*LATAR BELAKANG*
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di
satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena masih
banyak kasus belum terselesaikan, bahkan beberapa penyakit menular yang semula dapat
dikendalikan muncul kembali dengan penyebaran tidak mengenal batas- batas daerah maupun
batas antar negara. Dilain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM),
yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta penyakit-penyakit degeneratif.
Proporsi penyebab kematian karena penyakit kardiovaskuler tahun 1986, 1992, 1995
dan 2001 cenderung meningkat. Faktor risiko penyakit Kardiovaslerantara lain merokok,
obesitas, diet rendah serat tinggi lemak dengan akibat gangguan kadar lemak dalam darah, dan
kurangnya olah raga. Diperoleh data bahwa di Indonesia terdapat 28 % perokok pada usia 10
tahun ke atas, kurang aktivitas fisik merupakan proporsi terbanyak yaitu 92% dari penduduk
usia 15 tahun ke atas di pulau Jawa dan Bali terutama untuk kelompok perempuan. Overweight
dan obesitas lebih tinggi prevalensinya pada perempuan dan cenderung meningkat dengan
bertambahnya umur.
Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian
dini, hipertensi berakibat terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit cerebrovaskuler.
Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang, sering disebut sebagai the
killer disease karena penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi. Penderita
datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat Hipertensi. Hipertensi juga dikenal sebagai
heterogeneouse group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok
umur, sosial dan ekonomi. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi,
modernisasi dan globalisasi memunculkan sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan
angka kesakitan hipertensi.
*PERMASALAHAN*
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.W
Umur : 74 tahun
Pekerjaan :-
Tanggal Periksa : 09 Februari 2021
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 09 Februari 2021
1. Keluhan Utama
Sakit Kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan Sakit Kepala sejak lima hari ini.
Keluhan dirasakan terus menerus, berkurang dengan istirahat, pasien
biasanya rutin minum obat dari puskesmas namun sudah lima hari terakhir
ini obat sudah habis. Pasien pertama kali merasakan keluhan tersebut sejak
15 tahun lalu dan sudah terdiagnosis hipertensi, biasanya rutin minum obat
dan kontrol ke puskesmas namun lima hari ini tidak ada yang mengantarkan,
keluhan lain seperti mual muntah tidak ada. BAK dan BAB dirasakan seperti
biasa.
d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih
buruk dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan
hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan mengembangkan manajemen
rehabilitasi kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola
program dan pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan.
Terapi Non-farmakologis:
Pengendalian faktor risiko yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya
hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha
sebagai berikut :
a. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
c. Ciptakan keadaan rileks dan melakukan olah raga teratur
d. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Terapi famakologis:
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin
menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai
dengan obat tunggal , masa kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat
berikutnya mungkin dapat ditarnbahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi.
Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan
respon penderita terhadap obat anti hipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :
a. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi
b. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan
harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi.
d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan
seumur hidup.
Terapi farmakologis yang diberikan adalah:
- Terapi Oral:
R/ Amlodipin 10 mg No. X
S 1 dd 1 tab
R/ Captopril 25 mg No. XX
S 3 dd 1 tab
*PELAKSANAAN*
Tempat Pemeriksaan : Dusun Ngenep, Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.
Pasien: Lansia
Pasien datang pada kegiatan Posyandu Lansia yang dilaksanakan di Dusun Ngenep,
Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.
Adapun alur pemeriksaannya meliputi:
5. Pengambilan obat.
Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah keluhan yang
dialami sudah berkurang atau belum. Memeriksa tekanan darah pasien. Ditanyakan
apakah obat masih ada atau tidak. Jika tekanan darah masih belum memenuhi sasaran
setelah beberapa kali pengobatan dan modifikasi gaya hidup yang tepat atau ditemukan
komplikasi dari hipertensi, maka pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis.
F6 (OSTEOARTRITIS GENU)
*LATAR BELAKANG*
Penyebab OA belum diketahui secara pasti, tetapi usia, jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga yang menderita osteoartritis, obesitas, riwayat cedera dan aktifitas fisik yang
berlebihan merupakan faktor resiko terjadinya osteoartritis (Sambrook et. al, 2005).
Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih besar dari pada prevalensi di negara
lainnya. The National Arthritis Data Workgroup (NADW) memperkirakan penderita
osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27 juta yang terjadi pada usia 18 tahun
keatas (Murphy dan Helmick, 2013). Estimasi insiden osteoartritis di Australia lebih besar pada
wanita dibandingkan pada laki-laki dari semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000 populasi
dibanding 1,71 tiap 1000 populasi (Woolf dan Pfleger, 2003). Di Asia, China dan India
menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu
berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang menderita osteoartritis lutut (Fransen et. al, 2011).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun
rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi
dangan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka
prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 27% (Riskesdas, 2013). 56, 7% pasien di poliklinik
Reumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita osteoartritis
(Soenarto, 2010).
Rasa nyeri merupakan rasa yang sering dikeluhkan oleh pasien osteoartritis kepada
dokter pada awal mula datang ke pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit. Rasa nyeri
merupakan kunci penting yang menunjukkan arah pasien tersebut sedang mengalami
ketidakmampuan. International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan
jaringan yang aktual dan potensial (Melzack, 2009). Nyeri yang dirasakan pada penderita
osteoartritis termasuk nyeri neuromuskuloskeletal non-neurogenik, biasanya sering disebut
sebagai altralgia yaitu nyeri akibat proses patologik pada persendian. Proses terjadinya nyeri
pada persendian bisa disebabkan karena inflamasi, imunologik, non-infeksi, perdarahan dan
proses maligna (Mardjono dan Sidharta, 2010).
*PERMASALAHAN*
V. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 12 Desember 2020
1. Keluhan Utama
Nyeri Kedua Lutut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan Nyeri Kedua Lutut sejak minggu
belakangan ini. Keluhan dirasakan terus menerus, berkurang dengan
istirahat, awal muncul keluhan ketika beberapa minggu belakangan ini
pasien masih aktif bekerja di sawah. Pasien juga mengaku ketika bangun
tidur sendi lututnya terasa kaku yang berlangsung kurang lebih tiga puluh
menit. Pasien sudah pernah berobat ke puskesmas untuk keluhan kakinya
tersebut dan diberi obat pengurang rasa nyeri namun kembali sakit lagi
ketika obat sudah habis. BAK dan BAB dirasakan seperti biasa.
15. Status Lokalis: Tampak Pembesaran Sendi, Hangat pada perabaan, Krepitasi
(-).
c. Rujukan dilakukan bilamana terapi yang diberikan di pelayanan primer belum dapat
mencapai sasaran pengobatan yang diinginkan atau dijumpai komplikasi penyakit
lainnya akibat penyakit osteoartritis.
*PELAKSANAAN*
Pasien: Lansia
5. Pengambilan obat.
Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah keluhan yang dialami sudah
berkurang atau belum. Jika ditemukan komplikasi seperti infeksi mengenai penyakitnya setelah
beberapa kali pengobatan dan modifikasi gaya hidup yang tepat maka pasien perlu dirujuk ke
dokter spesialis.
F6 (MYALGIA)
*LATAR BELAKANG*
Myalgia atau nyeri otot temasuk salah satu keluhan yang cukup sering diderita
manusia. Myalgia atau nyeri otot merupakan gejala dari banyak penyakit dan gangguan pada
tubuh. Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang terlalu tegang. Pemakaian otot
yang berlebihan dapat mengakhibatkan otot-otot yang digunakan mengalami kekurangan
oksigen, sehingga terjadi suatu proses oksidasi anaerob yang menghasilkan asam laktat.
Asam laktat inilah yang akan menimbulkan rasa pegal atau nyeri. Myalgia dapat dialami
dalam waktu singkat, misalnya otot kram, atau berlanjut sampai berhari-hari, bahkan
beberapa bulan atau menahun dapat menganggu penderita karena intensitas yang
berfluktuasi. Penyakit ini tidak mengancam aktivitas hidup penderita, namun bila timbul terus
menerus dapat menyebabkan penderita menjadi frustasi karena bisa saja menjadi hambatan
dalam hal bekerja maupun aktivitas harian lainnya yang ada akhirnya dapat menurunkan
kualitas hidup penderita (Muttaqin,2008).
*PERMASALAHAN*
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.TP
Umur : 60 tahun
Pekerjaan :-
Tanggal Periksa : 19 Januari 2021
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 19 Januari 2021
1. Keluhan Utama
Nyeri dibagian leher
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan Nyeri dibagian leher sejak tiga hari
belakangan ini. Pasien mengatakan keluhan ini muncul saat bangun tidur
dan tidak berkurang sampai saat ini, pasien mengatakan keluhan semakin
sakit bahkan setelah dikerok dan dipijat. Pasien mengaku tidur dengan
bantal yang tinggi saat malam sebelum sakit. Pasien tidak mengeluhkan
keluhan lain seperti pusing, mual ataupun muntah. BAK dan BAB
dirasakan seperti biasa.
