Pembimbing :
dr. Budi M Lumunon, Sp.OG (K)
41201396100005
1.1. IDENTITAS
Nama : Ny. FR
No. Rekam Medis : 00522517
Umur : 22 tahun 8 bulan 23 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Dalam Pariaman
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk RS : 8 Juni 2019
Riwayat Menstruasi :
• Menarche : 13 tahun
• Siklus : 28 hari
• Lamanya : 7 hari
• Dismenore : nyeri tidak menganggu aktivitas
Riwayat Perkawinan :
Riwayat Obstetri :
Tahun 2016 melahirkan anak perempuan, 3400 gram, lewat bulan, SCTPP ai Malpresentasi dengan
bantuan dokter spesialis obsgyn. Tanpa penyulit.
B. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Kepala : Bentuk Simetris
Mata : Konjungtiva Pucat -/-, Sklera ikterik -/-
Telinga : Tidak ada Kelainan
Hidung : Tidak ada Kelainan
Mulut : TIdak ada Kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea di tengah
Paru : Auskultasi Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I-II Normal 4 - Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen - Tampak bekas luka operasi, BU (+) normal, perkusi timpani, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema +/+
STATUS OBSTETRI
Abdomen :
Inspeksi : tampakmembuncit sesuai kehamilan aterm, lineamediana hiperpigmentasi (+), sikatrik (+)
bekas insisi pfanenstiel
Palpasi :
L1 : Fundus uteri teraba 4 jari dibawah processus xyphoideus. Terabamassa besar, lunak, noduler
L2 :Teraba tahanan terbesar janin di kiri ibu. Teraba bagian-bagian kecil janin di kanan ibu
L3 : Terabamassa bulat, keras, terfiksir
L4 : Divergen
TFU : 28 cm TBJ : 2635 gram His : 4/45”/Kuat
Perkusi : timpani
Pervaginam(-), VT : Ø Lengkap, Ketuban (-) sisa jernih. Teraba kepala H III-IV, UUK anterior
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HB : 11 ( 12-16)
HT 42% (37-43%)
Leukosit 14.650 (5000-10000)
Trombosit 195000 (150000-400000)
1.3. DIAGNOSIS
G2P1A0H1 Aterm 38 – 39 minggu Kala II + BSC 1x Janin hidup tunggal intrauterin presentasi
kepalaUUK depan HIII-IV
Gambar 2.1 : Kadar seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC
(NIH Consensus Development Conference Statement, 2010)
Menurut Miller (1994) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2 kali lebih
sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih. Pada penelitian
ini, jumlah VBAC dengan riwayat seksio sesarea 1 kali adalah 83% manakala 2
kali atau lebih adalah 17 %.
Menurut Depp R (1996) dianjurkan VBAC, kecuali ada tanda-tanda ruptur uteri
mengancam, parut uterus yang sembuh persekundum pada seksio sesarea
sebelumnya atau jika adanya penyulit obstetrik lain ditemui.
Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas selama kontraksi
uterus. Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas seksio sesarea sama dengan
multipara tanpa seksio sesarea yang menjalani persalinan pervaginal (Chua S,
Arulkumaran S, 1997).
Keberhasilan VBAC ditentukan juga oleh keadaan dilatasi serviks pada waktu
dilakukan seksio sesarea yang lalu. VBAC berhasil 67 % apabila seksio sesarea
yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil dari 5 cm, dan 73 % pada
pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan pervaginal menurun sampai
13 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada keadaan distosia pada kala
II (Cunningham FG, 2001).
(Troyer, 1992)
2.5.5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35 tahun.
Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan resiko
tinggi. Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun
mempunyai angka seksio sesarea yang lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih
dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk
persalinan pervaginal lebih besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kecil
dari 40 tahun (Caughey AB, Mann S, 2001).
Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginal
memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien tanpa persalinan pervaginal (Caughey AB, Mann S, 2001).
Menurut Benedetti TJ (1982) dalam Toth PP (1996), pada pasien bekas seksio
sesarea yang sesudahnya pernah berhasil dengan persalinan pervaginal, makin
berkurang kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan dan persalinan yang akan
datang.
Walaupun demikian ancaman ruptur uteri tetap ada pada masa kehamilan maupun
persalinan, oleh sebab itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea harus juga
diperhitungkan ruptur uteri pada kehamilan trimester ketiga terutama saat
menjalani persalinan pervaginal (Toth PP, 1996).
Menurut Guleria dan Dhall (1997) menyatakan bahwa laju dilatasi seviks
mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100 pasien bekas seksio
sesarea segmen bawah rahim didapat 84 % berhasil persalinan pervaginal
sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat. Gambaran laju dilatasi serviks
pada bekas seksio sesarea yang berhasil pervaginal pada fase laten rata-rata 0.88
cm/jam manakala fase aktif 1.25 cm/jam. Sebaliknya laju dilatasi serviks pada
bekas seksio sesarea yang gagal pervaginal pada fase late rata-rata 0.44 cm/jam
dan fase aktif adalah 0.42 cm/jam.
Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptur uteri pada
maternal dengan bekas seksio sesarea (Plaut MM, et al, 1999). Dijumpai adanya 1
kasus ruptur uteri bekas seksio sesaraea segmen bawah rahim transversal selama
dilakukan pematangan serviks dengan transvaginal misoprostol sebelum tindakan
induksi persalinan (Scott, 1997).
Menurut Caughey AB (2001) melaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi yang lahir
pervaginal mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah 8 atau lebih.
Menurut McMahon (1996) bahwa skor Apgar bayi yang lahir tidak berbeda
bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea ulangan elektif. Menurut Flamm
BL (1997) juga melaporkan morbiditas bayi yang lahir dengan seksio sesarea
ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi dibandingkan dengan yang berhasil
VBAC dan morbiditas bayi yang berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan
bayi yang lahir normal.
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan keluar
dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu. Kadang-kadang
harus dilakukan histerektomi emergensi.
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan
dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada seksio sesarea
klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah rahim
0,5-1 % (Hill DA, 2002).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :
(Caughey AB, et al, 2001)
(Landon, 2004)
Menurut Landon (2004), secara keseluruhannya bayi yang dilahirkan term secara
trial of labor (TOL) mempunyai efek yang lebih buruk berbanding bayi yang
dilahirkan secara elective repeated cesarean delivery (ERCD). Penilaian yang
digunakan adalah antepartum stillbirth, intrapartum stillbirth, hypoxic-ischemic
encephalopathy dan kematian neonatus.
Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk
memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti
tertera pada table dibawah ini:
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini:
Weinstein (1996) juga telah membuat suatu sistem skoring yang bertujuan untuk
memprediksi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea, adapun sistem
skoring yang digunakan adalah :
(Weinstein D, 1996)
Angka keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea pada sistem skoring
menurut Weinstein (1996) adalah seperti di tabel berikut :
3.3. PEMBAHASAN
Pasien Ny.FR didiagnosis dengan G2P1A0H1 Aterm 38 – 39 minggu Kala II + BSC 1x Janin
hidup tunggal intrauterin presentasi kepalaUUK depan HIII-IV. Pasien Tidak pernah kontrolANC ke rumah
sakit atau ke dokter spesialis Pasien ini telahmemenuhi kriteria kandidatVBAC dan tidak ditemukan
kontraindikasi menjalani VBAC.
Dari hasil skoring didapatkan Skor Flam Geigger 5 memberikan prediksi keberhasilan 88%. Skor
Weinstin 8 memberikan prediksi keberhasilan 78% dan Skor Alamia 7 memberikan prediksi keberhasilan
94,5% sehingga pada pasien ini dapat dilakukan persalinan pervaginam secara spontan atau dibantu dengan
tindakan pervaginam operatif dengan vakum ekstraksi atau forceps ekstraksi, untuk membantu
mempercepat kala II karena bagian terbawah janin yaitu kepala sudah bebrada di hodge III dan masih
adanya keinginan ibu untuk meneran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Grobman W. 2019. Vaginal Birth After Cesarean Delivery. Practice Bulletin No. 205. American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Obstet Gynecol. Washington DC: hal 110–
127.
2. Afriani A, dkk. 2013.Kasus Persalinan dengan Bekas Seksio Sesarea Menurut Keadaan Waktu
Mausk di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas:2(3)
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD. 2018. William
Obstetrics 25th Edition. USA: McGrawHill
4. Companies.
5. Martel MJ, Mackinnon CJ, Arsenault MY, et all. 2005. Guidelines forVaginal Birth After Previous
Caesarean Birth. No.155. SOGC
6. Weinstein, D., Benshushan, A.,dan Tanos, V,. 1996. Predictive Score for Vaginal Birth After
Cesarean Section. American Journal Obsterics and Gynecology. 174: 192 – 198.
7. Flamm B.L., dan Geiger A.M,. 1997. Vaginal Birth After Cesarean: An Admission Scoring System.
American Journal Obstetrics and Gynecology 90(6): 907 – 1010.