Anda di halaman 1dari 3

Nama : Idof Geng Ting / Jur : III-A / Theo Nama Pemilik :

M. Kuliah : Teologi PL I Dosen : Dr. Jontor Situmorang (Tulang) Kelompok IV


Manusia Laki-laki dan Perempuan ( Gender )
I. PENDAHULUAN
Kesempatan sebelumnya, telah di bahasa mengenai imago dei, di mana Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Dan pada
kesempatan kali ini, penyaji akan mecoba membahas mengenai pembagian dari manusia yang adalah imago dei. Yaitu manusia laki-laki dan perempuan
serta hubungannya terhadap gender. Pembahasan ini dimulai dari pengertian, pemahaman serta pandangan mengenai laki-laki dan perempuan (gender).
Semoga pembahasan kali ini bermanfaat.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Laki-laki dan Perempuan
Kata “perempuan” berasal dari bahasa sansekerta “mpu” berarti “tuan” yang dapat dimaknai memiliki kuasa. Yang lain mengartikan perempuan
berasal dari bahasa Melayu , “empu” yang artinya ibu dan puan bentuk feminis dari tuan. Jadi, perempuan adalah sebagai tuan atau puan yang diempukan
atau yang dihormati. Kata “wanita” juga berasal dari bahasa sansekerta yang berarti elok dan cantik. Dalam bahasa sehari-hari penggunaan istilah
perempuan dan wanita dipakai dalam arti yang sama. Jadi, perempuan atau wanita dipahami sebagai seorang yang diempukan dan dihormati. Sedangkan
dalam bahasa Ibraninya kata perempuan “isysya”, issa artinya perempuan atau istri.1
Laki-laki dalam bahasa Ibraninya adalah “isy” iss yang berarti suami atau tuan. Kata Isy secara etimologi berati “menjadi kuat”. Kata ini juga
dipakai untuk memberikan keterangan akan tingkat kedewasaan dari seorang laki-laki. Dalam arti suami disini berarti memperlihatkan sosok seorang
laki-laki sebagai rekan sekerja Allah. Dengan demikian kata ini berkaitan dengan tanggung jawab dari manusia sebagai ciptaan yang menjadi patner
Allah di dunia ini.2
2.2 Pandangan Alkitab terhadap Laki-laki dan Perempuan
Berdasarkan Kejadian 1: 26-28 Allah mengambil keputusan untuk menjadikan manusia (bentuk tunggal), lalu membuat mereka (bentuk jamak).
Laki-laki disebut dengan kata sifat maskulin atau “zakar” dan perempuan dengan kata sifat feminim atau “nekabah”. Sehingga tidak ada manusia selain
dalam jenis maskulin atau feminim. Kemudian mereka berdua adalah manusia yang mencerminkan gambar dan rupa Allah yang diberkati dan diberikan
kuasa oleh Allah.3
Di dalam proses penciptaan Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:27). Baik laki-laki maupun perempuan diciptakan
dengan memiliki kesamaan martabat sebagai manusia (Kej. 5:2). Manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan dalam posisi setara tanpa hierarki.
Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terlihat dari fakta bahwa keduanya mendapat mandat yang sama dari Tuhan untuk beranak cucu dan menguasai
alam, sehingga melalui laki-laki dan perempuan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk saling melengkapi di dalam melakukan perintah yang diberikan
Allah kepada mereka (Kej. 1:26, 28-29). Oleh sebab itu laki-laki tidak diciptakan untuk berada di atas perempuan ataupun sebaliknya. 4
Puncak dari penciptaan adalah manusia. Di mana Adam (Ibr: adamah) yang dibentuk dari debu tanah adalah puncak yang pertama, sedangkan
puncak kedua adalah penciptaan perempuan. Dari sinilah manusia pertama itu mengenal dirinya sebagai laki-laki (ibr: isy) dan temannya sebagai
perempuan (ibr: isyah). Mengenai perempuan tersebut ia diciptakan sebagai penolong yang sepadan bagi si laki-laki (Kej.2:18). Hal itu berarti laki-laki
dan perempuan adalah patner atau mitra yang sejajar yang dalam hal ini berhubungan dengan peranan masing-masing. Sehingga penolong yang sepadang
di sini bukan berarti pembantu tetapi pelengkap. 5
2.3 Pengertian Gender
Sebelum memahami tentang gender, harus dipahami terlebih dahulu perbedaan antara gender, seks dan kodrat, karena sering di temukan penjelasan
yang menyamakan gender dengan seks maupun sebaliknya. Seks atau jenis kelamin sering dikaitkan dengan gender. Yang dimaksud dengan kodrat
adalah hal-hal yang hanya dimiliki oleh perempuan atau laki-laki, seperti laki-laki yang memiliki alat kelamin yang berbeda dengan perempuan, pada
masa pertumbuhan laki-laki memiliki jakun, memproduksi sperma dan lain-lain, sedangkan perempuan memproduksi sel telur, mengalami haid serta
yang lainnya. Sehingga secara alamiah perbedaan tersebut bersifat tetap, tidak dapat berubah dan tidak dapat dipertukarkan fungsinya satu sama lain. 6
Jadi, seks merupakan pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada laki-laki dan perempuan. Pengertian ini dapat
diartikan bahwa manusia memiliki jenis kelamin secara biologis menjadi bagian tubuh dari laki-laki dan perempuan yang secara alamiah tidak dapat
berubah dan merupakan kodrat yang diberikan dari Sang Pencipta dan tidak dapat dipertukarkan atau diubah oleh manusia. 7
Gender sama sekali berbeda dengan pengertian jenis kelamin. Gender bukan jenis kelamin. Gender bukanlah laki-laki dan perempuan. Gender
merupakan sifat yang melekat dalam diri manusia. Gender tercipta oleh banyak hal dengan waktu yang sangat panjang, baik secara sosial, budaya, agama
dan Hukum Negara sehingga gender tersebut dapat berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain dan bisa berubah dari waktu ke waktu. 8 Jadi, gender
adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural dan ciri dari sifat itu sendiri
merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan atau berubah. 9
Gender juga berarti seperangkat peran yang seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah
feminim atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini mencakup seperti penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah
tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya yang secara bersama-sama membentuk “peran gender”. Hal yang menarik dari peran gender
adalah peran-peran itu berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Sehingga gender lah yang akan menentukan
pengalaman hidup seseorang dan gender juga lah yang membentuk seseorang itu menjadi apa nantinya. 10 Dengan demikian, antara gender dan seks

1
Jonriahman Sipayung, Perempuan dalam Perspektif Alkitab; dalam Jurnal STT AS: Feminisme dan Pro Kontra, Edisi XXVI, Medan: STT AS, 2011, 8
2
N.P. Bratsiotis, Theological Dictionary Of The Old Testament Vol.1, ( Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1997), 222
3
Christoph Barth & Marie Claire, Teologia Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK-GM,2011), 38
4
Yongky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 45
5
Christoph Barth & Marie Claire, Teologia Perjanjian Lama 1, 38
6
Dede William, Gender Bukan Tabu, (Bogor: CIFOR, 2006),3
7
Listani, dkk, Gender dan Komunitas Perempuan Pedesaan, (Medan: BITRA Indonesia, 2008), 56
8
Dede Wiliam, Gender Bukan Tabu, 3
9
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 7-8
10
Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1993),3-5
1
adalah berbeda, di mana seks merupakan hal yang bersifat biologis yang diberikan sewaktu seseorang lahir yaitu laki-laki dan perempuan. Sedangkan
gender berkaitan dengan peranan dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan. 11
2.4 Gender dalam Pandangan Alkitab ( Perjanjian Lama )
