Anda di halaman 1dari 9

PERTIMBANGAN DALAM MELAKUKAN ODONTEKTOMI DENGAN

ANESTESI UMUM: CASE SERIES


Anindita Zahratur Rasyida*, Andra Rizqiawan*
*Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga
Surabaya – Indonesia.

Abstrak
Latar Belakang: Odontektomi merupakan prosedur bedah yang umum
dilakukan oleh ahli bedah mulut dan maksilofasial. Prosedur anestesi yang
diperlukan selama operasi ini mungkin melibatkan pemberian anestesi umum,
sementara prosedur yang aman ketika dilakukan oleh ahli anestesi, masih memiliki
risiko dan hanya boleh dilakukan dengan perlindungan yang tepat. Berbagai
tindakan yang tidak hanya didasarkan kontrol kecemasan tetapi dengan
pertimbangan lainnya akan disebutkan dalam artikel ini. Tujuan: Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk melaporkan faktor-faktor pertimbangan, selain
kecemasan, sebagai indikasi dalam melakukan odontektomi yang dilakukan di
bawah anestesi umum di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia.
Kasus: Empat kasus pasien yang telah menjalani odontektomi dengan anestesi
umum dilaporkan pada artikel ini. Manajemen kasus: Keempat kasus manajemen
melibatkan odontektomi yang dilakukan di bawah anestesi umum untuk berbagai
alasan dengan hasil yang berbeda. Perawatan empat pasien didasarkan pada
pendekatan anatomi dan kontrol nyeri yang sebelumnya tidak efektif karena trauma
yang lebih besar. Salah satu pasien juga menderita skizofrenia yang menghasilkan
komorbiditas yang memerlukan pengamatan holistik. Pasien ini membutuhkan
operasi rumit yang tindakannya menantang apabila dilakukan di bawah anestesi
lokal. Tidak ada satu pun dari pasien yang menderita komplikasi serius yang terkait
dengan operasi atau pemberian anestesi umum. Kesimpulan: Faktor-faktor penting
yang berkaitan dengan odontektomi dilakukan dengan anestesi umum pada empat
pasien di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya termasuk: kecemasan,
pendekatan anatomi, kontrol nyeri yang memadai, komorbiditas kondisi medis
sistemik, dan potensi prosedur bedah yang sulit dilakukan jika di bawah anestesi
lokal. (DOI: 10.20473/j.djmkg.v51.i4.p185–188)

1 Universitas Syiah Kuala


2

Kata Kunci: pertimbangan; anestesi umum; odontektomi; bedah mulut dan


maksilofasial.

Pengantar
Gigi yang impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung gigi
dalam periode waktu yang diperkirakan.1 Sebuah studi tentang 392 pasien di
Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia
menunjukkan bahwa 76,8% dari orang-orang ini memiliki impaksi molar tiga.2
Sebagai aturan umum semua gigi yang impaksi harus diekstraksi dengan proses
yang dikenal sebagai odontektomi, kecuali pencabutan dikontraindikasikan.
Odontektomi sering dilakukan pada bedah mulut dan maksilofasial (OMFS) di
mana kontrol nyeri biasanya dicapai melalui pemberian anestesi lokal atau anestesi
umum (tidak sering). Aplikasi anestesi pertama yang kemudian digunakan untuk
tujuan ekstraksi gigi impaksi secara luas diperkenalkan oleh Horace Wells pada
bulan Desember tahun 1884.3
Berbagai pertimbangan telah digaris bawahi mengenai penggunaan anestesi
umum selama prosedur odontektomi. Anastesi umum ini, umumnya diperlukan
dalam kasus operasi besar ketika anestesi lokal menghasilkan tingkat sedasi yang
tidak memadai, ketika kurangnya kerjasama pasien (tidak patuh), ketika relaksasi
otot pada pasien diperlukan untuk stabilisasi, atau ketika pasien alergi terhadap
anestesi lokal.4 Beberapa ulasan lain tentang penerapan anestesi umum dalam
kedokteran gigi menyoroti masalah-masalah seperti kurangnya kerjasama pasien
karena kecemasan, cacat mental, atau kondisi medis (misalnya, refleks muntah
tinggi atau ketidakmampuan untuk menjaga mulut tetap terbuka) yang membuat
intervensi bedah menjadi sulit saat pasien dalam keadaan sadar.5,6
Pemberian anestesi umum di bawah pengawasan ahli anestesi merupakan
prosedur yang relatif aman, tetapi masih memiliki tingkat risiko tertentu dan tidak
boleh dilakukan hanya sebagai pengendali kecemasan pertama. Risiko tersebut
terkait dengan trauma jaringan lunak gigi dan disfungsi kardiopulmonal yang
berpotensi fatal. Anestesi umum harus dibatasi secara ketat pada pasien dan
keadaan klinis di mana pemberian anestesi lokal (dengan atau tanpa sedasi) tidak
menjadi pilihan.5 Sebagai dokter bedah, dokter OMFS diharuskan untuk
menganalisis berbagai faktor untuk memutuskan penggunaan anastesi umum.

