Anda di halaman 1dari 5

NAMA TARUNI MUDA REVI PURNAMA SARI

No.TARUNA 2101326
KELAS TD 1.11
DOSEN ABDUL GHOFUR,MA.M.Ud
MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

1. Bagaimana sikap Anda saat menghadapi perbedaan dalam menjalankan syariat agama ditengah
kemajemukan dalam beragama dan apa batasan-batasan yang diperbolehkan dalam syariat Agama?
Jelaskan!
Jawab:
1. Sikap saya saat menghadapi perbedaan dalam menjalani syariat agama di tengah
kemajemukan dalam beragama adalah menghargai nya guna menciptakan
ketentraman dan kesatuan antar umat beragama di Indonesia. Saya juga tidak
membenarkan sikap yang menyatakan bahwa semua agama sama, yang selanjutnya
dapat berpindah-pindah agama ketika bosan dengan agama terdahulu. Perilaku
seperti itu sangat keliru atau salah, sebab kemajemukan agama tidak membenarkan
adanya percampuradukan agama atau pindah-pindah agama. Kemajemukan agama
tidak juga hendak menegaskan bahwa semua penganut agama (apapun bentuknya)
dapat dibenarkan untuk,itu kemajemukan agama dapat dipahami sebagai berikut:
a. Bukan hanya pengakuan akan adanya umat lain (the other) tapi juga keterpanggilan
jiwa untuk menjalin kerjasama antar sesama pemeluk agama,bahkan ateis
sekalipun.
b. Bukan kosmopolitanisme dimana agama hidup secara berdampingan tapi tidak
saling belajar apalagi bekerjasama.
c. Bukan relatisme yang mana semua agama dianggap benar karena penghargaan
kepada penganutnya.
d. Bukan sinkretisme dimana semua agama yang ada disatukan untuk kemudian
melahirkan agama baru.
Dengan demikian kemajemukan agama tidak dapat dipahami hanya dengan
mengatakan bahwa masyarakat majemuk, beraneka ragam dan terdiri dari berbagai
suku dan agama. Hal itu justru hanya akan menggambarkan fragmentasi, bukan
kemajemukan. Kemajemukan agama juga tidak boleh dipahami sekedar sebagai
kebaikan negatif, hanya ditilik dari kegunaan nya untuk menyingkirkan fanantisme.
Kemajemukan agama harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam
ikatan-ikatan keadaban. Bahkan kemajemukan agama adalah suatu keharusan bagi
keselamatan umat manusia.

2. Batasan-batasan yang diperbolehkan dalam syariat agama adalah batas toleransi di


bidang akidah sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S al-kafirun ayat 6. Batas
toleransi dibidang fikih sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S al-Baqarah ayat 139.
Batas toleransi dibidang akhlak sebagaimana H.R. Muslim. Batas toleransi di bidang
muamalah.

2. Tuhan, alam dan manusia memiliki hubungan yang tak terpisahkan. Buatlah sebuah narasi yang
menjelaskan tentang bagaimana hubungan tersebut!
Jawab: Tuhan, alam dan manusia memiliki hubungan yang sangat erat, dimana Tuhan
sebagai penciptaan manusia dan alam. Sedangkan manusia sebagai aktor penerima atau
pengelola ciptaan Tuhan, sedangkan alam sendiri sebagai sarana manusia berbuat untuk menuju
kembali pada Tuhan. Kemampuan manusia untuk mengelola alam dan menerjemahkan wahyu
Tuhan adalah wujud dari sikap harmonis. Kemampuan manusia mengelola alam akan tetapi tidak
mampu menerjemahkan wahyu Tuhan dianggap sebagai bentuk penyimpangan karena manusia
mengabaikan penciptanya. Di sisi yang lain, kemampuan manusia menerjemahkan wahyu Tuhan
akan tetapi tidak mampu menerjemahkan alam dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap
fasilitas yang diberikan kepada manusia oleh Tuhan. Oleh karenanya diperlukan pemahaman
komplit antara ketiganya. Manusia juga tidak bisa ingkar atau lalai, karena alam ciptaan Tuhan ini
manusia bisa hidup, dan akan kembali kepada pencipta-Nya kelak, maka dari itu manusia harus
mematuhi Tuhan dan menjaga alam ciptaan Tuhan.