Allah di dalam menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai manusia yang setingkat, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Allah tidak
memandang bulu, tidak membuat diskriminasi antara keduanya. Namun, Allah menciptakan masing-masing dengan sifatnya sendiri. Perbedaan itu
diciptakan untuk saling melengkapi, saling menolong untuk menjadi manusia yang sesungguhnya. Dalam hal saling melengkapi ini lah laki-laki dan
perempuan diciptakan sebagai tuan yang berkuasa dan memerintah, sekaligus juga sebagai hamba yang bekerja dan memenuhi kewajibannya. 12 Laki-laki
dan perempuan adalah manusia yang tidak bisa dipisahkan, hal itu terlihat dalam istilah perempuan diambil dari tulang rusuk laki-laki yang berarti
memperlihatkan sebuah relasi yang saling ketergantungan. Sehingga ketika ingin melihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan (gender) maka harus
memahaminya dari fakta aslinya bahwa mereka adalah kesatuan yang tidak terpisahkan. Di mana fungsi dan peran dari laki-laki dan perempuan yang
berbeda itu sebagai sarana yang memperlihatkan kesatuan. 13
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar dan rupa-Nya sehingga Allah memandang laki-laki dan perempuan memiliki status
yang sama. Di dalam Perjanjian Lama juga banyak bercerita mengenai kedudukan perempuan sebagai patner yang sejajar dengan laki-laki, seperti Allah
menggunakan jasa seorang perempuan sebagai nabi-Nya seperti Debora (Hak.4:4-16), Huldah (2 Raj.22:14-20), dan Noaja (Neh.6:14), perlakuan
terhadap suami dan istri adalah sama atau sejajar seperti pernyataan “siapa yang mengutuki ayah atau ibunya akan mendapatkan hukuman (bnd. Ams
20:20), serta pernyataan yang mengatakan bahwa seorang istri yang cakap lebih berharga dari pada permata (Ams. 31:10) dan lain sebagainya. Sehingga
di dalam pandangan Alkitab mengenai laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan derajat dan martabat. 14 Selain itu juga, hubungan antara laki-laki dan
perempuan dapat dilihat dalam Kitab Kidung Agung. Di mana dalam kitab ini mengemukakan tentang keseimbangan rasa kasih yang diutarakan kedua
pihak yang saling memiliki ( Kid.2:16; 6:3; 7:10) dan memiliki cinta kasih yang tinggi dan murni yang menunjukan kasih yang rela berkorban dan
sungguh-sungguh (band. Kid. 8:6).15
2.5 Kesetaraan Gender
Istilah gender mencakup peran sosial kaum perempuan dan laki-laki. Hubungan itu seringkali menjadi amat penting dalam menentukan posisi
keduanya. Di mana gender menyatakan secara tidak langsung perlunya keterlibatan laki-laki untuk memahami dan mendukung perubahan hubungan
gender, yang akan diperlukan untuk keseimbangan yang lebih adil dan setara antara kedua jenis kelamin dalam sebuah masyarakat. 16 Kesetaraan gender
berarti kesamaan antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan
tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Keadilan
gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Terwujudnya kesetaraan gender ini ditandai dengan tidak ada
diskriminasi sehingga mereka memiliki akses, kesempatan berpatisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil
dari pembangunan.17
Pada dasarnya perbedaan gender adalah baik dan tidak menjadi masalah sepanjang tidak merugikan kedua belah pihak antara laki-laki dan
perempuan. Yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender inilah yang melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Sehingga diperlukan kesetaraan gender yang memiliki pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi
berdasarkan identitas jenis kelamin atau gender mereka. Hal inilah yang menjadi tujuan dari Deklarasi Universal Hak Asasi yang terdapat dalam pasal 2
yang menyebutkan bahwa setiap orang atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam deklarasi tersebut tanpa ada perbedaan apapun. Seperti atas
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, haluan politik, asal-usul sosial, kelahiran, atau status lainnya. 18
2.6 Ketidakadilan Gender
Menurut KBBI, adil berarti sama berat, tidak berat sebelah, dan tidak memihak. Keadilan adalah suatu kewajiban yang mendorong supaya saling
memberikan yang terbaik bagi sesamanya. Jadi, ketidakadilan adalah pelanggaran-pelanggaran norma atau hukum yang berlaku. 19 Kesetaraan gender ada
akibat timbulnya ketidakadilan gender itu sendiri. Di mana ketidakadilan itu muncul diakibatkan oleh perbedaan yang ada. Ketidakadilan gender terjadi
ketika gender dipahami salah. Di mana manusia sering mencampur-adukan gender dengan kodrat yang dimiliki laki-laki dan perempuan. Sehingga terjadi
pemilah-milahan peran sosial seperti apa yang pantas untuk laki-laki dan bagian mana yang dianggap sesuai untuk perempuan. 20 Hal yang lebih
membahayakan lagi ketika perbedaan gender itu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, dan bahkan dikonstruksikan secara sosial dan kultural, melalui
ajaran keagamaan maupun negara. Dan melalui proses yang panjang, ketentuan itu dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang bersifat biologis yang tidak
dapat diubah lagi, sehingga perbedaan gender dipahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. 21
Di dalam memahami bagaimana perbedaan gender yang menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai perwujudan dari
ketidakadilan yang ada, yakni: Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik,
pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan ( violence ), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi
ideologi nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan gender tidak bisa dipisah-pisahkan karena saling berkaitan dan berhubungan, saling mempengaruhi
antara satu dengan yang lain.22
1. Gender dan Marginalisasi
11
Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, 2
12
V.M. Siringoringo, Tema-tema Teologi Perjanjian Lama, 214
13
Agus Jetron Saragih, Teologi Perjanjian Lama dalam Isu-isu Kontemporer, (Medan: BinaMedia Perintis, 2015), 71
14
Jonriahman Sipayung, Perempuan dalam Perspektif Alkitab; dalam Jurnal STT AS: Feminisme dan Pro Kontra, Edisi XXVI, Medan: STT AS,
2011, 15
15
V.M. Siringoringo, Tema-tema Teologi Perjanjian Lama, (Yogyakarta: ANDI, 2013), 215
16
Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, 9
17
Kelompok Kerja Pusat Pengkajian Wanita dan Gender, Perempuan ( Instrumen Hukum Untuk mengwujudkan keadilan Gender), (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2007), 10-11
18
Listani, dkk, Gender dan Komunitas Perempuan Pedesaan, 57-100
19
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 34
20
Dede William, Gender Bukan Tabu, 4-6
21
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, 9
22
Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, 12-21
2
Proses marginalisasi 23 yang mengakibatkan kemiskinan, sesungguhnya banyak sekali terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa kaum
laki-laki dan perempuan, yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya penggusuran, bencana alam atau proses eksploitasi. Namun ada salah satu
bentuk pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini perempuan yang disebabkan oleh gender. Hal itu terjadi disebabkan oleh banyak faktor,
seperti kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Marginalisasi kaum
perempuan tidak saja terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan negara. Marginalisasi terhadap perempuan terjadi sejak di rumah tangga
dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan.
2. Gender dan Subordinasi ( penomorduaan)
Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi 24 terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional dan emosional
sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi tidak penting. Subordinasi
karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Dan pandangan seperti ini
berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
3. Gender dan Stereotipe
Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Celakanya hal ini selalu merugikan dan menimbulkan
ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Di mana banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin
tertentu yang diakibatkan oleh penandaan ( stereotipe ) yang dilekatkan pada mereka. Misalnya, penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan
bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka tiap ada kasus kekerasan dan pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan
stereotipe ini. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut.
4. Gender dan kekerasan.
Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama
manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu disebabkan oleh anggapan gender.
Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violence. Pada dasarnya, kekerasan gender ini disebabkan oleh ketidaksetaraan
kekuatan yang ada dalam masyarakat.
5. Gender dan beban kerja
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat
bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus
bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dari membersihakan dan mengepel lantai, memasak, mencuci,
mencari air untuk mandi hingga sampai mengurus keperluan anaknya. Bahkan bagi keluarga yang miskin, beban perempuan menjadi beban kerja ganda
karena selain mengurus pekerjaan domestik seorang perempuan itu juga harus mencari kerja untuk membantu penghasilan keluarga.
