Anda di halaman 1dari 66

USULAN PENELITIAN

PENGEMBANGAN DESA WISATA


BERBASIS POTENSI LOKAL
DI DESA WISATA BONGAN, TABANAN

DINAR SUKMA PRAMESTI

FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021

i
PENGEMBANGAN DESA WISATA
BERBASIS POTENSI LOKAL
DI DESA WISATA BONGAN, TABANAN

DINAR SUKMA PRAMESTI


NIM 2190711010

PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI PARIWISATA
FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021

ii
PENGEMBANGAN DESA WISATA
BERBASIS POTENSI LOKAL
DI DESA WISATA BONGAN, TABANAN

Usulan Penelitian Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor


Pada Program Doktor, Program Studi Doktor Pariwisata,
Program Pascasarjana, Universitas Udayana

DINAR SUKMA PRAMESTI


NIM 2190711010

PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI PARIWISATA
FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PROMOTOR/ KOPROMOTOR

USULAN PENELITIAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL…………...

Promotor,

XXXXXXXXXXXXXX
NIP.
Kopromotor I, Kopromotor II,

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
NIP. NIP.

Mengetahui

Direktur Ketua Program Studi Doktor Pariwisata


Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes Prof. Dr. Made Budiarsa, MA.
NIP. 19660309 199802 1003 NIP. 19530107 198103 1002

iv
PENETAPAN TIM PENGUJI

Usulan Penelitian Disertasi Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Tim Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal………………………

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : ………………………


Tanggal …………………….

Tim Penguji Usulan Penelitian Disertasi adalah:


Ketua : ………………………….
Anggota:
1. …………………………………..

v
UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha esa, karena hanya atas asung wara

nugraha-Nya/kurnia-Nya, disertasi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Profesor ...., pembimbing utama yang dengan penuh

perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama

penulis mengikuti program doktor, khususnya dalam penyelesaian disertasi ini.

Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Profesor …,

Pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan

bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana

Prof.Dr.Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.IPU atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Program

Doktor di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada

Direktur Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. I Putu

Gede Adiatmika, M.Kes atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

menjadi mahasiswa Program Doktor pada Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak

lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si.

Dekan Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti pendidikan program Doktor. Pada kesempatan ini, penulis

vi
juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof. Dr. Made Budiarsa, MA,

Koordinator Program Studi Doktor Pariwisata dan Dr. Ir.… Kepala Laboratorium

…… pada Fakultas Pariwisata. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula

kepada para penguji disertasi, yaitu Prof. Dr.. ……, Prof. Dr. ...., Dr. Ir. …, Dr. dr

yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga disertasi ini

dapat terwujud seperti ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Yayasan

Bali International Training and Development Centre (BITDEC) dan Prof. Dr. Ir.

Anastasia Sulistyawati, M.S., M.M., M.Mis., D.Th., Ph.D, D.Ag, Direktur Politeknik

Internasional Bali yang telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk beasiswa

sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus

disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis,

mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih

kepada mendiang Ibu danAyah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis,

memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta

lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis sampaikan

terima kasih kepada suami tercinta serta anak- anak tersayang, yang dengan penuh

pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih

berkonsentrasi menyelesaikan disertasi ini.

vii
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Mahaesa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaandan

penyelesaian disertasi ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, ……………………..

Penulis

viii
ABSTRAK

PENGEMBANGAN DESA WISATA


BERBASIS POTENSI LOKAL
DI DESA WISATA BONGAN, TABANAN

Menurut
Daldjoeni (1998, dalam Dinas Pariwisata DIY,
2014: 6), setiap desa memiliki geographical
setting dan human eort yang berbeda-beda.
Hal ini akan memengaruhi strategi masyarakat
sebagai host community dalam memanfaatkan
potensi yang ada untuk dikemas sebagai atraksi
yang menarik bagi wisatawan
Pengembangan suatu desa wisata tengah menjadi perhatian dan menjadi
program prioritas Pemerintah Republik Indonesia. Kunci pengembangan desa wisata
adalah penemuan potensi desa. Desa wisata Bongan merupakan suatu desa yang
berlokasi di kabupaten Tabanan, Bali yang memiliki berbagai potensi yang belum
dikembangkan. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi potensi, menganalisis
permasalahan dalam pengembangan desa wisata Bongan, dan menghasilkan
gambaran pengembangan desa wisata Bongan berbasis potensi lokal.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik
pengumpulan data menggunakan FGD, observasi, wawancara dan dokumentasi.
Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yaitu teori komponen
pengembangan pariwisata dan teori daya tarik wisata.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa potensi desa wisata Bongan yaitu
potensi air terjun, penangkaran jalak Bali, tanaman Gonda, sungai, hamparan sawah,
pura Bedha, monument Kebo Iwa, upacara adat dan kehidupan sehari-hari
masyarakat lokal. Permasalahan yang ditemui dalam upaya pengembangan desa
wisata Bongan adalah kebutuhan dana, dan kurangnya peran aktif masyarakat.
Pengembangan yang dapat dilakukan yaitu pengembangan wisata spiritual,
pengembangan wisata edukasi, pengembangan wisata kuliner, pengembangan wisata
alam, pengembangan wisata arsitektur, pengembangan wisata sosial budaya.
Simpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu, dalam upaya
pengembangan pariwisata di desa wisata Bongan perlu memperhatikan potensi dan
keinginan masyarakat serta diselaraskan dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat
setempat, sehingga pengembangan pariwisata tidak berdampak negatif terhadap
keberlangsungan desa wisata dan masyarakat desa wisata.

Kata kunci: Pengembangan, Desa Wisata, Potensi lokal

ix
ABSTRACT

Key words: Development, Tourism Village, Local Potential

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PROMOTOR/ KOPROMOTOR...................................iv


PENETAPAN TIM PENGUJI......................................................................................v
UCAPAN TERIMAKASIH.........................................................................................vi
ABSTRAK...................................................................................................................ix
ABSTRACT..................................................................................................................x
DAFTAR ISI................................................................................................................xi
DAFTAR TABEL......................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................7
1.3.1 Tujuan umum...........................................................................................7
1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................8
1.4.1 Manfaat Teoritis......................................................................................8
1.4.2 Manfaat Praktis........................................................................................9
1.5 Kebaruan Penelitian................................................................................9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN....................................................................................................10
2.1 Kajian Pustaka.......................................................................................10

xi
2.2 Konsep Penelitian..................................................................................26
2.2.1 Pengembangan Pariwisata...................................................................26
2.2.2 Desa Wisata..........................................................................................27
2.2.2 Potensi Lokal........................................................................................29
2.3 Landasan Teori......................................................................................30

2.3.1 Komponen Pengembangan Pariwisata Cooper dkk (1997).............30


2.3.2 Teori daya tarik wisata Yoeti (2002)...................................................32
2.4 Model Penelitian...................................................................................32
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................35
3.1 Rancangan Penelitian...........................................................................35
3.2 Lokasi Penelitian..................................................................................35
3.3 Jenis dan Sumber Data..........................................................................37
3.4 Instrumen Penelitian.............................................................................38
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data...............................................38
3.6 Teknik Analisis Data............................................................................39
3.7 Penyajian Analisis Data.......................................................................41
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.........................................42
4.1 Profil Desa Wisata Bongan...................................................................42
4.2 Daya Tarik Wisata di Desa Wisata Bongan..........................................42
4.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pariwisata di Desa Wisata Bongan. . .42
4.4 Tingkat Perkembangan Pariwisata di Desa Wisata Bongan.................42
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................43
5.1 Potensi Wisata Di Desa Wisata Bongan...............................................43
5.2 Permasalahan Dalam Pengembangan Desa Wisata Bongan.................43
5.3 Pengembangan Desa Wisata Bongan Berbasis Potensi Lokal..............43
5.4 Novelti...................................................................................................43
BAB VI SIMPULAN DAN REKOMENDASI..........................................................44
6.1 Simpulan.................................................................................................44

xii
6.2 Rekomendasi..........................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................46

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kajian Pustaka...........................................................................................23

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Model Penelitian.....................................................................................34


Gambar 3. 1 Peta Desa Wisata Bongan.......................................................................36

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini membahas mengenai pengembangan desa wisata berbasis .

Dalam perkembangannya, trend desa wisata terus mengalami peningkatan.

Nuryanti, Wiendu (1993) mengungkapkan bahwa desa wisata merupakan suatu

bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung dalam suatu

struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara tradisi yang

berlaku. Sejalan dengan pengertian tersebut, Inskeep (1991) juga memberikan

pengertian desa wisata yaitu suatu bentuk pariwisata, yang sekelompok kecil

wisatawan tinggal di dalam atau di dekat kehidupan tradisional atau di desa-desa

terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan lingkungan setempat. Berdasarkan

data BPS, sampai dengan bulan Oktober 2018, terdapat 1.734 desa wisata di

Indonesia. Desa wisata tersebut tersebar di seluruh pulau. Pulau Jawa dan Bali

menempati posisi paling tinggi dengan jumlah 857 desa wisata. Kemudian diikuti

Pulau Sumatera sebanyak 355 desa, Nusa Tenggara 189 desa, Kalimantan 117

desa, Pulau Sulawesi sebesar 119 desa, Papua 74 desa, dan Maluku 23 desa

(Putra, 2019)

Pengembangan desa wisata tengah menjadi perhatian dan menjadi program

prioritas Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri

Pariwisata Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015, pengembangan yang

dilakukan pada suatu desa wisata disinyalir akan mampu menggerakkan aktivitas

ekonomi pariwisata di pedesaan, sehingga akan mencegah terjadinya urbanisasi

1
masyarakat desa ke kota. Pengembangan desa wisata juga dapat memberikan

dampak positif bagi masyarakat desa itu sendiri, diantaranya adalah adanya lahan

pekerjaan baru bagi masyarakat sehingga dapat menurunkan angka pengangguran

di desa tersebut. Sejalan dengan hak tersebut, Direktur Tata Kelola Destinasi

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Indra Ni Tua (republika.com,

2021) juga mengungkapkan bahwa pengembangan desa wisata saat pandemi

covid-19 menjadi sangat penting karena sejalan dengan konsep wisata di saat

pandemi. Sifat adaptasi dan alam yang dimiliki suatu desa wisata mampu

membuat wisatawan tertarik berkunjung karena tidak menyebabkan adanya

konsentrasi massa. Alam terbuka di desa wisata, sangat cocok untuk wisata

keluarga dan kelompok kecil masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2016) juga mengungkapkan bahwa

pengembangan desa wisata perlu dilakukan karena pengembangan desa wisata

yang ada di Indonesia saat ini belum optimal terutama dari kualitas sumber daya

manusia, sarana dan prasarana penunjang serta pengembangan dalam hal promosi.

Desa wisata dikatakan berkembang dengan baik jika (1) memiliki aksesibilitas

yang baik, (2) memiliki daya tarik wisata yang menarik berupa alam, seni budaya,

legenda, makanan lokal, (3) terdapat dukungan masyarakat dan perangkat desa,

(4) adanya jaminan keamanan, (5) tersedia akomodasi dan telekomunikasi, (6)

berhubungan dengan daya tarik wisata lain yang telah dikenal masyarakat luas

(Hadiwijoyo, 2012; Syafi’i dan Suwandono, 2015).

Berdasarkan pengembangannya, maka terdapat empat tingkatan desa wisata

yaitu desa wisata rintisan, berkembang, maju dan mandiri. Desa wisata rintisan

2
adalah desa wisata yang memiliki potensi wisata, namun belum ada kunjungan

wisatawan. Sarana dan prasarana yang dimiliki juga masih sangat terbatas, serta

tingkat kesadaran masyarakatnya belum tumbuh. Desa wisata berkembang adalah

desa wisata yang memiliki potensi wisata, namun sudah mulai dilirik untuk

dikembangkan lebih jauh. Desa wisata maju adalah desa wisata yang memiliki

potensi wisata dan masyarakatnya sudah sadar wisata sehingga sudah dapat

mengelola usaha pariwisata termasuk menggunakan dana desa untuk

mengembangkan potensi pariwisata di desanya. Desa wisata dengan tingkatan

maju juga sudah banyak dikunjungi wisatawan, termasuk dari mancanegara.

Tingkatan desa wisata yang terakhir yaitu desa wisata mandiri. Desa wisata

mandiri berciri sudah ada inovasi pariwisata dari masyarakatnya, destinasi wisata

yang dimiliki juga sudah diakui dunia dengan sarana dan prasarana yang

terstandarisasi. Selain itu pengelolaannya bersifat kolaboratif pentahelix.

Pengembangan desa wisata perlu dilakukan terutama untuk tingkatan desa wisata

rintisan sehingga mampu naik tingkat menjadi desa wisata berkembang, maju

ataupun mandiri.

Kunci pengembangan desa wisata adalah penemuan potensi lokal desa yang

terkait dengan seni, budaya, kebiasaan masyarakat sehari-hari, makanan khas,

maupun sumber daya alam (Zakaria dan Suprihardjo, 2014). Aditya (2018), dalam

penelitiannya mengungkapkan upaya pengembangan desa wisata dapat dilakukan

dengan menggali potensi desa dan masyarakat secara berkesinambungan mulai

dari level daerah atau yang paling rendah agar pengembangan yang dilakukan

3
pada suatu desa wisata dapat berdampak maksimal bagi kesejahteraan masyarakat

desa.

Setiap desa memiliki potensi lokal untuk dijadikan komoditas wisata

unggulan. Yoeti (2002) mengungkapkan beberapa daya tarik yang dapat

dikembangkan yaitu daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, daya tarik

wisata sosial dan daya tarik wisata bangunan. Keindahan dan keunikan alam akan

menjadi wisata alam. Keunikan tradisi dan budaya bisa menjadi destinasi wisata

budaya. Makanan dan minuman khas tradisional yang unik baik dari bahan, rasa

dan penyajiannya, bisa dijadikan daya tarik wisata kuliner. Kerajinan khas yang

unik bisa menjadi destinasi wisata souvenir, peninggalan yang mempunyai nilai

sejarah yang tinggi atau situs sejarah/prasejarah bisa menjadi tujuan wisata sejarah

desa.

Penelitian ini membahas mengenai desa wisata Bongan. Desa wisata

Bongan merupakan suatu desa wisata yang berlokasi di kabupaten Tabanan, Bali.

Desa wisata Bongan ditetapkan sebagai desa wisata oleh Dinas Pariwisata

Kabupaten Tabanan berdasarkan SK NO:180/457/03/HK&HAM/2018. Adapun

potensi yang dimiliki desa wisata Bongan yang terkenal yaitu situs Kebo Iwa,

Pura Puseh Bedha dan penangkaran jalak Bali. Jika dilihat dari tingkatannya, desa

wisata Bongan masuk dalam tingkatan desa rintisan, masih banyak potensi lokal

yang dimiliki desa wisata Bongan yang perlu dikembangkan, selain itu sarana dan

prasarana yang dimiliki juga masih sangat terbatas.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan di desa wisata Bongan

mengungkapkan perlu adanya pengembangan di desa wisata Bongan. Sunarta et al

4
(2019) berdasarkan hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa desa wisata

Bongan sudah banyak dikunjungi wisatawan, namun masih perlu dilakukan

pengembangan karena beberapa aspek kepariwisataan belum terpenuhi secara

maksimal, terutama di bidang aksesibilitas dan fasilitas umum serta dalam hal

kualitas pelayanan. Nuruddin et al., (2020) dalam penelitiannya mengungkapkan

bahwa Desa wisata Bongan memiliki potensi alam berupa lahan pertanian seluas

208 hektar dari total luas desa 445 hektar, namun daya tarik wisata yang

diandalkan oleh desa tersebut justru merupakan hasil warisan budaya dan tradisi

yaitu berupa Situs Kebo Iwa, Tradisi Mesuryak dan Upacara Ngaben Tikus.

Pengelola desa wisata Bongan juga memanfaatkan penangkaran Jalak Bali,

panorama persawahan yang indah dan wisata tracking (Patria: 2018). Tahun 2019

Desa Wisata Bongan mulai mengembangkan daya Tarik wisata baru dengan

menggali potensi lain berupa situs cagar budaya seperti benda cagar budaya

berupa Candi Telaga Suman, Situs Grembengan yang terdiri dari Air Terjun Jlurit,

pandora keramat dan persawahan kentongan (Nuruddin: 2019; van der Heide:

2015). Namun sayangnya pengembangan tersebut belum optimal terutama dari

segi fasilitas. Oka & Darmayanti (2020) dalam penelitiannya juga

mengungkapkan masyarakat Bongan sebenarnya antusias dan mendukung

pengembangan desa wisata di daerahnya, terutama pengembangan potensi desa

yang memiliki tujuan utama menjaga kelestarian lingkungan, hanya saja

masyarakat membutuhkan arahan yang relevan dalam pengembangan pariwisata

di daerahnya sesuai potensi lokal yang dimiliki.

5
Potensi lokal adalah kekayaan atau kepemilikan sumber daya yang dimiliki

oleh suatu daerah yang dapat dikembangkan atau dimanfaatkan untuk daerahnya

sendiri. Potensi lokal yang ada di desa wisata Bongan, yaitu potensi sumber daya

alam berupa sawah, gonda, air terjun. Potensi budaya berupa pura, adat istiadat,

perilaku hidup masyarakat. Masyarakat desa wisata Bongan Sebagian besar

adalah petani. Areal persawahan terhampar luas di desa wisata Bongan. Selain

menanam padi, petani di Bongan juga menanam sayuran khas Tabanan yaitu

gonda. Sebagian besar masyarakat Bongan adalah masyarakat Bali. Seperti yang

diketahui secara umum, masyarakat Bali terkenal dengan tradisi yang bersumber

dari ajaran agama Hindu. Bongan memiliki suatu tradisi yang unik dan terkenal

yaitu prosesi ngaben tikus dan mesuryak. Potensi lokal di Desa wisata Bongan

harus dimanfaatkan oleh masyarakat dalam pengembangan pariwisata di

daerahnya.

Berdasarkan hasil wawancara awal dengan Suarsa (2021), diungkapkan

bahwa ketika ditetapkan sebagai desa wisata hingga saat ini, desa wisata Bongan

belum memiliki konsep/rencana pengembangan. Konsep/rencana pengembangan

desa berguna untuk merencanakan dan mengendalikan agar lahan – lahan yang

ada di desa dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.  Pengembangan desa

wisata Bongan harus mampu mendukung potensi daerah yang dimiliki dan

tanggap terhadap permasalahan yang ada dalam pengembangan desa wisata

Bongan sehingga perlu adanya suatu konsep atau rencana pengembangan.

Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan maka penelitian perlu

dilakukan suatu penelitian terkait pengembangan desa wisata Bongan, Tabanan

6
yang mengacu pada potensi lokal yang dimiliki, masalah yang dihadapi dalam

upaya pengembangan dan konsep/rencana pengembangan sebagai penentu arah

pengembangan desa secara berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang

masalah, maka dapat diajukan tiga pokok permasalahan, sebagai berikut:

1) Apasakajah potensi lokal yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata

di desa wisata Bongan?

2) Bagaimanakah permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan

potensi lokal sebagai daya tarik wisata di desa wisata Bongan?

3) Bagaimanakah rencana pengembangan desa wisata berbasis potensi lokal di

desa wisata Bongan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat dibedakan menjadi tujuan umum, dan tujuan

khusus. Adapun tujuan umum, dan tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai

berikut ini:

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk menghasilkan suatu konsep atau

rencana pengembangan desa wisata Bongan berdasarkan potensi lokal dan

permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan desa wisata Bongan

sehingga dapat digunakan sebagai penentu arah pengembangan desa secara

berkelanjutan.

7
1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi potensi lokal yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik

wisata di desa wisata Bongan

2) Menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan

potensi local sebagai daya Tarik wisata di desa wisata Bongan

3) Menghasilkan konsep/rencana pengembangan desa wisata berbasis potensi

lokal di desa wisata Bongan

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi manfaat

teoritis, dan manfaat praktis. Manfaat teoritis yaitu manfaat dari segi ilmu

pengetahuan. Manfaat praktis meliputi manfaat bagi masyarakat, Pemerintah, dan

peneliti lain. Adapun manfaat teoritis, dan manfaat praktis yang diperoleh adalah

sebagai berikut ini.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian pengembangan desa wisata berbasis potensi lokal di desa

wisata Bongan, Tabanan yang ditunjang dengan teori pengembangan pariwisata

ini diharapkan mampu memperkaya konsep serta teori terkait pengembangan desa

wisata serta menambah wawasan akan perkembangan pariwisata perdesaan di

Indonesia. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan untuk

mengembangkan serta mengelola Desa wisata

8
1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

1) Bagi masyarakat, dapat menambah wawasan tentang pentingnya menggali

potensi lokal desa dalam upaya pengembangan desa wisata agar dapat

meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat

2) Bagi pengelola desa wisata Bongan, dapat mengetahui permasalahan yang

menghambat pengembangan desa wisata Bongan dan memperoleh gambaran

pengembangan desa wisata Bongan berbasis potensi lokal

3) Bagi dinas Pariwisata Kabupaten Tabanan dan Desa Bongan sebagai bahan

masukan bagi desa wisata Bongan dalam melakukan pengembangan desa

wisata berbasis potensi lokal.

4) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi bagi penelitian lain

yang terkait dengan pengembangan desa wisata.

1.5 Kebaruan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan konsep/rencana

pengembangan desa wisata Bongan dan menjadi bahan pertimbangan bagi

pemerintah maupun pengelola desa wisata Bongan dalam peningkatan program-

program pengembangan wilayah sehingga pengembangan desa wisata Bongan

bermanfaat bagi masyarakat setempat. Konsep/rencana pengembangan ini bisa

digunakan untuk membantu pengembangan desa wisata lainnya namun

memerlukan kajian penelitian yang lebih dalam terkait dengan potensi dan

permasalahan yang ada di desa wisata lain.

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan

penelitian ini yaitu: penelitian pertama berjudul Model Pengembangan Desa

Wisata Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Strategi Pengentasan Kemiskinan Di

Lereng Merapi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Hastuti et al.

(2013). Menggunakan metode studi pustaka, observasi, dan wawancara.

Sedangkan data diambil dengan cara purposive sampling dengan 40 responden di

masing-masing desa wisata. Teknik analisisnya adalah deskriptif kualitatif dan

kuantitatif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa desa wisata diklasifikasikan

menjadi tiga yaitu, desa wisata Petingsari sebagai desa wisata alam, desa wisata

Srowolan sebagai desa wisata budaya, desa wisata brayut sebagai desa wisata

alam dan budaya. Rekomendasi yang diberikan untuk mengembangan ketiga desa

tersebut adalah, pemerintah perlu membuat master plan sinergi, pertimbangkan

konflik kepentingan yang akan muncul antar desa, perlu adanya perda tentang

penyelenggarakan desa wisata dan bagi masyarakat diberikan pemahaman agar

desa tetap terjaga kualitas lingkungannya setelah dijadikan desa wisata.

Penelitian ini dijadikan kajian pustaka karena mengungkapkan dalam

pengembangan desa wisata diperlukan masterplan pengembangan desa. Penelitian

ini fokus pada kearifan lokal sedangkan penulis fokus pada potensi desa.

10
Penelitian kedua yaitu penelitian berjudul Analysis of Sustainable Tourism

Village Development at Kutoharjo Village, Kendal Regency of Central Java

(Sesotyaningtyas & Manaf, 2015). Penelitian ini dilatarbelakangi Desa Kutoharjo

yang memiliki banyak potensi yang menarik untuk wisata, seperti pemandangan

alam, ritual keagamaan, dan kuliner yang unik. Penelitian ini bertujuan untuk

menilai peluang dan tantangan dari pengembangan desa wisata di Desa Kutoharjo

Kabupaten Kendal.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan

menggunakan pendekatan fenomenologis. Teknik pengumpulan data

menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Data yang terkumpul

dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Metode kualitatif diterapkan untuk menganalisis potensi, sedangkan metode

kuantitatif deskriptif digunakan untuk menilai kelayakan finansial pariwisata.

Hasil penelitian menunjukkan Desa Kutoharjo memiliki banyak potensi

daya tarik untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata seperti tempat wisata

religi, alam pemandangan, dan kuliner yang unik. Masyarakat telah menyiapkan

beberapa strategi dan kebijakan untuk mengembangkan desa Kutoharjo sebagai

desa wisata. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa Kutoharjo memiliki sarana

dan prasarana pariwisata yang memadai. Sayangnya, kelayakan finansial

menunjukkan bahwa pengembangan desa wisata di Kutoharjo tidak layak karena

terdapat kawasan kumuh. Ketidaklayakan ini akan mempengaruhi pengembangan

desa wisata menjadi tidak berjalan dengan baik atau tidak berkelanjutan.

11
Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena memiliki fokus yang sama

dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu terkait dengan pengembangan

desa berdasarkan potensi desa, serta menganalisis permasalahan dalam

pengembangan desa wisata. Perbedaannya yaitu penulis tidak menganalisis

kelayakan tetapi memberikan konsep pengembangan desa wisata berdasarkan

potensi dan permasalahan yang ada.

Penelitian ketiga berjudul Pengembangan Potensi Desa Wisata Berbasis

Budaya Tinjauan Terhadap Desa Wisata Di Jawa Tengah (Priyanto, 2016).

Penelitian ini bertujuan untuk menggali/mengidentifikasi potensi beberapa desa

wisata budaya di wilayah Jawa Tengah, berbagai persoalan mendasar terkait

dengan keberadaan desa wisata berbasis budaya. Penelitian ini juga memberikan

alternatif solusi berbagai upaya dalam menangani permasalahan tersebut.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa secara umum potensi desa wisata budaya di Jawa Tengah

cukup banyak. Beberapa permasalahan yang ada seperti belum optimalnya

kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana, promosi. Hal tersebut dapat

diatasi dengan peran serta aktif dari berbagai pihak terutama masyarakat desa

wisata budaya setempat.

Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena membahas hal yang serupa

dengan penelitian penulis yaitu mengenai potensi dan permasalahan dalam

pengembangan desa wisata serta solusi menangani permasalahan tersebut.

Sayangya solusi yang diberikan berupa rekomendasi ke stakeholders seperti

pemerintah, perguruan tinggi, Lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat

12
setempat, sedangkan penelitian yang penulis lakukan memberi solusi berupa

konsep pengembangan desa wisata.

Penelitian keempat berjudul The Design of Fishing Village Tourism Banjar

Belawan (Aulia & Faradiba, 2017). Kampung Banjar merupakan permukiman

nelayan yang terlihat kumuh, padahal memiliki berbagai potensi yang dapat

dijadikan modal untuk dikembangkan menjadi objek wisata. Penelitian ini

berupaya mengembangkan kawasan kumuh Kampung Banjar menjadi tempat

wisata yang dapat bersaing di masa yang akan datang. Metode perancangan yang

digunakan adalah metode deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan data yang

diperoleh baik berupa data primer maupun data sekunder. Data primer langsung

dari hasil survey baik berupa informasi maupun gambar di Desa Nelayan

khususnya di Desa Banjar. Sedangkan data sekunder dari studi kepustakaan.

Setelah itu, data-data tersebut akan dianalisa yang nantinya akan menjadi konsep

pengembangan.

Hasil penelitian menunjukkan konsep perancangan desa yang dipilih untuk

meningkatkan kualitas kawasan Desa adalah dengan tidak mengubah kondisi

sosial budaya. Untuk mempertahankan kondisi lingkungan yang ada, dalam

perancangan Desa Wisata ini akan mempertahankan beberapa bangunan yang

cukup layak huni dan sisa bangunan yang tidak layak huni akan diperbaiki dan

didesain ulang dengan konsep reuse dan low cost material. Selain itu, untuk

mendukung Desa Wisata dalam perancangan akan dibuat suatu lembaga yang

menjadi pusat pengaturan sistem pengolahan potensi di Desa Banjar yang disebut

Pokdarwis. Untuk sistem utilitas seperti listrik, air bersih, dan sistem drainase

13
akan dibangun yang akan mengakomodir semua kebutuhan masyarakat.

Sedangkan untuk pengolahan sampah akan dilakukan pengolahan sampah oleh

lembaga Pokdarwis dengan membaginya menjadi dua sistem yaitu makro dan

mikro.

Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena serupa dengan penelitian

penulis yang melakukan pengembangan desa dengan membuat konsep/desain

pengembangan berdasarkan potensi desa. Perbedaannya terletak pada lokasi

penelitian. Dalam penelitian ini yang dikembangkan adalah desa kumuh

sedangkan penelitian yang penulis lakukan berlokasi di suatu desa wisata yang

masih pada tahap rintisan.

Penelitian kelima berjudul Development Planning of Tourist Village Using

Participatory Mapping (Case study: Mambal Village, Badung Regency,

Indonesia) (Arida et al., 2017). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menentukan dan memetakan rencana pengembangan pariwisata menggunakan

pemetaan partisipatif. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

survei lapangan dan wawancara. Desa Mambal berpotensi menjadi desa wisata

karena didukung oleh keunikan alam dan tradisinya. Desa Mambal dilalui oleh

sungai Ayung yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai wisata petualangan.

Ada juga Gua Senaung Pengibul. Desa Mambal juga memiliki wisata spiritual

Pura Demung dan Pancoran Pitu yang memiliki cerita magis. Petani di Desa

Mambal mengembangkan pertanian organik. Di sekitar areal persawahan juga

dibuatkan jogging track. Petani juga membudidayakan jamur tiram. Masyarakat

Desa Mambal juga menghasilkan produk kerajinan yang ditenun berupa Endek

14
simetris (kain tradisional) dan produk olahan dari barang bekas seperti tas,

dompet, kotak pensil dan lain-lain.

Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena memiliki keterkaitan dengan

penelitian yang penulis lakukan yaitu menentukan dan memetakan rencana

pengembangan suatu desa wisata. Perbedaannya dalam penelitian ini diberikan

paparan upaya pengembangan desa berdasarkan pemetaan partisipatif, sedangkan

dalam penelitian yang penulis lakukan upaya pengembangan berdasarkan potensi

local dan menghasilkan konsep pengembangan.

Penelitian keenam adalah penelitian dengan judul The emerging historical

site as a tourism destination destination in Bongan village, Bali (Sunarta et al.,

2019). Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi cagar budaya Desa

Bongan, Bali Indonesia, yang belum dikomodifikasikan sebagai bagian dari

tujuan wisata dan sekaligus sebagai pelestarian warisan sejarah. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dengan memfokuskan pada observasi

partisipan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

dua perspektif yang muncul dalam pengembangan desa wisata baik wisata cagar

budaya maupun pelestarian situs sejarah. Kesimpulannya, cagar budaya dapat

mendukung konsep desa wisata yang sedang digalakkan, perlu perbaikan di

beberapa sektor.

Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena menambah referensi

mengenai pengembangan desa wisata Bongan. Perbedaannya yaitu penelitian ini

difokuskan pada pengembangan desa wisata cagar budaya maupun pelestarian

15
sejarah, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis mencangkup pengembangan

desa wisata Bongan disemua lingkup.

Penelitian ketujuh yaitu Pengembangan Desa Wisata Batik Di Desa

Pungsari Kabupaten Sragen Jawa Tengah (Ambarwati & Wisnu, 2019). Desa

Pungsari merupakan sentra pengrajin batik yang telah lama memiliki gelar sebagai

desa wisata di Kabupaten Sragen. Gelar desa wisata ini merupakan salah satu titik

awal tumbuhnya embrio ekonomi kreatif. Strategi ini berpotensi sebagai

penyerapan sumber daya lokal yang bersifat padat karya dan berwawasan

lingkungan. Bahkan sebenarnya, strategi tersebut sudah diprogramkan

Kementerian Desa dengan tema Pengembangan Desa Wisata Hijau pada tahun

2017. Skenario program tersebut belum mengacu pada strategi konsep

pengembangan yang berslogan “desa membangun”. Sebagai contoh, skenario

pengembangan belum seluruhnya mencakup potensi desa tersebut, seperti antara

lain: pasar, permukiman, persawahan, industri kreatif batik, dan sosial-budaya

setempat. Oleh karena itu, penelitian ini mendiskusikan aspek-aspek strategis

yang dapat dilakukan untuk mengembangkan Desa Wisata Pungsari secara

berkelanjutan dengan memperhatikan aspek-aspek potensi lokal.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode

studi kasus. Pengumpulan data diambil berdasarkan tiga penelitian yang relevan

untuk menunjukkan indikator-indikator yang strategis membentuk desa wisata

batik. Terdapat enam variabel yaitu akomodasi, sarana prasarana dan transportasi,

partisipasi masyarakat, daya tarik wisata atau atraksi kekhasan desa, kluster

wisata, dan respon ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan

16
bahwa, Desa Pungsari mempunyai karakter yang terkelompok menjadi empat

kluster diantaranya: kluster sosial-ekonomi, kluster pendidikan-budaya, kluster

pemukiman, dan kluster pengembangan terpadu.

Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena menerapkan metode yang

sama dalam upaya pengembangan desa wisata yaitu dengan berbasis potensi lokal.

Perbedaannya terletak pada focus pengembangan desa yaitu pada desa wisata

Batik sedangkan penelitian yang penulis lakukan berfokus pada desa wisata alam

dan budaya.

Penelitian kedelapan adalah penelitian berjudul Environmental Factors:

Dominant Motivation Of The Bongan Community To Support The Development

Of Tourist Village (Oka & Darmayanti, 2020). Penelitian ini membahas tentang

faktor-faktor yang memotivasi masyarakat Bongan untuk mendukung

pengembangan desa wisata. Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan

kuantitatif yang dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada dan

melakukan wawancara mendalam dengan mereka yang memiliki pengetahuan

tentang pengembangan pariwisata di desa Bongan. Sampel terdiri dari 100

responden yang ditentukan dengan teknik proporsional random sampling. Data

dianalisis menggunakan teknik analisis faktor konfirmatori untuk mengkonfirmasi

faktor-faktor yang memotivasi masyarakat setempat untuk mendukung

pengembangan desa wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor

lingkungan, sosial, partisipasi masyarakat, dan budaya memberikan kontribusi

yang signifikan dalam mendukung pengembangan desa wisata. Faktor lingkungan

adalah yang paling dominan diikuti oleh faktor sosial, partisipasi masyarakat, dan

17
budaya. Artinya faktor lingkungan menjadi alasan utama masyarakat setempat

mendukung pengembangan desa wisata di desa Bongan.

Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena menambah referensi

mengenai pengembangan desa wisata Bongan. Perbedaannya yaitu penelitian ini

difokuskan pada pengembangan motivasi masyarakat Bongan untuk mendukung

pengembangan desa wisata, sedangkan penelitian penulis focus pada

pengembangan desa wisata Bongan.

Penelitian kesembilan berjudul Strategy Of Tourism Village Development

Based On Local Wisdom (Lubis et al., 2020). Penelitian ini berusaha mengungkap

strategi yang tepat dalam mengembangkan pariwisata di desa Telaga Biru

Bangkalan berbasis sumber daya lokal. Penelitian ini menggunakan studi pustaka

dengan pendekatan pengembangan pariwisata dalam kerangka metode kualitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah rumusan bentuk wisata dalam paket wisata yang

meliputi sekolah membatik, permainan tradisional Madura, dan pertunjukan seni

tradisional, kuliner khas daerah, dan penginapan dengan konsep Tanean Lanjhang.

Strategi Pelaksanaan program Desa Wisata Batik melalui tahapan, antara lain

Pertama, peningkatan kapasitas masyarakat dengan pengetahuan sebagai sasaran

utama Pengetahuan, Sikap, dan Praktik (KAP) masyarakat setempat melalui

kegiatan pendidikan dan pelatihan (PKB) berbasis masyarakat. Kedua,

inventarisasi SDM pemandu lokal, instruktur sekolah batik, tim permainan

tradisional Madura, penyedia kuliner Madura. Ketiga, pelembagaan pengelolaan

desa wisata di tingkat desa akan bertanggung jawab atas keberlangsungan desa

wisata. Keempat, upaya bridging and linking dengan dinas pariwisata Bangkalan

18
dan investor. Kelima, kerjasama dengan biro perjalanan wisata di Madura.

Keenam, branding, dan promosi melalui media sosial dan website desa wisata.

Penerapan strategi ini akan menciptakan destinasi wisata baru, “Desa Wisata

Batik” dalam bentuk yang berbeda dan akan meningkatkan perekonomian

masyarakat dan pendapatan daerah.

Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena mengungkapkan upaya

pengembangan pariwisata berbasis sumber daya/potensi lokal, serupa dengan

penelitian yang dilakukan penulis. Perbedaannya terletak pada upaya yang

dihasilkan dalam penelitian ini bersifat paparan, sedangkan yang penulis lakukan

lebih mengarah pada konsep pengembangan.

Penelitian kesepuluh berjudul Portrait of tourism object in Bongan Tabanan

Bali village: Cultural studies perspective (Nuruddin et al., 2020). Perkembangan

desa wisata di Indonesia yang mengandalkan budaya cukup baik. Kajian ini

melihat perkembangan atraksi terkait pemanfaatan cagar budaya dari perspektif

teori ilmu budaya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif

deskriptif dengan metode sejarah dan kajian budaya. Pencarian data dilakukan

dengan observasi partisipan, dokumentasi dan wawancara mendalam dengan

pemangku kepentingan di kawasan wisata. Hasil penelitian mengungkapkan

bahwa pengembangan Desa Wisata Bongan Tabanan di Bali sangat bertumpu

pada warisan budaya. Ini mengikuti teori Pierre Boudieu.

Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena menambah referensi

mengenai pengembangan desa wisata Bongan. Perbedaannya yaitu penelitian ini

difokuskan pada pengembangan desa Bongan sebagai warisan budaya, sedangkan

19
penelitian penulis focus pada pengembangan desa wisata Bongan berbasis potensi

yang dimiliki.

Penelitian kesebelas yaitu penelitian berjudul Studi pengembangan desa

wisata: Pelajaran dari Kampung Flory, Kabupaten Sleman, Yogyakarta (Roziqin

& Syarafina, 2021). Penelitian ini mengkaji Desa Flory dan masyarakat dalam

mengelola desa wisata. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif yang dianalisis dengan menggunakan model Miossec melalui komponen

transportasi, fasilitas, sikap terhadap wisatawan dan peran stakeholders. Hasilnya

ada dua kelompok desa wisata yaitu Dewi Flory dan Taruna Tani yang berhasil

mengembangkan potensi wisatanya berdasarkan karakteristik masing-masing.

Dewi Flory fokus pada wisata edukasi seperti pembuatan telur asin, nata de coco,

kebun sayur, dan wisata outbound di tiga wahana yaitu wahana air, wahana

kering, dan hutan mini. Selanjutnya, Taruna Tani fokus terhadap pertanian seperti

tanaman hias dan buah-buahan, serta wisata kuliner desa. Terdapat empat

pelajaran yang bisa diambil dari pengelolaan desa wisata oleh dua Pokdarwis di

Kampung Flory yaitu inovasi yang konsisten, komitmen pengelola, pemanfaatan

sumber daya manusia lokal dan kolaborasi dengan pihak lain.

Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena dapat menmabha refernsi

terkait dengan upaya pengembangan desa wisata berdasarkan potensi yang

dimiliki. Perbedaan dalam penelitian ini mengungkapkan upaya pengembangan di

tiga desa wisata, sedangkan penulis hanya focus di satu desa yaitu Bongan.

20
Penelitian keduabelas Tourism Village Development Strategy Based On

Local Resources In Ayunan Village, Abiansemal District, Badung Regency (Susila

et al., 2021). Penelitian ini dilatarbelakangi Desa Ayunan yang memiliki beragam

potensi wisata yang patut disyukuri dikembangkan sebagai tujuan wisata yang

menarik di masa depan. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan strategi

pengelolaan yang tepat untuk mengembangkan kawasan wisata desa Ayunan.

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menggali dan mengkaji sumber daya lokal di desa

Ayunan, 2) Mengidentifikasi dan menganalisis persepsi masyarakat tentang

pengembangan desa wisata, 3) Merumuskan strategi pengembangan desa wisata

berbasis sumber daya lokal.

Metode penelitian yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan

angket. Analisis SWOT digunakan untuk menentukan strategi pengembangan

desa wisata dan analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

digunakan untuk menentukan peringkat prioritas pembangunan. Terdapat delapan

alternatif strategi pengembangan desa Ayunan sebagai destinasi wisata: a)

Perencanaan destinasi, b) Pengembangan daya tarik wisata, c) Pengembangan

fasilitas wisata, d) Promosi atau pemasaran wisata, e) Pendekatan masyarakat, f)

Pemetaan potensi wisata, g) Pembentukan kelompok masyarakat desa wisata, h)

Peningkatan sumber daya manusia. Strategi prioritas berdasarkan analisis QSPM

adalah: peringkat 1 adalah pemasaran atau promosi. Peringkat 2 Pendekatan

kepada masyarakat untuk berpartisipasi mendukung pengembangan desa wisata.

Peringkat 3 Perencanaan destinasi wisata dan peringkat 4 peningkatan SDM.

21
Penelitian ini dijadikan kajian Pustaka karena mengungkapkan

pengembangan desa wisata dengan memanfaatkan potensi lokal. Perbedaannya

terletak pada hasil penelitian yang berupa uraian pengembangan desa wisata

sedangkan yang penulis lakukan hasil penelitiannya berupa konsep

pengembangan.

22
No Judul, peneliti dan tahun Metode Tabel 2. 1
Hasil penelitian Relevansi Perbedaan
1 Model Pengembangan Desa Menggunakan Kajian Pustaka
Desa wisata diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, mengungkapkan dalam Penelitian ini fokus pada kearifan
Wisata Berbasis Kearifan Lokal metode studi pustaka, desa wisata Petingsari (wisata alam), desa pengembangan desa wisata lokal, sedangkan penulis melakukan
Sebagai Strategi Pengentasan observasi, dan wisata Srowolan (wisata budaya), desa wisata diperlukan masterplan penelitian fokus pada potensi desa
Kemiskinan Di Lereng Merapi wawancara. Teknik brayut (wisata alam dan budaya). Rekomendasi pengembangan desa.
Kabupaten Sleman Daerah analisisnya adalah yang diberikan untuk mengembangan adalah
Istimewa Yogyakarta oleh deskriptif kualitatif perlu membuat master plan
Hastuti et al. (2013). dan kuantitatif.
2 Analysis of Sustainable Tourism Metode deskriptif Strategi pengembangan: melibatkan masyarakat memiliki fokus yang sama Penelitian ini memberikan upaya
Village Development at kualitatif dengan sebagai subjek utama pembangunan terkait dengan pengembangan pengembangan dan kelayakan
Kutoharjo Village, Kendal paradigma dominan berkelanjutan. Kelayakan finansial merupakan desa berdasarkan potensi desa, pengembangan, sedangkan penulis
Regency of Central Java fenomenologis hal yang penting dan aspek yang sangat serta menganalisis memberi konsep pengembangan
(Sesotyaningtyas & Manaf, mempengaruhi bagi keberlanjutan permasalahan dalam berdasarkan potensi dan
2015). pengembangan pariwisata pengembangan desa wisata. permasalahan yang ada.

3 Potensi Desa Wisata Berbasis metode penelitian permasalahan pengembangan desa wisata: membahas hal yang serupa Penelitian ini memberi solusi
Budaya Tinjauan Terhadap Desa kualitatif belum optimalnya kualitas SDM, sarana dengan penelitian penulis berupa rekomendasi ke
Wisata Di Jawa Tengah prasarana, promosi. Dapat diatasi dengan peran yaitu mengenai potensi dan stakeholders setempat, sedangkan
(Priyanto, 2016). aktif dari berbagai pihak terutama masyarakat permasalahan dalam penulis memberi solusi berupa
setempat pengembangan desa wisata konsep pengembangan desa wisata
serta solusi menangani
permasalahan tersebut.
4 The Design of Fishing Village metode deskriptif, konsep perancangan desa untuk meningkatkan serupa dengan penelitian Dalam penelitian ini yang
Tourism Banjar Belawan (Aulia data-data kualitas kawasan Desa adalah dengan tidak penulis yang melakukan dikembangkan adalah desa kumuh,
& Faradiba, 2017). dikumpulkan mengubah kondisi sosial budaya, lingkungan, pengembangan desa dengan sedangkan penelitian yang penulis
. kemudian dianalisis membuat Pokdarwis. membuat konsep lakukan berlokasi di suatu desa
menjadi konsep pengembangan berdasarkan wisata yang masih pada tahap
desain. potensi desa rintisan

23
No Judul, peneliti dan tahun Metode Hasil penelitian Relevansi Perbedaan

5 Development Planning of Tourist Metode kualitatif Desa mumbul dapat dijadikan desa wisata memiliki keterkaitan dengan penelitian ini menghasilkan paparan
Village Using Participatory dengan survei dengan berbagai daya tarik wisata seperti daya penelitian yang penulis upaya pengembangan desa
Mapping (Case study: Mambal lapangan dan tarik wisata petualangan, spiritual, alam, lakukan yaitu menentukan dan berdasarkan pemetaan partisipatif,
Village, Badung Regency, wawancara kerajinan. memetakan rencana sedangkan dalam penelitian yang
Indonesia) (Arida et al., 2017). pengembangan suatu desa penulis lakukan upaya
wisata pengembangan berdasarkan potensi
local dan menghasilkan konsep
pengembangan
6 The emerging historical site as a Metode kualitatif Cagar budaya dapat mendukung konsep desa menambah referensi mengenai Penelitian ini difokuskan pada
tourism destination destination dengan observasi wisata yang sedang digalakkan, perlu perbaikan pengembangan desa wisata pengembangan desa wisata cagar
in Bongan village, Bali (Sunarta partisipan dan di beberapa sektor. Bongan.. budaya maupun pelestarian sejarah,
et al., 2019). wawancara sedangkan penelitian yang
mendalam dilakukan penulis mencangkup
pengembangan desa wisata Bongan
disemua lingkup
7 Pengembangan Desa Wisata Penelitian ini Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan menerapkan metode yang Perbedaannya terletak pada focus
Batik Di Desa Pungsari menggunakan bahwa, Desa Pungsari mempunyai karakter sama dalam upaya pengembangan desa yaitu pada desa
Kabupaten Sragen Jawa Tengah penelitian deskriptif yang terkelompok menjadi empat kluster pengembangan desa wisata wisata Batik, sedangkan penelitian
(Ambarwati & Wisnu, 2019). kualitatif dengan diantaranya: kluster sosial-ekonomi, kluster yaitu dengan berbasis potensi yang penulis lakukan berfokus pada
metode studi kasus. pendidikan-budaya, kluster pemukiman, dan lokal. desa wisata alam dan budaya
kluster pengembangan terpadu.
8 Environmental Factors: metode kualitatif dan faktor lingkungan, sosial, partisipasi menambah referensi mengenai penelitian ini difokuskan pada
Dominant Motivation Of The kuantitatif dengan masyarakat, dan budaya memberikan kontribusi pengembangan desa wisata pengembangan motivasi
Bongan Community To Support teknik analisis faktor yang signifikan dalam mendukung Bongan. masyarakat Bongan untuk
The Development Of Tourist konfirmatori pengembangan desa wisata. Faktor lingkungan mendukung pengembangan desa
Village (Oka & Darmayanti, adalah yang paling dominan mendukung wisata, sedangkan penelitian
2020). pengembangan desa Bongan. penulis focus pada pengembangan
desa wisata Bongan.

24
No Judul, peneliti dan tahun Metode Hasil penelitian Relevansi Perbedaan

9 Strategy Of Tourism Village Metode studi pustaka Strategi pengembangan dilakukan dengan mengungkapkan upaya upaya yang dihasilkan dalam
Development Based On Local yang dianalisis secara peningkatan kapasitas masyarakat, inventarisasi pengembangan pariwisata penelitian ini bersifat paparan,
Wisdom (Lubis et al., 2020). deskriptif SDM, pelembagaan pengelolaan desa wisata, berbasis sumber daya/potensi sedangkan yang penulis lakukan
bridging and linking, kerjasama, branding dan lokal, serupa dengan lebih mengarah pada konsep
promosi melalui media sosial dan website desa penelitian yang dilakukan pengembangan.
wisata. penulis.
10 Portrait of tourism object in Metode kualitatif pengembangan Desa Wisata Bongan Tabanan di menambah referensi mengenai Perbedaannya yaitu penelitian ini
Bongan Tabanan Bali village: deskriptif Bali sangat bertumpu pada warisan budaya. pengembangan desa wisata difokuskan pada pengembangan
Cultural studies perspective Bongan. desa Bongan sebagai warisan
(Nuruddin et al., 2020) budaya, sedangkan penelitian
penulis focus pada pengembangan
desa wisata Bongan berbasis
potensi yang dimiliki.
11 Studi pengembangan desa Metode deskriptif Upaya pengembangan desa wisata yaitu Dewi menambah refernsi terkait Perbedaan dalam penelitian ini
wisata: Pelajaran dari Kampung kualitatif dengan Flory fokus pada wisata edukasi, dan wisata dengan upaya pengembangan mengungkapkan upaya
Flory, Kabupaten Sleman, model Miossec outbound. Selanjutnya, Taruna Tani fokus desa wisata berdasarkan pengembangan di tiga desa wisata,
Yogyakarta (Roziqin & terhadap pertanian. potensi yang dimiliki. sedangkan penulis hanya focus di
Syarafina, 2021) satu desa yaitu Bongan.
12 Tourism Village Development Metode penelitian Terdapat delapan alternatif strategi Penelitian ini dijadikan kajian hasil penelitian yang berupa uraian
Strategy Based On Local yang digunakan pengembangan desa Ayunan sebagai destinasi Pustaka karena pengembangan desa wisata,
Resources In Ayunan Village, adalah observasi, wisata. Strategi prioritas berdasarkan analisis mengungkapkan sedangkan penulis hasil penelitian
Abiansemal District, Badung wawancara, dan QSPM adalah pemasaran, Pendekatan kepada pengembangan desa wisata berupa konsep pengembangan
Regency (Susila et al., 2021). angket. Analisis masyarakat, Perencanaan destinasi wisata dan dengan memanfaatkan potensi
. SWOT dan analisis peningkatan SDM. lokal.
Quantitative
Strategic Planning
Matrix (QSPM)

25
26
2.2 Konsep Penelitian

Adapun konsep penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

konsep pengembangan pariwisata, konsep desa wisata dan konsep potensi

lokal

2.2.1 Pengembangan Pariwisata

Pengembangan adalah kegiatan untuk memajukan suatu tempat

atau daerah yang di anggap perlu di tata sedemikian rupa baik dengan cara

memelihara yang sudah berkembang atau menciptakan yang baru. Dalam

arti lain pengembangan bertujuan meningkatkan kualitas kehidupan

manusia. Pengembangan dalam penelitian ini difokuskan pada

pengembangan pariwisata. Pengembangan pariwisata adalah suatu usaha

untuk mengembangkan atau memajukan kawasan/daya tarik wisata

menajadi lebih baik dan lebih menarik ditinjau dari segi tempat maupun

benda-benda yang ada di dalamnya untuk dapat menarik minat wisatawan

untuk mengunjunginya. Pengembangan pariwisata perlu dilakukan agar

lebih banyak wisatawan datang pada suatu kawasan/daya tarik wisata,

lebih lama tinggal, dan lebih banyak mengeluarkan uangnya di tempat

wisata yang dikunjungi sehingga dapat menambah devisa untuk negara

bagi wisatawan asing, dan menambah pendapatan asli daerah untuk

wisatawan lokal. Disamping itu juga bertujuan untuk memperkenalkan dan

memelihara kebudayaan di kawasan pariwisata tersebut. Sehingga,

keuntungan dan manfaatnya juga bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar

khususnya.

26
Pengembangan pariwisata secara ideal harus berlandaskan pada

empat prinsip dasar, sebagaimana dikemukakan (Sobari dalam Anindita,

2015), yaitu:

1) Kelangsungan ekologi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus

menjamin terciptanya pemeliharaan dan proteksi terhadap sumberdaya alam

yang menjadi daya tarik pariwisata, seperti lingkungan laut, hutan, pantai,

danau, dan sungai.

2) Kelangsungan kehidupan sosial dan budaya, yaitu bahwa pengembangan

pariwisata harus mampu meningkatkan peran masyarakat dalam pengawasan

tata kehidupan melalui sistem nilai yang dianut masyarakat setempat sebagai

identitas masyarakat tersebut.

3) Kelangsungan ekonomi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus dapat

menciptakan kesempatan kerja bagi semua pihak untuk terlibat dalam aktivitas

ekonomi melalui suatu sistem ekonomi yang sehat dan kompetitif.

4) Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat melalui

pemberian kesempatan kepada mereka untuk terlibat dalam pengembangan

pariwisata.

Dengan demikian, yang dimaksud dalam pengembangan pariwisata

dalam penelitian ini yaitu upaya menjadikan kawasan/daya tarik wisata

menjadi lebih baik dengan perencanaan yang matang dan mencerminkan

tiga dimensi kepentingan, yaitu industri pariwisata, daya dukung

lingkungan (sumber daya alam), dan masyarakat setempat dengan sasaran

untuk peningkatan kualitas hidup

27
2.2.2 Desa Wisata

Pengertian desa wisata diungkapkan oleh MacDonald & Jolliffe

(2003), menurutnya desa wisata atau yang disebut dengan rural tourism

merupakan sebuah daerah wisata yang mengacu pada masyarakat

pedesaan yang memiliki tradisi sendiri, warisan seni, gaya hidup, tempat,

serta nilai-nilai yang diturunkan dari generasi ke generasi, dimana ketika

wisatawan berwisata ke daerah tersebut, wisatawan akan mendapatkan

informasi tentang kebudayaan dan pengalaman akan cerita rakyat, adat

istiadat, pemandangan.

Edward Inskeep (1991: 166) mendefinisikan desa wisata sebagai

bentuk pariwisata di mana sekelompok kecil wisatawan yang tinggal

dalam suasana tradisional, biasanya di desa-desa yang terpencil dan belajar

tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat. Dengan demikian,

desa wisata mempunyai ciri khas tertentu yang menjadi daya tarik wisata.

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2011) mengungkapkan bahwa

desa wisata merupakan bentuk integrasi atraksi, akomodasi, dan fasilitas

pendukung yang disajikan dalam struktur kehidupan masyarakat yang

menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Suatu desa wisata

memiliki daya tarik yang khas (dapat berupa keunikan fisik lingkungan

alam perdesaan, maupun kehidupan sosial budaya masyarakatnya) yang

dikemas secara alami dan menarik sehingga daya tarik perdesaan dapat

menggerakkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut.

28
Berdasarkan beberapa pengertian desa wisata, maka dalam

penelitian ini yang dimaksud dengan desa wisata adalah sebuah daerah

wisata yang mengacu pada masyarakat pedesaan, menawarkan suasana

alami pedesaan beserta ciri khasnya yang tidak ditemukan di perkotaan.

Pengembangan desa wisata dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai

suatu proses yang menekankan cara untuk mengembangkan atau

memajukan desa wisata.

Tujuan dari pengembangan desa wisata adalah meningkatkan

kesejahteraan masyarakat setempat melalui partisipasi aktif masyarakat

dalam semua kegiatannya. Keterlibatan masyarakat dapat berupa

penyediaan jasa dan pelayanan wisata yang hasilnya akan meningkatkan

pendapatan masyarakat setempat (Theresia et al., 2014). Dalam

pengembangan desa wisata masyarakat setempat bukan sebagai obyek

pasif namun justru sebagai subyek aktif. Sebuah lingkungan pedesaan

dapat dipandang sebagai obyek sekaligus sebagai subyek wisata. Sebagai

obyek artinya desa tersebut merupakan tujuan kegiatan pariwisata

sedangkan sebagai subyek adalah sebagai penyelenggara, apa yang

dihasilkan oleh desa akan dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung

dan peran aktif masyarakat sangat menentukan kelangsungannya

2.2.2 Potensi Lokal

Menurut Majdi (2007), potensi adalah suatu kemampuan

kesanggupan, kekuatan ataupun daya yang mempunyai kemungkinan

29
untuk bisa dikembangkan lagi menjadi bentuk yang lebih besar. Pendit

(1999), mengemukakan potensi wisata adalah segala macam bentuk

sumber daya yang terdapat di suatu daerah tertentu yang bisa diramu dan

dikembangkan menjadi suatu aneka atraksi. Jadi bisa disimpulkan bahwa

potensi adalah suatu kekuatan atau daya yang dimiliki oleh seseorang atau

suatu wilayah tertentu yang dapat dikembangkan agar dapat menghasilkan

sesuatu yang lebih bermakna dan berharga

Pengertian lokal lebih menekankan pada daerah asal. Yang

maknanya adalah sesuatu yang berasal dari daerah asli, lokal merupakan

asli dari suatu kelompok. Istilah lokal di masyarakat lebih menggambarkan

tentang budaya yang artinya budaya penduduk lokal. Lokal bisa digunakan

untuk kata benda ataupun lainnya, banyak sekali penggunaan kata lokal

yang ada dimasyarakat. Pengertian lokal adalah suatu hal yang berasal dari

tempat asal seseorang, misalnya saja menggambarkan asal seseorang,

berarti dia merupakan penduduk lokal. Yang dimaksud lokal adalah

sesuatu yang berasal dari daerah asli tersebut yang dapat digunakan oleh

masyarakat setempat agar dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat

pula bagi masyarakat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa potensi lokal dalam penelitian ini

adalah suatu kekuatan atau daya yang dimiliki daerah sendiri yang

merupakan segala kekayaan asli yang dimiliki oleh suatu daerah dan

memiliki kemungkinan untuk dikembangkan dan dimaksimalkan oleh

masyarakat itu sendiri

30
2.3 Landasan Teori

Dalam penelitian ini digunakan grand teori komponen pengembangan

pariwisata dan teori daya tarik wisata sebagai teori pendukung. Berikut

penjelasannya:

2.3.1 Komponen Pengembangan Pariwisata Cooper dkk (1997)

Cooper dkk (1997) mengemukakan bahwa terdapat empat komponen

yang harus dimiliki oleh sebuah destinasi wisata untuk pengembangan

potensi kepariwistaan, yaitu:

1) Attraction (daya tarik); Daerah tujuan wisata untuk menarik wisatawan pasti

memiliki daya tarik, baik daya tarik berupa alam maupun masyarakat dan

budayanya. Semua ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan

alam serta flora dan fauna, seperti: pemandangan alam, panorama indah, hutan

rimba dengan tumbuhan hutan tropis, serta binatang-binatang langka. Selain

itu, karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala,

peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro (pertanian), wisata tirta (air),

wisata petualangan, taman rekreasi, dan tempat hiburan juga merupakan daya

tarik wisata

a) Accesability (aksesibilitas): Accesability dimaksudkan agar wisatawan

domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke

tempat wisata meliputi: Jaringan Jalan, Moda Transportasi dan Pendukung

Transportasi (tempat parkir, penerangan jalan, signage dll).

b) Amenities (fasilitas); Amenities adalah salah satu syarat daerah tujuan wisata

agar wisatawan dapat dengan kerasan tinggal lebih lama di daerah wisata.

31
Amenities terdiri dari: akomodasi (Fasilitas Penginapan, Fasilitas Tempat

makan/restoran, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Keuangan,

Fasilitas Perbelanjaan) dan Utilitas (Penyediaan Air bersih, Jaringan Listrik,

Sistem Drainase, Sistem Pengolahan Limbah dan Sanitasi, Telekomunikasi,

Persampahan)

c) Ancillary (kelembagaan); Adanya lembaga pariwisata wisatawan akan

semakin sering mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut

wisatawan dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi

Teori komponen pengembangan pariwisata digunakan untuk menjawab

permasalahan terkait konsep/rencana pengembangan desa wisata berbasis potensi

lokal di desa wisata Bongan.

2.3.2 Teori daya tarik wisata Yoeti (2002)

Yoeti (2002) mengungkapkan bahwa daya tarik atau atraksi wisata

adalah segala sesuatu yang mampu menarik wisatawan untuk berkunjung

ke suatu daerah tujuan wisata. Adapun daya tarik tersebut dapat berupa:

a) Daya tarik wisata alam (landscape, pemandangan laut, pantai, iklim dan fitur

geografis lain dari tujuan),

b) Daya tarik wisata budaya (sejarah dan cerita rakyat, agama, seni dan acara

khusus, festival),

c) Daya tarik wisata sosial (cara hidup, populasi penduduk, bahasa, peluang

untuk pertemuan sosial), dan

32
d) Daya tarik wisata bangunan (bangunan, arsitektur bersejarah dan modern,

monumen, taman, kebun, marina)

Teori daya tarik wisata digunakan untuk menjawab permasalahan terkait potensi

lokal yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata di desa wisata Bongan.

2.4 Model Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilatarbelakangi dari factor eksternal dan

internal. Factor eksternal yaitu pengembangan desa wisata tengah menjadi

perhatian dan menjadi program prioritas Pemerintah Republik Indonesia

dan pengembangan desa wisata di Indonesia belum optimal. Factor

internal yang mendasari penelitian ini yaitu Desa wisata Bongan sebagai

salah satu desa wisata di Bali, memiliki berbagai potensi yang dapat

dijadikan daya tarik wisata. Sayangnya potensi tersebut belum

dimanfaatkan sehingga perlu pengembangan lebih lanjut. Desa wisata

Bongan juga belum memiliki konsep/rencana pengembangan desa wisata.

Adapun permasalahan yang diangkat yaitu terkait dengan potensi

lokal yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata di desa wisata

Bongan, permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan potensi

lokal sebagai daya tarik wisata di desa wisata Bongan dan konsep/rencana

pengembangan desa wisata berbasis potensi lokal di desa wisata Bongan

Guna mendapatkan jawaban penelitian maka diperlukan kajian

Pustaka terkait pengembangan desa wisata maupun terkait dengan desa

wisata Bongan. Konsep dan teori digunakan sebagai acuan dalam

menganalisis permasalahan yang ada. Teori yang digunakan yaitu teori

33
komponen pengembangan pariwisata dan teori daya tarik wisata.

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif melalui observasi,

wawancara dan dokumentasi kepustakaan. Skema pemikiran model

pelaksanaan penelitian yang dilakukan mengacu pada gambar bagan

sebagai berikut:

EKSTERNAL INTERNAL
- Pengembangan desa wisata - Desa wisata Bongan memiliki
tengah menjadi perhatian dan berbagai potensi namun belum
menjadi program prioritas dikembangkan
Pemerintah - Desa wisata Bongan belum
- Pengembangan desa wisata di memiliki konsep/rencana
Indonesia belum optimal pengembangan desa wisata

PENGEMBANGAN DESA WISATA BONGAN, TABANAN BERBASIS


POTENSI LOKAL

Kajian Pustaka dan Konsep

34
MASALAH 1 FGD, observasi,
potensi lokal yang dapat wawancara
dikembangkan sebagai daya tarik
wisata di desa wisata Bongan
Teori Daya Tarik
Wisata
MASALAH 2
permasalahan yang dihadapi dalam Wawancara dan
upaya pengembangan potensi lokal Observasi
sebagai daya tarik wisata di desa
wisata Bongan

Teori Komponen MASALAH 3


Pengembangan konsep/rencana pengembangan desa Dokumentasi
pariwisata wisata berbasis potensi lokal di desa
wisata Bongan

Analisis

TEMUAN

REKOMENDASI

Gambar 2. 1
Model Penelitian

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.

Deskriptif artinya melukiskan variabel demi variabel satu demi satu. Penelitian

deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran yang benar mengenai suatu

obyek. Pendekatan kualitatif pada penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan

atau mencari informasi mengenai potensi dan permasalahan dalam pengembangan

desa wisata Bongan.

35
3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu di desa wisata Bongan. Desa wisata Bongan

merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kediri Kabupaten

Tabanan. Adapun batas-batas yang terdapat di Desa wisata Bongan

sebagai daerah dari lokasi penelitian yaitu: sebelah utara berbatasan

dengan kelurahan dajan peken, sebelah barat berbatasan dengan desa

gubug, sebelah timur berbatasan dengan desa pejaten, sebelah selatan

berbatasan dengan desa nyitdah. Secara astronomis Desa Bongan terletak

pada 08º33’10” - 08º34’50” LS dan 115º05’28” – 115º07’29” BT. Desa

Bongan memiliki luas wilayah 445 hektar dan terbagi atas 10 banjar,

diantaranya: Banjar Bongan Munduk, Banjar Bongan Pala, Banjar Bongan

Kauh Kaja, Banjar Bongan Tengah, Banjar Bongan Nyawa Kawan, Banjar

Bongan Nyawa Kangin, Banjar Bongan Lebah, Banjar Wanasara Kaja,

Banjar Wanasara Kelod, dan Banjar Bedha.

Penelitian di desa wisata Bongan dimulai dengan survei

pendahuluan. Survei pendahuluan atau studi kepustakaan. Kemudian

dilanjutkan dengan penulisan praproposal disertasi, penulisan proposal

hingga penulisan laporan disertasi. Berikut gambar peta desa wisata

Bongan:

36
Gambar 3. 1
Peta Desa Wisata Bongan
Sumber: https://bongan.desa.id/

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif

yang ditunjang oleh data kuantitatif. Data kualitatif yang digunakan dalam

penelitian ini berupa: data Gambaran umum lokasi penelitian, data hasil

wawancara dengan informan penelitian, data potensi desa. Data kuantitatif

yang digunakan berupa data demografi penduduk, data luas area.

Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer, dan

data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari hasil FGD,

37
observasi, dan wawancara dengan informan untuk mendapatkan informasi yang

mendukung penelitian. Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan

purposive sampling yaitu teknik pemilihan subjek sebagai sumber data dengan

pertimbangan tertentu agar penelitian lebih berfokus kepada representasi terhadap

fenomena sosial yang diteliti (Bungin, 2008). Pertimbangan subjek untuk

penelitian ini yaitu orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan

sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi yang diteliti.

Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 36 orang dengan rincian sebagai

berikut:

a) 26 Informan untuk FGD yang terdiri dari 3 orang perwakilan desa yaitu kepala

desa, sekretaris Desa dan kepala LPD; 1 orang ketua desa wisata; 22 orang

anggota Pokdarwis Dewi Manis Bongan.

b) Informan untuk wawancara 10 orang yang terdiri dari 4 orang di antaranya

termasuk informan yang mengikuti FGD, 5 orang masyarakat dengan

karaktertistik informan adalah masyarakat/penduduk setempat yang

mengetahui desa wisata Bongan dan 1 orang perwakilan dinas pariwisata

Tabanan.

Data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen, artikel, dan jurnal ataupun

laporan penelitian. Data ini digunakan untuk mendukung data primer.

3.4 Instrumen Penelitian

Diperlukan alat bantu berupa pedoman wawancara, dan alat bantu

lainnya seperti alat tulis, alat rekam, alat Gambar, dan kamera untuk

memudahkan dalam membuat analisis data lapangan. Hal ini dilakukan

38
agar peneliti mampu menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,

menganalisis data, menginterpretasikan data, dan membuat kesimpulan

atas temuannya.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa FGD, pengamatan

atau observasi, wawancara dan dokumentasi.

a. Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang

umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan

makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok (Sutopo, 2006).

FGD dalam penelitian ini digunakan untuk menghindari permaknaan yang

salah terhadap fokus masalah yang sedang diteliti. FGD bertujuan untuk

mendapatkan data dan gambaran awal tentang potensi desa wisata Bongan dan

permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan desa wisata Bongan

b. Observasi yaitu pengamatan yang sistematis tentang kejadian, dan tingkah

laku dalam setting sosial yang dipilih untuk diteliti. Pengamatan dilakukan di

desa wisata Bongan terhadap potensi yang dimiliki desa, lingkungan/site desa.

c. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab

antara pencari data dengan informan atau sumber data. Tanya jawab yang

dilakukan secara sistematis berdasarkan pada tujuan penelitian. Dalam

melaksanakan wawancara menggunakan pedoman yang merupakan garis

besar terkait hal-hal yang akan ditanyakan. Dalam penelitian ini dilakukan

wawancara kepada narasumber untuk menggali data diantaranya; wawancara

39
kepada aparat desa, pengelola desa wisata dan pokdarwis yang ditujukan

untuk mengetahui potensi dan pengembangan wisata yang telah dilakukan dan

direncanakan, wawancara kepada masyarakat untuk menggali potensi dan

harapan masyarakat desa wisata Bongan.

d. Dokumentasi yaitu pencarian data dalam catatan, surat kabar, transkip, buku,

majalah dan sebagainya. Metode dokumentasi adalah pengambilan data yang

diperoleh melalui dokumen-dokumen tertulis, laporan dan surat-surat resmi.

Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi untuk mendapatkan data

yang bersumber dari dokumentasi tertulis.

3.6 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif yaitu

proses analisis data berlangsung sejak awal hingga akhir penelitian

sehingga merupakan satu kesatuan yang simultan dengan proses lain.

Adapun empat tahapan analisis data yang dilakukan meliputi pengumpulan

data selama proses penelitian berlangsung, reduksi data, display data, dan

terakhir adalah penarikan kesimpulan.

a) pengumpulan data. Pada tahap pengeumpulan data, data dikumpulkan.

b) Reduksi data yaitu proses pemilihan data kasar dan masih mentah yang

berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung melalui tahapan

pembuatan ringkasan, memberi kode, menelusuritema, dan menyusun

ringkasan. Tahap reduksi data yang dilakukan penulis adalah menelaah secara

keseluruhan data yang dihimpun dari lapangan mengenai pengembangan desa

wisata Bongan.

40
c) Penyajian Data yaitu hasil reduksi data kemudian diorganisasikan ke dalam

bentuk matriks (display data) sehingga terlihat gambarannya secara lebih utuh.

Penyajian data dilakukan dengan cara penyampaian informasi berdasarkan

data yang dimiliki dan disusun secara runtut dan baik dalam bentuk naratif,

sehingga mudah dipahami. Dalam tahap ini peneliti membuat rangkuman

secara deskriptif dan sistematis sehingga tema sentral dalam penelitian ini

dapat diketahui dengan mudah.

d) Verifikasi Data/ Penarikan Simpulan yaitu menarik simpulan berdasarkan data

yang diperoleh dari berbagai sumber, kemudian peneliti mengambil simpulan

yang bersifat sementara sambil mencari data pendukung atau menolak

simpulan. Pada tahap ini, peneliti melakukan pengkajian tentang simpulan

yang telah diambil dengandata pembanding teori. Pengujian ini dimaksudkan

untuk melihat kebenaran hasil analisis yang melahirkan simpulan yang dapat

dipercaya.

3.7 Penyajian Analisis Data

Analisis data merupakan upaya untuk mencari, dan menata secara

sistematis catatan hasil observasi, wawancara, untuk meningkatkan

pemahaman tentang kasus yang diteliti, dan menyajikan temuannya bagi

orang lain. Dari hasil kegiatan yang dilakukan, baik berdasar studi

pustaka, studi lapangan, dan sesudah meninggalkan lapangan, data yang

terkumpul dikategorisasikan, dan ditata urutan penelaahannya. Data yang

diperoleh yang kemudian dianalisis disajikan dalam bentuk teks atau

41
penjelasan naratif maupun dalam bentuk ilustrasi (tabel, grafik, diagram,

dan gambar).

BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Desa Wisata Bongan


4.2 Daya Tarik Wisata di Desa Wisata Bongan
4.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pariwisata di Desa Wisata Bongan
4.4 Tingkat Perkembangan Pariwisata di Desa Wisata Bongan

42
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Potensi Wisata Di Desa Wisata Bongan


5.2 Permasalahan Dalam Pengembangan Desa Wisata Bongan
5.3 Pengembangan Desa Wisata Bongan Berbasis Potensi Lokal
5.4 Novelti

43
BAB VI
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Simpulan
6.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat


ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran diantaranya
sebagai berikut:
1. Pengelola perlu memperhatikan keinginan masyarakat dalam merencanakan
pengembangan wisata di desa wisata, baik pada atraksi wisata, fasilitas
pendukung dan promosi
2. Pemerintah sebagai pengambil keputusan dan pengawas pengelolaan desa
wisata Bongan diharapkan dapat mendukung dalam pengembangan desa
terutama dalam kebutuhan dana dan perbaikan akses menuju desa wisata,

44
karena hal tersebut merupakan suatu hambatan dan keluhan dari berbagai
pihak.
3. Bagi akademisi, penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk menyempurnakan hasil penelitian
ini dengan melakukan pengumpulan data yang lebih sistematis.
4. Melihat harapan pengembangan yang diinginkan masyarakat, pengembangan
daya Tarik wisata yang dapat dilakukan berupa:
a) pengembangan daya tarik wisata spiritual dengan memanfaatkan potensi
air terjun Grembengan,
b) pengembangan wisata edukasi dengan memanfaatkan potensi penangkaran
jalak Bali,
c) pengembangan wisata kuliner dengan memanfaatkan makanan dan
minuman khas desa wisata Bongan,
d) pengembangan wisata alam dengan memanfaatkan potensi sungai dan
persawahan yang ada di desa wisata Bongan dengan melibatkan petani dan
juga wisatawan dalam kegiatan pertanian di saat musim tanam dan musim
panen padi
e) pengembangan daya Tarik wisata arsitektur dengan memanfaatkan
monument patung Kebo Iwa,
f) pengembangan wisata sosial budaya dengan memberikan informasi dan
kesempatan kepada wisatawan untuk dapat menyaksikan upacara adat dan
kehidupan sehari-hari masyarakat lokal
5. Pengembangan daya Tarik wisata harus berdasarkan potensi daerah setempat
dan diselaraskan dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat yaitu
nilai yang bersumber dari ajaran agama Hindu, sehingga pengembangan
pariwisata tidak berdampak negatif terhadap keberlangsungan desa wisata dan
masyarakat desa wisata.

45
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, H. D., & Wisnu, S. (2019). Pengembangan Desa Wisata Batik Di


Desa Pungsari Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Jurnal Arsitektur ARCADE,
3(1), 27. https://doi.org/10.31848/arcade.v3i1.196
Arida, I. N. S., Wiguna, P. P. K., Narka, I. W., & Febrianti, N. K. O. (2017).
Development Planning of Tourist Village Using Participatory Mapping (Case
study: Mambal Village, Badung Regency, Indonesia). IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science, 98(1).
https://doi.org/10.1088/1755-1315/98/1/012044
Aulia, D. N., & Faradiba, M. (2017). The Design of Fishing Village Tourism
Banjar Belawan. International Journal of Architecture and Urbanism, 1(1),
45–53. https://doi.org/10.32734/ijau.v1i1.261
Hastuti, Purwantara, S., & Khotimah, N. (2013). MODEL PENGEMBANGAN
DESA WISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI STRATEGI
PENGENTASAN KEMISKINAN DI LERENG MERAPI KABUPATEN
SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Lubis, H., Rohmatillah, N., & Rahmatina, D. (2020). Strategy of Tourism Village
Development Based on Local Wisdom. Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora,
9(2), 320. https://doi.org/10.23887/jish-undiksha.v9i2.22385
Nuruddin, S. S., Ardika, W., Kristianto, Y., Mahagangga, G. A. O., Suryawan, I.
B., & Sendra, I. M. (2020). Portrait of tourism object in Bongan Tabanan
Bali Village: Cultural studies perspective. Utopia y Praxis Latinoamericana,

46
25(Extra2), 75–85. https://doi.org/10.5281/zenodo.3808892
Oka, I. M. D., & Darmayanti, P. W. (2020). Environmental Factors: Dominant
Motivation of the Bongan Community To Support the Development of
Tourist Village. Journal of Business on Hospitality and Tourism, 6(1), 104.
https://doi.org/10.22334/jbhost.v6i1.195
Priyanto, P. (2016). Pengembangan Potensi Desa Wisata Berbasis Budaya
Tinjauan Terhadap Desa Wisata Di Jawa Tengah. Jurnal Vokasi Indonesia,
4(1). https://doi.org/10.7454/jvi.v4i1.53
Roziqin, A., & Syarafina, Z. (2021). Tourism village development study: Lesson
learned from Flory Village, Sleman Regency, Yogyakarta. Masyarakat,
Kebudayaan Dan Politik, 34(2), 173.
https://doi.org/10.20473/mkp.v34i22021.173-183
Sesotyaningtyas, M., & Manaf, A. (2015). Analysis of Sustainable Tourism
Village Development at Kutoharjo Village, Kendal Regency of Central Java.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 184(August 2014), 273–280.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.05.091
Sunarta, I. N., Nuruddin, & Kristianto, Y. (2019). The emerging historical site as
a tourism destination in bongan village, bali. Opcion.
Susila, I. P., Sumantra, I. K., Sudiana, A. ., & Pandawani, N. P. (2021). Tourism
Village Development Strategy Based on Local Resources in Ayunan Village,
Abiansemal District, Badung Regency. International Journal of Research -
GRANTHAALAYAH, 9(2), 108–119.
https://doi.org/10.29121/granthaalayah.v9.i2.2021.3432

Zakaria, F. & Suprihardjo, R.D. (2014). Konsep pengembangan kawasan desa


wisata di desa bandungan kecamatan pakong kabupaten pamekasan. Jurnal
Teknik POMITS, 3(2), 245-249

47
DAFTAR PERTANYAAN

Daftar pertanyaan berikut digunakan untuk menjawab rumusan masalah 1 terkait


dengan potensi dan permasalahan di desa wisata Bongan.

Nama :
Jabatan :
Waktu :
Lokasi :

A. Potensi alam
1. Apakah desa wisata Bongan memiliki landscape persawahan yang indah?
2. Apakah desa wisata Bongan memiliki fitur geografis yang dapat dijadikan
daya tarik wisata?
3. Apakah harapan saudara terkait dengan pengembangan daya tarik wisata
alam di desa wisata Bongan?
4. Daerah mana di desa wisata Bongan yang memiliki potensi alam dan
cocok dikembangkan sebagai daya tarik wisata alam?

48
5. Apakah desa wisata Bongan memiliki daya tarik wisata alam yang telah
dikembangkan? Jika sudah bagian apa yang perlu dikembangkan lebih
lanjut?
B. Potensi budaya atau spiritual
1. Apakah desa wisata Bongan memiliki sejarah dan cerita rakyat?
2. Apakah desa wisata Bongan memiliki tradisi agama yang unik?
3. Apakah desa wisata Bongan memiliki kesenian atau acara khusus yang
dapat dijadikan daya tarik wisata?
4. Apakah harapan saudara terkait dengan pengembangan daya tarik wisata
budaya atau spiritual di desa wisata Bongan?
5. Daerah mana di desa wisata Bongan yang memiliki potensi budaya atau
spiritual dan cocok dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya
maupun spiritual?
6. Apakah desa wisata Bongan memiliki daya tarik wisata budaya atau
spiritual yang telah dikembangkan? Jika sudah bagian apa yang perlu
dikembangkan lebih lanjut?
C. Sosial
1. Apakah desa wisata Bongan memiliki makanan khas?
2. Apakah harapan saudara terkait dengan pengembangan daya tarik wisata
kuliner di desa wisata Bongan?
7. Daerah mana di desa wisata Bongan yang memiliki potensi makanan dan
cocok dikembangkan sebagai daya tarik wisata kuliner?
8. Apakah desa wisata Bongan memiliki daya tarik wisata kuliner yang telah
dikembangkan? Jika sudah bagian apa yang perlu dikembangkan lebih
lanjut?
D. Bangunan/arsitektur
1. Apakah desa wisata Bongan memiliki bangunan, arsitektur bersejarah dan
modern, monument?
2. Apakah harapan saudara terkait dengan pengembangan daya tarik wisata
bangunan/arsitektur di desa wisata Bongan?

49
3. Daerah mana di desa wisata Bongan yang memiliki potensi
bangunan/arsitektur dan cocok dikembangkan sebagai daya tarik wisata
bangunan/arsitektur?
4. Apakah desa wisata Bongan memiliki daya tarik wisata
bangunan/arsitektur yang telah dikembangkan? Jika sudah bagian apa
yang perlu dikembangkan lebih lanjut?
E. Komponen pariwisata
1. Bagaimana kondisi daya tarik wisata yang ada di desa wisata Bongan?
Apakah perlu pengembangan?
2. Bagaimana Accesability yang ada di desa wisata Bongan? Apakah perlu
pengembangan?
3. Bagaimaan Amenities yang ada di desa wisata Bongan? Apakah perlu
pengembangan?
4. Bagaimana Ancillary yang ada di desa wisata Bongan? Apakah perlu
pengembangan?
5. Apa harapan saudara terkait pengembangan pariwisata di desa wisata
Bongan?

50

Anda mungkin juga menyukai