudian membesar dan bergabung.
• Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di
daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis
tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma
dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya
lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan eksudat
intra retina (lihat gambar 14).
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular
oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:
a) Edema retina 500 µm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
b) Hard eksudat jaraknya 500 µmdari fovea sentralis, yang
berhubungan dengan retina yang menebal.
c) Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 µm) atau lebih, dengan
jarak dari fovea sentralis 1 disk.

8. Pemeriksaan penunjang
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada
retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic
menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat
bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non
30
proliferative (lihat gambar 16). Dijumpai kelainan pada elektroretinografik juga
memiliki hubungan dengan keparahan retinopati dan dapat membantu
memperkirakan perkembangan retinopati. Tes angiografi menggunakan kontras
untuk melihat aliran darah dan kebocoran. Kontras yang digunakan berbeda
dengan yang digunakan di CT-scan atau IVP, karena kontras ini tidak memakai
yodium. (Christopher, Dyana, Ruth, 2009)

9. Penatalaksanaan
Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mencegah
perkembangan retinopati diabetik. (Rahmawaty R, 2008)
• Pencegahan
Suatu fakta dikemukakan bahwa insiden retinopati diabetic ini
tergantung pada durasi menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya.
Hal sederhana yang terpenting yang dapat dilakukan oleh penderita
diabetes untuk dapat mencegah terjadinya retinopati adalah dengan
mengontrol gula darah, selain itu tekanan darah, masalah jantung, obesitas
dan lainnya harus juga dikendalikan dan diperhatikan.
• Pengobatan
Focus pengobatan pada pasien retinopati diabetic non proliferative
tanpa edema macula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan
penyakit sistemik lainnya. Terapi Laser argon fokal terhadap titik-titik
kebocoran retina pada pasien yang secara klinis menunjukkan edema
bermakna dapat memperkecil resiko penurunan penglihatan dan
meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata dengan edema macula
diabetic yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya hanya dipantau
secara ketat tanpa terapi laser.
Untuk retinopati diabetic proliferative biasanya diindikasikan
pengobatan dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara
bermakna menurunkan kemungkinan pendarahan massif korpus vitreum
dan pelepasan retina dengan cara menimbulkan regresi dan pada sebagian
kasus dapat menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut,
kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerja dengan
mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami iskemik.

31
Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur diseluruh retina, tidak
mengenai bagian sentral yang dibatasi oleh diskus dan pembuluh vascular
temporal utama.
Untuk penatalaksanaan konsevatif penglihatan monocular yang
disebabkan oleh perdarahan korpus vitreum diabetes pada pasien binocular
adalah dengan membiarkan terjadinya resolusi spontan dalam beberapa
bulan.
Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk retinopati diabetic
proliferative masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan
atau memulihkan penglihatan yang baik. (Rahmawaty R, 2008)

10. Prognosis
Pada mata yang mengalami edema macular dan iskemik yang bermakna akan
memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata
dengan edema dan perfusi yang relative baik. (Rahmawaty R, 2008)

D. Kerangka Teori

Gejala:
Faktor resiko:
1. Polidipsia
1. Obesitas 2. Poliuria
2. Hipertensi 3. Polifagia
3. Riwayat DM keluarga 4. Penurunan berat
4. Umur badan
5. Riwayat bersalin
6. Alkohol dan rokok

Diagnosis:
Diabetes Melitus
5. Keluhan
6. Pemeriksaan kadar
glukosa darah
Tingkat pengetahuan

32
Retinopati diabetik
E. Kerangka Konsep

Pengetahuan pasien
DM Retinopati diabetik

Faktor-faktor yang
mempengaruhi:

1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Lama menderita DM

33
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif observasional. Peneliti akan
mengetahui tingkat kesadaran pasien diabetes mellitus terhadap terjadinya penyakit
diabetik retinopati melalui pengisian kuisioner yang diisi langsung oleh pasien

B. Waktu dan lokasi penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di RS Wahidin pada bulan September 2017
sampai November 2017.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi target dari penelitian ini adalah pasien yang berobat di poliklinik
endokrin RS Wahidin Sudirohusodo.
2. Sampel
Sampel adalah pasien diabetes melitus tipe 2 yang berobat di poliklinik endokrin
di RS Wahidin Sudirohusodo dari bulan Oktober-November.

D. Metode pengambilan sampel


Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling.
Besar sampel penelitian yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus
Lemeshow

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal

N= perkiraan populasi penelitian

z = deviat baku alfa ditetapkan = 1.96

P = perkiraan proporsi atribut yang diteliti

34
d = tingkat ketelitian yang dipilih = 0,05

= 177,02 sampel

Sehingga jika berdasarkan rumus tersebut maka n yang didapatkan adalah


sampel 177,02 sampel, sehingga pada penelitian ini setidaknya peneliti harus
mengambil data dari sampel sekurang-kurangnya sejumlah 177 orang.

E. Sarana Penelitian
Sarana yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner

F. Identifikasi Variabel
1. Variabel independen : Tingkat pengethauan pasien diabetes melitus
2. Variabel dependen : Retinopati diabetik

G. Definisi Operasional
1. Tingkat pengetahuan:
• Baik, bila subjek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh
pertanyaan
• Cukup, bila subjek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh
pertanyaan
• Kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar <56% dari seluruh
pertanyaan
2. Diabetes mellitus adalah pasien yang berdasarkan data rekam medik yang
diambil dan telah didiagnosis oleh dokter poliklinik

35
3. Retinopati diabetik adalah pasien yang berdasarkan data rekam medik yang
diambil dan telah didiagnosis oleh dokter poliklinik
4. Umur merupakan usia pasien dari awal kelahiran sampai pada saat penelitian
ini dilakukan yang dihitung dari ulang tahun terakhir dengan alat bantu Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau akta kelahiran. Umur diukur dalam satuan tahun.
Umur diklasifikasikan menjadi:
• Masa dewasa awal: 26-35 tahun
• Masa dewasa akhir: 36-45 tahun
• Masa lansia awal: 46-55 tahun
• Masa lansia akhir: 56-65 tahun
• Masa manula: >65 tahun
5. Jenis kelamin adalah pembagian tanda fisik yang teridentifikasi pada pasien
dan dibawa sejak dilahirkan yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-laki dan
jenis kelamin perempuan
6. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pasien untuk
mendapatkan penghasilan, terbagi menjadi:
• PNS adalah orang yang bekerja di pemerintahan, yang sudah mendapat
izin kerja dan sudah memenuhi standar pekerja yang layak
• Pegawai swasta adalah orang yang bekerja di suatu badan yang bukan
di pemerintahan
• Tidak bekerja adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan atau orang
yang sudah pensiun
7. Pendidikan adalah status pendidikan akhir yang ditempuh oleh pasien yang
dibedakan menjadi:
• Sekolah dasar (SD)
• Sekolah Menengah Pertama (SMP)
• Sekolah Menengah Atas (SMA)
• Diploma (D1, D2, D3)
• Perguruan tinggi (S1, S2, S3)
8. Lama menderita DM adalah rentang waktu pasien menderita DM tipe 2,
dihitung mulai dari awal pertama kali didiagnosis terkena DM oleh dokter
sampai saat dilakukan penelitian, terbagi menjadi:
• 1-5 tahun

36
• 6-10 tahun
• > 10 tahun
9. Jenis pembiayaan atau asurasi yang dimiliki adalah terdaftarnya responden
sebagai salah satu peserta asuransi kesehatan, terbagi menjadi:
• BPJS adalah orag yang asuransi kesehatannya berasal pemerintah
• Asuransi swasta adalah orang yang asuransi kesehatannya berasal dari
pihak swasta
• Umum adalah orang yang tidak memliki asuransi

H. Alur Penelitian

Pasien diabetes

Tidak setuju

Informed consent dan penjelasan penelitian


Setuju

Pengisian kuisioner

Pemeriksaan kuisioner

Analisis data

37
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-November 2017
di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makassar dengan membagikan kuisioner
kepada pasien diabetes melitus tipe 2 yang berobat di poliklinik endokrin RS Wahidin
Sudirohusodo dan didapatkan sebanyak 177 pasien.

B. Analisis Peneitian
1. Tingkat Pengetahuan secara umum
Pengetahuan secara umum yang dimaksud oleh peneliti disini adalah
jumlah keseluruhan pasien yang telah mengisi kuesioner dengan
mengakumulatifkan jawaban dari 177 orang pasien sehingga peneliti mendapatkan
tingkat pengetahuan secara keseluruhan dari pasien. Berikut adalah distribusi
tingkat pengetahuan secara umum :

Tabel 1. Tingkat Pengetahuan Pasien Secara Umum


Tingkat Persentase (%)
Jumlah
Pengetahuan
Baik 90 50,8

Cukup 86 48,6

Kurang 1 0,6

Total 177 100

38
Grafik 1. Tingkat Pengetahuan Pasien Secara Umum

Berdasarkan tabel dan grafik 1 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pasien


DMT2 di RS Wahidin Sudirohusodo umumnya berpengetahuan baik yaitu
sebanyak 90 orang (50,8%), sedangkan yang berpengetahuan cukup sebanyak 86
orang (48,6%) dan berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (0,6%)

2. Deskripsi Karateristik umum sampel


Karateristik Sampel menurut Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan,
Pekerjaan, Lama menderita DM, Jenis Pembiayaan.
Sampel merupakan pasien yang berobat ke poliklinik Endokrin di RS Wahidin
Sudirohusodo. Sampel penelitian berjumlah 177 orang. Berdasarkan hasil
pengumpulan data, karateristik sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Distribusi Karateristik Umum Pasien

39
Karateristik Pembagian Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 78 44,1
Jenis Kelamin
Perempuan 99 55,9

Dewasa awal 14 7,9

Dewasa akhir 3 1,7

Usia Lansia awal 69 39,0

Lansia akhir 54 30,5

Manula 37 20,9

SD 15 8,5

SMP 22 12,5

Pendidikan SMA 56 31,6

Diploma 19 10,7

Perguruan Tinggi 65 36,7

PNS 65 36,7

Pekerjaan Swasta 32 18,1

Tidak Bekerja 80 45,2

1-5 tahun 69 39,0

Lama DM 6-10 tahun 70 39,5

> 10 tahun 38 21,5

BPJS 177 100,0

Jenis Pembiayaan Asuransi Swasta 0 0

Umum 0 0

40
Grafik 2. Distribusi Karateristik Umum Pasien

Berdasarkan tabel dan grafik 2, dapat dilihat bahwa pasien DMT2 yang datang
berobat di RS Wahidin Sudirohusodo lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan yaitu
99 orang (55,9%) dibandingkan jumlah paseien laki-laki yang sebesar 78 orang (44,1%).

Jika dilihat dari kelompok usianya, persentase tertinggi yaitu pada kelompok usia
lansia awal (46-55 tahun) yaitu sebanyak 69 orang (39%), dan paling sedikit pada kelompok
usia dewasa akhir (36-45 tahun), yaitu hanya sebanyak 3 orang (1,7%).

Jika dilihat karateristik pasien dari kelompok pendidikannya, umumnya terakhir


mengenyam pendidikan pada tingkat Perguruan Tinggi (S1,S2,S3) sebanyak 65 orang
(36,7%), dan yang paling sedikit pada tingkat SD sebanyak 15 orang (8,5%).

Dapat juga dilihat dari jenis pekerjaan pasien, kebanyakan pasien yang datang
berobat tidak bekerja yaitu sebanyak 80 orang (45,2%), dan paling sedikit pada kelompok
Swasta yaitu sebanyak 32 orang (18,1%)

41
Sedangkan berdasarkan lamanya penyakit DM yang diderita pasien, persentase
tertinggi yaitu 6-10 tahun sebanyak 70 0rang (39,5%) dan persentase terendah pada
kelompok > 10 tahun yaitu sebanyak 38 orang (21,5%)

Dan terakhir dapat dilihat karateristik pasien dari jenis pembiayaan yang semuanya
menggunakan BPJS (100%)

3. Tingkat Pengetahuan Sampel mengenai Komplikasi DM


Setelah kuisioner dikumpulkan dan diolah, diperoleh data yang disajikan dalam
bentuk distribusi tabel dan grafik yang menggambarkan tingkat pengetahuan
pasien diabetes mengenai komplikasi diabetes yaitu retinopati diabetik yang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Gambaran Tingkat Pengetahuan mengenai Komplikasi DM

Tingkat Persentase (%)


Jumlah
Pengetahuan
Baik 109 61,6

Cukup 63 35,6

Kurang 5 2,8

Total 177 100

42
Grafik 3. Gambaran Tingkat Pengetahuan mengenai Komplikasi DM

Berdasarkan tabel dan grafik 3, tingkat pengetahuan pasien mengenai Komplikasi


DM umumnya berada pada kategori baik, yaitu sebanyak 109 orang (61,6%).
Selebihnya berada di kategori cukup dan kurang, yaitu sebanyak 63 orang (35,6%)
dan 5 orang (2,8%).

4. Crosstab Komplikasi DM dengan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan,


Pekerjaan, Lama menderita Diabetes, Jenis Pembiayaan

Tabel 4. Crosstab Komplikasi DM dengan Karateristik Umum

43
Baik Cukup Kurang
Persentase Persentase Persentase
Jumlah Jumlah Jumlah
(%) (%) (%)
Laki-laki 51 28,80 23 13,00 4 2,30
Jenis Kelamin
Perempuan 58 32,70 40 22,60 1 0,60
Dewasa awal 2 1,10 0 0 1 0,60
Dewasa akhir 7 4,00 6 3,40 1 0,60
Usia Lansia awal 37 20,90 17 9,60 0 0
Lansia akhir 40 22,60 26 14,70 3 1,70
Manula 23 13,00 14 7,90 0 0
SD 5 2,80 9 5,10 1 0,60
SMP 10 5,60 10 5,60 2 1,10
Pendidikan SMA 36 20,30 19 10,70 1 0,60
Diploma 13 7,30 6 4,40 0 0
Perguruan Tinggi 45 25,40 19 10,70 1 0,60
PNS 48 27,10 17 9,60 0 0
Pekerjaan Swasta 17 9,60 12 6,80 3 1,70
Tidak bekerja 44 24,90 34 19,20 2 1,10
1-5 tahun 41 23,20 23 13,00 5 2,80
Lama DM
6-10 tahun 44 24,90 26 14,70 0 0
> 10 tahun 24 13,60 14 7,90 0 0
BPJS 109 61,60 63 35,60 5 2,80
Jenis
Asuransi swasta 0 0 0 0 0 0
Pembiayaan
Umum 0 0 0 0 0 0

Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa:

a. Tingkat pengetahuan pasien mengenai komplikasi DM yang berpengetahuan


baik, tertinggi pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 58 orang
(32,8%), sedangkan pada laki-laki sebanyak 51 orang (28,8%). Yang
berpengetahuan cukup tertinggi pada perempuan sebanyak 40 orang (22,6%)
dan terendah pada laki-laki sebanyak 23 orang (13,0%). Yang berpengetahuan

44
kurang, tertinggi pada laki-laki sebanyak 4 orang (2,3%) dan terendah pada
perempuan sebanyak 1 orang (0,6%)
b. Tingkat pengetahuan pasien mengenai komplikasi DM yang berpengetahuan
baik, tertinggi pada kelompok usia lansia akhir yaitu sebesar 40 orang (22,6%)
dan terendah pada kelompok usia dewasa awal yaitu sebanyak 2 orang (1,1%).
Yang berpengetahuan cukup, tertinngi pada lansia akhir sebanyak 26 orang
(14,7%) dan terendah pada dewasa awal sebanyak 0 orang (0%). Yang
berpengetahuan kurang, tertinggi pada lansia akhir sebanyak 3 orang (1,7%)
dan terendah pada lansia awal dan manula 0 orang (0%)
c. Tingkat pengetahuan pasien berdarsarkan pendidikannya yang berpengetahuan
baik, tertinggi pada kelompok SMA yaitu sebanyak 36 orang (20,3%) dan
terendah pada kelompok SD yaitu sebanyak 5 orang (2,8%). Yang
berpengetahuan cukup, tertinggi pada diploma dan perguruan tinggi sebanyak
19 orang (10,7%) dan terendah pada diploma sebanyak 6 orang (3,4%). Yang
berpengetahuan kurang, tertinggi pada SMP sebanyak 2 orang (1,1%) dan
terendah pada diploma 0 orang (0%)
d. Tingkat pengetahuan pasien yang berpengetahuan baik berdasarkan pekerjaan,
tertinggi pada kategori PNS yaitu 48 orang (27,1%) dan terendah pada
kategori Swasta yaitu 17 orang (9,6%). Yang berpengetahuan cukup, tertinggi
pada tidak bekerja 34 orang (19,2%) dan terendah pada swasta sebanyak 12
orang (6,8%). Yang berpengetahuan kurang, tertinggi pada swasta sebanyak 3
orang (2,7%) dan terendah pada PNS 0 orang (0 %)
e. Tingkat pengetahuan pasien berdasarkan lama DM yang dideritanya, yang
berpengetahuan baik, tertinggi pada kelompok 6-10 tahun yaitu sebanyak 44
orang (24,9%) dan terendah pada > 10 tahun sebanyak 24 orang (13,6%).
Yang berpengetahuan cukup, tertinggi pada 6-10 tahun sebanyak 26 orang
(14,7%) dan terendah pada >10 tahun sebanyak 14 orang (7,9%). Yang
berpengetahuan kurang, tertinggi pada 1-5 tahun sebnyak 5 orang (2,8%) dan
terendah pada 6-10 tahun dan > 10 tahun sebanyak 0 orang (0%)
f. Tingkat pengetahuan pasien berdasarkan jenis pembiayaan, yang
berpengetahuan baik pada kelompok BPJS sebanyak 109 orang (61,6%). Yang
berpengetahuan pada BPJS sebanyak 63 orang (35,6%). Yang berpengetahuan
kurang sebanyak 5 orang (2,8%)

45
5. Tingkat Pengetahuan Sampel mengenai Skrining Retinopati Diabetik
Setelah kuisioner dikumpulkan dan diolah, diperoleh data yang disajikan dalam
bentuk distribusi tabel dan grafik yang menggambarkan tingkat pengetahuan
pasien diabetes mengenai skrining RD yang dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 5. Gambaran Tingkat Pengetahuan mengenai Skrining RD

Tingkat
Jumlah Persentase (%)
Pengetahuan

Baik 16 9,0

Cukup 150 84,8

Kurang 11 6,2

Total 177 100,0

Grafik 5. Gambaran Tingkat Pengetahuan mengenai Skrining RD

46
Berdasarkan tabel dan grafik 5, tingkat pengetahuan pasien mengenai Skrining
RD umumnya berada pada kategori cukup, yaitu sebanyak 150 orang (84,8%).
Kemudian diikuti kategori baik sebanyak 16 orang (9%) dan terakhir kategori
kurang sebanyak 11 orang (6,2%).

6. Crosstab Skrining Retinopati Diabetik dengan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat


Pendidikan, Pekerjaan, Lama menderita Diabetes, Jenis Pembiayaan
Tabel 6. Crosstab Skrining RD dengan Karateristik umum

Baik Cukup Kurang


Persentase Persentase Persentase
Jumlah Jumlah Jumlah
(%) (%) (%)
Laki-laki 7 4,00 67 37,90 4 2,30
Jenis Kelamin
Perempuan 9 5,10 83 46,90 7 4,00
Dewasa awal 1 0,60 2 1,10 0 0
Dewasa akhir 1 0,60 12 6,80 1 0,60
Usia Lansia awal 7 4,00 44 24,90 3 1,70
Lansia akhir 5 2,80 58 32,80 6 3,40
Manula 2 1,10 34 19,20 1 0,60
SD 0 0 12 6,80 3 1,70
SMP 3 1,70 18 10,20 1 0,60
Pendidikan SMA 2 1,10 49 27,70 5 2,80
Diploma 1 0,60 18 10,20 0 0
Perguruan Tinggi 10 5,60 53 29,90 2 1,10
PNS 6 3,40 57 32,20 2 1,10
Pekerjaan Swasta 2 1,10 28 15,80 2 1,10
Tidak bekerja 8 4,50 65 36,70 7 4,00
1-5 tahun 7 4,00 58 32,80 4 2,30
Lama DM
6-10 tahun 5 2,80 60 33,90 5 2,80
> 10 tahun 4 2,30 32 18,10 2 1,10
BPJS 16 9,00 150 84,70 11 6,20
Jenis
Asuransi swasta 0 0 0 0 0 0
Pembiayaan
Umum 0 0 0 0 0 0

47
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa:

a. Tingkat pengetahuan pasien mengenai skrining RD yang berpengetahuan baik,


tertinggi pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 9 orang (5,1%),
sedangkan pada laki-laki sebanyak 7 orang (4,0%). Yang berpengetahuan
cukup tertinggi pada perempuan sebanyak 83 orang (46,9%) dan terendah
pada laki-laki sebanyak 67 orang (37,9%). Yang berpengetahuan kurang,
tertinggi pada perempuan sebanyak 7 orang (4,0%) dan terendah pada laki-laki
sebanyak 4 orang (2,3%)
b. Tingkat pengetahuan pasien mengenai skrining RD yang berpengetahuan baik,
tertinggi pada kelompok usia lansia awal yaitu sebesar 7 orang (4,0%) dan
terendah pada kelompok usia dewasa awal dan dewasa akhir yaitu sebanyak 1
orang (0,6%). Yang berpengetahuan cukup, tertinngi pada lansia akhir
sebanyak 58 orang (32,8%) dan terendah pada dewasa awal sebanyak 2 orang
(1,1%). Yang berpengetahuan kurang, tertinggi pada lansia akhir sebanyak 6
orang (3,4%) dan terendah pada dewasa awal 0 orang (0%)
c. Tingkat pengetahuan pasien berdarsarkan pendidikannya yang berpengetahuan
baik, tertinggi pada kelompok Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 10 orang
(5,6%) dan terendah pada kelompok SD yaitu sebanyak 0 orang (0%). Yang
berpengetahuan cukup, tertinggi pada perguruan tinggi sebanyak 53 orang
(29,9%) dan terendah pada SD sebanyak 12 orang (6,8%). Yang
berpengetahuan kurang, tertinggi pada SMA sebanyak 5 orang (2,8%) dan
terendah pada diploma 0 orang (0%)
d. Tingkat pengetahuan pasien yang berpengetahuan baik berdasarkan pekerjaan,
tertinggi pada kategori tidak bekerja yaitu 8 orang (4,5%) dan terendah pada
kategori Swasta yaitu 2 orang (1,1%). Yang berpengetahuan cukup, tertinggi
pada tidak bekerja 65 orang (36,7%) dan terendah pada swasta sebanyak 28
orang (15,8%). Yang berpengetahuan kurang, tertinggi pada tidak bekerja
sebanyak 7 orang (4,0%) dan terendah pada PNS dan swasta sebanyak 2 orang
(1,1 %)
e. Tingkat pengetahuan pasien berdasarkan lama DM yang dideritanya, yang
berpengetahuan baik, tertinggi pada kelompok 1-5 tahun yaitu sebanyak 7
orang (4,0%) dan terendah pada > 10 tahun sebanyak 4 orang (2,3%). Yang
berpengetahuan cukup, tertinggi pada 6-10 tahun sebanyak 60 orang (33,9%)

48
dan terendah pada >10 tahun sebanyak 32 orang (18,1%). Yang
berpengetahuan kurang, tertinggi pada 6-10 tahun sebnyak 5 orang (2,8%) dan
terendah pada > 10 tahun sebanyak 2 orang (1,1%)
f. Tingkat pengetahuan pasien berdasarkan jenis pembiayaan, yang
berpengetahuan baik pada kelompok BPJS sebanyak 16 orang (9,0%). Yang
berpengetahuan pada BPJS sebanyak 150 orang (84,7%). Yang
berpengetahuan kurang sebanyak 11 orang (6,2%)

7. Tingkat Pengetahuan Sampel mengenai Penatalaksanaan Retinopati Diabetik


Setelah kuisioner dikumpulkan dan diolah, diperoleh data yang disajikan dalam
bentuk distribusi tabel dan grafik yang menggambarkan tingkat pengetahuan
pasien diabetes mengenai peanatalaksanaan RD yang dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 7. Gambaran Tingkat Pengetahuan mengenai Penatalaksanaan RD

Tingkat Persentase (%)


Jumlah
Pengetahuan
Baik 98 55,4

Cukup 71 40,1

Kurang 8 4,5

Total 177 100,0

49
Grafik 7. Gambaran Tingkat Pengetahuan mengenai Penatalaksanaan RD

Berdasarkan tabel dan grafik 7, tingkat pengetahuan pasien mengenai


penatalaksanaan RD umumnya berada pada kategori baik, yaitu sebanyak 98
orang (55,4%), kemudian diikuti kategor cukup sebanyak 71 orang (40,1%) dan
terakhir kategori kurang sebanyak 8 orang (4,5 %).

8. Crosstab Penatalaksanaan Retinopati Diabetik dengan Jenis Kelamin, Usia,


Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, Lama menderita Diabetes, Jenis Pembiayaan

50
Tabel 8. Crosstab Penatalaksanaan RD dengan Karateristik umum

Baik Cukup Kurang


Persentase Persentase Persentase
Jumlah Jumlah Jumlah
(%) (%) (%)
Laki-laki 47 26,60 27 15,30 4 2,30
Jenis Kelamin
Perempuan 51 28,80 44 24,90 4 2,30
Dewasa awal 2 1,10 1 0,60 0 0,00
Dewasa akhir 7 4,00 6 3,40 1 0,60
Usia Lansia awal 35 19,80 18 10,20 1 0,60
Lansia akhir 34 19,20 31 17,50 4 2,30
Manula 20 11,30 15 8,50 2 1,10
SD 7 4,00 7 4,00 1 0,60
SMP 11 6,20 9 5,10 2 1,10
Pendidikan SMA 29 16,40 24 13,60 3 1,70
Diploma 7 4,00 12 6,80 0 0,00
Perguruan Tinggi 44 24,90 19 10,70 2 1,10
PNS 40 22,60 24 13,60 1 0,60
Pekerjaan Swasta 14 7,90 16 9,00 2 1,10
Tidak bekerja 44 24,90 31 17,50 5 2,80
1-5 tahun 38 21,50 29 16,40 2 1,10
Lama DM
6-10 tahun 38 21,50 28 15,80 4 2,30
> 10 tahun 22 12,40 14 7,90 2 1,10
BPJS 98 55,40 71 40,10 8 4,50
Jenis
Asuransi swasta 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Pembiayaan
Umum 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa:

a. Tingkat pengetahuan pasien mengenai penatalksanaan RD yang


berpengetahuan baik, tertinggi pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak
51 orang (28,8%), sedangkan pada laki-laki sebanyak 47 orang (26,6%).

51
Yang berpengetahuan cukup tertinggi pada perempuan sebanyak 44 orang
(24,9%) dan terendah pada laki-laki sebanyak 27 orang (15,3%). Yang
berpengetahuan kurang, jumlah laki-laki dan perempuan sama yaitu 4 orang
(2,3%)
b. Tingkat pengetahuan pasien mengenai penatalaksanaan RD yang
berpengetahuan baik, tertinggi pada kelompok usia lansia awal yaitu sebesar
35 orang (19,8%) dan terendah pada kelompok usia dewasa awal yaitu
sebanyak 2 orang (1,1%). Yang berpengetahuan cukup, tertinngi pada lansia
akhir sebanyak 31 orang (17,5%) dan terendah pada dewasa awal sebanyak 1
orang (0,6%). Yang berpengetahuan kurang, tertinggi pada lansia akhir
sebanyak 4 orang (2,3%) dan terendah pada lansia awal 0 orang (0%)
c. Tingkat pengetahuan pasien berdarsarkan pendidikannya yang berpengetahuan
baik, tertinggi pada kelompok Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 44 orang
(24,9%) dan terendah pada kelompok SD dan SMA yaitu sebanyak 7 orang
(4,0%). Yang berpengetahuan cukup, tertinggi pada SMA sebanyak 24 orang
(13,6%) dan terendah pada SD sebanyak 7 orang (4,0%). Yang
berpengetahuan kurang, tertinggi pada SMA sebanyak 3 orang (1,7%) dan
terendah pada diploma 0 orang (0%)
d. Tingkat pengetahuan pasien yang berpengetahuan baik berdasarkan pekerjaan,
tertinggi pada kategori tidak bekerja yaitu 44 orang (24,9%) dan terendah pada
kategori Swasta yaitu 14 orang (7,9%). Yang berpengetahuan cukup, tertinggi
pada tidak bekerja 31 orang (17,5%) dan terendah pada swasta sebanyak 16
orang (9,0%). Yang berpengetahuan kurang, tertinggi pada tidak bekerja
sebanyak 5 orang (2,8%) dan terendah pada PNS 1 orang (0,6 %)
e. Tingkat pengetahuan pasien berdasarkan lama DM yang dideritanya, yang
berpengetahuan baik, tertinggi pada kelompok 1-5 tahun dan 6-10 tahun yaitu
sebanyak 38 orang (21,5%) dan terendah pada > 10 tahun sebanyak 22 orang
(12,4%). Yang berpengetahuan cukup, tertinggi pada 1-5 tahun sebanyak 29
orang (16,4%) dan terendah pada >10 tahun sebanyak 14 orang (7,9%). Yang
berpengetahuan kurang, tertinggi pada 6-10 tahun sebnyak 4 orang (2,3%) dan
terendah pada 1-5 tahun dan > 10 tahun sebanyak 2 orang (1,1%)
f. Tingkat pengetahuan pasien berdasarkan jenis pembiayaan, yang
berpengetahuan baik pada kelompok BPJS sebanyak 98 orang (55,4%). Yang

52
berpengetahuan pada BPJS sebanyak 71 orang (40,1%). Yang berpengetahuan
kurang sebanyak 8 orang (4,5%)

9. Informasi tambahan mengenai alasan melakukan skrining mata


Tabel 9. Distribusi Gambaran Pasien Melakukan Skrining Mata

Jumlah Persentase (%)

Rujukan dari dokter 117 66,1

Kesadaran diri sendiri 15 8,5

Tidak pernah skrining 45 25,4

Total 177 100,0

Grafik 9. Distribusi Gambaran Pasien Melakukan Skrining Mata

Berdasarkan tabel dan grafik 9 dapat dilihat bahwa sebanyak 117 orang (66,1%)
memilih pilihan A sebagai jawaban terbanyak dimana pilihan A ini adalah
“Rujukan dari dokter”, kemudian diikuti 45 orang (25,4%) yang memlih pilihan
“Tidak pernah melakukan skrining” dan terakhir sebanyak 15 orang (8,5%)
memilih pilihan “Kesadaran diri sendiri”

53
10. Informasi tambahan mengenai dari mana mengetahui komplikasi diabetes

Tabel 10. Distribusi Gambaran Pasien Mengetahui Komplikasi Diabetes

Jumlah Persentase (%)

Dokter mata 82 46,3

Dokter umum 61 34,5

Internet 10 5,6

Keluarga 13 7,3

Saudara 3 1,7

Suster 3 1,7

Teman 5 2,8

Total 177 100,0

Grafik 10. Distribusi Gambaran Pasien Mengetahui Komplikasi Diabetes

Berdasarkan tabel dan grafik 10 dapat dilihat bahwa mayoritas pasien memilih
dokter mata yaitu sebanyak 82 orang (46,3%), kemudian dokter umum sebanyak

54
61 orang (34,5%), keluarga sebanyak 13 orang (7,3%), internet sebanyak 10
orang (5,6%), teman sebanyak 5 orang (2,8%) dan terakhir yaitu teman dan suster
sebanyak 3 orang (1,7%).

11. Informasi tambahan mengenai penghalang terbesar tidak melakukan skrining

Tabel 11. Distribusi Gambaran Penghalang Pasien Tidak Melakukan Skrining

Jumlah Persentase (%)

Kurangnya pengetahuan komplikasi DM 101 57,1

Kurangnya akses ke perawatan mata 4 2,3

Biaya/masalah asuransi 2 1,1

Keterbatasan waktu 64 36,2

Takut menemukan sesuatu buruk 6 3,3

Total 177 100,0

Grafik 11. Distribusi Gambaran Penghalang Pasien Tidak Melakukan Skrining

55
Berdasarkan tabel dan grafik 11 dapat dilihat bahwa mayoritas pasien memilih
pilihan A (Kurangnya pengetahuan tentang komplikasi diabetes pada mata) yaitu
sebanyak 101 orang (57,1%), kemudian diikuti pilihan D (Keterbatasan waktu)
yaitu sebanyak 64 orang (36,2%), pilihan E (takut menemukan sesuatu yang
buruk) sebagai urutan ketiga yaitu sebanyak 6 orang (3,4%), pilihan B
(Kurangnya akses ke perawatan mata) sebanyak 4 orang (2,3%), dan terakhir
pilihan C (biaya/masalah asuransi kesehatan) sebanyak 2 orang (1,1%)

56
BAB V

PEMBAHASAN

A. Tingkat Pengetahuan Pasien Secara Umum

Telah dilakukan penelitian mengenai gambaran tingkat pengetahuan


pasien DMT2 mengenai Retinopati Diabetik di RS Wahidin Sudirohusodo.
Total sampel yang mengikuti penelitian ini adalah 177 orang. Dari kuisioner
yang telah diisi sampel, diketahui mayoritas tingkat pengetahuan pasien
adalah berpengetahuan baik yaitu sebanyak 90 orang (50,8%), sisanya
berpengetahuan cukup yaitu 86 orang (48,6%) dan hanya 1 orang (0,6%)
yang berpengetahuan kurang. Jadi dari penelitian ini dapat diketahui tingkat
pengetahuan pasien DMT2 yang berobat di RS Wahidin Sudirohusodo, rata-
rata sudah memiliki pengetahuan yang baik mengenai komplikasi DM yaitu
Retinopati Diabetik.

B. Karateristik Pasien

1. Jenis Kelamin

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin, diperoleh data bahwa


perempuan lebih besar prevalensi DM dibandingkan laki-laki yaitu
sebanyak 99 orang (55,9%). Hal ini dapat diketahui bahwa perempuan
lebih cenderung beresiko dibanding laki-laki karena pada perempuan
banyak mengalami obesitas seperti penelitian RISKESDAS 2007 bahwa
obesitas pada perempuan lebih tinggi. Jumlah lemak pada perempuan
sekitar 20-25% dari berat badan (BB) total, lebih tinggi dari laki-laki
dewasa yang berkisar antara 15-20%.

57
2. Usia

Hasil penelitian berdasarkan kelompok usia, diperoleh data bahwa


penderita DMT2 yang tertinggi pada kelompok usia lansia awal (46-55
tahun) yaitu sebanyak 69 orang (39%), kemudian diikuti kelompok usia
lansia akhir (56-65 tahun) dan manula (>65 tahun). Dapat dilihat hasil
prevalensi DM sering terjadi setelah usia 40 tahun karena umumnya
manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun
dengan cepat setelah usia 40 tahun terutama organ pankreas yang
memproduksi insulin dalam darah (Suyono, 2008) oleh sebab itu diabetes
melitus beresiko muncul pada sesorang yang sudah memasuki usia
tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Golberg dan Coon
(2006) yang mengatakan kenaikan gula darah dipengaruhi faktor usia
karena semakin tinggi usia semakin tinggi gangguan kadar gula darah.

3. Pendidikan

Berdasarkan pendidikan diperoleh hasil bahwa prevalensi tertinggi


mederita diabetes adalah yang pendidikannya perguruan tinggi yaitu
sebanyak 65 orang (36,7%). Semakin tingginya tingkat pendidikan
seseorang maka dia akan cenderung untuk berprilaku positif karena
pendidikan yang diperoleh dapat meletakkan dasar–dasar pengertian
dalam diri seseorang (Sofiani, 2009). Sedangkan pendidikan merupakan
faktor yang penting pada pasien diabetes melitus untuk dapat memahami
dan mengatur dirinya sendiri serta dalam mengontrol gula darah.
Tingginya tingkat pendidikan akan berdampak pada pengetahuan pasien.
Menurut Notoatmodjo (2005), semakin tinggi tingkat pendidikan semakin
besar penegetahuan dan semakin mudah mengembangkan pengetahuan
yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan sesorang . Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan teori tersebut, karena penyakit DM

58
yang diderita sesorang bisa disebabkan oleh banyak faktor misalnya pola
hidup yang kurang baik.

4. Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan, dapat dilihat sebagian besar kelompok yang tidak


bekerja memiliki prevalensi tertinggi yaitu 80 orang (45,2%). Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sri tahun 2007 yang
mendapatkan hasil bahwa prevalensi tertinggi pada kelompok yang tidak
bekerja dan terendah pada kelompok yang bekerja. Diasumsikan bahwa
orang yang tidak bekerja memiliki gaya hidup yang kurang aktif sehingga
kurangnya aktifitas fisik yang dilakukan. Namun penelitian ini tidak
sejalan dengan terori Ernest dan Hu (2008) yang mengatakan bahwa
setiap orang yang memiliki jam kerja tinggi dengan jadwal yang tidak
teratur menjadi faktor penting dalam meningkatnya penyakit diabetes tipe
2.

5. Lamanya DM

Berdasarkan lamanya DM, diperoleh hasil prevalensi tertinggi pada 6-10


tahun yaitu sebanyak 70 orang (39,5%), kemudian diikuti 1-5 tahun
sebanyak 69 orang (39%), dan > 10 tahun sebanyak 38 orang (21,5%).
Pada penelitian ini, didapatkan selisih yang sangat tipis antara 6-10 tahun
dengan 1-5 tahun. Banyaknya pasien pada kelompok 6-10 tahun
disebabkan karena tergantung pasien sendiri untuk melakukan kunjungan.
Semakin lama menderita diabetes melitus tipe 2 tidak selalu diikuti
dengan meningkatnya kadar gula darah puasa. Pada dasarnya dalam
mengontrol gula darah tergantung dari kesadaran dan kepatuhan individu
melalui life style (Soegondo, 2011).

59
C. Tingkat Pengetahuan Pasien tentang Komplikasi DM
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan
pasien DMT2 adalah yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 109 orang
(61,6%), berpengetahuan cukup sebanyak 63 orang (35,6 %), berpengetahuan
kurang sebanyak 5 orang (2,8%). Dapat dilihat bahwa pasien diabetes yang
datang berobat ke poliklinik RS Wahidin Sudirohusodo rata-rata telah
memiliki pengetahuan yang baik yaitu mengetahui bahwa diabetes melitus
dapat menyebabkan retinopati diabetik. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Vankudre AJ et al (2013) dan Ullah F et al (2015)
yang menyatakan penderita DM memiliki tingkat pengetahuan yang baik
mengenai komplikasi DM. Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian Mwangi MW (2011) menyatakan 83% penderita DM pernah
mendengar tentang penyakit mata pada diabetes, 60% dari penderita yang
pernah mendengar penyakit mata pada diabetes mengetahui hubungaan
antara DM dan penyakit mata pada diabetes

D. Tingkat Pengetahuan Pasien tentang Skrining RD


Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan
pasien DMT2 megenai skrining Retinopati Diabetik adalah cukup yaitu
sebanyak 150 orang (84,7%). Pengetahuan merupakan domain penting
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2013). Proses pembelajaran
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan pada penderita sehingga terjadi
perubahan proses informasi, pengambilan keputusan dan emosi (Nurusalam,
2008). Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh
terhadap perilaku (Notoatmodjo, 2013). Pasien penderita diabetes melitus
dalam melakukan pemeriksaan mata secara tidak langsung dipengaruhi oleh
hasil tahu pasien mengenai retinopati diabetik. Dengan mendapatkan
informasi yang tepat, didukung oleh informasi yang disampaikan oleh dokter
maupun tenaga kesehatan lainnya mengenai diabetes melitus dengan

60
komplikasi retinopati diabetik yang dapat berakibat kebutaan mampu
mendukung perilaku positif pasien dalam melaksanakan skrining mata.

E. Tingkat Pengetahuan Pasien tentang Penatalaksanaan RD


Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan
pasien DMT2 yang berpengetahuan baik sebanyak 98 orang (55,4%),
berpengetahuan cukup sebanyak 71 orang (40,1%), berpengetahuan kurang
sebanyak 8 orang (4,5%). Dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien telah
memiliki pengetahuan baik yaitu mengetahui penatalaksanaan retinopati
diabetik. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan penderita diabetes
terhadap penatalaksanaan retinopati diabetik di RS Wahidin Sudirohusodo
berada pada tingkat pertama “tahu” (know) dan belum pada tingkat
pengetahuan selanjutnya. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Untuk mengukur seseorang tahu (know)
tentang sesuatu adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan
dan menyatakan sesuatu hal tersebut (Notoadmodjo, 2010). Salah satu yang
dapat dilakukan bagi penderita diabetes adalah dilakukannya pemeriksaan
dan deteksi awal dan pengobatan yang tepat pada penderita retinopati yang
dapat membantu mencegah, menghambat dan merubah kehilangan
penglihatan.

F. Informasi Tambahan
Pada penelitian ini, diketahui umumnya pasien DMT2 di RS Wahidin
Sudirohusodo melakukan skrining mata setelah adanya rujukan dari dokter
yaitu sebanyak 117 orang (66,1%), selain itu sangat disayangkan kesadaran
diri sendiri untuk melakukan skrining mata sangat sedikit yaitu sebanyak 15
orang (8,5%). Hal ini menunjukkan rendahnya inisiatif pasien untuk
melakukan pemeriksaan mata dan hanya memeriksakan mata jika ada
rujukan. Hal ini dapat diasumsikan karena masih kurangnya pengetahuan

61
mengenai retinopati diabetik yang dapat dilihat dari tabel 11, dimana
penghalang yang paling banyak untuk tidak melakukan skrining adalah
karena kurangnya pengetahuan tentang komplikasi diabetes pada mata
sebanyak 101 orang (57,1%). Hal ini juga sejalan dengan hasil tabel 10
dimana pengetahuan pasien mengenai retinopati diabetik diketahui setelah
melakukan kontol ke dokter mata.

62
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai tingkat pengetahuan
pasien DMT2 tentang retinopati diabetic di poliklinik RS Wahidin Sudirohusodo,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan pasien mengenai Retinopati Diabetik secara umum yang


diukur menggunakan kuisioner adalah berpengetahuan baik yaitu sebanyak 90
orang (50,8%).

b. Karateristik pasien DMT2 di RS Wahidin Sudirohusodo:

1. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 78 orang (44,1%), perempuan sebanyak


99 orang (55,9%)

2. Kelompok usia dewasa awal sebanyak 14 orang (7,9%), deawasa akhir


sebanyak 3 orang (1,7%), lansia awal sebanyak 69 orang (39%), lansia
akhir sebanyak 54 orang (30,5%), manula sebanyak 37 orang (20,9%)

3. Pendidikan SD sebanyak 15 orang (8,5%), SMP sebanyak 22 orang


(12,5%), SMA sebanyak 56 orang (31,6%), Diploma sebanyak 19 orang
(10,7%) , Perguruan tinggi sebanyak 65 orang (36,7)

4. Pekerjaan PNS sebanyak 65 orang (36,7%), Swasta sebanyak 32 orang


(18,1%), Tidak bekerja sebanyak 80 orang (45,2%)

5. Lama menderita DM, 1-5 tahun sebanyak 69 orang (39,0%), 6-10 tahun
sebanyak 70 orang (39,5%), > 10 tahun sebanyak 38 orang (21,5%)

6. Jenis pembiayaan yaitu 100% menggunakan BPJS

c. Tingkat pengetahuan pasien mengenai Komplikasi DM umumnya berada pada


kategori berpengetahuan baik sebanyak 109 orang (61,6%).

63
d. Tingkat pengetahuan pasien mengenai Skrining RD umumnya berada pada
kategori berpengetahuan cukup sebanyak 150 orang (84,8%)

e. Tingkat pengetahuan pasien mengenai penatalaksanaan RD umumnya berada


pada kategori baik sebanyak 98 orang (55,4%)

B. Saran
Setelah penelitian ini, peneliti mengharapkan beberapa hal antara lain
sebagai berikut:

a. Bagi dinas kesehatan sebaiknya sering melakukan penyuluhan mengenai


retinopati diabetik, sehingga masyarakat memiliki pengetahuan mengenai
retinopati diabetik dengan lebih menyeluruh dan tepat.

b. Bagi masyarakat untuk lebih aktif mengikuti penyuluhan kesehatan untuk


menambah pengetahuan mengenai salah satu komplikasi DM yaitu Retinopati
Diabetik.

c. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan dan menyelaraskan jumlah


sampel di kelompok jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan,
lama DM, dan jenis pembiayaan sehingga diperoleh jumlah yang sebanding

64
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. 2011. Diagnosis And Classification Of


Diabetes Mellitus.
2. Arisandi R. 2017. Hubungan kadar hba1c dengan angka kejadian
retinopati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengikuti
prolanis di puskesmas kedaton kota bandar lampung. Skripsi
3. Buraerah, Hakim. 2010. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe 2 di
Puskesmas Tanrutedong, Sidenreg Rappan. Skripsi. Available from
:http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID= 61&src=a&id=186192
4. Christopher, Dyana, Ruth. 2009. Retinopati Diabetik Proliferatif. Skripsi.
Available from: (Http://yayanakhyar.wordpress.com)
5. Fatimah RN. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Artikel Review. Available
from:
juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/615/619
6. Gultom YT. 2012. Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus Tentang
Managemen Diabetes Melitus di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Skripsi.
7. Iin Mutmainah. 2013. “Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Hipertensi
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar”. Skripsi. Surakarta
8. Ilyas Sidarta. 2008. Mata Tenang Penglihatan Menurun, dalam :
Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
9. Interna Publishing. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing

65
10. Irawan, Dedi. 2010. “Prevalensi dan Faktor Resiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe 2 di Daerah Urban di Indonesia”. Tesis FKMUI. Jakarta
11. Kemenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Infodantin. Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
12. Khampire MP , Mudey A, Goyal RC, Wagh V. 2011. Low awareness of
diabetes affecting the clinical outcome of patient A cross-sectional study
conducted in rural tertiary care hospital. Int J Biol Med Res. 627-630.
13. Mashige KP, Notshwelwka A, Moodley S, Rahmtool FH, Sayed SB,
Singh S et al. 2008. An Assessment of The Level of Diabetic Patients
Knowledge of Diabetes Mellitus, its Complications and Management in
Durban, South Africa. S Afe Optom 67(3) 95-105.
14. Mwangi MW, Githinji GG, Githinji FW. 2011. Knowledge and Awareness
of Diabetic Retinopathy Amongst Diabetic Patients in Kenyatta National
Hospital, Kenya. International Journal Of Humanities and Social Science
Vol. 1 No. 21;
15. Ndraha S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini.
Leading Article.
16. Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta
17. Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
18. Paul Riordan-Eva, Whitcher J. 2009. Vaughan & Asbury Oftalmologi
Umum. Jakarta: EGC
19. PERKENI. 2015. Konsensus dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2015
20. Rahmawaty R. 2008. Diabetik Retinopati. Skripsi
21. Ramaiah, Saviti. 2008. “Diabetes: Cara mengetahui Diabetes dan
Mendeteksinya Sejak Dini”. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta

66
22. Riwidikdo H. 2012. Statistik kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia
Press. hlm.57
23. Sustrani, Lanny dkk. 2006. “Diabetes”. PT: Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
24. Suyono,dkk. 2006. Diabetes Melitus di Indonesia, dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV jilid III. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
25. Vankudre AJ, Padhyegurjar MS, Jennifer HG, Padhyegurjar SB. 2013. A
Study to Assess Awareness Regarding Diabetes Mellitus and Factor
Affecting it, In a Tertiary Care Hospitalin Kancheepurum Distric.
Healthline pISSN 2239-337X337X/eISSN 2320-1525 Volume 4 Issue 2
July-December 2013
26. Van StadenD, Deutshman LP, Ganas S, Manickam M, Manillal A, Ndlovu
NS et al. 2015. Knowledge of Diabetes Mellitus and its Ocular
Complications Amongst Diabetic Patients Amongst Diabetic Patients
Attending Private and Public Hospital in eThekwini Municipality, 12
Kwazulu-Natal Province, South Africa. Afr Vision Eye Health.
http://dx.doi.org/10.4102/aveh,v741i1.36.
27. World Health Organisation. 2006. Diabetes mellitus : Report of a WHO
Study Group. World Health Organisation. Geneva-Switzerland

67
LAMPIRAN

I. KUISIONER

IDENTIFIKASI RESPONDEN
Jenis Kelamin :

Usia :

Tingkat pendidikan : a. SD

b. SMP

c. SMA

d. Diploma (D1, D2, D3)

e. Peguruan Tinggi (S1, S2, S3)

Pekerjaan : a. PNS

b. Swasta

c. Tidak bekerja

Lama menderita DM :

Jenis pembiayaan : a. BPJS

b. Asuransi swasta

c. Umum

Kuisioner ini merupakan survey untuk tahap pengetahuan pasien diabetes melitus tipe 2
di RD Wahidin Sudirohusodo tahun 2017 tentang penyakit retinopati diabetik. Pendapat
anda sangat kami harapkan sebagai masukan bagi usaha memahami tahap pengetahuan
tentang retinopati diabetik yang berkaitan dengan komplikasi diabetes melitus, skrining
mata, dan penatalaksanaan retinopati diabetik. Survey ini terbagi menjadi 3 bagian.
Bagian A bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai Retinopati
Diabetik. Bagian B bertujuan untuk mengetahui pengetahuan pasien mengenai skrining
RD. Bagian C bertujuan untuk mengetahui pengetahuan pasien mengenai
penatalaksanaan RD. Identitas responden akan dirahasiakan dan hasil dari pengisian
kuisioner ini hanya untuk tujuan penelitian semata.

68
Berilah tanda (x) pada jawaban yang sesuai

A.

1. Apakah anda mengetahui bahwa diabetes melitus bisa memberi komplikasi pada
mata?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang – kadang

2. Bagian manakah dari mata yang terkena komplikasi diabetes melitus?


a. Kornea
b. Lensa
c. Saraf mata

3. Gejala awal pada mata yang terkena komplikasi diabetes melitus


a. Penurunan penglihatan warna
b. Tidak bergejala
c. Penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba

4. Apakah komplikasi pada mata karena diabetes melitus dapat menyebabkan


kebutaan?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang – kadang

B.

5. Apakah anda mengetahui indvidu yang terkontrol gula darahnya bisa mengalami
kelainan pada matanya?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang – kadang

6. Secara umum seberapa sering seorang pasien diabetes melitus harus melakukan
pemeriksaan saraf mata berkala?
a. Tiap enam bulan
b. Tiap tahun
c. Apabila terjadi gangguan penglihatan

7. Kapan sebaiknya pasien diabetes melitus mulai menjalani pemeriksaan mata?


a. Saat terjadi gangguan penglihatan
b. Setelah 10 tahun menderita diabetes melitus
c. Saat pertama kali terdiagnosi menderita diabetes melitus

69
8. Pemeriksaan mata secara berkala dapat mengurangi risiko kebutaan akibat diabetes
melitus?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang – kadang

C.

9. Apakah anda mengetahui penatalaksanaan yang paling mendasar untuk pasien


retinopati diabetik?
a. Kontrol gula darah yang baik dan adekuat
b. Laser mata
c. Pembedahan mata

10. Menurut anda apakah pasien retinopati diabetik yang mengalami penurunan
penglihatan karena kerusakan saraf mata dapat kembali normal penglihatannya
dengan pembedahan?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang – kadang

11. Apakah yang menyebabkan anda melakukan skrining mata pertama kalinya?
a. Rujukan dari dokter
b. Kesadaran diri sendiri
c. Tidak pernah melakukan skrining mata

12. Bagaimana anda mengetahui tentang komplikasi penyakit diabetes pada mata?

Dokter umum/ Suster/ Dokter mata/ Keluarga/ Teman/ Saudara yang menderita
diabetes/ Televisi/ Radio/ Koran/ Internet

13. Menurut anda apa penghalang terbesar sehingga anda tidak melakukan skrining
mata sebelumnya?
a. Kurang pengetahuan tentang komplikasi diabete pada mata
b. Kurangnya akses ke perawatan mata
c. Biaya/ masalah asuransi kesehatan
d. Keterbatasan waktu
e. Takut menemukan sesuatu yang buruk

70
Tabel skoring

SCORE
SOAL a b c
1. 3 1 2
2. 1 2 3
3. 1 3 2
4. 3 1 2
5. 3 1 2
6. 2 3 1
7. 2 1 3
8. 3 1 2
9. 3 2 1
10. 3 1 2

71
II. SURAT REKOMONDASI PERSETUJUAN ETIK

72
III. SURAT IZIN PENELITIAN

73
IV. HASIL ANALISIS DATA

Tabel Frekuensi

TujuanUmum
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 90 50,8 50,8 50,8
cukup 86 48,6 48,6 99,4
kurang 1 ,6 ,6 100,0
Total 177 100,0 100,0

KomplikasiDM
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 109 61,6 61,6 61,6
cukup 63 35,6 35,6 97,2
kurang 5 2,8 2,8 100,0
Total 177 100,0 100,0

SkriningRD
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 16 9,0 9,0 9,0
cukup 150 84,7 84,7 93,8
kurang 11 6,2 6,2 100,0
Total 177 100,0 100,0

PenatalaksanaanRD
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 98 55,4 55,4 55,4
cukup 71 40,1 40,1 95,5
kurang 8 4,5 4,5 100,0
Total 177 100,0 100,0

74
JenisKelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 78 44,1 44,1 44,1
Perempuan 99 55,9 55,9 100,0
Total 177 100,0 100,0

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid dewasa akhir 14 7,9 7,9 7,9
dewasa awal 3 1,7 1,7 9,6
lansia akhir 69 39,0 39,0 48,6
lansia awal 54 30,5 30,5 79,1
manula 37 20,9 20,9 100,0
Total 177 100,0 100,0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 15 8,5 8,5 8,5
SMP 22 12,4 12,4 20,9
SMA 56 31,6 31,6 52,5
Diploma 19 10,7 10,7 63,3
Perguruan Tinggi 65 36,7 36,7 100,0
Total 177 100,0 100,0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid PNS 65 36,7 36,7 36,7
Swasta 32 18,1 18,1 54,8
Tidak bekerja 80 45,2 45,2 100,0
Total 177 100,0 100,0

75
LDM
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1-5 69 39,0 39,0 39,0
6-10 70 39,5 39,5 78,5
>10 38 21,5 21,5 100,0
Total 177 100,0 100,0

Pembiayaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BPJS 177 100,0 100,0 100,0

JenisKelamin * KomplikasiDM Crosstabulation


KomplikasiDM
baik cukup kurang Total
JenisKelamin Laki-laki Count 51 23 4 78
% of Total 28,8% 13,0% 2,3% 44,1%
Perempuan Count 58 40 1 99
% of Total 32,8% 22,6% 0,6% 55,9%
Total Count 109 63 5 177
% of Total 61,6% 35,6% 2,8% 100,0%

JenisKelamin * SkriningRD Crosstabulation


SkriningRD
baik cukup kurang Total
JenisKelamin Laki-laki Count 7 67 4 78
% of Total 4,0% 37,9% 2,3% 44,1%
Perempuan Count 9 83 7 99
% of Total 5,1% 46,9% 4,0% 55,9%
Total Count 16 150 11 177
% of Total 9,0% 84,7% 6,2% 100,0%

76
JenisKelamin * PenatalaksanaanRD Crosstabulation
PenatalaksanaanRD
baik cukup kurang Total
JenisKelamin Laki-laki Count 47 27 4 78
% of Total 26,6% 15,3% 2,3% 44,1%
Perempuan Count 51 44 4 99
% of Total 28,8% 24,9% 2,3% 55,9%
Total Count 98 71 8 177
% of Total 55,4% 40,1% 4,5% 100,0%

LDM * KomplikasiDM Crosstabulation


KomplikasiDM
baik cukup kurang Total
LDM 1-5 Count 41 23 5 69
% of Total 23,2% 13,0% 2,8% 39,0%
6-10 Count 44 26 0 70
% of Total 24,9% 14,7% 0,0% 39,5%
>10 Count 24 14 0 38
% of Total 13,6% 7,9% 0,0% 21,5%
Total Count 109 63 5 177
% of Total 61,6% 35,6% 2,8% 100,0%

LDM * SkriningRD Crosstabulation


SkriningRD
baik cukup kurang Total
LDM 1-5 Count 7 58 4 69
% of Total 4,0% 32,8% 2,3% 39,0%
6-10 Count 5 60 5 70
% of Total 2,8% 33,9% 2,8% 39,5%
>10 Count 4 32 2 38
% of Total 2,3% 18,1% 1,1% 21,5%
Total Count 16 150 11 177
% of Total 9,0% 84,7% 6,2% 100,0%

77
LDM * PenatalaksanaanRD Crosstabulation
PenatalaksanaanRD
baik cukup kurang Total
LDM 1-5 Count 38 29 2 69
% of Total 21,5% 16,4% 1,1% 39,0%
6-10 Count 38 28 4 70
% of Total 21,5% 15,8% 2,3% 39,5%
>10 Count 22 14 2 38
% of Total 12,4% 7,9% 1,1% 21,5%
Total Count 98 71 8 177
% of Total 55,4% 40,1% 4,5% 100,0%

Pekerjaan * KomplikasiDM Crosstabulation


KomplikasiDM
baik cukup kurang Total
Pekerjaan PNS Count 48 17 0 65
% of Total 27,1% 9,6% 0,0% 36,7%
Swasta Count 17 12 3 32
% of Total 9,6% 6,8% 1,7% 18,1%
Tidak bekerja Count 44 34 2 80
% of Total 24,9% 19,2% 1,1% 45,2%
Total Count 109 63 5 177
% of Total 61,6% 35,6% 2,8% 100,0%

Pekerjaan * SkriningRD Crosstabulation


SkriningRD
baik cukup kurang Total
Pekerjaan PNS Count 6 57 2 65
% of Total 3,4% 32,2% 1,1% 36,7%
Swasta Count 2 28 2 32
% of Total 1,1% 15,8% 1,1% 18,1%
Tidak bekerja Count 8 65 7 80
% of Total 4,5% 36,7% 4,0% 45,2%
Total Count 16 150 11 177
% of Total 9,0% 84,7% 6,2% 100,0%

78
Pekerjaan * PenatalaksanaanRD Crosstabulation
PenatalaksanaanRD
baik cukup kurang Total
Pekerjaan PNS Count 40 24 1 65
% of Total 22,6% 13,6% 0,6% 36,7%
Swasta Count 14 16 2 32
% of Total 7,9% 9,0% 1,1% 18,1%
Tidak bekerja Count 44 31 5 80
% of Total 24,9% 17,5% 2,8% 45,2%
Total Count 98 71 8 177
% of Total 55,4% 40,1% 4,5% 100,0%

Pembiayaan * KomplikasiDM Crosstabulation


KomplikasiDM
baik cukup kurang Total
Pembiayaan BPJS Count 109 63 5 177
% of Total 61,6% 35,6% 2,8% 100,0%
Total Count 109 63 5 177
% of Total 61,6% 35,6% 2,8% 100,0%

Pembiayaan * SkriningRD Crosstabulation


SkriningRD
baik cukup kurang Total
Pembiayaan BPJS Count 16 150 11 177
% of Total 9,0% 84,7% 6,2% 100,0%
Total Count 16 150 11 177
% of Total 9,0% 84,7% 6,2% 100,0%

Pembiayaan * PenatalaksanaanRD Crosstabulation


PenatalaksanaanRD
baik cukup kurang Total
Pembiayaan BPJS Count 98 71 8 177
% of Total 55,4% 40,1% 4,5% 100,0%
Total Count 98 71 8 177
% of Total 55,4% 40,1% 4,5% 100,0%

79
Pendidikan * KomplikasiDM Crosstabulation
KomplikasiDM
baik cukup kurang Total
Pendidikan SD Count 5 9 1 15
% of Total 2,8% 5,1% 0,6% 8,5%
SMP Count 10 10 2 22
% of Total 5,6% 5,6% 1,1% 12,4%
SMA Count 36 19 1 56
% of Total 20,3% 10,7% 0,6% 31,6%
Diploma Count 13 6 0 19
% of Total 7,3% 3,4% 0,0% 10,7%
Perguruan Tinggi Count 45 19 1 65
% of Total 25,4% 10,7% 0,6% 36,7%
Total Count 109 63 5 177
% of Total 61,6% 35,6% 2,8% 100,0%

Pendidikan * SkriningRD Crosstabulation


SkriningRD
baik cukup kurang Total
Pendidikan SD Count 0 12 3 15
% of Total 0,0% 6,8% 1,7% 8,5%
SMP Count 3 18 1 22
% of Total 1,7% 10,2% 0,6% 12,4%
SMA Count 2 49 5 56
% of Total 1,1% 27,7% 2,8% 31,6%
Diploma Count 1 18 0 19
% of Total 0,6% 10,2% 0,0% 10,7%
Perguruan Tinggi Count 10 53 2 65
% of Total 5,6% 29,9% 1,1% 36,7%
Total Count 16 150 11 177
% of Total 9,0% 84,7% 6,2% 100,0%

Pendidikan * PenatalaksanaanRD Crosstabulation


PenatalaksanaanRD
baik cukup kurang Total
Pendidikan SD Count 7 7 1 15
% of Total 4,0% 4,0% 0,6% 8,5%
SMP Count 11 9 2 22
% of Total 6,2% 5,1% 1,1% 12,4%

80
SMA Count 29 24 3 56
% of Total 16,4% 13,6% 1,7% 31,6%
Diploma Count 7 12 0 19
% of Total 4,0% 6,8% 0,0% 10,7%
Perguruan Tinggi Count 44 19 2 65
% of Total 24,9% 10,7% 1,1% 36,7%
Total Count 98 71 8 177
% of Total 55,4% 40,1% 4,5% 100,0%

Usia * KomplikasiDM Crosstabulation


KomplikasiDM
baik cukup kurang Total
Usia dewasa akhir Count 7 6 1 14
% of Total 4,0% 3,4% 0,6% 7,9%
dewasa awal Count 2 0 1 3
% of Total 1,1% 0,0% 0,6% 1,7%
lansia akhir Count 40 26 3 69
% of Total 22,6% 14,7% 1,7% 39,0%
lansia awal Count 37 17 0 54
% of Total 20,9% 9,6% 0,0% 30,5%
manula Count 23 14 0 37
% of Total 13,0% 7,9% 0,0% 20,9%
Total Count 109 63 5 177
% of Total 61,6% 35,6% 2,8% 100,0%

Usia * SkriningRD Crosstabulation


SkriningRD
baik cukup kurang Total
Usia dewasa akhir Count 1 12 1 14
% of Total 0,6% 6,8% 0,6% 7,9%
dewasa awal Count 1 2 0 3
% of Total 0,6% 1,1% 0,0% 1,7%
lansia akhir Count 5 58 6 69
% of Total 2,8% 32,8% 3,4% 39,0%
lansia awal Count 7 44 3 54
% of Total 4,0% 24,9% 1,7% 30,5%
manula Count 2 34 1 37
% of Total 1,1% 19,2% 0,6% 20,9%
Total Count 16 150 11 177

81
% of Total 9,0% 84,7% 6,2% 100,0%

Usia * PenatalaksanaanRD Crosstabulation


PenatalaksanaanRD
baik cukup kurang Total
Usia dewasa akhir Count 7 6 1 14
% of Total 4,0% 3,4% 0,6% 7,9%
dewasa awal Count 2 1 0 3
% of Total 1,1% 0,6% 0,0% 1,7%
lansia akhir Count 34 31 4 69
% of Total 19,2% 17,5% 2,3% 39,0%
lansia awal Count 35 18 1 54
% of Total 19,8% 10,2% 0,6% 30,5%
manula Count 20 15 2 37
% of Total 11,3% 8,5% 1,1% 20,9%
Total Count 98 71 8 177
% of Total 55,4% 40,1% 4,5% 100,0%

sebelas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid rujukan dari dokter 117 66,1 66,1 66,1
kesadaran diri sendiri 15 8,5 8,5 74,6
tidak pernah melakukan 45 25,4 25,4 100,0
skrining
Total 177 100,0 100,0

duabelas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid dokter mata 82 46,3 46,3 46,3
dokter umum 61 34,5 34,5 80,8
internet 10 5,6 5,6 86,4
keluarga 13 7,3 7,3 93,8
saudara 3 1,7 1,7 95,5
suster 3 1,7 1,7 97,2
teman 5 2,8 2,8 100,0
Total 177 100,0 100,0

82
tigabelas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurangnya pengetahuan 101 57,1 57,1 57,1
komplikasi DM
kurangnya akses ke 4 2,3 2,3 59,3
perawatan mata
biaya/masalah asuransi 2 1,1 1,1 60,5
kesehatan
keterbatasan waktu 64 36,2 36,2 96,6
takut menemukan sesuatu 6 3,4 3,4 100,0
yang buruk
Total 177 100,0 100,0

83
V. CURRICULUM VITAE

Data Pribadi:

Nama Lengkap : Jennifer Gonardy

Nama Panggilan : Jeni

Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 21 Oktober 1996

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Katolik

Jenis Kelamin : Perempuan

Gol. Darah : O

Nama Orang Tua

• Ayah : Jeffry Gonardy

• Ibu : Natalia Layadi

Pekerjaan Orang Tua

• Ayah : Wiraswasta

• Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak ke :2

Alamat saat ini : Jl. Cendrawasih 3 no.5b

No. Telp : 082191331162

Email : jennifergonardy@yahoo.com

Riwayat Pendidikan Formal

Periode Sekolah/Institusi/Universitas Jurusan

2004-2010 SD Hati Kudus Rajawalu -

2010-2012 SMP Katolik Rajawali -

84
2012-2014 SMA Katolik Rajawali IPA

2014-sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Pendidikan Dokter

Hasanuddin

Riwayat Organisasi

Periode Organisasi Jabatan

2015-sekarang Plica Vokalis Fakultas Kedokteran Anggota

Universitas Hasanuddin

2015-sekarang Medical Youth Research Club Fakultas Anggota

Kedokteran Univesitas Hasanuddin

2016-sekarang PB Medik Fakultas Kedokteran Anggota

Universitas Hasanuddin

2016-sekarang Roentgen Fakultas Kedokteran Anggota

Universitas Hasanuddin

85

Anda mungkin juga menyukai