Dalam data PVMBG yang terpampang di Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Marapi Bukittinggi,
dijelaskan erupsi pertama kali terjadi pada tahun 1807.
baca juga: Ini Aktivitas Vulkanik Terkini yang Dialami Gunung Marapi Sumbar
Selanjutnya, di tahun 1822 Marapi kembali bergejolak, dengan mengeluarkan lelehan lava disertai
hembusan asap dan awan debu berikut dengan sinar api dari arah Puncak. Dilaporkan, letusan ini sedikit
menimbulkan kerusakan. Namun tidak terdata dampak kerusakan tersebut.
Lalu, sepanjang 1833-1834 Marapi kembali lagi bertingkah, beberapa kali letusan terjadi dalam skala
kecil. Dikatakan, abu hitam terlihat keluar dari kawah dan malamnya, terlihat bara api.
Sebelas tahun kemudian, tepatnya tahun 1845, Marapi mengamuk, dari bagian puncak mengeluarkan
suara bergemuruh serta mengeluarkan lava dalam skala besar.
29 Agustus 1854, Marapi erupsi lagi setelah cukup lama padam. akibat hal tersebut terjadi hujan abu
selama beberapa hari, tapi tidak disebutkan wilayah mana yang terkena hujan abu itu. Selanjutnya,
Marapi juga terus erupsi dalam skala kecil pada tahun 1855,1856, 1861, dan 1863.
baca juga: Sambaran Kilat di Lereng Merapi Viral, LPBD Sebut Hal Ini
Di tahun 1871, terjadi letusan yang cukup menyita perhatian, sebab dampak letusan itu disebutkan
menyebabkan hujan abu dengan intensitas cukup tebal hingga mencapai wilayah Bukittinggi.
Kemudian pada 4 April 1876, awan asap besar terlihat. Aktifitas Marapi dilaporkan meningkat sejak saat
itu, pada bulan Agustus, satu bongkah lava sebesar 10-12 Meter Kubik terlempar ke udara sejauh 280
meter. Periode Agustus-Desember ini, aktifitas Marapi sangat tinggi sebab sering teramati letusan lava
dan abu.
Berikutnya, pada 1878 tepatnya di bulan Desember. Erupsi berlanjut ke tahun 1883, kali ini erupsi
membuat letusan abu dalam skala kecil. Begitupun di tahun 1885.
Lalu 31 Maret 1886, terjadi letusan besar. Suara gemuruh dari kepundan terdengar sebanyak lima kali.
Akibat dari letusan ini, Sumpu dan Simawang dihantam hujan abu. Dua tahun kemudian, tepatnya 19-20
Februari 1888, terjadi letusan stromboli. Ini cukup besar, sebab abu letusannya mengepung sampai ke
wilayah Tiku Agam selama dua jam.
Lalu, periode selanjutnya hingga tahun 1913 tak diketahui, sebab tak ada keterangan tentang aktifitas
Marapi. Tahun 1916, tepatnya 5 Mei pukul 14.30-14.44 WIB dan 7 Mei pukul 13.14 WIB kembali
mengeluarkan suara gemuruh.
Setahun berikutnya, Marapi mengamuk hebat. Tanggal 16 September 1917, letusan besar terjadi, hujan
abu dilaporkan mendera Bukittinggi. Erupsi dilanjutkan 8 Maret 1918. Dua hari selanjutnya diketahui
seorang ahli asal Belanda yang bernama Justesen, melihat jika dasar kawah berwarna merah darah
disertai kepulan asap warna biru.
Berikutnya, 1919, terjadi ledakan kuat. Disebutkan, ada sebongkah lava terlempar ke arah barat daya.
Tahun 1925, tepatnya 12-13 April, aktifitas vulkanik Marapi kembali meningkat ditandai dengan
munculnya sumbat lava dari dasar kawah.
Di tahun 1927, serentetan letusan yang mengeluarkan abu hitam tebal berbentuk kembang kol terjadi
dengan hebatnya. Tinggi asap mencapai 2-3 km yang mengakibatkan Padang Panjang terkena hujan abu.
Selanjutnya hingga tahun 1951, beberapa kali tercatat peningkatan aktifitas Marapi dengan
mengeluarkan berbagai letusan dengan skala kecil yang diikuti dengan gempa.
Tahun 1952, Marapi kembali erupsi dengan dahsyat, tepatnya tanggal 29 Mei-6 Juni, letusan abu
berbentuk cendawan dengan ketinggian mencapai 2-3 km mengakibatkan wilayah Padang Panjang
terkena hujan abu. Pada tanggal 7-14 Juni letusannya berangsur melemah. Kemungkinan, letusan di
tahun inilah yang menjadi salah satu letusan terbesar yang tercatat selama sejarah Marapi.
Setelahnya, letusan eksplosif kembali terjadi pada 26-28 Maret 1975, yang disertai dengan suara
gemuruh dan lontaran material lava pojar yang terjadi pada kawah. Tinggi asap berkisar antara 1000-
1500 meter, hujan abu menyentuh Batu Sangkar. Begitupun pada tahun 1977, letusan juga terjadi
hingga mengeluarkan asap putih tebal setinggi 1000 meter.
Pada 8 September 1978, letusan besar yang berasal dari kawah verbeek dan kawah C, asap letusan
berbentuk kembang kol membumbung tinggi lebih kurang 1500 meter di angkasa. Hujan abu menyebar
sejauh 25 km hingga melingkupi sejumlah daerah di dalam Kabupaten Tanah Datar.
1980, tanggal 8 Mei dan 14 Oktober, letusan eksplosif disertai suara gemuruh pada kawah Verbeek.
Tinggi asap mencapai 1000 meter, dan dilaporkan terjadi hujan abu di wilayah Tanah Datar dengan
ketebalan 1 milimeter.
Kemudian, di tahun 1987, Marapi tampak begitu sibuk beraktifitas. Serangkaian letusan besar disertai
suara gemuruh dengan lontaran lava pijar terjadi dari dalam kawah. Tinggi asap letusan bervariasi
antara 600-1500 meter, serentetan letusan itu membuat sebaran abu mencapai wilayah Bukittinggi,
Tanah Datar, dan Pariaman.
Periode 1988-1990, Marapi masih bergejolak. Rentetan letusan eksplosif kadang disertai suara gemuruh
dan sinar bara api terjadi secara sporadis sepanjang tahun. pusat letusan masih di kawah utama atau
populer disebut kawah Verbeek. Tinggi asap antara 400-2000 meter dengan warna hitam tebal
berbentuk cendawan, hujan abu menyebar hingga 6-10 km dari pusat kegiatan,
Selanjutnya hingga tahun 2010, teramati sejumlah letusan kecil dengan ketinggian asap antara 200-1500
meter.
3 Agustus 2011, letusan eksplosif disertai suara gemuruh terdengar dari kawah. Tinggi asap mencapai
1000 meter yang menyebabkan hujan abu dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Sejak saat itu, status
Marapi naik dari Normal level I menjadi Waspada Level II hingga sekarang,
26 September 2012. Letusan besar kembali terjadi dengan suara bergemuruh dari kawah yang memaksa
keluarnya asap warna kelabu tebal dengan ketinggian lebih kurang 1500 meter.
2014, tercatat sejumlah letusan sebanyak 18 kali dengan warna asap kelabu dengan ketinggian 100-700
meter.
Terakhir, Minggu 4 Juni 2017, terjadi letusan sebanyak 6 kali pada kawah Verbeek. tinggi asap mencapai
700 meter yang menyebabkan hujan abu jatuh di Tanah Datar dengan ketebalan kurang dari 1
milimeter. Hingga Kamis 8 Juni, Marapi tercatat sudah megekuarkan lebih dari 80 letusan sejak
terbangun pada Minggu 4 Juni 2017 lalu.