2.7 Refleksi Teologis
Allah melihat laki-laki dan perempuan adalah sederajat dan tidak membeda-bedakan antara keduanya. Karena manusia diciptakan menurut gambar
dan rupa Allah, sehingga manusia adalah sama. Mengenai kesaamaan harkat dan martabat, hal itu juga ditegaskan oleh Paulus di dalam surat Galatia 3:28
“dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua
adalah satu di dalam Yesus Kristus”. Dari penekanan Paulus tersebut dengan jelas memberitahukan bahwa laki-laki dan perempuan ada sama dalam arti
satu di dalam Kristus, yang ada hanya perbedaan peran dan tanggungjawab. Selanjutnya di tambahkan Paulus di dalam Roma 15:7 “ sebab itu terimalah
satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah”. Penekanan ini mengajak untuk menerima sesama manusia
tanpa melihat perbedaan yang ada dan menganggap bahwa sesama manusia ada untuk kemuliaan Allah karena Yesus sendiri telah menerima umat
manusia tanpa membeda-bedakannya.
III. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas penyaji dapat menarik kesimpulan bahwa Allah telah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya. Dengan demikian, jelaslah bahwa tidak ada tinggi rendahnya antara laki-laki dan perempuan di dalam penciptaan, tetapi
semuanya memiliki derajat yang sama karena laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar-Nya. Memang terdapat perbedaan dari laki-laki dan
perempuan, selain dari jenis kelaminnya yang telah ada sejak lahir, terdapat juga perbedaan sifat, peran dan tanggungjawab. Perbedaan itu dibentuk oleh
banyak faktor seperti pengaruh sosial, keagamaan, pemerintahan, adat istiadat dan lain sebagainya. Yang menjadi masalah adalah ketika perbedaan
gender itu menimbulkan ketidakadilan gender. Sehingga terjadi diskriminasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap salah satu jenis kelamin. Kemudian,
yang menjadi bahaya adalah ketika perbedaan sifat, peran dan tanggung jawab dianggap menjadi sesuatu yang melekat di dalam salah satu jenis kelamin
dan tidak dapat berubah. Di sinilah pentingnya pemahaman yang benar mengenai perbedaan gender agar tidak jatuh ke pemahaman yang salah dan
menimbulkan ketidakadilan.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Barth, Christoph & Marie Claire, Teologia Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK-GM,2011
Bratsiotis, N.P., Theological Dictionary Of The Old Testament Vol.1, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1997
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Karman, Yongky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2004
Kelompok Kerja Pusat Pengkajian Wanita dan Gender, Perempuan (Instrumen Hukum Untuk mengwujudkan keadilan Gender), Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2007
Listani, dkk, Gender dan Komunitas Perempuan Pedesaan, Medan: BITRA Indonesia, 2008
Mosse, Julia Cleves, Gender dan Pembangunan,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1993
Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996
Saragih, Agus Jetron, Teologi Perjanjian Lama dalam Isu-isu Kontemporer, Medan: Bina Media Perintis, 2015
Siringoringo, V.M., Tema-tema Teologi Perjanjian Lama, Yogyakarta: ANDI, 2013
Tim Redaksi, Jurnal STT AS: Feminisme dan Pro Kontra, Edisi XXVI, Medan: STT AS, 2011, 15
William, Dede, Gender Bukan Tabu, Bogor: CIFOR, 2006

23
Marginalisasi berasal dari kata margin atau marginal yang berarti berhubungan dengan batas. Marginalisasi berarti pembedaan nilai dan
fungsi secara parsial khususnya pada bidang ekonomi yang membuat salah satu gender lebih diuntungkan dari pada gender yang lain.
24
Subordinasi mengandung makna: hal menjadi bawahan atau kurang penting. (KBBI, Jakarta:Balai Pustaka,2007),862
3

Anda mungkin juga menyukai