Anda di halaman 1dari 7

Dyspepsia

Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Islam
Jemursari Surabaya

Disusun oleh:
Iradatus Solihah
6130016021

Pembimbing:
dr. Evi Sylvia Awwalia, Sp.PD

SMF Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
RSI Jemursari Surabaya
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Dispepsia adalah adanya perasaan nyeri dan tidak nyaman yang terjadi di bagian perut
atas ditandai dengan rasa penuh, kembung, nyeri, beberapa gangguan mual-mual, perut keras
bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk, 2014). Pravelensi penderita dispepsi cukup tinggi
dan cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pravalensi dispepsia scara global sebesar
3,5-27%, di Amerika Serikat sebesar 23 – 25,8%, di India sebesar 30,4%, New zealand 34,2%,
Hongkong 18,4%, dan di Inggris sebesar 38 – 41%. Pada praktek dokter umum ditemukan
sekitar 30% dan pada praktek dokter spesialis gastroenterologist sebanyak 70% dengan keluhan
dispepsia.
Di Indonesia sendiri, ditemukan sekitar 15-30%. Mayoritas pasien Asia dengan dispepsia
yang belum diinvestigasi dan tanpa tanda bahaya merupakan dispepsia fungsional. Berdasarkan
hasil penelitian di negara-negara Asia (Cina, Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia,
Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam) didapatkan 43-79,5% pasien dengan dispepsia
adalah dispepsia fungsional. Dari hasil endoskopi yang dilakukan pada 550 pasien dispepsia
dalam beberapa senter di Indonesia pada Januari 2003 sampai April 2004, didapatkan 44,7 %
kasus kelainan minimal pada gastritis dan duodenitis; 6,5% kasus dengan ulkus gaster; dan
normal pada 8,2% kasus (Djojoningrat, 2009).
Pada lambung terdapat faktor agresif yaitu asam lambung dan juga faktor defensif yaitu
prostaglandin E supaya keadaan didalam lambung tetap normal. Namun pada sindrom dispepsia
terdapat kenaikan dari faktor agresif sehingga akan menimbulkan sindrom dispepsia. Gejala –
gejala atau sindrom yang dirasakan penderita dispepsia menurut kriteria roma III adalah nyeri
epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh atau rasa tidak nyaman setelah makan, rasa
kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah, sendawa, dan rasa cepat kenyang (Simadibrata
dkk, 2014).
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia antara lain adalah sekresi asam
lambung yang berlebih, kebiasaan pola makan, infeksi bakteri helicobacter Pylori, tukak peptik,
dan psikologis. Gangguan psikologis yang terkait dengan dispepsia biasanya adalah kecemasan
dan juga depresi (Djojoningrat, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Dispepsia merupakan istilah yang digambarkan sebagai suatu kumpulan gejala atau
sindrom yang meliputi nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah,
sendawa, terasa cepat kenyang, perut terasa penuh atau begah. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan proses metabolisme yang mengacu pada semua reaksi biokimia
tubuh termasuk kebutuhan akan nutrisi. Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu
sindrom atau kumpulan gejala/keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu
hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah.

2.2 ETIOLOGI
Menurut Fithriyana (2018) Dispepsia disebabkan karena makan yang tidak teratur
sehingga memicu timbulnya masalah lambung dan pencernaannya menjadi terganggu.
Ketidakteraturan ini berhubungan dengan waktu makan, seperti berada dalam kondisi terlalu
lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Selain itu kondisi faktor lainnya yang memicu
produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alcohol, umumnya
obat penahan nyeri, asam cuka, makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas
serta bumbu yang merangsang.

2.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi ulkus peptikum yang disebabkan oleh Hp dan obat-obatan anti-inflamasi non-
steroid (OAINS) telah banyak diketahui.1 Dispepsia fungsional disebabkan oleh beberapa faktor
utama, antara lain gangguan motilitas gastroduodenal, infeksi Hp, asam lambung, ipersensitivitas
viseral,dan faktor psikologis. Faktor-faktor lainnya yang dapat berperan adalah genetik, gaya
hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi gastrointestinal sebelumnya.
a. Peranan Gangguan Motilitas Gastroduodenal
Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari penurunan kapasitas lambung dalam menerima
makanan (impaired gastric accommodation), inkoordinasi antroduodenal, dan perlambatan
pengosongan lambung. Gangguan motilitas gastroduodenal merupakan salah satu mekanisme
utama dalam patofisiologi dispepsia fungsional, berkaitan dengan perasaan begah setelah makan,
yang dapat berupa distensi abdomen, kembung, dan rasa penuh
b. Peranan Sensitivitas Viseral
Hipersensitivitas viseral berperan penting dalam patofisiologi dyspepsia fungsional, terutama
peningkatan sensitivitas saraf sensorik perifer dan sentral terhadap rangsangan reseptor kimiawi
dan reseptor mekanik intraluminal lambung bagian proksimal. Hal ini dapat menimbulkan atau
memperberat gejala dispepsia.
c. Peranan Faktor Psikososial
Gangguan psikososial merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam dispepsia
fungsional. Derajat beratnya gangguan psikososial sejalan dengan tingkat keparahan dispepsia.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa depresi dan ansietas berperan pada terjadinya dispepsia
fungsional.
d. Peranan Asam Lambung
Asam lambung dapat berperan dalam timbulnya keluhan dyspepsia fungsional. Hal ini didasari
pada efektivitas terapi anti-sekretorik asam dari beberapa penelitian pasien dispepsia fungsional.
Data penelitian mengenai sekresi asam lambung masih kurang, dan laporan di Asia masih
kontroversial
e. Peranan Infeksi Helicobacter Pylori
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan
diterima. Kekerapan infeksi H. pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia fungsional dan tidak
berbeda pada kelompok orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan untuk melakukan eradikasi
H. pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan pengobatan
konservatif baku (Djojoningrat, 2009).

2.4 DIAGNOSIS DISPEPSIA


Menurut Putri dkk (2018) salah satudiagnosis Dispepsia dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan
Endoskopi. Hasil pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas yang sering ditemukan dari kasus
dispepsia yaitu gastritis, dyspepsia fungsional, gastritis erosif, dan duodenitis.Lokasi kelainan
dispepsia sering ditemukan pada lambung diikuti duodenum. Hasil pemeriksaan endoskopi dapat
ditemukan normal walaupun gejala dispepsia tersebut ada hal ini dinamakan dengan istilah
dispepsia fungsional (Simadibrata, 2014). Pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosis
dispepsia dapat berupa tes darah, pemeriksaan nafas, pemeriksaan feses, ultrasonografi abdomen
dan pemeriksaan pencitraan (X-ray atau CT scan).
2.5 PENATALAKSANAAN DISPEPSIA
Penatalaksanaan dispesia mecakup pengaturan diet dan pengobatan medis, antara lain sebagai
berikut:
a. Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia seperti
mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan beralkohol
b. Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6 kali dalam sehari
c. Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan ibuprofen. Gunakan anti
nyeri lain yang lebih aman bagi lambung seperti parasetamol
d. Mengontrol stres dan rasa cemas
e. Antasida
f. Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi produksi asam lambung
g. Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs)
h. Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung
i. Antibiotik. Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh infeksi
j. Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman
yang disebabkan oleh dispesia dengan menurunkan sensasi nyeri yang dialami
k. Psikoterapi
Daftar Pustaka
 Simadibrata M (2014). Dismotilitas Gastrointestinal. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo,
AW, Simadibrata M, Setyohadi B dan Syam AF (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Interna Publishing, pp: 1798-1804
 Putri, R., Ernalia, Y., Bebasari, E., 2015. Gambaran Sindroma Dispepsia Fungsional pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Angkatan 2014. JOM FK. 2(2):3-16
 Djojoningrat D. Dispepsia fungsional. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 ed. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI; 2009
 Fithriyana, R. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dispepsia
Pada Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkinang Kota. PREPOTIF Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 2(2), 43–54
 Chand Gopi, Sharma, Kumar P, dkk. 2012. Design of Spur Gear and itsTooth Profile.
Narsapur : Department of Mechanical Engineering,
Swarnandhra college of engineering and technology. Journal of Engineering Research
and Applications (IJERA).

Anda mungkin juga menyukai