3. Apa yang Anda ketahui tentang Aqidah, Akhlaq dan Syariah. Apa korelasi antara Aqidah dan
Syariah dalam Islam dan bagaimana implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Berikan
contohnya!

Jawab: a. Aqidah
▪ Aqidah secara harfiah, (segi bahasa) berarti sesuatu yang mengikat, atau
terikat, tersimpul.
▪ Secara istilah (terminologi), berarti sistem kepercayaan/ keimanan dalam
Islam.
▪ Mengapa disebut aqidah? karena kepercayaan itu mengikat penganutnya
dalam bersikap dan bertingkah laku.
▪ Aqidah Islam adalah tauhid, yakni meyakini keesaan Tuhan baik dalam Dzat
maupun Sifat-Nya, di sinilah adanya ikatan seseorang dengan Tuhan yang
diyakininya.
▪ Aqidah adalah bentuk jamak dari kata Aqaid, artinya beberapa perkara yang
wajib diyakini kebenarannya oleh hati, yang akan mendatangkan ketentraman
jiwa, dan menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-
raguan.
▪ Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah.

b. Akhlaq
▪ Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al akhlaq yang
merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat.
▪ Secara terminologi, akhlak adalah keadaan batin yang menjadi sumber
lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir secara spontan tanpa berfikir
untung atau rugi.
▪ Kajian akhlak adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah
lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk
(tercela).
▪ Kualitas keberagamaan seseorang justeru ditentukan oleh nilai akhlaknya.
▪ Akhlak menekankan pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat
dari keikhlasannya, shalat dilihat dari kekhusyu`annya; berjuang dilihat dari
kesabarannya; haji dari kemabrurannya; ilmu dilihat dari konsistensinya
dengan perbuatan; harta dilihat dari aspek dari mana dan untuk apa; jabatan
dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan bukan apa yang diterima.
▪ Akhlak Islam bersifat sakral, absolut, imperatif, akurat, universal dan memiliki
makna ukhrawi.
▪ Dikatakan sakral, karena norma-normanya berhubungan dan terkait dengan
Allah serta merupakan ibadah kepada-Nya.
▪ Dikatakan absolut, dalam pengertian memiliki kemutlakan sebagai standar
baik dan buruk, benar atau salah secara baku dan tidak berubah-ubah baik
karena perbedaan budaya masyarakat maupun perkembangan waktu.
▪ Dikatakan imperatif, karena norma-normanya mengikat dan memaksa.
▪ Dikatakan akurat, karena norma-normanya itu sangat tepat sebagai alat
untuk mengendalikan manusia dan selaras dengan kepentingan penataan
kehidupan yang damai dan harmonis.
▪ Dikatakan universal, karena berlaku dimanapun dan kapanpun.
▪ Dan bersifat ukhrawi, dalam pengertian bahwa keuntungan dari
pelaksanaannya tidak hanya dirasakan sekarang di dunia ini saja tetapi nanti
juga di akhirat.

c. Syariah

▪ Secara harfiah, syari`ah berarti jalan yang harus diikuti, bisa juga berarti
menjelaskan dan menyatakan sesuatu (dari kata dasar syara’), atau dari
kata Asy-Syir’ dan Asy-Syari’atu yang berarti berarti jalan ke sumber air atau
jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan.
▪ Secara istilah, syari`ah adalah aturan atau undang-undang yang diturunkan
Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur
hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta.
▪ Atau dengan kata lain mengandung dimensi hukum atau peraturan dari ajaran
Islam.
▪ Aturan hubungan manusia dengan Tuhan.
▪ Aturan hubungan manusia dengan Tuhan berujud kewajiban manusia
menjalankan ritual ibadah (Rukun Islam yang lima).
▪ Esensi ibadah adalah perhambaan diri secara total kepada Allah swt sebagai
pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan manusia dihadapan
kemahakuasaan Allah swt.
▪ Syariah Islam mengatur pula tata hubungan antara seseorang dengan dirinya
sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang saleh. Kesalehan individu ini
mencerminkan sosok pribadi muslim yang paripurna.
▪ Aturan hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan alam
▪ Dalam masalah sosial, syariah mengatur tata hubungan antara manusia
dengan manusia dalam bentuk muamalah, sehingga terwujud kesalehan
sosial dalam bentuk hubungan yang harmonis antara individu dengan
lingkungan sosialnya, kemudian dapat melahirkan suatu bentuk masyarakat
yang saling memberikan perhatian dan kepedulian antara sesama anggota
masyarakat yang dilandasi oleh rasa kasih sayang.
▪ Dalam hubungan dengan alam, syariat Islam meliputi aturan dalam
mewujudkan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan
mendorong untuk saling memberi manfaat sehingga terwujud lingkungan
alam yang makmur dan lestari.

d. Kolerasi antara aqidah dan syariah dalam islam

Menurut Syekh Mahmud Syaltut ketika menjelaskan tentang kedudukan akidah dan syariah menulis:
Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah pokok yang kemudian di atasnya dibangun
syariat. Sedang syariat itu sendiri adalah hasil yang dilahirkan oleh akidah tersebut. Dengan demikian
tidaklah akan terdapat syariat di dalam Islam, melainkan karena adanya akidah; sebagaimana syariat
tidak akan berkembang, melainkan di bawah naungan akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa akidah
laksana gedung tanpa fondasi, namun demikian islam menyatakan bahwa hubungan antara
keduanya merupakan suatu keniscayaan, yang artinya bahwa antara akidah dan syari’ah tidak bias
sendiri-sendiri.
Jadi ajaran islam terdiri dari dua pokok , yakni: pertama akidah/iman yang terdiri dari enam rukun
iman, yang landasannya adalah dalil-daalil qath’i (al-qur’an dan hadist mutawatir). Kedua,
syariah/amal sholeh yang mengatur dua aspek kehidupan manusia yang pokok, yaitu: mengatur
hubungan manusia dengan Allah (ibadah), dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya
atau aktivitasnya dalam masyarakat (muamalah).
dalah makna umum, yaitu agama Islam secara keseluruhan. Sebaliknya, jika syari’at disebut
bersama ‘aqidah, maka yang dimaksudkan adalah makna khusus, yaitu hukum-hukum, perintah-
perintah, dan larangan-larangan dalam masalah agama yang bukan ‘aqidah (keyakinan).

Dengan demikian, maka ‘aqidah dan syari’ah merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa iman itu meliputi keyakinan dan amalan. Keyakinan inilah yang
disebut dengan ‘aqidah, dan amalan ini yang disebut syariah. Sehingga iman itu mencakup ‘aqidah
dan syariah, karena memang iman itu, jika disebutkan secara mutlak (sendirian) maka ia mencakup
keyakinan dan amalan.

E. implementasi dalam kehidupan sehari-hari


a. berperilaku baik dan tidak melanggar syariah islam.
b. percaya akan adanya hari akhir dengan diyakini melaksanakan kewajiban beribadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
c. Melaksanakan puasa ramadhan, dan puasa sunnah
d. membayarkan zakat
e. selalu menghormati orang yang lebih tua
f. berperilaku sopan.

4. Setelah hidup dan tinggal bersama di Asrama beberapa bulan, apa kesan Anda tentang
toleransi beragama di lingkungan PTDI-STTD? Menurut Anda, apa yang perlu ditingkatkan
terkait hal tersebut dan mengapa?
Jawab: Setelah tinggal di asrama selama beberapa bulan di PTDI-STTD banyak sekali
taruna/taruni yang menerapkan toleransi antar umat beragama, tidak membeda-
bedakan agama, dan saling menghargai satu sama lain. Namun ada baik nya
taruna/taruni PTDI-STTD lebih giat lagi dalam mengerjakan ibadah, saling mengingat kan
teman nya untuk jangan lalai untuk mengerjakan ibadah menurut agama masing-
masing. Dan ada baik nya tidak membuat kegaduhan atau keributan ketika sedang
berada pada ruang ibadah.
Meskipun demikian tidak sedikit taruna/taruni PTDI-STTD yang taat terhadap ibadahnya,
seperti untuk umat beragama islam, taruna/taruni melaksanakan sholat 5 waktu, dan
mengikuti kajian. Sedang kan untuk yang beragama non-islam mereka juga
melaksanakan ibadahnya sendiri sesuai ketentuan agama nya masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai