Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN 7 JUMP KASUS PENYAKIT GINJAL KRONIK

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang diampu
oleh Ibu Dr. Hj. Tri Hapsari RA., SKp., M.Kes., AIFO

Disusun oleh:
Kelompok 4

Nurabilla Maharani C P17320120427


Quini Siti Zulaekha P17320120428
Rheiyna Widjayanti S P17320120429
Rizki Satrio Wibowo P17320120430
Ryaldi Ahmas Sugiri P17320120431
Shepta Dwi Pratiwi P17320120434
Syarifa Sophia S P17320120437
Vify Utami Arofah P17320120438

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
2022
SKENARIO
PENYAKIT GINJAL KRONIK

Identitas:

Seorang laki- laki umur 50 tahun datang ke IGD RS , No register……….2021, Pendidikan


SMP, Pekerjaan Sopir Truk, Tanggal masuk RS 15 Januari 2021, Diagnosa Medis Penyakit
Ginjal Kronis Stage 4

Riwayat Kesehatan Sekarang:

Keluhan saat masuk RS

Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan memberat sejak 3
hari ini. Pasien juga mengeluhkan mual tapi tidak sampai muntah. Selain itu pasien juga
mengeluhkan bengkak- bengkak di kaki sejak sebulan ini, dan beberapa minggu terakhir
bengkak dirasakan naik sampai paha dan perut. Pasien mengeluhkan gampang haus sehingga
sering minum dan merasa sering tidur atau gampang mengantuk dibanding hari- hari
sebelumnya. Pasien merasa bahwa badan lemas dan letih dalam beberapa bulan terakhir ini.
BAK dan BAB dirasakan kurang normal. Pasien adalah sopir bis yang sejak 2 bulan ini
terbiasa minum minuman kaleng berenergi supaya kuat dalam berkendara terutama malam
hari.

Riwayat Kesehatan Dahulu:

Pasien diketahui mengidap kencing manis dan darah tinggi sejak 4- 5 tahun terakhir tetapi
penderita tidak rutin kontrol dan tidak rutin minum obat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Keadaan umum sedang, compos mentis, BB 55 kg, pemeriksaan tekanan darah 170/90
mmHg, frekuensi denyut nadi 120x/ menit kuat dan dalam, frekuensi nafas 30x/menit cepat
dan dalam, dan temperature 36,5 0 C. Pemeriksaan kepala dan leher didapatkan anemia (+).
Pemeriksaan thorax menunjukkan jantung membesar, rhonki (+/+), wheezing (-/-).
Pemeriksaan abdomen didapatkan ascites (+). Pada pemeriksaan extremitas didapatkan
edema tungkai (+/+) dan pemeriksaan kulit didapatkan bekas garukan dan kering.
Pemeriksaan Diagnostik:

Pemeriksaan darah lengkap Hemoglobin 7,2 gr/dl, PCV 38%, Leukosit 4500/mm 3,
Trombosit 150.000/ mm 3, Gula Darah Acak 345g/dl, Renal Function Test (BUN 200mg/dl,
Serum Kreatinin 9,3 mg/dl), Serum electrolyte (Natrium 140 mmol/L, Kalium 4,5 mmol/L).
Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan protein(+++). Pemeriksaan Blood Gas Analysis
menunjukkan pH 6,9, pCO 2 36 mmHg, pO 2 180 mmHg, HCO 3 14 mEq/L, BE -9 mmol/L,
Oxygen saturation 98%. e GFR:25 ml/ menit. Pada pemeriksaan radiologis X Photo thorax
menunjukkan cardiomegaly, edema paru, serat ECG irama sinus takikardia 130x/menit, axis
normal.

Terapi yang diperoleh pasien:

Erythropoietin: 80 U/kg/BB/minggu subkutan


Bicnat tablet: 2x500mg
Ketosteril: 3x4 tablet
Diet Nutrisi:
Tinggi kalori , rendah protein dan rendah kalium
LAPORAN 7 JUMP KASUS PENYAKIT GINJAL KRONIK

Step 1 : Clarifying unfamiliar terms (Memahami skenario, menerangkan istilah yang


sulit)
1. Renal function test :
Pemeriksaan yang berfungsi untuk memeriksa bagaimana fungsi kerja dari ginjal.
Pemeriksaan yang terdapat di dalamnya ada tes darah, tes urin.
2. GFR :
Glomerular Filtration Rate (laju filtrasi glomerulus) adalah mengukur jumlah darah yang
disaring oleh ginjal di glomerulus setiap menit. GFR merupakan laju rata - rata
penyaringan darah yang terjadi di glomerulus. GFR digunakan sebagai salah satu
indikator penilaian salah satu fungsi ginjal.
3. ECG :
ECG itu electrocardiogram yang fungsinya untuk menentukan kondisi jantung.
4. Blood Gas Analysis :
Pemeriksaan untuk mengukur derajat keasaman pH, jumlah oksigen, serta jumlah
karbondioksida dalam darah. BGA ini mampu menilai fungsi paru dan mendeteksi
ketidakseimbangan asam basa yang bisa mengindikasikan gangguan pada pernapasan,
metabolisme, atau pada ginjal.
5. Gula darah acak :
Pemeriksaan glukosa dalam darah secara acak setiap saat sepanjang hari. Tes ini juga
disebut sebagai tes gula darah sewaktu dimana tes ini adalah metode untuk mengukur
kadar glukosa di dalam darah hanya saja tes ini dilakukan tanpa puasa atau sebelum
makan dan pemeriksaan ini dilaksanakan tanpa perencanaan.
6. Terapi erythropoietin :
Hormon glikoprotein yang merupakan stimulan bagi eritropoiesis (lintasan metabolisme
yang menghasilkan eritrosit/ sel darah merah). Eritropoietin diproduksi oleh sel interstitial
peritubular korteks di ginjal. Obat ini diindikasikan untuk anemia.
7. Terapi bicnat tablet :
Terapi natrium bikarbonat (bicnat) fungsinya untuk meningkatkan pH dalam tubuh sesuai
dengan pemeriksaan diagnostik. Indikasi pemberian obat ini adalah dikarenakan obat ini
dapat meningkatkan pH jadi dapat mengurangi mual dalam tubuh. Bicnat diberikan
karena bicnat sebagai penetralisir asam atau mengatasi asidosis. HCO3 untuk mengikat H
menjadi H2CO3. Yang mana H2O bisa dikeluarkan menjadi urin dan CO2 dikeluarkan
melalui pernapasan.
8. Terapi ketosteril :
Digunakan pada terapi pada pasien PGK yang dilakukan bersamaan dengan diet tinggi
kalori dan rendah protein dan obat ini termasuk golongan obat keras yang bekerja pada
sistem genitourinaria. Biasanya obatnya dalam bentuk kaplet salut selaput. Ketosteril itu
asam keton (protein yang sudah dalam kondisi asam amino). Ketosteril tidak ada
kaitannya dengan kalsium karena ketosteril digunakan sebagai pengganti protein.
9. PCV: atau yang sering disebut dengan hematokrit

Step 2 : Problem Definition (Pernyataan Masalah)


1. Apa hubungannya antara PGK hingga menyebabkan adanya kardiomegali?
2. Bagaimana bisa pasien gagal ginjal kronik ini bengkaknya bisa dirasakan naik hingga ke
paha hingga perut?
3. Mengapa BAB dan BAK pada pasien gagal ginjal kronik dirasa kurang normal?
4. Mengapa pasien penderita PGK merasa gampang mengantuk?
5. Apa hubungannya antara minuman kaleng berenergi dengan penyakit pada pasien PGK?

Step 3 : Brainstorming
1. Apa hubungannya antara PGK hingga menyebabkan adanya kardiomegali?
Pasien memiliki riwayat hipertensi, tekanan darah yang tinggi. tekanan darah yang
tinggi menyebabkan jantung memaksimalkan ototnya untuk memompa darah bila jantung
terlalu sering memompa darah atau preload meningkat maka jantung akan kelelahan dan
otot akan mengalami fibrosis atau kekakuan.
PGK menyebabkan perubahan struktur jantung yang berawal dari mekanisme
kompensasi. Tekanan dan volume berlebih pada ventrikel kiri menimbulkan kompensasi
hingga akhirnya terjadi dekompensasi, berupa hipertrofi atau dilatasi dari ventrikel kiri.
Kondisi tersebut diperberat oleh akumulasi toksin uremia yang dapat menyebabkan
kematian sel jantung dan fibrosis. Komplikasi yang terjadi terus-menerus ini akan
menimbulkan peningkatan kerja jantung kiri, kongesti vena pulmonalis, dan kongesti paru
yang berdampak pada peningkatan beban kerja jantung kanan.
Penyakit jantung tersebut muncul karena keterkaitan erat antara ginjal dan
jantung. Penurunan fungsi ginjal dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi yang
menyebabkan kardiomegali dan semakin cepatnya penurunan fungsi ginjal. Semakin
besar penurunan fungsi ginjal tersebut, kejadian kardiomegali pun akan meningkat.
Prevalensi kardiomegali meningkat seiring dengan terjadinya disfungsi renal dan terus
berlanjut selama masa stadium predialisis PGK.
2. Bagaimana bisa pasien gagal ginjal kronik ini bengkaknya bisa dirasakan naik hingga ke
paha hingga perut?
Fungsi ginjal memfiltrasi darah yang memiliki hasil akhir yaitu urine, pada pasien
PGK ini pasien mengalami gangguan fungsi ginjal sehingga darah tidak dapat difiltrasi
secara efektif sehingga kotoran atau zat yang seharusnya dikeluarkan malah kembali ke
pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan pembuluh darah. disaat terjadi peningkatan
volume plasma maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatis sehingga terjadi
peningkatan tekanan permeabilitas pembuluh darah sehingga cairan berpindah dari
intravaskuler ke interstisial. Dengan perpindahan cairan tersebut maka terjadilah edema
pada pasien PGK
3. Mengapa BAB dan BAK pada pasien gagal ginjal kronik dirasa kurang normal?
Darah pada pasien dengan ginjal kronik ini tidak terpompa dengan baik keseluruh
tubuh sehingga tidak cukup cairan di dalam pembuluh darah dan ginjal pun tidak bisa
memproduksi urin dengan baik. Kemudian dalam kesulitan dalam BAB pada pasien
ginjal kronik seringkali disarankan untuk diet rendah kalium, fosfor, dan juga mengurangi
asupan minum sehingga membuat pasien ginjal kronik rentan mengalami sembelit
ditambah lagi penderita ginjal kronik ini kesulitan untuk bergerak.
Yang terjadi dengan peningkatan ureum itu akan menurunkan peristaltik khusus.
Peningkatan ureum dianggap peningkatan kondisi simpatis, apabila simpatis meningkat
dalam kondisi sakit berat maka parasimpatis akan menurun dan ureum akan menurunkan
peristaltik khusus. Jadi apabila peristaltik khusu menurun maka eliminasi fekal akan
terganggu.
Eliminasi urin terganggu karena tidak terjadi filtrasi, karena glomerulus rusak
sehingga filtrasi glomerulus menurun akhirnya urin yang terbentuk menurun yang artinya
eliminasi menurun.
4. Mengapa pasien penderita PGK merasa gampang mengantuk?
Kualitas tidur pasien dengan PGK, antara lain, adalah tekanan darah diastol,
penanda inflamasi hs-CRP, dan rasio neutrofil-limfosit, dan antropometri. Hasil yang
didapatkan ini dapat menjadi dorongan kepada klinisi untuk lebih memperhatikan keluhan
gangguan pola tidur sebagai bagian dari faktor risiko kardiovaskular pada pasien PGK.
5. Apa hubungannya antara minuman kaleng berenergi dengan penyakit pada pasien PGK?
Dengan mengonsumsi minuman bersoda yang berlebih dapat mengakibatkan
gangguan pada fungsi ginjal dalam tubuh, karena di dalamnya terdapat bahan kimia
yaitu bersoda yang mana memberikan tekanan ekstra pada ginjal. Apabila
mengkonsumsi minuman bersoda sampai 2 kaleng dapat meningkatkan gagal ginjal.
Selain itu dalam minuman berkaleng itu berisi kafe natrium yang berpotensi merusak
ginjal.
1 kaleng minuman bersoda biasanya mengandung 64 gram atau setara dengan
13 sendok teh gula, apabila asupan gula berlebihan dalam jangka panjang akan
meningkatkan terjadinya resiko obesitas dan diabetes sehingga akhirnya
menyebabkan gagal ginjal kronis.

