Anda di halaman 1dari 11

Tugas 2

Makalah Mitigasi Bencana

OLEH

Nama : Ardiansyah

NIM : R1A118081

Kelas :A

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
BAB I
PENDAHALUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa
bumi dan tsunami yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik. Ini
merupakan dampak dari wilayah Indonesia yang terletak di pertemuan dua
jalur pegunungan aktif terpanjang di dunia. Bagian Indonesia Barat dilalui
oleh mediteran ring of fire-sirkum pegunungan mediterania, yang memanjang
dari laut mediteran di Eropa. Sedangkan di bagian Timur merupakan ujung
dari Pacific ring of firesirkum api pasifik, yang berasal dari Pegunungan
Rocky di Benua Amerika. Selain kedua sirkum tersebut di Indonesia juga
terdapat tiga lempeng tektonik yang saling menyusun lempeng bumi
Indonesia. Indonesia disusun oleh Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia
dan Lempeng Pasifik .
Di samping itu Indonesia memiliki garis pantai yang panjangnya
mencapai 81.000 km. Garis pantai Indonesia merupakan garis pantai
terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Keberadaan letak Indonesia yang
seperti ini ditambah dengan panjangnya garis pantai memberikan potensi besar
bagi Indonesia untuk ditimpa bencana alam khususnya tsunami. Kondisi
seperti ini mengancam kehidupan Penduduk yang bermukim di sepanjang
bibir pantai yang berada pada jalur aktif dari gempa bumi yang suatu saat bisa
berpotensi tsunami. Selama kurun waktu tahun 1600 sampai dengan 1999
telah terjadi 105 tempat kejadian tsunami yang mana 90% diantaranya
disebabkan gempa tektonik, 9% oleh gunung meletus dan 1% oleh longsoran
(landslide) di dasar laut. Data lain menunjukkan bahwa dari tahun 1600
sampai 2010 telah terjadi 108 kejadian tsunami, 99 kali tsunami disebabkan
oleh gempa bumi, 9 kali tsunami disebabkan oleh letusan gunung berapi dan 1
kali oleh longsoran di dasar laut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu bagaimana Sistem
penanggulangan, konsepsi pengurangan resiko bencana, pengkajian resiko
bencana dan rencana penanggulangan bencan yang akan dilakukan.
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Sistem
penanggulangan, konsepsi pengurangan resiko bencana, pengkajian resiko
bencana dan rencana penanggulangan bencana yang akan dilakukan.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat kita peroleh dari pembuatan makalah ini
yaitu dapat menambah pemahaman kita mengenai mitigasi bencana mulai dari
pengertian, tujuan dan jenis-jenis mitigasi bencana, selain itu dapat memberikan
pengetahuan kepada kita bagaimana memanajemen dan mengahadapi suatu
bencana apabila sudah terjadi.
BAB II

PEMBAHASAN

3.1 Sistem Penanggulangan Bencana

Sistem penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi


kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.Dalampenyelenggaraan penanggulangan
bencana haruslah dilakukan semenjak tahap sebelum bencana tersebut terjadi,
tahap tanggap darurat, dan setelah bencana terjadi. Di Indonesia sendiri,
pemerintah telah membangun sistem nasional penanggulangan bencana yang
mencakup 3 aspek yaitu :

1. Legislasi

Penyelenggaraan penanggulangan bencana memiliki definisi sebagai


serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi. Penanggulangan Bencana merupakan salah satu bagian dari
pembangunan nasional yaitu serangkaian kegiatan Penanggulangan Bencana
sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana.Prinsip penanggulangan
bencana haruslah cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya
guna dan berhasil guna, transparansi dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan,
nondiskriminatif, dan nonproletisi.

2. Kelembagaan

Kelembagaan terkait kebencanaan terdiri atas lembaga formal dan nonformal.


Secara formal, tanggung jawab penanggulangan bencana berada pada Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD). Adapun tugas dan kewenangan yang diberikan mencakup tugas-
tugas penting yang dilaksanakan pada keseluruhan siklus bencana, yang
mencakup masa prabencana, saat bencana, dan pasca bencana. Hal ini sejalan
dengan amanat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana yang menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana. Hal ini didasarkan pada hak setiap masyarakat Indonesia untuk
mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, termasuk di dalamnya kelompok
masyarakat rentan. Aspek kebencanaan harus mampu menjangkau seluruh pihak
dan perlu dilakukan secara tepat dan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal ini
tentu saja dilakukan dengan tujuan utama untuk mengurangi dampak buruk yang
mungkin timbul. Kegiatan pengurangan risiko bencana mencakup pengenalan dan
pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana,
pengembangan budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana, serta penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan
penanggulangan bencana.

3. Pendanaan

Kebencanaan bukan hanya menjadi isu lokal atau nasional, namun dapat pula
menjadi isu global hingga melibatkan pihak internasional. Komunitas
internasional dapat mendukung Pemerintah Indonesia dalam membangun
manajemen penanggulangan bencana menjadi lebih baik. Di sisi lain, kepedulian
dan keseriusan Pemerintah Indonesia terhadap masalah bencana sangat tinggi
dengan dibuktikan dengan penganggaran yang signifikan khususnya untuk
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan. Terdapat
beberapa pendanaan terkait dengan penanggulangan bencana di Indonesia, antara
lain yaitu Dana DIPA (APBN/APBD), Dana Kontijensi, Dana On-call, Dana
Bantual Sosial Berpola Hibah, Dana yang bersumber dari masyarakat, serta Dana
dukungan komunitas internasional.

3.2 Konsepsi Pengurangan Risiko Bencana

Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktek mengurangi risiko


bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengurangi faktor-
faktor penyebab bencana. Mengurangi paparan terhadap bahaya, mengurangi
kerentanan manusia dan properti, manajemen yang tepat terhadap pengelolaan
lahan dan lingkungan, dan meningkatkan kesiapan terhadap dampak bencana
merupakan contoh pengurangan risiko bencana.Pengurangan risiko bencana
meliputi disiplin seperti manajemen bencana, mitigasi bencana dan kesiapsiagaan
bencana, tetapi PRB juga merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan.
Fokus dalam penanggulangan adalah bantuan dan kedaruratan. Beberapa daerah
memiliki risiko tinggi terdampak bencana. Dengan kondisi alam serta kapasitas
masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana yang masih belum memadai merupakan
faktor yang membuat sebuah daerah memiliki risiko bencana yang cukup tinggi.
Pengetahuan dan kesadaran tentang pengurangan risiko bencana dapat diartikan
sebagai sumber daya yang diharapkan oleh setiap orang, terlebih ketika mereka
mengetahui bahwa diri dan keluarganya sedang terancam oleh kondisi lingkungan
yang rentan terhadap bencana.

Pendekatan melalui paradigma pengurangan risiko merupakan jawaban


yang tepat untuk melakukan upaya penaggulangan bencana pada era otonomi
daerah. Dalam paradigma ini setiap individu, masyarakat di daerah diperkenalkan
dengan berbagai ancaman yang ada di wilayahnya, bagaimana cara mengurangi
ancaman (hazards ) dan kerentanan (vulnerability) yang dimiliki, serta
meningkatkan kemampuan (capacity) masyarakat dalam menghadapi setiap
ancaman.
2.1 Bahaya (hazards)
Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi
mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.
Berdasarkan United International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR),
bahaya ini dibedakan menjadi lima kelompok yaitu :
a. Bahaya beraspek geologi antara lain gempa bumi, tsunami, gunung api,
gerakan tanah (mass movement) sering dikenal sebagai tanah longsor.
b. Bahaya beraspek hidrometeorologi antara lain : banjir, kekeringan, angin
topan, gelombang pasang.
c. Bahaya beraspek bilogi antara lain : wabah penyakit, hama dan penyakit
tanaman dan hewan/ ternak.
d. Bahaya beraspek teknologi antara lain : kecelakaan transportasi, kecelakaan
industri, kegagalan teknologi.
e. Bahaya beraspek lingkungan antara lain : kebakaran hutan, kerusakan
lingkungan, pencemaran limbah.
2.2 Kerantanan (vulnerability)
Kerentanan (vulnerability) merupakan kondisi dari suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah atau menyebabkna ketidakmampuan dalam
menghadapi ancaman bahaya.Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk
diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana,
karena bencana baru akan terjadi bila bahaya terjadi pada kondisi yang rentan.
2.3 Risiko Bencana (disaster risk)
Dalam disiplin penanggulangan bencana (disaster management), risiko
bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman
bahaya (hazard) yang ada. Ancaman bahaya, khususnya bahaya alam bersifat
tetap karena bagian dari dinamika prose salami pembangunan atau pembentukan
roman muka bumi baik dari tenaga internal maupuneksternal, sedangkan tingakt
kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga kemampuan dalam mengahadapi
ancaman tersebut semakin meningkat.
Berdasarkan potensi ancaman bencana dan tingkat kerentanan yang ada, maka
dapat diperkirakan risiko ‘bencana’ yang akan terjadi di wilayah Indonesia
tergolong tinggi. Risiko bencana pada wilayah Indonesia yang tinggi tersebut
disebabkan oleh potensi bencana/hazards yang dimiliki wilayah-wilayah tersebut
yang memang sudah tinggi, ditambah dengan tingkat kerentanan yang sangat
tinggi pula. Sementara faktor lain yang mendorong semakin tingginya risiko
bencana ini adalah menyangkut pilihan masyarakat. Banyak penduduk yang
memilih atau dengan sengaja tinggal di kawasan yang rawan/rentan terhadap
bencana dengan berbagai alasan seperti kesuburan tanah, atau peluang lainnya
yang dijanjikan oleh lokasi tersebut.Dalam kaitannya dengan pengurangan risiko
bencana, maka upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengurangan tingkat
kerentanan, karena hal tersebut relative lebih mudah dibandingkan dengan
mengurangi/memperkecil bahaya/hazard.
3.3 Pengkajian Risiko Bencana

Dalam Peraturan Kepala BNPB No. 3 tahun 2012, kajian risiko bencana adalah
tahap dasar yang harus dimiliki setiap daerah. Dari adanya pengkajian risiko
bencana ini, setiap daerah kemudian diarahkan untuk mendayagunakan
penggunaan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun kapasitas
dan budaya aman dari bencana di semua tingkatan. Setelah itu dilakukan
pengurangan faktor-faktor risiko dasar yang ada dan diperkuat kesiapsiagaan
terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkat. Dengan demikian
pengkajian terhadap risiko bencana dianggap penting dan mendasar. Pengkajian
risiko bencana dilaksanakan dengan melakukan identifikasi, klasifikasi, dan
evaluasi risiko melalui beberapa langkah yaitu: Pengkajian Bahaya dimaknai
sebagai cara untuk memahami unsur-unsur bahaya yang berisiko bagi daerah dan
masyarakat. Karakter-karakter bahaya pada suatu daerah dan masyarakatnya
berbeda dengan daerah dan masyarakat lain. Pengkajian karakter bahaya
dilakukan sesuai tingkatan yang diperlukan dengan mengidentifikasikan unsur-
unsur berisiko oleh berbagai bahaya di lokasi tertentu. Pengkajian Kerentanan
dapat dilakukan dengan menganalisa kondisi dan karakteristik suatu masyarakat
dan lokasi penghidupan mereka untuk menentukan faktor-faktor yang dapat
mengurangkemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. Kerentanan dapat
ditentukan dengan mengkaji aspek keamanan lokasi penghidupan mereka atau
kondisi-kondisi yang diakibatkan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik,
sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang bisa meningkatkan kerawanan suatu
masyarakat terhadap bahaya dan dampak bencana. Pengkajian Kapasitas
dilakukan dengan mengidentifikasikan status kemampuan individu, masyarakat,
lembaga pemerintah atau non-pemerintah dan aktor lain dalam menangani bahaya
dengan sumber daya yang tersedia untuk melakukan tindakan pencegahan,
mitigasi, dan mempersiapkan penanganan darurat, serta menangani kerentanan
yang ada dengan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Pengkajian
dan Pemeringkatan Risiko merupakan pengemasan hasil pengkajian bahaya,
kerentanan, dan kemampuan/ketahanan suatu daerah terhadap bencana untuk
menentukan skala prioritas tindakan yang dibuat dalam bentuk rencana kerja dan
rekomendasi guna meredam risiko bencana.

3.4 Rencana Penanggulangan Bencana

Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana haruslah dilakukan


semenjak tahap sebelum bencana tersebut terjadi, tahap tanggap darurat, dan
setelah bencana terjadi. Dimana siklus manajemen bencana meliputi 4 kuadran
dimana kuadran pertama adalah mitigasi dan pencegahan, kuadran kedua adalah
kesiapsiagaan, peringatan dini, dan rencana siaga, kuadran ketiga adalah kajian
darurat, rencana operasional, dan tanggap darurat, dan kuadran keempat adalah
pemulihan, rehabilitasi, rekonstruksi, dan pembangunan kembali. Dan setelah itu
kembali kekuadran pertama.

Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana, penataan ruang berperan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada tahap prabencana, baik dalam situasi tidak terjadi
bencana maupun terdapat potensi terjadinya bencana. Dalam situasi tidak terjadi
bencana, penanggulangan bencana salah satunya dilakukan melalui pelaksanaan
dan penegakan rencana tata ruang, yaitu melalui pengendalian terhadap
pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang wilayah. Sementara dalam situasi
terdapat potensi terjadinya bencana, mitigasi bencana salah satunya dilakukan
melalui perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang yang berdasarkan pada
kajian risiko bencana.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.Dalam menghadapi hal itu maka prtlu dilakukan langkah-
langah sebagai berikut yaitu Sistem penanggulangan bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi, Pengurangan
risiko bencana adalah konsep dan praktek mengurangi risiko bencana melalui
upaya sistematis untuk menganalisa dan mengurangi faktor-faktor penyebab
bencana, Pengkajian risiko bencana adalah metode untuk menganalisa bahaya
potensial dan mengevaluasi kondisi kerentanan yang ada dan dapat menyebabkan
ancaman atau membahayakan orang, harta benda, mata pencarian, dan lingkungan
tempat masyarakat bergantung dan Penanggulangan bencana adalah upaya yang
meliputi penetapan kebijakan, pembangunan yang beresiko timbulnya bencana,
pencegahan bencana, mitigasi bencana, kesiapsiagaan,tanggap darurat, rehabilitasi
dan rekonstruksi.

4.2 saran
Dalam mitigasi bencana sebaiknya dilakukan dengan kerja sama yang baik
antara pihak pemerintah dan pihak masyarakat agar semua pihak tidak
kesulitan/menderita pada saat terjadi bencana. Untuk kesempurnaan dari makalah
ini saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman maupun dosen
mata kuliah manajemen bencana.
DAFTAR PUSTAKA

1.] Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pengaggulangan Bencana,


(2007).

2.] BNPB. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02


Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana (2012).
Indonesia..

3.] Aminudin. Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana Alam. Bandung: Angkasa;


2013.

Anda mungkin juga menyukai