V. DIAGNOSIS : Myalgia
VI. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pasien dengan Myalgia bertujuan untuk untuk menghilangkan
keluhan, mengoptimalkan fungsi otot, mengurangi ketergantungan dan
meningkatkan kualitas hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah
komplikasi. Pilar terapi: non farmakologis dan farmakologis.
a) Non-Farmakologis:
- Jika merupakan suatu gejala penyakit, pengobatan utama ditujukan
pada penyakit tersebut.
- Meningkatkan aliran darah atau suhu dalam otot membantu untuk
mengurangi akumulasi zat metabolik yang merugikan. Dapat dilakukan
dengan melakukan olahraga ringan, fisioterapi dan terapi akupuntur.
- Dapat beristirahat dan mengurangi aktivitas yang memicu timbulnya
nyeri. Hal ini dilakukan agar otot yang cedera apat mengalami
pemulihan selama istirahat.
b) Farmakologis:
Terapi pada penyakit myalgia adalah menggunakan obat analgesik
opium dan NSAID karena mempunyai efektifitas yang relatif untuk
meredakan nyeri dan Vitamin untuk membantu melancarkan peredaran
darah dan mengatasi myalgia yang diakibatkan oleh kekurangan vitamin.
Terapi farmakologis yang diberikan adalah:
- Terapi Oral:
R/ Asam Mefenamat 500 mg No. X
S 2 dd 1 tab k/p
R/ Vitamin B Complex No.X
S 1 dd 1 tab
*PELAKSANAAN*
Tempat Pemeriksaan : Dusun Ngenep, Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.
Pasien: Lansia
Pasien datang pada kegiatan Posyandu Lansia yang dilaksanakan di Dusun Ngenep,
Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.
Adapun alur pemeriksaannya meliputi:
Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah keluhan yang dialami sudah
berkurang atau belum. Jika ditemukan komplikasi mengenai penyakitnya setelah beberapa
kali pengobatan dan modifikasi gaya hidup yang tepat maka pasien perlu dirujuk ke dokter
spesialis.
F6 (DYSPEPSIA)
*LATAR BELAKANG*
Dispepsia adalah adanya perasaan nyeri dan tidak nyaman yang terjadi di bagian perut
atas ditandai dengan rasa penuh, kembung, nyeri, beberapa gangguan mual-mual, perut keras
bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk, 2014). Pravelensi penderita dispepsi cukup tinggi
dan cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Menurut penelitian sebelumnya,
pravalensi dispepsia scara global sebesar 3,5-27%, di Amerika Serikat sebesar 23 – 25,8%, di
India sebesar 30,4%, New zealand 34,2%, Hongkong 18,4%, dan di Inggris sebesar 38 –
41%. Pada praktek dokter umum ditemukan sekitar 30% dan pada praktek dokter spesialis
gastroenterologist sebanyak 70% dengan keluhan dispepsia. Di Indonesia sendiri, menurut
data profil kesehatan Indonesia 2007, dispepsia menempati urutan ke 10 dari penyakit lainnya
di rumah sakit (Ernalia.,dkk 2015). Pada populasi umum ditemukan sekitar 15- 30%
(Djojoningrat, 2009). Mayoritas pasien Asia dengan dispepsia yang belum diinvestigasi dan
tanpa tanda bahaya merupakan dispepsia fungsional. Berdasarkan hasil penelitian di negara-
negara Asia (Cina, Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand,
dan Vietnam) didapatkan 43-79,5% pasien dengan dispepsia adalah dispepsia fungsional.
Dari hasil endoskopi yang dilakukan pada 550 pasien dispepsia dalam beberapa senter di
Indonesia pada Januari 2003 sampai April 2004, didapatkan 44,7 % kasus kelainan minimal
pada gastritis dan duodenitis; 6,5% kasus dengan ulkus gaster; dan normal pada 8,2% kasus
(Djojoningrat, 2009).
