Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FILSAFAT ILMU

( Kebenaran Ilmu )
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. PENGERTIAN KEBENARAN..................................................................................................5
B. TEORI-TEORI KEBENARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN.........................................5
C. TINGKATAN-TINGKATAN KEBENARAN...........................................................................8
KESIMPULAN......................................................................................................................................9
REFERENSI........................................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan di dunia, manusia selalu mencari kebenaran. Karena dengan menemukan
kebenaran tersebut, manusia akan mendapatkan ketenangan dalam dirinya. Dalam pencarian
kebenaran itu manusia menggunakan berbagai cara yang setiap individunya berbeda.
Kebenaran menurut tiap individu dapat berbeda-beda, tergantung sudut pandang dan metode
yang digunakan oleh individu tersebut. Manusia sebagai mahkluk pencari kebenaran dalam
perenungan akan menemukan tiga bentuk eksistensi, yaitu, agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat.
Agama mengantarkan dalam kebenaran, dan filsafat membuka jalan untuk mencari kebenaran.
Dalam ilmu pengetahuan, kebenaran diperoleh dengan cara metode ilmiah. Untuk menemukan
dan merumuskan sebuah teori atau rumus, harus sampai pada kebenaran yang benar-benar valid. Yang
menjadi permasalhan adalah bahwa dalam menemukan kebenaran tersebut ada perbedaan dari setiap
individu baik cara maupun metode yang digunakan. Sehingga muncul sebuah perbedaan pula
mengenai kriteria kebenaran.
Filsafat dipahami sebagai suatu kemampuan berfikir menggunakan rasio dalam menyelidiki
suatu objek atau mencari kebenaran yang ada dalam objek yang menjadi sasaran. Kebenaran itu
sendiri belum pasti melekat dalam objek. Terkadang hanya dapat dibenarkan oleh persepsi-persepsi
belaka, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai universal dalam filsafat.
Dalam makalah ini, akan dipaparkan sedikit mengenai teori-teori kebanran dalam ilmu
pengetahuan dan bagaimana teori-teori kebenaran ilmiyah itu berbicara.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian Kebenaran ?
b. Bagaimana tingkatan-tingkatan kebenaran ?
c. Apa saja teori kebenaran dalam ilmu pengetahuan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEBENARAN
Kebeneran ilmiah adalah suatu pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut
norma-norma keilmuan. Adapun kebenaran yang pasti adalah mengenai suatu objek materi, yang
diperoleh menurut objek formal, metode dan sistem tertentu. Karena itu, kebenaran ilmiah cenderung
bersifat objektif, tidak subjektif. Artinya, terkandung di dalamnya sejumlah pengetahuan menurut
sudut pandang yang berbeda-beda, tetapi saling bersesuai-an. Dengan demikian, dapat dipastikan ia
tahan terhadap vertifikasi baik yang empirik maupun yang rasional. Hal ini wajar, karena sudut
pandang, metode dan sistem yang dipakai juga bersumber dari pengalaman maupun akal pikiran.

Purwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Fautanu, 2012) menerangkan bahwa
kebenaran itu adalah 1). Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan
yang sesungguhnya. Misalnya kebenaran berita ini masih saya ragukan, kita harus berani membela
kebenaran dan keadilan. 2). Sesuatu yang benar (sugguh-sugguh ada, betul-betul hal demikian halnya,
dan sebagainya). Misalnya kebenaran-kebenran yang diajarkan agama. 3). Kejujuran, kelurusan hati,
misalnya tidak ada seorangpun sanksi akan kebaikan dan kebenaran hatimu.

