Anda di halaman 1dari 6

SKA / PJK / IMA

ETIOLOGI

Faktor Bisa Dirubah Tidak Bisa Dirubah


- Gaya Hidup (Rokok, Tdak Olahraga dll) - Umur (> 40 Thn)
- Pola Makan (Berlemak) - Jenis Kelamn (Lelaki resiko, wanita diduga
dilindungi hormon estrogen)
- Obesitas - Ras
- Faktor Psikososial - Riwayat Keluarga
- Hipertensi dan serum Lipid

LEMAK PENGENTALAN DARAH

TERBENTUK KELAINAN ENDOTEL

TERBENTUK PLAK DAN TERLEPAS

RUPTUR/PECAH PLAK ARTERI CORONARY, KAYA AKAN LIPID

TERBENTUK AGREGASI PLATELET

ADHESI PLATELET AGREGASI

TERBENTUK TROMBUS

PENURNAN SUPLAI O2 KEMIOKARD

ATHEROSKLEROSIS

PROSES

INJURY MIOKARD ISKEMIK MIOKARD

SUMBATAN TOTAL SUMBATAN TIDAK TOTAL

TROMBUS KOMPLET TROMBUS INKOPLET TRAOMBUS MURAL

STEMI NTEMI UAP


LBBB NEW
PENINGKATAN LEUKOSITOSIS
DAN CKMB (6-10 Jam) Puncak (14-38 Jam), Normal (48-72 Jam, setelah infark bila terjadi)
/ TROPONIN /CRP (2-48), LDH (36-48 Jam ) Puncak (4-7hari), normal (8-14 setelah Infark)

Dx. Keperawatan
Nyer akut ( Jantung ) b/d Injury jaringan miokard / Kurang suplay ) O2 Kemiokard

Menurut American Collage of Cardiology (ACC) kriteria untuk IMA ialah


1. terdapat peningkatan nilai enzim jantung (CK-MB) atau troponin I atau Troponin T dengan gejala dan adanya
perubahan EKG yang diduga iskemia.
Kriteria World Health Organization (WHO) diagnosis IMA dapat ditentukan antara lain dengan: 2 dari 3
kriteria yang harus dipenuhi, yaitu
1. riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang berkepanjangan (lebih dari 30 menit),
2. perubahan EKG, serta peningkatan aktivitas enzim jantung. 5
Sesuai dengan cara mendiagnosis IMA, ada
3. komponen yang harus ditemukan, yakni: (1) Sakit dada,
berupa APTS; (2) Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q
patologik; (3) Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutana CKMB dan
troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1–0,2 ng/dl,
dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl. 4
Troponin T/I mulai meningkatkan kadarnya pada 3 jam dari permulaan sakit dada IMA dan menetap 7–10 hari
setelah IMA 18. Troponin T/I mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi sebagai petanda kerusakan sel
miokard dan prognosis.

Penanganan SKA
Oklusi total yang terjadi lebih dari 4–6 jam pada arteri koroner akan menyebabkan nekrosis miokard yang irreversibel,
dengan gambaran Q-MCI Namun, dengan terapi reperfusi yang cepat dan adekuat dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas 1,5,6
Dalam menangani SKA dapat dibagi menjadi:
1. Fase sebelum masuk rumah sakit (prehospital stage), yang kemungkinan tanpa komplikasi atau sudah ada
komplikasi, harus diperhatikan dengan seksama.
2. Fase masuk rumah sakit (hospital stage) yang dimulai di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan tujuan terapi untuk:
pencegahan terjadinya IMA, pembatasan luasnya infark, dan pemeliharaan fungsi jantung (miokard). 1,5,6
Kemudian dilanjutkan perawatan di ruang intensif kardiovaskular (RIK), dengan lebih lanjut memperhatikan sasaran
terapi berupa:
(1) pencapaian secara komplit dan cepat reperfusi aliran darah daerah infark; dan
(2) menurunkan risiko berulannya IMA dengan berbagai terapi medikamentosa 1,5,6
Sebelum menindaklanjuti pengobatan SKA,

Braunwald membagi klasifikasi APTS menjadi :


1. Berat – ringannya SKA
o Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau
aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
o Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.
o Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
2. Klinis
o Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi,
tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
o Kelas B: Primer.
o Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA).
3. Intensitas terapi
- Belum pernah diobati.
- Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium )

Antiangina dan nitrogliserin intravena.


Tahap Awal dan Cepat Pengobatan Pasien SKA
1. Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami
cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen
2–3 liter/menit secara kanul hidung. 1,5,6
2. Nitrogliserin (NTG)
Digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol
spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10
ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya
ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan
beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan). 1,5,6
3. Morphine
Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan
darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak
kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi
pernapasan 1,5,6
4. Aspirin
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial) . Efeknya
ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal
tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial 1,5,6
Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin menurunkan mortalitas
sebanyak 19%, sedangkan “The Antiplatelet Trialists Colaboration” melaporkan adanya penurunan kejadian
vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30% 1,5,6
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik “chewable” dari pada tablet,
terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau
muntah. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).
Ternyata efektif dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris 1,5,6
4. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine
Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan
viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga
menurunkan kejadian iskemi.
Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat
dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami
implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat
dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo
dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan
menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping
netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik
trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III. 1,5,6
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi
dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak
terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6
orang membutuhkan tranfusi darah. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi
sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari .

Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events )


menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis

(Product Monograph New Plavix). 1,5,6


Penanganan SKA Lebih Lanjut

1. Heparin

Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman (tanpa efek
samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT). Heparin mempunyai efek
menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet.
Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12
ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat
badan < 70 kg 1,5,6

2. Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH)


Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding
dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose – independent
clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi
platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah; tidak perlu
pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak menghambat alur faktor
jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya 1,5,6
Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin untuk
APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu
antiXa/kg subkutan selama 6 hari : 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi –
Synthelabo).
3. Warfarin
Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang dapat
memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin
dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi
Warfarin dengan Asparin 1,5,6
4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I)
Obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan
intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI , bila diberikan bersama trombolitik akan
meningkatkan efek reperfusi (studi GUSTO V dan ASSENT-3). GUSTO V membandingkan Reteplase
dengan Reteplase dan Abciximab (GPIIb/IIIa-I) pada IMA, sedangkan ASSENT–3 membandingkan
antara Tenecteplase kombinasi dengan Enoxaparin atau Abciximab dengan Tenecteplase kombinasi
UFH pada IMA , yang ternyata tak ada perbedaan pada mortalitas 1,5,6,7
Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe
stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin 17. Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban,
dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban,
Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas menurunkan kejadian koroner dengan
segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan
mortalitas 1,5,6,7
Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin 3,22 dan dapat digunakan untuk mengurangi akibat
disrupsi plak pada tindakan IKP1,25,26. Banyak penelitian besar telah dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I
sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin, maupun pada saat tindakan angioplasti dengan
hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah
platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila jumlah
platelet < 50.000 ml 1,5,6,7
Dasgupta dkk. (2000) meneliti efek trombositopenia yang terjadi pada Abciximab tetapi tidak terjadi
pada Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang belum jelas. Diduga karena Abciximab
menyebabkan respons antibodi yang merangsang kombinasi platelet meningkat dan menyokong
terjadinya trombositopenia 1,5,6,7
Penelitian TARGET menunjukkan superioritas Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada
perbedaan antara intergillin dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk
persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan pada grup APTS 1,5,6,7
5. DDirect Trombin Inhibitors
Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang mengikat langsung
trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap 12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI,
namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap mortalitas 1,5,6,7
6. Trombolitik
Dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru, dapat menurunkan
mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak menguntungkan bagi kasus APTS dan
NSTEMI 3. Walaupun tissue plasminogen activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh
UFH adalah superior dari Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark
selama 90 menit 30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri
koroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai
waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA dengan
r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan dan risiko perdarahannya sama saja 1,5,6,7
7. Obat-obat Lain 1,5,6,7
Penghambat Beta Andrenergik
Efeknya ialah menurunkan frekuensi debar jantung sehingga menyebabkan waktu diastolik lebih lama;
menurunkan kontraktilitas miokard dan beban jantung; menghambat stimulasi katekolamin; serta
menurunkan pemakaian oksigen miokard.
Obat ini baik untuk APTS / NSTEMI dan dapat menurunkan luasnya infark, reinfark, serta mortalitas.
Tetapi ingat kontraindikasinya, seperti bradikardi, blok AV, asma bronkial, atau edema paru akut .
Antagonis Kalsium
Intercep Study tidak melihat penurunan mortalitas dengan obat tersebut 4, namun dapat digunakan
pada APTS/NSTEMI jika ada kontraindikasi penghambat Beta adrenergik. Diltiazem jangan diberikan
pada disfungsi ventrikel kiri dan atau gagal jantung kongestif (GJK) 1,5,6,7
Penghambat Enzim Konversi Angiotensin 1,5,6,7
Boleh diberikan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi 75 tahun), sebab risiko
kematian cukup tinggi dengan trombolitik 1,5,6,7
Kesimpulan
SKA ialah suatu kejadian koroner dengan mortalitas tinggi, perlu penanganan cepat, cermat , dan
tepat, baik diagnostik maupun terapi noninvasif serta invasif.
Obat – obat baru telah banyak ditemukan dengan efektivitas lebih baik, namun perlu pemahaman
indikasi, kontra indikasi, dan efek samping obat, dengan pemantauan yang seksama agar tak terjadi
hal-hal yang merugikan pasien, seperti adanya trombositopenia, perdarahan maupun ulkus lambung.
Pertimbangan biaya memang perlu diperhatikan, meski pertimbangan manfaat sama efektifnya
terhadap terapi maupun tindakan, namun yang lebih menguntungkan dan aman bagi pasien juga
menjadi pemikiran para dokter.

DAFTAR PUSTAKA
1) Harrisons, Prinsiples of Internal Medicine, 17th ed, Philadelphia, McGraw Hill, 2000, 1387–97.
2) Andra. Sindrom Koroner Akut:Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif?. Majalah Farmacia Edisi Agustus
2006 , Halaman: 54
3) Sunarya Soerianata, William Sanjaya. Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut dengan Revaskularisasi Non
Bedah. Cermin Dunia Kedokteran No. 143, 2004
4) R.A. Nawawi, Fitriani, B. Rusli, Hardjoeno. NILAI TROPONIN T (cTnT) PENDERITA SINDROM
KORONER AKUT (SKA). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 3,
Juli 2006: 123-126
5) THOMASH. LEE, M.D.,ANDLEEGOLDMAN, M.D., M.P.H. EVALUATION OF THE PATIENT WITH
ACUTE CHEST PAIN. New England Medical Journal. 2000
6) Raymond J. Gibbons, M.D., and Valentin Fuster, M.D., Ph.D. Therapy for Patients with Acute Coronary
Syndromes —New Opportunities. New England Medical Journal. april 6, 2006
7) Kyuhyun Wang, M.D., Richard W. Asinger, M.D., and Henry J.L. Marriott, M.D. ST-Segment Elevation in
Conditions Other Than Acute Myocardial Infarction. New England Medical Journal. 2003

Anda mungkin juga menyukai