Anda di halaman 1dari 13

TRAUMA SERVIKAL

Kelompok 1
Nandiayuska
Adiya Ulan Dari
A.Doni Saputra
Dosen pembimbing
Iin Indrawati, SKM, M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
PROVI NSI JAMBI
T.A 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Kecelakaan atau cidera dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan siapa saja. Menurut Andun
Sudijandoko (2000: 31) cidera tersebut ditandai dengan adanya rasa sakit, pembengkakan, kram,
memar, kekakuan dan adanya pembatasan gerak sendi serta berkurangnya kekuatan pada daerah
yang mengalami cidera tersebut. Sebelum ke Rumah Sakit, pertolongan pertama yang dapat
dilakukan adalah evaluasi awal tentang keadaan umum penderita, untuk menentukan apakah ada
keadaan yang menancam kelangsungan hidupnya.
Leher merupakan bagian dari kolom fleksibel yang panjang, yang dikenal sebagai kolom atau
tulang punggung tulang belakang, yang membentang melalui sebagian besar tubuh. Tulang
belakang leher (daerah leher) terdiri dari tujuh tulang (C1 – C7 vertebra), yang dipisahkan satu
sama lain oleh diskus invertebralis.
Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan
setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4,
C5, C6 dan C7. Benturan keras atau benda tajam yang mengenai tulang servikal ini tidak hanya
akan merusak struktur tulang saja namun dapat  menyebakan cedera pada medulla spinalis
apabila benturan yang disebabkan ini sampai pada bagian posterior tulang servikal. Struktur
tulang servikal yang rusak dapat menyebabkan pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan
apabila mengenai serabut saraf spinal dapat menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh.
Cidera leher dapat terjadi selama kecelakaan kendaraan bermotor, peristiwa traumatis
lainnya, atau olahraga. Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3%
penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla pinalis, 2% karena multiple trauma.
Insidensi trauma pada laki- laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot
melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka
tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada
C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia decade 3.
Trauma pada servikal C1 dan C2 dapat menyebakan dislokasi atlanto-servikalis sehingga
kepala tidak dapat melalakukan gerakan mengangguk dan apabila menembus ligamentum
posterior dan mencederai medulla spinalis maka pusat ventilasi otonom akan terganggu. Cedera
pada C3-C5 menyebabkan gangguan pada otot pernapasan dan cedera pada C4-C7
mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas (qudriplegia).
Karena sangat pentingnya peranan tulang servikalis pada fungsional tubuh manusia maka
evaluasi dan pengobatan pada cedera servikal memerlukan pendekatan yang terintegrasi.
Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan
kunci keberhasilan manajemen. Penanganan rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan
multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi servikal dan stabilitas
merupakan hal penting harus dikenal masyarakat.

1.2  Rumusan masalah
2.      Apa yang dimaksud dengan cidera pada leher ?
3.      Bagaimana etiologi dari cidera pada leher ?
4.      Apasajakah tanda dan gejala untuk mengenali cidera pada leher ?
5.      Bagaimanakah Prinsip umum penanganan trauma leher?
6.      Bagaimanakah penanganan cidera pada leher saat pertolongan pertama?
7.      Bagaimanakah penanganan cidera pada leher saat sudah berada di Rumah Sakit ?

1.3  Tujuan.
2.      Untuk mendeskripsikan definisi cidera pada leher.
3.      Untuk menjelaskan etiologi dari cidera pada leher.
4.      Untuk memaparkan cara mengenali tanda dan gejala cidera pada leher.
5.      Unuk memaparkan mengenai Prinsip umum penanganan trauma leher.
6.      Untuk menjelaskan cara penanganan cidera pada leher saat pertolongan pertama.
7.      Untuk menjelaskan cra penanganan cidera pada leher saat telah berada di Rumah Sakit.

BAB II
ISI

1. Pengertian
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan medulla
spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra servikalis dan ditandai
dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal. Dislokasi servikal adalah lepasnya salah
satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang
servikal lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra
servikalis (Muttaqin, 2011).

2. Etiologi
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang dalam melindungi
saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut dapat berupa :
- Kecelakaan lalulintas
- Kecelakaan olahraga
- Kecelakaan industry
- Jatuh dari pohon/bangunan
- Luka tusuk
- Luka tembak
- Kejatuhan benda kera

3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai berikut:
1) Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih berfungsi.
Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada gerakan (baik
secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori
pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah.
Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh karena
ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan
berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator mekanis tetapi
mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien biasnya tergantung
pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin
dapat makan sendiri dengan alat khsus.
2) Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak
sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung
dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar
sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena tidak ada
kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah
lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior dari daerah
lengan atas.
3) Lesi C6
pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal
dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi
dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot
brakhioradialis.
4) Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis yang
sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja refleks
kembali.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
1) Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi.
2) CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
3) MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
4) Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya tidak
jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.
5) Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma, anterlektasis).
6) GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

6. Komplikasi
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
a. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada
medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan
persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya
terjadi hipotensi.
b. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera
medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun
tidak seluruh bagian rusak.
c. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera
yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas.
d. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal,
bradikardi dan hipertensi.

7. Penatalaksanaan
Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
1) Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2) Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw
thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
3) Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
4) Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut
di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
5) Menyediakan oksigen tambahan.
6) Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
7) Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
8) Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari
hipotensi dan bradikardi.
9) Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
10) Berikan antiemboli
11) Tinggikan ekstremitas bawah
12) Gunakan baju antisyok.
13) Meningkatkan tekanan darah
14) Monitor volume infus.
15) Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
16) Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala
bradikardi.
17) Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
18) Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
19) Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord :
steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam
setelah kejadian.
a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
b. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika
ada indikasi.
c. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
d. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
e. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
f. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten
untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.
g. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan
BAB III
Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:
a. Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
b. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, Hipotensi,
bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat
c. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut,
peristaltik hilang
d. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah
dan menarik diri
e. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
g. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid,
Hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil,
ptosi
h. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan
Mengalami deformitas pada daerah trauma
i. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
j. Keamanan : suhu yang naik turun
(Carpenito (2000), Doenges at al (2000))

2. Diagnosa
Adapun diagnosa yang yang mungkin kita angkat dan menjadi perhatian pada fraktur servikal,
diantaranya :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
b. Mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan gangguan rasa nyaman nyeri
c. Berhubungan dengan adanya cedera gangguan eliminasi alvi /konstipasi
berhubungan
d. Dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.
e. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat
perkemihan.
3.      Intervensi
a.       Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat
Dx Intervensi Rasional
a 1)      Pertahankan jalan nafas; posisi 1)      pasien dengan cedera cervicalis
kepala tanpa gerak akan membutuhkan bantuan untuk
mencegah aspirasi/ mempertahankan
jalan nafas.
2)      Lakukan penghisapan lendir bila 2)      jika batuk tidak efektif,
perlu, catat jumlah, jenis dan penghisapan dibutuhkan untuk
karakteristik sekret. mengeluarkan sekret, dan mengurangi
resiko infeksi pernapasan.
3)      Kaji fungsi pernapasan 3)      trauma pada C5-6 menyebabkan
hilangnya fungsi pernapasan secara
partial, karena otot pernapasan
mengalami kelumpuhan.
4)      Auskultasi suara napas 4)      hipoventilasi biasanya terjadi
atau menyebabkan akumulasi sekret
yang berakibat pnemonia.
5)      Observasi warna kulit. 5)      menggambarkan adanya
kegagalan pernapasan yang
memerlukan tindakan segera
6)      Kaji distensi perut dan spasme 6)      kelainan penuh pada perut
otot. disebabkan karena kelumpuhan
diafragma
7)      Anjurkan pasien untuk minum 7)      membantu mengencerkan sekret,
minimal 2000 cc/hari. meningkatkan mobilisasi sekret
sebagai ekspektoran.
8)      Lakukan pengukuran kapasitas 8)      menentukan fungsi otot-otot
vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Pengkajian terus menerus
pernapasan untuk mendeteksi adanya kegagalan
pernapasan.
9)      Pantau analisa gas darah. 9)      untuk mengetahui adanya
kelainan fungsi pertukaran gas sebagai
contoh : hiperventilasi PaO2 rendah
dan PaCO2 meningkat.
10)  Berikan oksigen dengan cara 10)  Membentu pasien dalam bernafas
yang tepat : metode dipilih sesuai
dengan keadaan isufisiensi
pernapasan.
11)  Lakukan fisioterapi nafas. 11)  mencegah sekret tertahan
b.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera
diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas
kembali secara bertahap.
Dx Intervensi Rasional
b 1)      Kaji secara teratur fungsi motorik. 1)      mengevaluasi keadaan secara umum
2)      Lakukan log rolling 2)      membantu ROM secara pasif
3)      Pertahankan sendi 90 derajad 3)      mencegah footdrop
terhadap papan kaki.
4)      Ukur tekanan darah sebelum dan 4)      mengetahui adanya hipotensi ortostatik
sesudah log rolling.
5)      Inspeksi kulit setiap hari. 5)      gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai
resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
6)      Berikan relaksan otot sesuai pesanan 6)      berguna untuk membatasi dan
seperti diazepam. mengurangi nyeri yang berhubungan dengan
spastisitas.

c.       Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera


Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang
Dx Intervensi Rasional
c 1)      Kaji terhadap nyeri dengan skala 0- 1)      pasien melaporkan nyeri biasanya diatas
5. Rasional tingkat cedera.
2)      Bantu pasien dalam identifikasi 2)      nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan,
faktor pencetus. ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan
berbaring lama.
3)      Berikan tindakan kenyamanan. 3)      memberikan rasa nayaman dengan cara
membantu mengontrol nyeri.
4)      Dorong pasien menggunakan tehnik 4)      memfokuskan kembali perhatian,
relaksasi. meningkatkan rasa kontrol.
5)      Berikan obat antinyeri sesuai 5)      untuk menghilangkan nyeri otot atau
pesanan. untuk menghilangkan kecemasan dan
meningkatkan istirahat.
d.      Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus
dan rectum
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Dx Intervensi Rasional
d 1)      Auskultasi bising usus, catat lokasi 1)      bising usus mungkin tidak ada selama
dan karakteristiknya. syok spinal.
2)      Catat adanya keluhan mual dan 2)      pendarahan gantrointentinal dan
ingin muntah, pasang NGT. lambung mungkin terjadi akibat trauma dan
stress.
3)      Berikan diet seimbang TKTP cair 3)      meningkatkan konsistensi feces
4)      Berikan obat pencahar sesuai 4)      merangsang kerja usus
pesanan.

e.       Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.


Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada
Dx Intervensi Rasional
e 1)      Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap 1)      mengetahui fungsi ginjal
jam.
2)      Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung 2)
kemih.
3)      Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. 3)      membantu
mempertahankan fungsi
ginjal.
4)      Pasang dower kateter. 4)      membantu proses
pengeluaran urine
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penanganan awal pasien dengan cedera servikal dimulai di tempat kejadian.
Penatalaksanaan pertama cedera servikal berdasarkan prinsip umum ATLS (advanced trauma
life support) yaitu evaluasi awal berdasarkan primary survey ABCD (airway and C-spine
control, breathing and ventilatory, circulation and stop bleeding, disability and environment).
Perhatian utama selama penatalaksanaan awal adalah adanya gangguan fungsi neurologi karena
gerakan yang patologis (trauma). Diperkirakan 3% sampai 25% trauma medula spinalis terjadi
saat awal trauma,  saat transit atau pada saat penatalaksanaannya. Prinsip khusus
penatalaksanaan cedera servikal adalah reposisi/realignment, imobilisasi, dan fiksasi tulang
belakang sesuai indikasi.
Obat yang diberikan pada pasien cedera servikal adalah golongan kortikosteroid. Bila
terdapat tanda kompresi pada medula spinalis karena deformitas tulang, fragmen tulang, atau
hematom, diperlukan tindakan dekompresi. Rehabilitasi dilakukan sedini mungkin untuk
mencegah timbulnya komplikasi, mengurangi kecacatan, dan menyiapkan penderita kembali ke
masyarakat. Sasaran jangka panjang adalah penanganan komplikasi gastrointestinal (ileus,
konstipasi), genitourinarius (urinary tract infection, hidronefrosis), dermatologi (dekubitus), dan
muskuloskeletal.

3.2 Saran
Bagi tenaga kesehatan dalam setiap menangani pasien dengan fraktur servicalis / cedera
leher harus menggunakan penanganan yang sesuai dengan kebutuhn pasien agar tidak
memperburuk kondisi pasien.
Bagi penulis, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
2. Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika
3. Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika
4. Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC,
Jakarta.
5. Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia.
6. Saanin, Syaiful. 2009. Cedera Sistema Saraf Pusat Traumatika Dan Nontraumatika. PDF
Jurnal. Diakses tanggal 27 Februari 2012.

Anda mungkin juga menyukai