Sedangkan menurut Abbas Hamami (UGM, 2003) kata “Kebenaran” bisa digunakan sebagai
suatu kata benda yang konkrit maupun abstrak. Jika subyek hendak menuturkan kebenaran artinya
adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang dikandung dalam suatu
pernyataan atau statement. Adanya kebenaran itu selalu dihubungkan dengan pengetahuan manusia
(subyek yang mengetahui) mengenai obyek.(Susanto, 2011) Jadi, kebenaran ada pada seberapa jauh
subjek mempunyai pengetahuan mengenai objek. Sedangkan pengetahuan berasal mula dari banyak
sumber. Sumber-sumber itu kemudian sekaligus berfungsi sebagai ukuran kebenaran. Berikut ini
adalah teori-teori kebenaran.

B. TEORI-TEORI KEBENARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN


A. TEORI KORESPONDASI (Correspondence Theory of Truth).
Teori kebenaran korespondensi, Correspondence Theory of Truth yang kadang disebut dengan
accordance theory of truth, adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah
benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju
pernyataan tersebut. Kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesuaian (correspondence) antara
arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan
atau pendapat tersebut.(Suriasumantri, 2002) Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar
apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya.(Bakhtiar, 2012) Teori
korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme. Di antara pelopor teori ini
adalah Plato, Aristoteles, Moore, dan Ramsey. Teori ini banyak dikembangkan oleh Bertrand Russell
(1972-1970). Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan. Teori kebenaran
korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori
kebenaran tradisional karena Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran
pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan atau realitas yang diketahuinya.(Muhadjir, 2001).
Kesimpulan dari teori korespondensi adalah adanya dua realitas yang berada dihadapan
manusia, pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antra pernyataan
tentan sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Misal, Semarang ibu kota Jawa Tengah.
Pernyataan ini disebut benar apabila pada kenyataannya Semarang memang ibukota propinsi Jawa
Tengah. Kebenarannya terletak pada pernyataan dan kenyataan. Signifikansi teori ini terutama apabila
diaplikasikan pada dunia sains dengan tujuan dapat mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima
oleh semua orang. Seorang ilmuan akan selalu berusaha meneliti kebenaran yang melekat pada sesuatu
secara sungguh-sungguh, sehingga apa yang dilihatnya itu benar-benar nyata terjadi. Sebagai contoh,
gunung dapat berjalan. Untuk membuktikan kebenaran pernyataan ini harus diteliti dengan keilmuan
yang lain yaitu ilmu tentang gunung (geologi), ternyata gunung mempunyai kaki (lempeng bumi) yang
bisa bergerak sehingga menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Dengan demikian sebuah pertanyaan
tidak hanya diyakini kebenarannya, tetapi harus diragukan dahulu untuk diteliti, sehingga
mendapatkan suatu kebenaran hakiki,
B. TEORI KOHERENSI (Coherence Theory of Truth)
Teori kebenaran atau konsistensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria
koheren tau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari
pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan secara logis . menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu
sendiri (Bakhtiar, 2012).
Pendapat teori ini ialah bahwa kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan -
pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu
proposisi benar jika proposisi itu berhubungan (koheren) denagn proposisi-proposisi lain yang benar
atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya
yang dianggap benar (Suriasumantri, 2002), Misal, Semua manusia membutuhkan air, Ahmad adalah
seorang manusia, Jadi, Ahmad membutuhkan air.
Berbeda dengan teori korespondensi yang dianut oleh penganut realism, dan materialisme,
teori ini berkembang pada abad ke-19 dibawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh para madzhab
idealism, menurut kakum idealisme epistemology berpandangan bahwa objek pengetahuan, yang kita
serap dengan indera kit aitu tidaklah berwujud terlepas dari kesadaran tentang objek tersebut. Karena
teori ini kaum idealisme berpegangan, kebenaran itu tergantung pada orang yang menentukan sendiri
kebenaran itu tergantung pada orang yang menentukan sendirir kebenaran pengetahuannya tanpa
memandang keadaan real peristiwa-peristiwa. Manusia adalah ukuran segala-galanya, dengan cara
demikianlah interpretasi tentang kebenaran telah dirumuskan kaum idealism(Susanto, 2011), kalo
dibandingkan antara teori koherensi dan korespondensi pada kenyataan nya teori koherensi kurang
diterima secara luas karena teori ini memiliki kelemahan-kelemahan dan banyak ditinggalkan.
Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi
benar. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga
hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar
apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui
kebenarannya. (Lubis, 2014).
C. TEORI PRAGMATISME (The Pramagtic Theory of Truth)
Pragmatisme berasal dari Bahasa Yunani pragmani, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan,
perbuatan, Tindakan, sebutanbagi filsafa yang dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat.
(Susanto, 2011). Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau
teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya.
Kebenaran suatu pernyataan harus bersifa fungsional dalam kehidupan praktis.
Amsal (2012) menyatakan, menurut teori pragmatis, kebenaran suatu pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis manusia.
Dalam artian, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu
mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia (Bakhtiar, 2012) Teori, hepotesa atau ide
adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik,
apabila ia mempunyai nilai praktis Misal teori pragmatisme dalam dunia pendidikan, di STAIN
Kudus, prinsip kepraktisan (practicality) dalam memperoleh pekerjaan telah mempengaruhi jumlah
mahasiswa baru pada masing-masing Jurusan. Tarbiyah menjadi fovorit, karena menurut masyarakat
lulus dari Jurusan Tarbiyah bisa menjadi guru dan mendapatkan sertifikasi guru. Misal lain, mengenai
pertanyaan wujud Tuhan yang Esa. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 163-164 Allah menjelaskan
tentang wujud-Nya yang Esa serta menjelaskan tentang penjelasan praktis terhadap pertanyaan
tersebut.
Menimbang teori pragmatisme dengan teori-teori kebenaran sebelumya, pragmatisme
memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif
manusia. Tapi bukan berarti teori ini merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori. Kriteria
pragmatisme juga diergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif
waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak
lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama
pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya
pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang
menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya.
D. TEORI PERFORMATIF
Teori ini berasal dari John Langshaw Austin (1911-1960) Teori performatif menjelaskan,
suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah
pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi justeru dengan pernyataan itu tercipta realitas
sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini disebut juga “tindak bahasa”
mengaitkan kebenaran satu tindakan yang dihubungkan dengan satu pernyataan. Misalnya, “Dengan
ini saya mengangkat anda sebagai manager perusahaan “Species S3”. Dengan pernyataan itu tercipta
sebuah realitas baru yaitu anda sebagai manager perusahaan “Species S3”, tentunya setelah SKnya
turun. Di sini ada perbuatan yang dilakukan bersamaan dengan pengucapan kata-kata itu. Dengan
pernyataan itu suatu penampilan atau perbuatan (performance) dilakukan.
Teori ini dapat diimplementasikan secara positif, tetapi di pihak lain dapat pula negatif. Secara
positif, dengan pernyataan tertentu, orang berusaha mewujudkan apa yang dinyatakannya. Misal,
“Saya bersumpah akan menjadi dosen yang baik”. Tetapi secara negatif, orang dapat pula terlena
dengan pernyataan atau ungkapannya seakan pernyataan tersebut sama dengan realitas begitu saja.
Misalnya, “Saya doakan setelah lulus S1 kamu menjadi orang yang sukses”, ungkapan ini bagi
sebagian orang adalah doa padahal bisa saja sebagai basa-basi ucapan belaka. Atau, “saya bersumpah,
saya berjanji menjadi karyawan yang setia pada pimpinan”, seakan-akan dengan janji itu ia setia pada
pimpinan. Bisa jadi kita semua terjebak dengan pernyataan seperti itu seolah-olah dengan dengan
pernyataan-pernyatan itu tercipta realitas seperti yang dinyatakan. Padahal apa yang dinyatakan,
belum dengan sendirinya mennjadi realitas.
E. AGAMA SEBAGAI TEORI KEBENARAN
Pada hakekatnya, manusia hidup di dunia ini adalah sebagai makhluk yang suka mencari
kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah agama. Agama dengan
karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia;
baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Dalam mendapatkan kebenaran menurut teori
agama adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.
Manusia dalam mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama denngan cara
mempertanyakan atau mencari jawaban berbagai masalah kepada kitab Suci. Dengan demikian,
sesuatu hal dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentuk
kebenaran mutlak.

C. TINGKATAN-TINGKATAN KEBENARAN
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian
dan kesadarannya tak mungkin tanpa kebenaran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
A. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia.
B. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui
indara, diolah pula dengan rasio.
C. Tingkatan filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya.
D. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat
asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman
tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin,
konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari
kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebenaran.
Hal kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu. Secara umum
orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran. Problematik mengenai
kebenaran merupakan masalah yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya dalam filsafat ilmu.
Menurut Inu Kencana Syafiie pengetahuan akal itu disebut ilmu yang kemudian untuk
membahasnya disebut logika, pengetahuan budi itu di sebut moral yang kemudian untuk
membahasnya di sebut etika, pengetahuan indrawi disebut seni yang untuk membahasnya disebut
estetika. Sedangkan pengetahuan kepercayaan itu disebut agama, tetapi dalam hal ini tidak boleh
otoritatif karna agama tidak memaksa, agama harus diterima secara logika, etika dan estetika dan
agama itu hanyalah islam yang terbukti kebenarannya.
Jadi titik temu antara logika, etika, estetika adalah islam, oleh karena itu pengetahuan intuitif
kepada seorang yang kemudian disebut nabi harus diuji terlebih dahulu seperti halnya keberadaan
Nabi Muhammad SAW, sebagaimana Inu Kencana Syafiie lakukan bertahun-tahun dalam keadaan
ateis dan kemudian baru menerimanya.
KESIMPULAN
A. Kebeneran ilmiah adalah suatu pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya
menurut norma-norma keilmuan. Adapun kebenaran yang pasti adalah mengenai suatu objek
materi, yang diperoleh menurut objek formal, metode dan sistem tertentu.
B. Tingkatan-tingkatan kebenaran yaitu sebagai berikut:
a. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia.
b. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui
indara, diolah pula dengan rasio.
c. Tingkatan filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya.
d. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
C. Teori-teori kebenaran ilmu pengetahuan yaitu sebagai berikut;
a. Teori kebenaran koherensi adalah suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan
tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataanpernyataan sebelumnya yang
dianggap benar
b. Teori kebenaran korespondensi adalah suatu pernyataan adalah benar jika materi
pengetahuan yang di kandung peryataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan
objek yang di tuju oleh pernyataan tersebut.
c. Teori kebenaran pragmatis adalah suatu pernyataan dikatakan benar, jika pernyataan
tersebut atau konsekuensi dari pernyataan tersebut mempunyai kegunaan praktis
dalam kehidupan manusia.
d. Teori kebenaran perfomatif adalah suatu pernyataan kebenaran bukanlah kualitas atau
sifat sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatif).
e. Teori Agama Sebagai teori kebenaran adalah suatu pernyaatan dikatakan benar jika
pernyataan terhadap sesuatu ataupun prilaku sesuatu sesuati dengan dalil dan Sumber
Hukum atau Pedoman Agama
REFERENSI
Bakhtiar, A. (2012). Filsafat Ilmu, Edisi Revisi,. Raja Grafindo Persada.
Fautanu, I. (2012). Filsafat Ilmu: Teori dan Aplikasi. Referensi.
Lubis, A. Y. (2014). Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer. jawali Pers.
Muhadjir, N. (2001). Filsafat Ilmu; Positivisme, Post Positivisme dan Post Modernisme,. Rakesarasin.
Suriasumantri, J. S. (2002). Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer,. Pustaka Sinar.
Susanto, A. (2011). Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis. Bumi Aksara.
UGM, T. D. F. I. (2003). Filsafat Ilmu; Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. In Cet-3.
Liberti.

Anda mungkin juga menyukai