Step 4 : Analisis (Pathway)


1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Tekanan darah tinggi → arteriosklerosis → suplai darah ginjal turun → GFR turun →
GGK → retensi Na → total CES naik → tekanan kapiler meningkat → volume
interstisial meningkat → edema (kelebihan volume cairan) → preload meningkat →
beban jantung meningkat → hipertrofi ventrikel kiri → lemahnya jantung kiri →
bendungan atrium kiri naik → tekanan vena pulmonalis → kapiler paru naik → edema
paru → Gangguan pertukaran gas
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
Absorpsi Fe, B12, dan asam folat berkurang → berkurangnya volume darah, Hb/ eritrosit
→ kadar Hb turun → penurunan kadar O2 ke jaringan → perubahan fungsi tubuh akibat
mekanisme kompensasi → badan lemas letih → perfusi perifer tidak efektif
3. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
Tekanan darah tinggi → arteriosklerosis → suplai darah ginjal turun → GFR turun →
GGK → retensi Na → total CES naik → tekanan kapiler meningkat → volume
interstisial meningkat → edema (kelebihan volume cairan) → preload meningkat →
beban jantung meningkat → hipertrofi ventrikel kiri → lemahnya jantung kiri → COP
menurun → aliran ginjal menurun → RAA turun → retensi Na dan H2O → kelebihan
volume cairan

Step 5: Tujuan pembelajaran


1. Memahami fungsi ginjal.
2. Memahami penyakit ginjal kronik beserta penyebabnya.
3. Memahami hemoglobin pada pasien penderita gagal ginjal stabil/naik
4. Memahami penatalaksanaan penyakit ginjal kronik
5. Memahami kaitan antara glomerulonefritis dengan PGK?
6. Memahami gejala-gejala yang dapat timbul akibat PGK?

Step 6: Referensi
Nurarif Huda Amin dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Percetakan
mediaction Publishing Yogyakarta
Guyton, A. C., et al.: Circulatory Physiology II: Dynamics and Control of the Body Fluids.
Philadelphia, W. B. Saunders Co., 1975.
Ayodele, O. E. Alebiosu, C. O. Burden of Chronic Kidney Disease: an international
perspective, Adv. Chronic Kidney Dis, 2010; Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Disease; 2018.
Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group. KDIGO 2012
clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney
disease. Kidney Int Suppl. 2013; 3(1): 1–150.
Purwanto. Vol 1, No. 01 (2013).
http://eprints.umm.ac.id/63046/5/BAB%20II.pdf. Diakses pada tanggal 26 Januari 2022

Step 7: Hasil Tujuan Pembelajaran


1. Fungsi ginjal adalah sebagai organ ekskresi. Ginjal memiliki fungsi utama dalam menjaga
keseimbangan internal dengan menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Ginjal memiliki
fungsi utama yaitu sebagai fungsi ekskresi dan non-ekskresi. Fungsi ekskresi ginjal antara
lain ekskresi produk sisa metabolisme dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan
air dan elektrolit, pengaturan keseimbangan asam dan basa, pengaturan osmolaritas cairan
tubuh, sekresi dan ekskresi hormon dan glukoneogenesis (Guyton & Hall, 2014).
a. Ekskresi produk sisa metabolik, bahan kimia asing, obat dan metabolik hormon
Ginjal merupakan organ utama yang berfungsi untuk membuang produk sisa
metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea
(dari sisa metabolisme asam amino), kreatinin asam urat (dari asam nukleat), produk
akhir dari pemecahan hemoglobin (bilirubin), metabolik hormon, garam anorganik,
bakteri dan juga obat-obatan. Rata-rata tubuh membentuk 25 sampai 30 gram urea
setiap hari. Semua urea harus diekskresikan ke dalam urine; kalau tidak, ia akan
berkumpul di dalam cairan tubuh. Dua faktor utama yang menentukan kecepatan
ekskresi urea adalah:
1. Konsentrasi urea di dalam plasma, dan
2. Laju filtrasi glomerulus
Ketua faktor ini meningkatkan ekskresi urea terutama karena beban urea yang
memasuki tubulus proksimalis sama dengan hasil kali konsentrasi urea plasma dan
laju filtrasi glomerulus.
b. Pengaturan Keseimbangan Air dan Elektrolit
Peran ginjal dalam menjaga keseimbangan air tubuh diregulasi oleh ADH
(Anti Diuretik Hormone). ADH akan bereaksi pada perubahan osmolalitas dan
volume cairan intravaskuler. Peningkatan osmolalitas plasma atau penurunan volume
cairan intravaskuler menstimulasi sekresi ADH oleh hipotalamus posterior,
selanjutnya ADH akan meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distal dan
duktus kolektivus, sehingga reabsorpsi meningkat dan urin menjadi lebih pekat. Pada
keadaan dehidrasi, tubulus ginjal akan memaksimalkan reabsorpsi air sehingga
dihasilkan sedikit urin. Pada keadaan cairan berlebihan, banyak urin yang dihasilkan
dan encer dengan osmolaritas menurun (Tortora, 2014).
c. Pengaturan Tekanan Arteri
Pemeliharaan natrium dan keseimbangan ginjal akan mencapai regulasi
volume darah. Sehingga, melalui kontrol volume, ginjal ikut serta dalam
pengendalian tekanan darah (Eaton, 2009).
d. Pengaturan asam-basa
Ginjal berperan dalam pengaturan keseimbangan asam basa bersama dengan
paru dan sistem cairan tubuh dengan cara mengekskresikan asam dan mengatur
penyimpanan cairan tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan
mengekskresikan H+ ketika terjadi asam berlebih atau mengekskresikan HCO3-
ketika terjadi basa berlebih (Rhodes dan Bell, 2009) melalui pengaturan ion
bikarbonat (HCO3-) dan pembuangan sisa metabolisme bersifat asam.
e. Pengaturan osmolaritas cairan tubuh
Konsentrasi osmolar suatu larutan disebut osmolaritas, dan dinyatakan sebagai
osmol per liter larutan. Pengaturan pengeluaran air dan pengeluaran zat terlarut
dalam urin, ginjal mempertahankan osmolaritas darah relatif konstan mendekati 300
mOsm/L (Tortora, 2014). Ekskresi ginjal meliputi sisa metabolisme (ureum, kalium,
fosfat, sulfur anorganik dan asam urat)
f. Pengaturan pH Darah
Sejumlah ion H+ akan diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin dan
mempertahankan ion karbonat (HCO3+), yang merupakan dasar penting dalam
darah. Kedua mekanisme ini membantu mengatur pH darah (Tortora, 2014) dengan
mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat.
Fungsi non-ekskresi meliputi sintesis dan aktivitas hormon, mensekresi renin
yang memiliki peran dalam mengatur tekanan darah, menghasilkan erythropoietin
yang berperan dalam merangsang produksi sel darah merah oleh hematopoietik
sumsum tulang. Pada manusia normal, ginjal menghasilkan eritropoietin yang
disekresi ke dalam sirkulasi. Pada orang dengan penyakit ginjal berat atau yang
digantikan dengan hemodialisis akan timbul anemia berat karena menurunnya
produksi eritropoietin. (Guyton & Hall, 2011).
2. Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses yang mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Dua penyebab utama
penyakit ginjal kronik adalah Diabetes Mellitus tipe I dan tipe II serta Hipertensi.
Hipertensi merupakan penyebab terjadinya penyakit ginjal kronis, karena pembuluh darah
yang mensuplai ke ginjal rusak, menebal, dan diameter menyempit mengakibatkan suplai
darah ke ginjal menurun. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai
oleh molekul vasoaktif seperti sitokin growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Beberapa hal yang dianggap berperan terhadap terjadinya progresif penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Diabetes dan
Hipertensi adalah penyebab utama penyakit ginjal kronik di banyak negara berkembang.
Penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai adanya kelainan struktur ginjal atau fungsi
bertahan selama kurang lebih dari 3 bulan. Dan mencakup hal berikut: (1) Laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 mL/menit/1,73 m^2, (2) albuminuria (yaitu, albumin urin 30
mg/jam atau rasio albumin-kreatinin urin-30 mg/g), (3) Kelainan pada sedimen urin,
histologi, atau pencitraan yang menunjukkan kerusakan ginjal, (4) gangguan tubulus
ginjal.
3. Merupakan kondisi dimana kadar dari hemoglobin kurang dari normal. Dimana kondisi
tersebut menyebabkan gangguan transportasi ke seluruh tubuh. Bisa disebut Anemia
biasanya sering menjadi tanda pada pasien yang mengalami gagal ginjal. Anemia yang
terjadi disebabkan karena kerusakan ginjal dimana ginjal tersebut memproduksi
hormoneritropietin (EPO) yang merangsang sumsum tulang untuk membentuk sel darah
merah. Sehingga kerusakan ginjal menyebabkan EPO tidak cukup diproduksi yang
mengakibatkan sumsum tulang tidak memproduksi sel darah merah yang kemudian
menyebabkan anemia
4. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
tujuan dari terapi ini adalah untuk mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan - keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit.
a) Peranan diet
Terapi diet rendah protein menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
b) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori untuk penyakit ginjal kronik harus adekuat dengan
tujuan utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan status gizi.
c) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 liter per hari.
d) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease)
b. Terapi simptomatik
a) Asidosis metabolic
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bikarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH < 7,35 atau serum bikarbonat < 20 mEq/L
b) Anemia
Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati -
hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
5. Glomerulonefritis timbul akibat adanya peradangan yang dapat merusak bagian ginjal
yang bertugas menyaring darah (glomerulus). Bila kondisi ini terjadi tentu glomerulus
tidak bisa lagi menyaring zat-zat yang sudah tidak terpakai oleh tubuh sehingga dapat
mengganggu kerja ginjal kelak.
6. Mungkin kita tidak pernah memperhatikan gejalanya hingga penyakit ini sudah
berkembang ke stadium yang lebih lanjut. Gejala-gejala yang mungkin timbul antara lain
merasa lelah, kurang berenergi, menurunnya nafsu makan, sulit tidur, kram otot (pada
malam hari), pembengkakan pada kaki/pergelangan kaki, kulit gatal dan kering, bengkak
seputar mata (pada pagi hari), dan seringkali ingin berkemih pada malam hari.

Anda mungkin juga menyukai