Universitas Syiah Kuala


3

Artikel ini menjelaskan prosedur odontektomi yang dilakukan pada pasien dengan
gejala selain kecemasan di bawah anastesi umum di Rumah Sakit Universitas
Airlangga, Surabaya, Indonesia. Laporan kasus ini mungkin berguna bagi dokter
gigi sebagai sarana edukasi pasien sebelum operasi.

Kasus
Keempat kasus yang dilaporkan pada artikel ini berhubungan dengan pasien
yang menjalani odontektomi di bawah anestesi umum di bagian rawat inap
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Rumah Sakit Universitas Airlangga.
Kasus 1: laki-laki berusia 45 tahun, tanpa riwayat penyakit atau infeksi
sebelumnya, mengeluhkan gigi molar tiga kiri bawah yang tumbuh sebagian ingin
diekstraksi karena ketidaknyamanan yang disebabkan oleh impaksi makanan
disekitar gigi. Pemeriksaan klinis mengkonfirmasi erupsi sebagian gigi 38 dan 48,
sementara evaluasi ortopantomografi (Gambar 1) menunjukkan impaksi horizontal
bilateral dari distomolar yang didiagnosis sebagai potensi odontoma yang
berdekatan dengan impaksi molar ketiga di sebelah kiri dan kanan rahang bawah.
Posisi tersebut dalam dan tumpang tindih dengan kanalis mandibularis. Impaksi
gigi 38 menunjukkan pembesaran folikel gigi dengan diagnosis sementara sebagai
kista dentigerous.

Gambar 1. Gambaran orthopantoomografi pada pasien pertama, dengan impaksi gigi bawah dan
odontoma.

Kasus 2: seorang laki-laki berusia 53 tahun yang dirujuk oleh ahli


prostodontis untuk ekstraksi beberapa gigi sebelum perawatan prostodonsia. Pasien

Universitas Syiah Kuala


4

ini juga menderita skizofrenia, di mana ia minum obat clozapine, selain alergi
terhadap antibiotik, plastik, dan logam. Evaluasi klinis menunjukkan erupsi
sebagian gigi 48 dan beberapa periodontitis apikalis kronis pada gigi 11, 12, 13, 14,
15, 16, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 26, 36, 38, 45, 46 gangren radiks. Ortopantomografis
ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Ortopantomografi pasien kedua yang memperlihatkan multipel gangren radiks.

Kasus 3: seorang wanita berusia 25 tahun mengeluhkan nyeri tumpul non-


spesifik yang menjalar dari sisi kanan rahang bawah dan memanjang ke leher dan
juga bengkak di perikoronal 38. Subjek ingin keempat gigi molar ketiganya
diekstraksi. Tidak ada riwayat penyakit medis yang tercatat. Pemeriksaan klinis
menunjukkan impaksi gigi 48 dan impaksi sebagian gigi 18, 28, 38. Hasil
ortopantomografi menunjukkan bahwa apikal gigi 48 tumpang tindih dengan kanal
mandibula dan jarak ke batas inferior mandibula terlalu pendek. Pasien sudah
diberitahu bahwa posisi gigi 48 dapat meningkatkan risiko patah tulang dan dia
setuju untuk menjalani prosedur bedah yang sesuai.
Kasus 4: seorang laki-laki berusia 28 tahun mengeluh sering sakit dan
berlubang di gigi bungsu atas dan bawahnya dan ingin agar semua gigi bungsunya
dicabut. Sebuah ortopantomograf (Gambar 4) menunjukkan inversi yang tidak
biasa dari distomolar (kissing molar) yang terletak di ramus asenden mandibula
rahang bawah kiri. Mesiodens juga terlihat di antara gigi insisif atas. Namun, pasien
menolak untuk diekstraksi gigi mesiodens nya karena asimptomatik.

Universitas Syiah Kuala


5

Gambar 3. Ortophanografi pada pasien ketiga yang memperlihatkan impaksi gigi 48 rahang
bawah.

Gambar 4. Tampilan ortopantomograf pasien keempat menunjukkan posisi gigi supernumerari


yang tidak biasa di rahang kiri bawah.

Manajemen Kasus
Terapi yang diterapkan pada keempat kasus merupakan odontektomi di
bawah anestesi umum. Setiap pasien tetap di rumah sakit selama tiga hari: satu hari
untuk pra-operasi, satu hari untuk operasi, dan satu hari untuk observasi pasca-
operasi sebelum dipulangkan. Selanjutnya tindak lanjut dressing yang jahitannya
dilepas satu minggu setelah operasi. Tidak ada satu pun pasien yang menderita
komplikasi serius akibat operasi atau anestesi umum. Pasien di atas menunjukkan
sedikit udem, tidak ada dehisiensi luka (luka yang terbuka kembali), infeksi, mual
atau komplikasi sistemik yang dihasilkan dari pemberian anestesi umum.

Universitas Syiah Kuala


6

Diskusi
Anestesi umum menginduksi hilangnya kesadaran dengan menghalangi
fungsi otak yang mengakibatkan daerah operasi tertentu tidak sensitif terhadap rasa
sakit. Biasanya digunakan anestesi lokal untuk menjaga pasien dalam keadaan sadar
selama perawatan gigi.7 Namun, dalam kasus-kasus tertentu, seperti odontektomi,
ada berbagai pertimbangan untuk pemberian anestesi umum dimana tetap
memperhitungkan keseimbangan antara risiko dan manfaatnya.5
Pasien memiliki motif tersendiri sehingga mau menjalani odontektomi yang
dilakukan di bawah anestesi umum. Pasien pertama dan keempat ingin
melakukannya karena kebutuhan untuk kontrol nyeri yang memadai selama
prosedur dengan durasi yang relatif lama dan dampak traumatisnya. Pemberian
anestesi umum juga membantu mendukung ahli bedah.
Kondisi pasien kedua menderita alergi spesifik dan skizofrenia, ditangani
dengan konsultasi ke psikiater dan internis terlebih dahulu. Pasien menjalani
pemeriksaan dan psikoedukasi untuk mempersiapkannya menjalani perawatan gigi.
Pemberian anestesi umum ditentukan karena ahli bedah tidak hanya dapat
mengekstraksi gigi 48 tetapi juga dapat menghilangkan seluruh infeksi fokal selama
prosedur bedah tunggal. Pasien akan tetap berada di zona nyamannya tanpa perlu
pengamatan klinis jangka panjang. Evaluasi dan pengamatan kondisi medisnya dan
pengobatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia sebelum, selama, dan
setelah operasi juga dilakukan secara holistik (berdasarkan ilmu Psikologi) bersama
dengan ahli anestesi.
Odontektomi di bawah anestesi umum dilakukan pada pasien ketiga untuk
mengontrol rasa sakit secara memadai dan juga untuk mempersiapkan plate rahang
bawah jika diperlukan untuk menstabilkan setiap potensi fraktur. Anestesi umum
membantu memfasilitasi operasi yang terlalu luas dan / atau menantang pada pasien
dengan keadaan sadar.5 Selama operasi, kondisi rahang bawah seluruhnya ditinjau
dan kebutuhan untuk stabilisasi lebih lanjut dengan menggunakan plate dievaluasi
segera saat ekstraksi gigi 48.
Keputusan akhir dalam hal ini tidak diambil oleh ahli bedah saja karena
pasien harus selalu mendapat informasi lengkap dan juga persetujuan pasien harus
diperoleh sehubungan dengan pemberian anestesi umum. Keputusan odontektomi

Universitas Syiah Kuala


7

yang dilakukan di bawah anestesi umum didapatkan pada pertemuan antara dokter
bedah dengan pasien. Penilaian pra-operasi pasien merupakan prasyarat, pasien
dibuat sadar akan potensi risiko dari prosedur yang akan dilakukan dan kemudian
pasien menyetujui informed consent.7 Pertimbangan tambahan lebih lanjut yang
telah disitasi sebagai pemengaruh keputusan untuk merawat pasien dengan sedasi
atau anestesi umum, termasuk kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan, pilihan
pasien sendiri serta pengasuh atau keluarga pasien, prosedur operasi spesifik yang
terlibat, dan faktor terkait operator atau fasilitas.6
Contoh odontektomi yang dilakukan di bawah anestesi umum di Rumah Sakit
Universitas Airlangga dilakukan semata-mata karena kecemasan pasien. Pemberian
anestesi umum memungkinkan dokter gigi untuk menyelesaikan perawatan segera
daripada menunda perawatan karena kecemasan yang dialami oleh pasien
membuatnya tidak kooperatif dengan prosedur bedah. Perawatan ortodonti
memungkinkan perawatan gigi menjadi lebih baik karena tindakan OMFS akan
menjadi semakin mudah. Pemberian anestesi umum akan memberikan relaksasi
total, sementara prosedur yang diingat pasien semakin singkat, memfasilitasi
perawatan yang sukses bahkan pada individu yang paling fobia terhadap perawatan
gigi. Teknik bimbingan perilaku farmakologis dan non-farmakologis dapat
diterapkan untuk mengurangi kecemasan.8 Kemampuan ahli perawatan kesehatan
dan fasilitas bedah yang tersedia akan memutuskan pilihan prosedur anestesi
terbaik.
Suatu studi melaporkan bahwa perawatan gigi komprehensif lebih sederhana
dibandingkan dengan bedah umum, dimana pada perawatan gigi kondisi umum
pasien lebih stabil dan risiko komplikasi pasca operasi lebih rendah. Chen et al
(2017) meneliti komplikasi pasca operasi pada perawatan gigi komprehensif di
bawah anestesi umum di Rumah Sakit Umum Veteran Taipei pada Agustus 2011-
2012 menemukan tiga hal yang paling umum terjadi yaitu: pembengkakan bibir
(69,2%), mual (59,6%) dan ulserasi oral (46,1%). Sebagian besar komplikasi di atas
secara bertahap hilang dengan sendirinya pasca operasi di bawah perawatan medis
yang memadai.8
Faktor utama yang harus dipertimbangkan pada odontektomi di bawah
anestesi umum yaitu kelemahannya yang terdiri dari biaya yang lebih tinggi

Universitas Syiah Kuala


8

daripada prosedur yang dilakukan di bawah anestesi lokal dan kebutuhan untuk tes
laboratorium dan rontgen dada. Kontrol nyeri selama prosedur lebih efektif di
bawah anestesi umum. Dokter bedah dapat menerapkan kekuatan berlebihan untuk
mengekstraksi gigi dan / atau mengebur begitu dalam ke tulang atau gigi sehingga
terjadi cedera nervus alveolaris dikarenakan pasien tidak merasakan sakit.
Hubungan dari akar molar tiga rahang bawah dengan nervus alveolaris inferior
harus dipertimbangkan ketika ekstraksi dengan operasi akan ditetapkan.
Perencanaan bedah dan informed consent yang memadai bergantung pada
pengetahuan ahli yang berhubungan dengan bidang ini.9,10 Teknik split merupakan
pendekatan odontektomi terbaik untuk menghindari trauma yang tidak perlu dan
mengurangi komplikasi.11,12

Kesimpulan
Sebagai tambahan untuk pendekatan selain kecemasan pasien, pertimbangan
yang mendasari keputusan untuk melakukan odontektomi di bawah anestesi umum
pada pasien di Rumah Sakit Univeritas Airlangga, Surabaya termasuk: pendekatan
anatomi, kontrol nyeri yang memadai, penyakit medis sistemik sebagai
komorbiditas (penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi proses masuknya obat
kedalam tubuh), dan persyaratan prosedur bedah yang sulit dilakukan di bawah
anestesi lokal.

Ucapan Terimakasih
Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Rumah Sakit Universitas
Airlangga untuk memberikan data yang diperlukan terkait dengan kasus-kasus yang
dideskripsikan pada artikel ini.

Universitas Syiah Kuala


9

Daftar Pustaka

1. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery.
6th ed. St Louis Missouri: Mosby Elsevier; 2013. p. 703.

2. Singh S, Sam B, Sitam S. Prevalence third molar agenesis and impaction


among Indonesian people. In: Indonesia 10th Asian Congress Oral and
Maxillofacial Radiology. Bandung: Faculty of Dentistry, Universitas
Padjadjaran; 2014. p. 1–20.

3. Malhotra N. General anaesthesia for dentistry. Indian J Anaesth. 2008;


52(Suppl 5): 725–37.

4. Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 3rd ed. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers; 2012. p. 145.

5. Hutchinson S. General anaesthesia for dentistry. Anaesth Intensive Care Med.


2011; 12(8): 347–50.

6. Borle RM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2014. p. 813.

7. Chitre AP. Manual of local anesthesia in dentistry. 2nd ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2010. p. 357.

8. Chen YP, Hsieh CY, Hsu WT, Wu FY, Shih WY. A 10-year trend of dental
treatments under general anesthesia of children in Taipei Veterans General
Hospital. J Chinese Med Assoc. 2017; 80(4): 262–8.

9. Deliverska EG, Petkova M. Complications after extraction of impacted third


molars - literature review. J IMAB - Annu Proceeding (Scientific Pap. 2016;
22(3): 1202–11.

10. Azenha MR, Kato RB, Bueno RBL, Neto PJO, Ribeiro MC. Accidents and
complications associated to third molar surgeries performed by dentistry
students. Oral Maxillofac Surg. 2014; 18(4): 459–64.

11. Farish SE, Bouloux GF. General technique of third molar removal. Oral
Maxillofac Surg Clin North Am. 2007; 19: 23–43.

12. Singh V, Alex K, Pradhan R, Mohammad S, Singh N. Techniques in the


removal of impacted mandibular third molar: a comparative study. Eur J Gen
Dent. 2013; 2(1): 25–30.

Universitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai