Anda di halaman 1dari 23

PERPAJAKAN TM 5

Bea

SEKOLAH BISNIS WERKUDARA | SESI 1


Meterai
Kelompok 3
Diah Ayu Putri A. Putri Ega Sabira
042011233082 042011233029

ANGGOTA Rahmawati Indah C. Gabriella Sianipar

KELOMPOK 042011233084 042011233125

Maishia Rizqi I. Maulida Zulfiana P.


042011233100 042011233235

Tsabita Ammaro N.A. Naufal Zhafir C.S.


042011233101 042011233238

Naomi Tabita P. Jimmy J. L. de Fretes


042011233106 042011233241
Poin utama:

Bahasan Subjek dan objek BM


Tarif BM
Cara pelunasan Bea meterai
hari ini serta Pemeteraian Kemudian
Tata cara pengajuan
penggunaan mesin teraan
Kasus Pemeteraian
Bea Meterai SUBJEK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK BEA METERAI
INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2O2O
TENTANG BEA METERAI
Pihak yang menerima atau mendapat
Bea Materai merupakan pajak yang manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak
dikenakan pada sebuah dokumen yang yang bersangkutan menentukan lain.
digunakan untuk bukti atau keterangan. Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misal
kwitansi, bea meterai terutang oleh
Pajak atas dokumen yang terutang sejak
penerima kwitansi.
dokumen tersebut ditandatangani oleh
pihak-pihak yang berkepentingan atau Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua)
dikumen tersebut selesai dibuat atau pihak atau lebih, misal surat perjanjian
diserahkan kepada pihak lain bila dokumen dibawah tangan, maka masing-masing
tersebut hanya dibuat oleh satu pihak
pihak terutang bea materai.
Objek Bea Materai Dokumen yang bersifat perdata sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan,

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 pasal atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;

b. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;

3 tentang objek bea materai


c. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan

kutipannya;

1. Bea Meterai dikenakan atas:


d. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa

a. Dokumen yang dibuat sebagai alat


pun;

e. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen

untuk menerangkan
transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam

bentuk apa pun;

mengenai suatu kejadian yang f. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang,

bersifat perdata; dan


minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse

risalah lelang;

b. Dokumen yang digunakan sebagai g. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai

nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)

alat bukti di pengadilan. yang:

1. menyebutkan penerimaan uang; atau

2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau

sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;

dan

h. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.
Tarif Bea Meterai
PP No 24 / 2000
Tarif bea meterai terbagi
menjadi dua, yaitu sebesar Rp
3.000,- dan Rp 6.000,-

UU RI No 10 Tahun 2020
(UU Bea Meterai)
tarif bea meterai
disederhanakan menjadi satu
tarif bea meterai, yaitu Rp
10.000,-
Tarif Bea Meterai (UU RI No 10 Tahun 2020)
Pasal 5
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenai Bea Meterai dengan tarif
tetap sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).

Pasal 6

1.
Besarnya batas nilai nominal Dokumen yang dikenai Bea Meterai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (21 huruf g dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai
dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat.

2.
Besarnya tarif Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat diturunkan
atau dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan
masyarakat.

3.
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dikenai Bea Meterai dengan
tarif tetap yang berbeda dalam rangka melaksanakan program pemerintah dan
mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan/atau sektor keuangan.

4.
Perubahan besarnya batas nilai nominal Dokumen yang dikenai Bea Meterai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besarnya tarif Bea Meterai sebagaimana
dimaksud pada ayat (21, atau Dokumen dan besaran tarif tetap yang berbeda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia.
Pelunasan Bea Materai
Peraturan Menteri Keuangan nomor 4/PMK.03/2021
PASAL 2 :
(1) Pihak Yang Terutang melakukan pembayaran Bea
Meterai yang terutang pada Dokumen pada saat terutang Bea Meterai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Bea Meterai.
(2) Dokumen yang terutang Bea Meterai dikenai Bea Meterai
dengan tarif tetap sebesar Rpl0.000,00 (sepuluh ribu
rupiah).

PASAL 3 :
(1) Pembayaran Bea Meterai yang terutang pada Dokumen dilakukan
dengan menggunakan:
a. Meterai; atau
b. SSP.
(2) Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa:
a. Meterai tempel; atau
b. Meterai dalam bentuk lain.
Pembayaran Bea Meterai
dengan Menggunakan
Pembayaran Bea Meterai Meterai Teraan
dengan Menggunakan
Meterai Dalam Bentuk Lain
Pasal 7
Pasal 6 Meterai teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a hanya digunakan
Meterai dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang yang telah memperoleh
3 ayat (2) huruf b meliputi: izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak untuk membuat Meterai teraan.
a. Meterai teraan; Pasal 8
b. Meterai komputerisasi; dan (1) Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai teraan sebagaimana
c. Meterai percetakan. dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang
dibuat dengan menggunakan mesin teraan meterai digital pada Dokumen yang
terutang Bea Meterai.
(2) Dalam hal Dokumen yang terutang Bea Meterai terdiri atas dua lembar atau
lebih, Meterai teraan dibubuhkan pada lembar pertama Dokumen.
(3) Meterai teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a berwarna merah
dan memiliki unsur-unsur yang meliputi:
a. logo Kementerian Keuangan;
b. tulisan "Direktorat Jenderal Pajak";
c. logo dan/ atau tulisan nama Pembuat Meterai;
d. tulisan "METERAI TERAAN";
e. angka yang menunjukkan tarif Bea Meterai;
f. tanggal, bulan, dan tahun pembubuhan;
g. nomor mesin; dan
h. kode unik.
Pembayaran Bea Meterai Pembayaran Bea Meterai
dengan Menggunakan dengan Menggunakan
Meterai Komputerisasi Meterai Percetakan

Pasal 9 Pasal 11
Meterai komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b (1) Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai percetakan
hanya digunakan untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dilakukan dengan membubuhkan
Terutang yang telah memperoleh izin tertulis dari Direktur Jenderal Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan pada Dokumen
Pajak untuk membuat Meterai komputerisasi. yang terutang Bea Meterai.
Pasal 10 (2) Pembubuhan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan
(1) Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dalam rangka pemungutan
komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b Bea Meterai atas Dokumen berupa eek dan bilyet giro.
dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan Pasal 12
menggunakan sistem komputerisasi pada Dokumen yang terutang (1) Pembubuhan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan
Bea Meterai. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan oleh Pembuat Meterai
(2) Dalam hal Dokumen yang terutang Bea Meterai terdiri atas dua yang telah memperoleh izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak untuk membuat
lembar atau lebih, Meterai komputerisasi dibubuhkan pada lembar Meterai percetakan.
pertama Dokumen. (2) Meterai percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c memiliki
(3) Meterai komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf unsur-unsur yang meliputi:
b memiliki unsur-unsur yang meliputi: a. tulisan "METERAI PERCETAKAN";
a. tulisan "BEA METERAI LUNAS"; dan b. logo Kementerian Keuangan;
b. angka yang menunjukkan tarif Bea Meterai. c. angka yang menunjukkan tarif Bea Meterai; dan
d. nama Pembuat Meterai.
Pembayaran Bea Meterai dengan Menggunakan SSP

Pasal 13
SSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b hanya digunakan untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang dalam hal:
a. pembayaran Bea Meterai atas Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf
b Undang-Undang Bea Meterai, dengan jumlah lebih dari 50 (lima puluh)
Dokumen; atau
b. pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a tidak memungkinkan untuk
dilakukan karena Meterai tempel tidak tersedia atau tidak dapat digunakan.
Pasal 14
Dalam hal pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai tempel tidak memungkinkan untuk dilakukan pada saat terutang Bea Meterai
yang disebabkan keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP oleh Pihak Yang
Terutang dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak saat terutang Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Bea
Meterai.
Pasal 15
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilakukan dengan:
a. menyetorkan Bea Meterai yang terutang ke kas negara dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan
kode jenis setoran 100;
b. membuat daftar Dokumen dalam hal pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP dilakukan atas dua atau lebih Dokumen yang terutang
Bea Meterai; dan
c. melekatkan SSP sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang telah mendapatkan NTPN dengan Dokumen yang terutang Bea Meterai atau daftar
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
Pemateraian
Kemudian
Peraturan Menteri Keuangan nomor 4/PMK.03/2021

Pasal 19
Pemeteraian Kemudian dilakukan untuk:
a. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-
Undang Bea Meterai yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar
sebagaimana mestinya; dan/ atau
b. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Bea Meterai.

Pasal 20
Pihak yang wajib membayar B~a Meterai melalui Pemeteraian
Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 merupakan Pihak
Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
Undang-Undang Bea Meterai.
Pasal 21 Pasal 22
Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian (1) Pembayaran Bea Meterai yang terutang
Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sebagaimana
sebesar: dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan
a. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan menggunakan:
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat 1. Meterai tempel; atau
terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi 2. SSP sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea 3. Pasal 13
Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a terutang (2) Pembayaran sanksi administratif sebagaimana
Bea Meterai sejak tanggal 1 Januari 2021; dimaksud
b. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 huruf a dan huruf b dilakukan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan
terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 512.
administratif sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea
Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a terutang
Bea Meterai sebelum tanggal 1 Januari 2021; dan
c. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat
Pemeteraian Kemudian dilakukan atas Dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b.
Pasal 23
(1) Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud (3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
dalam ayat (2) telah terpenuhi, Pejabat sebagaimana dimaksud
Pasal 19 disahkan oleh: pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan
1. Pejabat pos; atau membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada:
2. Pejabat lain yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak. 1. Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Meterainya telah dibayar melalui Pemeteraian
memastikan: Kemudian; dan/atau
1. Meterai tempel yang digunakan untuk pembayaran 2. SSP yang telah mendapatkan NTPN.
Bea Meterai yang terutang merupakan Meterai

tempel yang sah dan berlaku serta belum pernah


dipakai untuk pembayaran Bea Meterai atas suatu
Dokumen;
2. kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang
digunakan untuk pembayaran Bea Meterai yang
terutang dan/ atau sanksi administratif dengan
melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang
disediakan oleh Direktur J enderal Pajak;
3. kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah
mendapatkan NTPN dengan jumlah Bea Meterai
yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; dan/atau
4. kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.
Pasal 24 Pasal 25
(1) Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan (1) Kepala KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar
kepadaPejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dapat
ayat (1) atas Dokumen yang Bea Meterainya dipungut menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan
olehPemungut Bea Meterai tetapi belum dibubuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
Meterai. ketentuan umum dan tata cara perpajakan kepada
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pihak Yang Terutang untuk menagih Bea Meterai yang
melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap terutang dan sanksi administratif sebagaimana
Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar dimaksud dalam Pasal 21 huruf a atau huruf b, dalam hal
Dokumen dalam hal Pihak Yang Terutang dapat Pihak Yang Terutang tidak melakukan Pemeteraian
membuktikan bahwa Pemungut Bea Meterai telah Kemudian atas Dokumen yang Bea Meterainya tidak
menyetorkan Bea Meterai yang terutang atas Dokumen atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 19 huruf a.

(2) Pihak Yang Terutang menyetorkan Bea Meterai yang
ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ke kas negara.
Pasal 26 Pasal 25
(1) Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan (1) Kepala KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar
kepada dapat
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan
atas Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan kepada
Pasal 25. Pihak Yang Terutang untuk menagih Bea Meterai yang
(2) Dalam hal diperlukan pengesahan sebagaimana terutang dan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pejabat melakukan penelitian dimaksud dalam Pasal 21 huruf a atau huruf b, dalam hal
mengenai: Pihak Yang Terutang tidak melakukan Pemeteraian
1. a. kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang Kemudian atas Dokumen yang Bea Meterainya tidak
telah atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam
2. mendapatkan NTPN dengan jumlah Bea Meterai Pasal 19 huruf a.
3. yang ditetapkan dengan surat ketetapan pajak; dan (2) Pihak Yang Terutang menyetorkan Bea Meterai yang
b. kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana
setoran. dimaksud pada ayat (1) ke kas negara.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) telah terpenuhi, Pejabat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan
membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada
Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya
ditetapkan dengan surat ketetapan pajak.
Pasal27
Bentuk cap Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (3), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 26 ayat (3) tercantum
dalam Lampiran huruf B yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 28
(1) Kepala KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar
menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat Pemungut
Bea Meterai terdaftar dalam hal ditemukan data bahwa Dokumen yang
Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar merupakan Dokumen yang
Bea Meterainya seharusnya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai.
(2) Kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar
menindaklanjuti pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
Bea Meterai.

Mesin Teraan Materai Manual

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR PER- 17 /PJ/2008
TENTANG
PENGGUNAAN MESIN TERAAN METERAI DIGITAL

Menimbang: a. bahwa Mesin Teraan Meterai yang digunakan sekarang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan jaman dan dunia usaha, karena tidak memberikan jaminan keamanan
yang memadai bagi penerimaan negara;
b. bahwa memperhatikan perkembangan teknologi informasi dimana sudah tersedia
Mesin Teraan Meterai Digital yang memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dan
memberikan jaminan keamanan yang memadai bagi penerimaan negara;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu
menetapkan Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital sebagai pengganti Mesin
Teraan Meterai Manual dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER- 17 /PJ/2008
TENTANG
PENGGUNAAN MESIN TERAAN METERAI DIGITAL

Pasal 1
Mesin Teraan Meterai Manual adalah Mesin Teraan Meterai yang cara pengisian
depositnya dilakukan dengan sistem mekanik yaitu dengan membuka dan
memasang segel timah.

Pasal 5
Mesin Teraan Meterai Manual yang pada saat berlakunya ketentuan ini masih
digunakan, tetap dapat digunakan sesuai ketentuan yang berlaku selama 2 (dua)
tahun sejak Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku.
PENGGUNAAN MESIN
TERAAN METERAI
DIGITAL
PASAL 1
Mesin Teraan Meterai adalah Salah satu alat pelunasan
Bea Meterai dengan menggunakan cara lain, yang
digunakan untuk membubuhkan tanda Bea Meterai
Lunas
Mesin Teraan Meterai Digital adalah Mesin Teraan
Meterai yang cara pengisian depositnya dilakukan
dengan sistem elektronik, dimana intervensi manusia
tidak dibutuhkan seperti Mesin Teraan Meterai sistem
Deposit Code Recrediting (DCR) atau sistem sejenis
lainnya.
Deposit Code Recrediting (DCR) adalah Suatu metode
pengisian deposit dengan menggunakan aplikasi kode
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER- 17 /PJ/2008
deposit.
TENTANG
PENGGUNAAN MESIN TERAAN METERAI DIGITAL

Tata cara Pengajuan Penggunaan Mesin Teraan Digital


PASAL 4
1) Wajib Pajak yang akan menggunakan Mesin Teraan Meterai Digital harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mendaftarkan Mesin Teraan Meterai Digital dengan melampirkan surat keterangan layak pakai yang diterbitkan oleh distributor Mesin
Teraan Meterai Digital ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisili atau tempat tinggal Wajib Pajak;
b. setelah mendapat izin penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital dari Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak membayar deposit ke
Kantor Penerimaan Pembayaran yang sudah on line;
c. mengisikan kode deposit yang dihasilkan oleh sistem Deposit Code Recrediting (DCR) ke dalam Mesin Teraan Meterai Digital yang
akan digunakannya.

(2) Kantor Pelayanan Pajak setelah meneliti permohonan pendaftaran dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
a. menerbitkan izin penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital paling lambat 7 (tujuh) hari sejak surat permohonan diterima lengkap
b.memasukkan informasi mengenai identitas Wajib Pajak, dan identitas/nomor seri Mesin Teraan Meterai Digital ke dalam server e-Meterai.

(3) Modul Penerimaan Negara (MPN) yang berada di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak setelah menerima deposit pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b secara otomatis memberitahukan adanya pembayaran tersebut kepada Server e-Meterai.

(4). Aplikasi Kode Deposit setelah menerima informasi pembayaran deposit dari Server e-Meterai:
a. secara otomatis membangkitkan kode deposit yang diperuntukkan khusus bagi mesin yang akan diisi depositnya;
b. secara otomatis menginformasikan kode deposit tersebut kepada Wajib Pajak melalui faksimili, e-mail, sms, terminal data, atau cara lain.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 17 /PJ/2008


TENTANG PENGGUNAAN MESIN TERAAN METERAI DIGITAL
Kasus Pemeteraian
Pada 3 April 2021, Tuan Surya berencana menggugat PT. Terobosan atas sengketa tanah warisan
yang dimilikinya. Adapun gugatan tersebut akan disidangkan pada 30 April di Pengadilan Negeri
Kabupaten Tegal. Dalam persidangan tersebut, Tuan Surya berencana membawa beberapa
dokumen bukti yaitu akta jual beli tanah yang diterbitkan oleh PPAT dan surat wasiat dari mendiang
orang tuanya. Berdasarkan ilustrasi di atas, bagaimana ketentuan bea meterai yang berlaku atas
dokumen bukti tersebut ?

Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang Undang No. 10 tahun 2020 (UU Bea Meterai),
dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan harus dilakukan pemeteraian
kemudian. Adapun penjelasan bahwa dokumen yang merupakan objek yang telah
dibayar bea meterainya, saat digunakan sebagai dokumen alat bukti di pengadilan, tidak
wajib lagi dilakukan pemeteraian kemudian. Dalam kasus ini, Tuan Surya menggunakan
akta jual beli tanah dan surat wasiat dari mendiang orang tuanya sebagai bukti di
persidangan. Dengan demikian, atas kedua bukti tersebut perlu dilakukan pemetaian
kemudian. Akan tetapi, karena dokumen akta jual beli tanah yang diterbitkan oleh PPAT
merupakan objek bea meterai maka tidak perlu dilakukan pemeterian kemudian. Adapun
pihak yang wajib membayar bea meterai melalui pemeteraian kemudian adalah Tuan
Surya sebagai pihak yang memegang dokumen tersebut
Terima Kasih
Kelompok 3

Anda mungkin juga menyukai