Pada lambung terdapat faktor agresif yaitu asam lambung dan juga faktor defensif
yaitu prostaglandin E supaya keadaan didalam lambung tetap normal. Namun pada sindrom
dispepsia terdapat kenaikan dari faktor agresif sehingga akan menimbulkan sindrom
dispepsia. Gejala – gejala atau sindrom yang dirasakan penderita dispepsia menurut kriteria
roma III adalah nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh atau rasa tidak
nyaman setelah makan, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah, sendawa, dan
rasa cepat kenyang (Simadibrata dkk, 2014). Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dispepsia antara lain adalah sekresi asam lambung yang berlebih, kebiasaan pola makan,
infeksi bakteri helicobacter Pylori, tukak peptik, dan psikologis. Gangguan psikologis yang
terkait dengan dispepsia biasanya adalah kecemasan dan juga depresi (Djojoningrat, 2009).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau ketidaknyamanan yang
berpusat di perut bagian atas. Rasa tidak nyaman secara spesifik meliputi rasa cepat kenyang,
rasa penuh, rasa terbakar, kembung di perut bagian atas dan mual. Gejala tersebut bersifat
umum dan merupakan 30% sampai 40% dari semua keluhan lambung yang disampaikan
kepada dokter ahli Gastroenterologi (O’Mahony dkk, 2006 ). Gejala–gejala yang timbul
disebabkan berbagai faktor seperti gaya hidup merokok, alkohol, berat badan berlebih, stres,
kecemasan, dan depresi yang relevan dengan terjadinya dispepsia (Abdullah & Gunawan,
2012).
Berdasarkan penyebab dan keluhan gejala yang timbul maka dispepsia dibagi 2 yaitu
dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik apabila penyebab dispepsia
sudah jelas, misalnya adanya ulkus peptikum, karsinoma lambung, dan cholelithiasis yang
bisa ditemukan secara mudah melalui pemeriksaan klinis, radiologi, biokimia, laboratorium,
maupun gastroentrologi konvensional (endoskopi). Sedangkan dispepsia fungsional apabila
penyebabnya tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi
konvensional atau tidak ditemukan adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik
(Djojoningrat, 2006).
*PERMASALAHAN*
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.n
Umur : 61 tahun
Pekerjaan :-
Tanggal Periksa : 17 Desember 2020
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 17 Desember 2021
1. Keluhan Utama
Nyeri Ulu Hati
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak kurang lebih dua
hari ini, keluhan bermula saat pasien telat makan dan setelah itu makan-
makanan yang pedas, pusing dan perut kembung serta lidah terasa pahit
juga dirasakan pasien, keluhan dada terasa terbakar (-). Keluhan lain
seperti mual, muntah dan pusing disangkal pasien. BAK dan BAB
dirasakan seperti biasa.
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan
parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial linea
medio clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis
dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis
dextra
pinggang jantung :spatium intercostale III, linea parasternalis
sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 78 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal,bising (-),
gallop (-)
Pulmo
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-), Wheezing
(-).
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-), Wheezing (-).
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-),
sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan ulu hati (+), Ballotement (-), Hepar dan
lien tidak teraba.
14. Ekstremitas : dalam batas normal
1. DIAGNOSIS : Dispepsia
2. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dispepsia awal terdiri dari pengkajian riwayat penyakit untuk
mengetahui semua gejala dispepsia sangat penting untuk mengetahui apa masalah
utama dari pasien. Hal ini penting karena penatalaksanaan dispepsia bertujuan
untuk mengendalikan gejala daripada pengobatan permanen penyakitnya.
Pemeriksaan fisik yang lengkap untuk menyingkirkan adanya gangguan struktural
seperti pemeriksaan endoskopi sangatlah diperlukan. Langkah selanjutnya adalah
menentukan tujuan dari terapi. Langkah ini harus memperhatikan tujuan dasar
dilakukannya pengobatan yaitu tidak hanya mencegah kematian, tetapi juga
menolong kehidupan. Tujuan terapi pada pasien dispepsia fungsional adalah
bagaimana pasien mampu mengelola kekhawatiran terhadap penyakitnya dan
mampu meningkatkan kualitas kesehatannya.
Terapi Non-farmakologis:
Pengendalian faktor risiko yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya
hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha
sebagai berikut :
a. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan
b. Mengurangi kebiasaan mengkonsumsi makan-makanan yang pedas.
c. Makan tepat waktu.
d. Ciptakan keadaan rileks dan melakukan olah raga teratur
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Terapi famakologis:
Penanganan gangguan dispepsia fungsional dapat diberikan secara
farmakologi berdasarkan disiplin Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Psikiatri.
Beberapa terapi farmakologi yang bisa diberikan pada pasien dispepsia fungsional :
antasida, Histamine H2 receptor antagonists (H2RA), Proton pump inhibitors
(PPI), Cytoprotective or mucoprotective agents, Prokinetic agents, obat-obat anti
H. Pylori, dan obat-obat psikotropik antara lain : antipsikotik, antidepressant,
antianxiety, mood stablizer. Walaupun pada pemeriksaan endoskopi tidak
ditemukan adanya suatu kelainan struktural, tetapi pemberian farmakologi masih
termasuk didalam penanganan gangguan dispepsia fungsional. Penanganan ini
lebih dikenal dengan nama Somatoterapi
Terapi farmakologis yang diberikan adalah:
- Terapi Oral:
R/ Ranitidin 150 mg No. X
S 2 dd 1 tab
R/ Vitamin B Complex
No.X S 1 dd 1 tab
Edukasi yang diberikan kepada pasien:
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa dispepsia penyakit yang dapat sembuh jika
mampu menghindari faktor risikonya.
b. Mengontrol faktor risiko, antara lain menurunkan kelebihan berat badan,
mengurangi makan-makanan yang pedas, makan tepat waktu, menciptakan
keadaan rileks, melakukan olah raga teratur
c. Meminum obat secara teratur dan kembali kontrol sebelum obat habis
d. Rujukan dilakukan bilamana terapi yang diberikan di pelayanan primer belum
dapat mencapai sasaran pengobatan yang diinginkan atau dijumpai komplikasi
penyakit lainnya akibat penyakit hipertensi.
*PELAKSANAAN*
Tempat Pemeriksaan : Dusun Sanggrahan II, Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten
Bantul.
Pasien: Lansia
5. Pengambilan obat.
Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah keluhan yang
dialami sudah berkurang atau belum. Ditanyakan apakah sudah mampu menghindari
faktor risiko dan apakah pengobatan sebelumnya membuat keluhan membaik atau
tidak, jika belum dan membuat kondisi pasien menjadi buruk, maka pasien perlu
dirujuk ke dokter spesialis.
F6 (COMMON COLD)
*LATAR BELAKANG*
Salah satu penyakit infeksi yang angka kejadiannya cukup sering baik di dunia
maupun di Indonesia adalah common cold. Common cold yang juga disebut Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (ISPA) adalah infeksi primer di nasofaring dan hidung yang sering
mengeluarkan cairan. (Ngastiyah, 2011).
Common cold merupakan salah satu jenis penyakit infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) atau infeksi virus . Common cold atau salesma, pada masyarakat sering diidentifikasi
sebagai batuk pilek. Selesma adalah iritasi atau peradangan selaput lendir hidung akibat
infeksi dari suatu virus. Selaput lendir yang meradang memproduksi banyak lendir sehingga
hidung menjadi tersumbat dan sulit bernafas. Tandanya di antaranya pilek, mata
mengeluarkan banyak air, kepala pusing dan seringkali demam ringan. Lendir yang terbentuk
mengakibatkan batuk dan bersin. Virus yang menyebabkan adalah rhinovirus (dalam bahasa
Yunani, Rhino adalah hidung, dan virus adalah jasad renik terkecil dengan ukuran 0,02 – 0,3
mikron jauh lebih kecil dari bakteri biasa).
*PERMASALAHAN*
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. US
Umur : 63 tahun
Pekerjaan :-
Tanggal Periksa : 23 Januari 2021
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 23 Januari 2021
1. Keluhan Utama
Batuk Pilek
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan batuk disertai pilek yang dialami
kurang lebih dua hari ini, batuk tidak berdahak hanya tenggorokan terasa
gatal dan kering. Hidung tersumbat dan ingus berwarna bening. Pasien
tidak mengeluhkan demam, pusing serta sesak napas. Awal mula keluhan
dimulai ketika pasien kehujanan pulang dari sawah. BAK dan BAB
dirasakan seperti biasa.
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan
parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial linea
medio clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis
dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis
dextra
pinggang jantung :spatium intercostale III, linea parasternalis
sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 78 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal,bising (-),
gallop (-)
Pulmo
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-), Wheezing
(-).
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-), Wheezing (-).
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-),
sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan ulu hati (-), Ballotement (-), Hepar dan
lien tidak teraba.
14. Ekstremitas : dalam batas normal
Terapi famakologis:
Dekongestan merupakan pilihan terapi untuk pilek. Hidung tersumbat diobati
dengan dekongestan topikal atau oral. Antihistamin dapat mengurangi bersin,
sedangkan batuk biasanya sembuh sendiri, tetapi dapat diobati dengan
dextromethorpan atau antitusif, dan demam diobati dengan antipiretik.
*PELAKSANAAN*
Pasien: Lansia
Pasien datang pada kegiatan Posyandu Lansia yang dilaksanakan di Dusun Tangkil,
Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.
Adapun alur pemeriksaannya meliputi:
5. Pengambilan obat.
*MONITORING & EVALUASI*
Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah keluhan yang dialami
sudah berkurang atau belum. Ditanyakan apakah sudah mampu menghindari faktor risiko dan
apakah pengobatan sebelumnya membuat keluhan membaik atau tidak, jika belum dan
membuat kondisi pasien menjadi buruk, maka pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis.