Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ASKEP GAWAT DARURAT NEUROSENSORI ASUHAN

KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA KIMIA PADA


KONJUNGTIVA DAN KORNEA

Disusun Oleh :
Kelompok 9

Indra Wardani P07220217007

Muhammad Tedy Kurniawan P07220217015

Santi Rosita P07220217030

Suwaratu Ayu Azhiim P07220217032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN

ii
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS TAHAP
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SAMARINDA
2022

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian
kegiatan sejak awal hingga tersusunnya makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Trauma Kimia Pada Konjungtiva dan Kornea”
untuk memenuhi penugasan yang diberikan oleh dosen pengajar dalam mata
kuliah Gawat Darurat Neurosensori.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini dapat


diselesaikan karena adanya bantuan baik moral maupun material serta kerja sama
terutama dari teman-teman, dosen pembimbing, dan berbagai pihak. Untuk itulah,
penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan penghargaan dan terima
kasih kepada pembimbing dalam bimbingan pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis menerima secara terbuka saran dan kritik atas segala
kekurangan dalam makalah ini, dan penulis berharap makalah ini dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan dan masyarakat luas.

Samarinda, 20 Maret 2022

Penulis,

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................................ii
Kata Pengantar...........................................................................................................iii
Daftar Isi......................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................2
D. Sistematika Penulisan......................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Pengertian……………………………………………………………………4
B. Etiologi………………………………………………………………………5
C. Patofisiologi.....................................................................................................6
D. Tanda dan Gejala...........................................................................................12
E. Pemeriksaan Diagnostik................................................................................14
F. Komplikasi....................................................................................................17
G. Penatalaksanaan.............................................................................................17
H. Asuhan Keperawatan.....................................................................................19

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................................27
B. Saran……………………………………………………….……………….27

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma kimia menjadi penyebab sekitar 10% kunjungan pasien ke rumah sakit
dengan keluhan pada mata. Lebih dari 60% trauma yang dialami terjadi di tempat kerja, dan
30% terjadi di rumah (Yani & Gatut, 2007). Sekitar 20% trauma yang dialami akan
menyebabkan gangguan penglihatan dan kosmetik, hanya 15% pasien dengan trauma kimia
berat yang dapat mencapai penglihatan fungsionalnya setelah dilakukan rehabilitasi.
Trauma kimia dapat terjadi pada seluruh usia, namun kebanyakan terjadi pada usia 16-45
tahun. Pria tiga kali lebih sering terkena trauma kimia daripada wanita, hal ini dikarenakan
kemungkinan akibat pria yang mendominasi bekerja pada bidang perindustrian seperti
konstruksi dan pertambangan yang berisiko tinggi mengalami trauma ocular (Yani & Gatut,
2007).
Trauma kimia pada mata adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang
disebabkan karena adanya kontak dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan
kerusakan permukaan epitel bola mata, kornea dan segmen anterior yang cukup parah serta
kerusakan visus. Sebagian besar bahan asam hanya akan mengadakan penetrasi terbatas
pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih dalam dapat membahayakan visus (Ilyas,
2004; Asbury & Sanitao, 2014; Rhee, 2005).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari trauma kimia pada konjungtiva dan kornea ?

2. Apa etiologi dari trauma kimia pada konjungtiva dan kornea ?

3. Bagaimana patofisiologi pada trauma kimia pada konjungitva dan kornea ?

4. Bagaimana tanda dan gejala pada trauma kimia pada konjungtiva dan kornea ?

5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada trauma kimia pada konjungtiva dan kornea ?

6. Apa komplikasi dari trauma kimia pada konjungtiva dan kornea ?

7. Bagaimana penatalaksanaan dari trauma kimia pada konjungtiva dan kornea ?

8. Bagaimana asuhan keperawatan dari pasien yang mengalami trauma kimia pada
konjungtiva dan kornea ?

5
C. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini dibagi menjadi 2 tujuan, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa mampu memahami
tentang trauma kimia pada konjungtiva dan kornea
2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah, sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengertian dari trauma kimia pada konjungtiva dan kornea ?

b. Untuk mengetahui etiologi dari trauma kimia pada konjungtiva dan kornea ?

c. Untuk mengetahui patofisiologi pada trauma kimia pada konjungitva dan kornea ?

d. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada trauma kimia pada konjungtiva dan
kornea ?
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada trauma kimia pada konjungtiva
dan kornea ?
f. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma kimia pada konjungtiva dan kornea ?

g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari trauma kimia pada konjungtiva dan


kornea ?
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari pasien yang mengalami trauma kimia
pada konjungtiva dan kornea ?

D. Sistematika Penulisan

Makalah dengan bahasan utama mengenai trauma kimia pada konjungtiva dan
kornea, terdiri dari tiga sub-bab secara garis besar yang terdiri atas bab I, terdiri atas latar
belakang, rumusan masalah, tujuan pembahasan dan sistematika penulisan. Bab II
merupakan pembahasan mengenai tinjauan teori serta asuhan keperawatan trauma kimia
pada konjungtiva dan kornea . Bab III memaparkan tentang penutup makalah, terdiri dari
tujuan dan saran.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan langsung dengan


lingkungan luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak dari posisi anatominya
tersebut. Mata sering terpapar dengan keadaan lingkungan sekitar seperti udara, debu,
benda asing dan suatu trauma yang dapat langsung mengenaI mata. Trauma pada mata
meliputi trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, dan trauma radiasi.
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan
penglihatan.Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur
bola mata tersebut.
1. Anatomi

a. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian


belakang. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian :
1) Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus
2) Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya
3) Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan
tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi
b. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas
beberapa lapis yaitu :
1) Epitel
2) Membran bowman

7
3) Stroma
4) Membran Descement
5) Endotel

B. Etiologi
Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada
wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam
bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan
kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila
mempunyai pH > 7.
Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan menjadi
2 kelompok :
1. Alkali/basa
Bahan alakali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah :
a. Ammonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga,
zat pendingin, dan pupuk
b. NaOH, sering digunakan pada pembersih pipa
c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api
e. Lime (Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur
2. Acid/asam
Bahan asam yang dapat menyebabkan trauma seperti :
a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry)
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah
c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali.
Ditemukan pada pembersih karat, pengilat alumunium, penggosok kaca
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih

8
C. Patofisiologi
1. Trauma Asam
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion
dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH,
sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat
asam.Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung
lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian.Asam lemah ini secara cepat
melewati membran sel, seperti alkali.Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan
memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan
magnesium membentuk insoluble complexes.Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi
sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan
pemindahan ion potassium.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari
jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya
cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi
sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas.Bahan asam
tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan
asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.Bila bahan asam mengenai mata
maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan
kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat
destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja.
Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan.
Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.
Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa berikut :

a. Pada minggu pertama


1) Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada
kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi
protein ini terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan.

9
2) Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas
3) Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma
kornea, keratosit dan endotel kornea
4) Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea,
iritis, dan katarak
5) Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam
beberapa hari dan kemudian sembuh
6) Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu
infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan
asam terjadi dalam waktu 24 jam
7) Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi
menjadi hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada
konjungtiva bulbi.
8) Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat
menjadi normal atau merendah.
b. Trauma asam pada minggu 1-3
1) Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini
2) Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan
vaskularisasi yang bersifat progresif
3) Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi
berat pada kornea
c. Trauma asam sesudah 3 minggu
1) Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu
2) Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk
penyembuhan kerusakan endotel

10
Gambar 2.1

Pada gambar di atas menunjukkan koagulasi protein yang berlaku pada mata
akibat trauma asam, dan menimbulkan kekeruhan pada kornea. Dimana yang nantinya
akan cenderung untuk masuk kebilik depan mata dan bisa menimbulkan katarak.
2. Trauma Basa
Trauma basa merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia
yang memiliki pH > 7. Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan
bola mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak,
sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan
yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim
proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan
penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari
glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.Kolagenase yang terbentuk akan
menambah kerusakan kolagen kornea.Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan
terjadinya perlunakan kornea.
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi
perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang
pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan

11
intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina sehingga
akan berakhir dengan kebutaan penderita.
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat
pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan sampai
pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik
soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan
kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola
mata.Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup,
pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika.
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahanbahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk
penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma
basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun,
apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina
dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.
Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi
asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah
penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang
dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan
bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel
polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan
pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal
epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru
terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen
aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase
yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan
epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea.
Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari
ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia.
Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi
12
telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata
depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar.

Gambar 2.2

D. Tanda dan Gejala

Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
1. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai
berikut :
a. Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
b. Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi

c. kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih
d. Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
e. Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan
iris dan lensa.
f. Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
g. Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

13
2. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses sebagai berikut :

a. Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-
sel epithelial yang berasal dari stem sel limbus
b. Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen
yang baru
Adapun gejala klinis yang dapat terjadi antara lain :

1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada epitel kornea
atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi trauma asam akan
membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung membatasi penetrasi dan
kerusakan lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga mata tidak dapat menutup
sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis
pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel
kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat
terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak
ditangani dengan baik . Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna.

6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea, karena


stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik
yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem
sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi
dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering menyebabkan
peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan
kornea.

14
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari
deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin.
Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat
kerusakan segmen anterior akibat peradangan.
E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang
cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi,
dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas
kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
pemberian anestesi topikal.
Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek epitel
kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel. Secara
umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
a. Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total
sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
b. Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik. Universitas Sumatera Utara
c. Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa
terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.
d. Peningkatan tekanan intraocular

e. Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan
kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah
terkena trauma.
f. Inflamasi konjungtiva.

g. Iskemia perilimbus

h. Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan kekeruhan
kornea Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan
berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit
sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat
ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada
stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena
terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan

15
derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada
kornea.
2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH


bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada mata harus dilakukan
sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit
lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan
indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untuk mengetahui tekanan intraokular.
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa.
Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi pada
organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan
prognosisnya.

No Perbedaan Trauma Kimia Asam Trauma Kimia Basa


1 Kerusakan yang Kerusakan yang Kerusakan yang di
ditimbulkan ditimbulkan lebih timbulkan lebih berat
terbatas, batas tegas karena sudah
dan bersifat tidak mencapai bagian yang
progresif lebih dalam yaitu
stroma
2 Kemampuan Tidak sekuat troma Penetrasi bisa terjadi
penetrasi pada organ basa lebih dalam hingga
mata stroma

3 Mekanisme Koagulasi pada -Saponifikasi dari


terjadinya kerusakan permukaan protein selular barrier
pada mata yang akan -Denaturasi mukoid
membentuk barier
-Pembengkakan
kolagen
-Disrupsi
mukopolisakarida
stoma

4 Derajat kerusakan Lebih ringan karena Lebih berat


hanya di bagian
16
permukaan

5 Prognosis Lebih baik Lebihb buruk


F. Komplikasi

3. Simblefaron, perlengketan antara konjungtiva palpebral dan kornea.

4. Kornea keruh, edema, neovaskuler

5. Katarak traumatik. Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak,
selain menyebabkan kerusakan korneam konjungtiva, dan iris
6. Phitis bulbi, bola mata mengecil.

G. Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada pasien yang utama adalah melakukan pengaliran air
(irigasi) pada mata dengan teknik eviserasi palpebra dengan tujuan untuk menghilangkan
materi penyebab sebersih mungkin. Irigasi yang dilberikan sebaiknya dilakukan selama 60
menit, kemudian dilakukan pemeriksaan kertas lakmus, irigasi dihentikan apabila pH sudah
netral (Paluo et. al, 2010; Paragament et. al, 2015; Estani et. al, 2014).
Terapi medis awal bertujuan agar permukaan bola mata segera melakukan proses
reepitelisasi dan transdiferensiasi, mempercepat penyembuhan kornea dengan membantu
produksi keratosit dan kolagen yang akan memperkecil terjadinya inflamasi (Paluo et. al,
2010; Paragament et. al, 2015; Estani et. al, 2014).
Antibiotik yang dapat diberikan adalah antibiotik golongan fluroquinolon generasi
empat yaitu salah satunya muxifloxacin berguna untuk mencegah terjadinya infeksi oleh
kuman oportunis. Penelitian Yani et al1 menjelaskan bahwa tetrasiklin yang diberikan
secara sistemik menghambat kolagenase neutrofil yang berkontribusi pada perlukaan
stroma kornea setelah trauma kimia terjadi. Efek bakteriostatik golongan tetrasiklin yaitu
dengan menghambat sintesis protein,dengan terikat pada subunit 30S ribosom bakteri,
dimana dapat mengganggu pengikatan aminoacyl tRNA terhadap sisi akseptor kompleks
mRNA-ribosom. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa golongan tetrasiklin,
termasuk doksisiklin, memiliki efek imunomodulator, menghambat pergerakan sel darah
putih selama inflamasi. Sebagai anti inflamasi, melalui beberapa mekanisme, di antaranya
inhibisi langsung pada matriks metalloproteinase aktif yang mengdegradasi kolagen,
inhibisi terhadap aktivasi oksidatif pro- atriks metalloproteinase, reduksi terhadap

17
sekresisitokin dan prostaglandin sintase, serta meningkatkan produksi pro-anabolik
kolagen (Chen J et. al, 2017; Fish & Davidson, 2010).
Pemberian chelating agent sebagai inhibitor kolagenase membantu proses
penyembuhan luka dengan menghambat aktivitas kolagenolitik dan dengan demikian
mencegah ulserasi stroma. Beberapa inhibitor kolagenase termasuk sistein, asetilsistein,
natrium etilen diaminase tetra asetat (EDTA), kalsium EDTA (Parul et. al, 2013).
Pasien juga diberi vitamin C dengan tujuan meningkatkan produksi kolagen dan
mempunyai kelebihan dapat menekan perforasi kornea. Setelah pasien diberikan
kortikosteroid dan antibiotik tetes atau topikal, pressure patch dapat diberikan dengan
tujuan untuk mencegah infeksi. Setelah terapi inisial dan irigasi, pasien harus diobservasi
ketat untuk melihat kemungkinan terjadinya sequelae injury seperti ulserasi kornea, dry
eye, malposisi dari kelopak mata akibat adanya sikatrik (Fish & Davidson, 2010).
Tatalaksana simblefaron dengan mencari penyebab terbentuknya simblefaron.
Tatalaksana simblefaron yang bersifat kuratif meliputi simblefarektomi. Area terbuka yang
terbentuk dapat ditutupi dengan memobilisasi konjungtiva sekitar pada kasus yang ringan.
Conjungtival atau buccal mucosa graft mungkin perlu dilakukan pada beberapa kasus yang
menyebabkan gangguan mata progresif (Serry & Huang, 2013).

18
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Primary

1. Circulation: Terdapat nadi, nadi lebih kencang dari biasanya karena kegelisahan, akral
tidak kelainan
2. Airway: Terdapat pernafasan, lebih cepat dari biasanya karena kegelisahan atau bisa
disebabkan oleh trauma yang menyebar hingga mukosa hidung, RR lebih tinggi dari
biasanya
3. Breathing: Pernafasan cuping hidung, mengeluh sesak

4. Disability: Compos Mentis

B. Pengkajian Secondary

1. Identitas pasien

Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, pekerjaan, dan juga jenis kelamin

2. Keluhan utama

Klien biasanya mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri pada mata, dan juga
keterbatasan gerak pada mata
3. Riwayat penyakit sebelumnya

Jenis trauma, bahan yang menyebabkan trauma, lama terkena trauma, dan tindakan apa
yang sudah dilakukan saat trauma terjadi sebelum dibawa ke RS
4. Riwayat psikososial

Secara umum klien mengalami ansietas, gangguan konsep diri, dan juga ketakuan akan
terjadinya kecacatan mata, gangguan yang menetap atau kebutaan
5. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda tanda vital

1) Nadi: biasanya terdapat peningkatan nadi akibat kegelisahan

2) Suhu: tidak ditemukan perubahan suhu yang signifikasn

3) Tekanan darah: tidak ditemukan kelainan

4) Pernafasan: pernfasan menjadi lebih cepat dari biasanya karena kegelisahan


dan bisa terjadi gangguan pernafasan apabila trauma menyebar hingga mukosa

19
hidung
b. Pemeriksaan per sistem

1) B1 (Breathing): biasanya disertai gangguan pernafasan apabila trauma


menyebar hingga mukosa hidung
2) B2 (Blood): perdarahan terjadi jika trauma melibatkan organ tubuh selain mata
3) B3 (Brain): pasien merasa pusing atau nyeri karena terdapat peningkatan TIO

4) B4 (Bladder): kebutuhan eliminasi dalam batas normal

5) B5 (Bowel): tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal

6) B6 (Bone): ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan kelainan

c. Pemeriksaan khusus pada mata

1) Visus biasanya terjadi penurunan

2) Gerakan bola mata terdapat pembatas atau hilang sebagian pergerakan bola
mata
3) Terdapat perubahan struktur konjungtiva, warna, dan terdapat memar

4) Terkadang terdapat kerusakan tulang orbita atau krepitasi tulang orbita

5) Pelebaran pada pembuluh darah perikornea

6) Terdapat Hifema

7) Terdapat inflamasi pada konjungtiva

8) Terdapat iskemik perilimbus

9) Terkadang terdapat perdarahan dari orbita

10) Pupil tidak bereaksi terhadap cahaya

11) Terdapat edema pada korna

12) Ditemukan nekrosis pada konjungtiva/sclera

13) Katarak

C. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan cidera, inflamasi, peningkatan TIO, kerusakan


jaringan mata
2. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
20
3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan

4. Ansietas berhubungan dengan gangguan penglihatan

5. Kurangnya pengetahuan megenai tindakan pertama setelah terpapar bahan kimia pada
mata

D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan 1. Klien 1.1 Kaji derajat
dengan cidera, melaporkan nyeri
inflamasi, peningkatan bahwa nyeri 1.2 Beri tahu
TIO, kerusakan jaringan menurun penyebab nyeri
mata
2. Klien tidak 1.3 Lakukan
gelisah
kompres pada
sekitar mata
1.4 Kolaborasi
pemberian
analgesik
1.5 Ajarkan teknik

distraksi
2 Risiko infeksi 1. Tidak terdapat 2.1 Kaji perilaku
berhubungan dengan tanda-tanda sehari hari yang
ketidakadekuatan infeksi memungkinkan
pertahanan tubuh primer 2. Klien dapat timbulnya infeksi
menjaga daerah mata
luka 2.2 Terangkan
perilaku yang
dapat
menyebabkan
infeksi
2.3 Ajarkan tanda
tanda infeksi
2.4 Anjurkan klien
untuk lapor
21
apabila terdapat
tanda tanda
infeksi
3 Gangguan persepsi 1. Klien dapat 3. Kaji ketajaman
sensori berhubungan mengidentifikasi penglihatan klien
dengan gangguan faktor faktor 3.2 Memberikan
penglihatan yang rangsangan
mempengaruhi sensori
fungsi 3.3 Sesuaikan
penglihatan lingkungan untuk
2. Klien dapat optimilisasi
penglihatan
melihat bayang-

22
bayangan 3.4Hindari cahaya
yang
menyilaukan
4 Ansietas berhubungan 1. Klien 4.1 Kaji derajat
dengan gangguan kecemasan
mengungkapkan
penglihatan 4.2Beritahu tentang
kecemasan
penyakit yang
berkurang atau
klienderita,
menghilang
proses dan tahap
2. Klien ikut
pengobatan
berpartisipasi
4.3Beri kesempatas
dalam
klien untuk
pengobatan
bertanya
4.4Beri dukungan
psikologis
4.5menjelaskan
prosedur yang
dilakukan
5 Kurangnya pengetahuan 1. Klien dapat 5.1 Menjelaskan
megenai tindakan menggambarkan kepada klien
pertama setelah terpapar pengalaman mengenai
bahan kimia pada mata sebelumnya penyakit yang
yang sesuai diderita
dengan topik 5.2 Menjelaskan
2. Klien dapat kepada klien
berperilaku prosedur yang
sesuai dengan harus dilakukan
pengetahuan 5.3 Menjelaskan
3. Persepsi keliru kepada klien
terhadap mengenai
masalah pengobatan
menurun atau
menghilang

23
ALGORITMA TRAUMA KIMIA PADA MATA

Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang disebabkan


substansi dengan pH yang tinggi ataupun dengan pH yang
rendah. Trauma kimia pada mata biasanya disebabkan oleh
bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Bahan
kimia dikatakan bersifat asam apabila mempunyai pH <7 dan
dikatakan bersifat basa apabila mempunyai pH >7

Trauma Asam
Pada trauma yang disebabkan oleh zat kimia asam
biasanya cenderung lebih ringan daripada trauma Trauma Basa
yang disebabkan oleh zat basa. Hal ini disebabkan
koagulasi protein umumnya dapat mencegah Pada trauma yang disebabkan oleh zat kimia basa
penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam dan biasanya lebih berat dari trauma asam. Basa akan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata
korneal yang mengikuti trauma akibat asam depan hingga jaringan retina hal ini akan merusak
retina sehingga akan mengakibatkan kebutaan.
Contoh bahan asam yang dapat menyebakan
trauma: Sulfuric Acid (H2SO4), Sulfurous Acid Contoh bahan basa yang dapat menyebabkan
(H2SO3), Hydrofluoric Acid (HF) trauma: Amonia (NH3), Potassium Hydroxide
(KOH), Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2)

Primary
Survey

Airway: Periksa adanya sumbatan/obstruksi pada jalan


napas

Breathing: Periksa frekuensi, suara, dan juga pola napas

Circulation: Periksa tanda-tanda vital, crt, pitting

24
Tatalaksana
Emergency
1. Melakukan irigasi pada mata dan menggunakan laurtan Saline atau Ringer Lactate selama 30 menit. Jika
hanya tersedia air non steril, maka gunakan air trsebut. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk menetralisit
trauma basa, begitu juga sebaliknya. Speculum kelopak mata dan anestesi topical untuk mata dapat digunakan
sebelum irigasi dengan cara Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi.
2. 5-10 menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH menggunakan kertas lakmus, irigiasi diterukan apabila belum
mencapai pH netral (pH=7.0)
3. Apabila pH masih tinggi, konjungtiva pada forniks di swab dengan moistened cotton-tipped applicator atau
glass rod. Penggunaand desmarres eyelid retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari forniks

Tatalaksana Derajat Ringan – Sedang Tatalaksana Derajat Berat

1. Forniks di swab dengan moistened cotton-tipped 1. Setelah dilakukan irigasi, rujuk ke rumah sakit
applicator atau glass rod untuk membersihkan untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai
partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis TIO dan melakukan tindakan operatif untuk
yang munkin masih mengandung bahan kimia. penyembuhan kornea apabila diperlukan.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%, Atropin 1%) 2. Debridement pada jaringan nekrotik yang
mengandung bahan asing
dapat diberikan untuk menstabilisasi permeabilitas
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%, Atropin 1%)
pembuluh darah dan mengurangi inflamasi diberikan sebanyak 3-4 kali sehari
3. Antibiotik topikal spektrum luas (tobramisin, 4. Antibiotik topikal Trimetoprim/polymyxin-
gentamisin, ciprofloxacin) dapat diberikan untuk polytrim 4 kali sehari atau ertromisin 2-4 kali
infeksi seharin
4. Analgesik oral (acetaminophen) dapat diberikan 5. Steroid topical (Prednisolon acetate 1%,
untuk mengatasi nyeri dexamethasone 0,1%) 4-9 kali sehari, steoid dapat
5. Apabila terdapat peningkatan TIO >30 mmHg mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang
dapat diberikan acetazolamide, beta blocker menghambat reepitilisasi. Penggunaan steroiud
topikal hanya boleh digunakan selam 7-10 hari
6. Dapat diberikan air mata artifisial apabila tidak
pertama karena jika lebih lama maka dapat
dilakukan pressure patch menghamabbt sintesis kolagen dan migraasi
fibroblast sehingga proses penyembuhan menjadi
lama.
6. Medikasi antiglaucoma jika terjadi peningkatan
TIO
7. Diberikan pressure patch setelah diberikan air
mata artifisial atau salep mata
8. Hanya diberikan air mata artifisial

25
Secondary Survey

B1 (Breath) :Kaji pernafasan

B2 (Blood): Kaji perubahan tekanan darah dan periksa apabila terdapat trauma
B3 (Brain): Kaji tingkat kesadaran dan trauma pada kepala
B4 (Bladder): Kaji perkemihan mliputi warna urin, jumlah, bau dan apakah terdapat nyeri apabila BAK
B5 (Bowel): Kaji adanya masalah pencernaan, nyeri tekan pada abdomen,dan hitung bising usus
B6 (Bone): Kaji adanya nyeri tekan, pembengkakan, deformitas atau tidak dapat digerakkan
Anamnesa:
Identifikasi pasien, menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat psikososial. Umumnya klien
dating dengan keluhan nyeri, terdapat riwayat terpajan cairan atau gas kimia pada mata, rasa mengganjal di
mata, pandangan kabur, mata merah, dan rasa terbakar.

Pemeriksaan Fisik:

Pada tahap pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan cermat. Pemeriksaan fisik dilakukan setelah dilakukan
pemberian anestesi topical. Secara umum saat dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan perforasi kornea,
inflamasi konjungtiva, peningkatan TIO, iskemik perilimbus, penglihatan menurun, dan pelebaran pada
pembuluh darah perikornea.

Pada trauma derajat tingan sampai sedang biasanya ditemukan kemosis, edema pada kelopak mata, luka
bakar grade 1 di sekitar mata. Sedangkan pada trauma derajat berat mata tidak memerah, melainkan putih
karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas dan grade luka bakar yang
lebih berat.

26
POLITEKNI Standar Operasional Prosedur (SOP)
K
Penanganan Trauma Kimia pada Konjungtiva dan Kornea
KESEHATAN
Definisi :
KEMENKES
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
KALTIM
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan,
berat bahkan sampai kehilangan penglihatan.
Tujuan :
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penanganan trauma
Jl. Wolter
kimia pada konjungtiva dan kornea
Monginsidi No.
Persiapan Alat :
38 Samarinda
1. Nacl 0,9%

2. Infus set

3. Pantocain tetes

4. Spuit 5 -10 cc

5. Kasa

6. Salep mata ataupun tetes mata

7. Plester
Prosedur Tindakan :

1. Petugas memanggil pasien sesuai urutan.


2. Petugas mencocokkan identitas pasien dengan status pasien.
3. Petugas mencatat keluhan pasien pada kartu status pasien.
4. Petugas melakukan pengukuran tekanan darah, nadi,
menghitung nafas dan suhu bila diperlukan.
5. Pasien menyerahkan kartu rekam medis pada dokter untuk
dilakukan pemeriksaan.
6. Petugas melakukan anamnesa
 Mata merah, bengkak dan iritasi, nyeri, penglihatan buram,
sulit membuka mata, rasa mengganjal pada mata.
 Riwayat terpapar zat kimia : detergen, desinfektan dlsb.
7. Petugas melakukan pemeriksaan fisik.
 Hiperemia konjungtuva, defek epitel kornea dan
27
konjungtiva, kekeruhan kornea dan lensa.
 Pemeriksaan dengan kertas lakmus, bila berwarna merah
berarti zat asam, bila berwarna biru basa.
8. Petugas menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik.
9. Petugas memberikan terapi.
 Segera lakukan irigasi mata yang terkena zat kimia dengan
cairan mengalir sebanyak mungkin dan nilai kembali dengan
kertas lakmus. Irigasi terus dilakukan hingga tidak terjadi
pewarnaan pada kertas lakmus

28
 Setelah irigasi selesai dilakukan, nilai tajam penglihatan,
kemudian rujuk segera ke dokter spesialis mata di fasilitas
sekunder atau tersier
10. Petugas memberikan konseling.
 Anjuran untuk menggunakan pelindung (kacamata /
goggle, sarung tangan, atau masker) pada saat kontak
dengan bahan kimia.
11. Petugas mencatat semua yang telah dilakukan dalam kartu
status pasien.
12. Petugas mencatat di buku register poli umum

29
Telaah Jurnal
Judul Trauma Kimia Asam Okuli Dextra
Latar Trauma kimia pada mata adalah trauma pada kornea dan
Belakang konjungtiva yang disebabkan karena adanya kontak dengan
bahan kimia asam yang dapat menyebabkan kerusakan
permukaan epitel bola mata, kornea dan segmen anterior
yang cukup parah serta kerusakan visus.
Tujuan Trauma bahan kimia pada mata merupakan kejadian gawat
darurat dan harus diterapi sebagai kegawatdaruratan mata.
Hasil Pasien mengalami mata kanan merah, penurunan pengelihatan yang disertai
rasa nyeri, rasa mengganjal dikarenakan trauma kimia yang bersifat asam
(cairan pembersih lantai). Mata merah pada pasien disebabkan karena iritasi
akibat bahan kimia asam. Penurunan tajam penglihatan dapat terjadi karena
kerusakan epitel kornea. Edema palpebra terjadi karena reaksi inflamasi
terhadap bahan asam tersebut.
Diagnosis kerja pada pasien adalah trauma Kimia Oculi Dextra menurut kriteria
Roper-Hall grade II et causa trauma kimia asam dengan penatalaksanaan non
farmakologi irigasi mata dengan NaCl 0,9% 4-5 kolf dengan teknik eversi
palpebra superior sampai didapatkan pemeriksaan kertas lakmus mencapai pH
netral. Tatalaksana farmakologi meliputi moxifloxacin hydrochloride 0,5% 1 gtt
per jam OD, chelating agent berupa EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) tetes
mata 5mg/ml 4x 1gtt OD, vitamin C 2x100 mg tablet. Prognosis quo ad vitam
pada pasien ini bonam karena tidak mengancam nyawa, quo ad functionam
dubia karena menganggu visus pasien jika tidak ditangani dengan cepat dan
adekuat.
Kesimpula Tatalaksana paling utama adalah irigasi pada mata yang
n terkena bahan kimia sebersih mungkin dilakukan dalam 60
menit sampai pemeriksaan kertas lakmus.
Sumber Muhammad Yusran, Yusran, and Rani Rani Himayani.
"Trauma Kimia Asam Okuli Dextra." Jurnal Agromedicine
6.1 (2019): 221-225.

30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan


oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat
bahkan sampai kehilangan penglihatan.Trauma kimia pada mata merupakan
trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang
bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.
Terapi yang diberikan pada pasien yang utama adalah melakukan
pengaliran air (irigasi) pada mata dengan teknik eviserasi palpebra dengan
tujuan untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Irigasi yang
dilberikan sebaiknya dilakukan selama 60 menit, kemudian dilakukan
pemeriksaan kertas lakmus, irigasi dihentikan apabila pH sudah netral.
Terapi medis awal bertujuan agar permukaan bola mata segera
melakukan proses reepitelisasi dan transdiferensiasi, mempercepat
penyembuhan kornea dengan membantu produksi keratosit dan kolagen yang
akan memperkecil terjadinya inflamasi.
B. Saran

Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan


dalam mempelajari tentang asuhan keperawatan gawat daruratan trauma
kimia pada konjungtiva dan kornea. Dan harapan penulis makalah ini tidak
hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca.
Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang sempurna penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Amru K, 2017. Evaluasi Penatalaksanaan Penderita Trauma Mata Di Rumah


Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-
2016.

Asbury T, Sanitao JJ. Oftamologi umum. In: Eva PR, editor. Trauma. Jakarta:
Penerbit Widya Medika. 2014; hlm 384-5.

Chen J, Lan J, Liu D. Ascorbic acid promotes the stemness of corneal epithelial
stem cell and accelerates epithelial wound healing in the cornea. J Stem
Cells Transl Med. 2017; 6 (5): 1356-65.

Estani M, Baradaran R, Movahedan A, Djakkan. The ocular surface burns. J


Ophtalmol. 2014; (14): 1-10.

Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical injury


including amniotic membran therapy. J Curr Opin opthalmol. 2010; 21(4):
317-21.

Ilyas S. Ilmu penyakit mata. In: Raman R, editor. Trauma Mata. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. 2004; hlm. 271-3.

Lubis, Rodiah R, 2014. Trauma Kimia. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas


Sumatera Utara

Paluo R, Minget T, M Ruizi. Chemical burn: patophysiology and treatment. J


Burns. 2010; 36(3): 293-304.

Paragament J, Armenia, Nerat J. Physical and chemical injuries to eye and


eyelids. J Clin Dermatol. 2015; 33(32): 234-7

Seery LS, Huang AJ. Conjungtival symblepharon surgery. In: Zierhut M, editor.
Surgical management in intraocular inflammation and infection. London:
JP Medical. 2013; hlm.1-6.
Subagio S, Yusran M, Himayani R, (2019). Trauma Kimia Asam Okuli Dextra.

Jurnal Agromedicine.

Yani D, Gatut S. The comparison of tetracycline and doxycycline treatment in


corneal epithelial wound healing in the rabbit acid burn model. J
Opthalmologi Indonesia. 2007; 5(3): 222-27.

Anda mungkin juga menyukai