Anda di halaman 1dari 3

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTA

Nama/NIM: Jire Sondakh / 220772012340


Mata kuliah/Semester: Edukasi Iman: Pendidikan Kristiani
Dosen Pengampuh: Novy A.E Sine M.Th & Erick Von Marthin E, M.Th.
Tugas Mandiri

John Dewey sering disebut sebagai tokoh pragmatisme modern. Aliran ini menyatakan
bahwa benar tidaknya suatu teori bergantung pada berfaedah tidaknya teori itu bagi manusia
dalam penghidupannya. Dengan demikian, ukuran untuk segala perbuatan adalah manfaatnya
dalam praktek dan hasil yang memajukan hidup. Benar tidaknya sesuatu hasil pikir, dalil maupun
teori, dinilai menurut manfaatnya dalam kehidupan atau menurut berfaedah tidaknya teori itu
dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu, tujuan kita berfikir adalah memperoleh hasil akhir yang
dapat membawa hidup kita lebih maju dan lebih berguna. John Dewey tidak hanya menerima
prinsip-prinsip pragmatis, tetapi juga mengatakan beberapa ide dan konsep pribadinya yang
kemudian termasuk salah satu doktrin pragmatisme. Salah satu sumbangannya yang penting
adalah terhadap teori Pendidikan.1
Pemikiran Dewey tentang pendidikan cukup dekat dengan teori atau aliran pendidikan
yang disebut progressivisme. Namun demikian, dalam buku Experience and Education, ia juga
cukup kritis terhadap aliran progressivisme. Katanya, progressivisme tidak memadai kalau dilihat
dari pandangannya yang menjadikan pengalaman sebagai basis pendidikan. Pola pendidikan lama
atau tradisionil yang memahami materi pelajaran sebagai suatu yang sudah baku dan pendidikan
sebagai pengalihan seperangkat pengetahuan dan ketrampilan yang wajib dikuasai oleh subyek
didik dari generasi ke generasi, serta pendidikan moral sebagai pembentukan kebiasaan bertindak
sesuai dengan standar dan aturan moral yang berlaku sepanjang zaman memang ditolak oleh
Dewey. Demi- kian juga pandangan pendidikan tradisionil tentang sekolah sebagai lembaga yang
sama sekali terpisah dari kehidupan masyarakat dan pendidikan sebagai kegiatan memper-
siapkan subyek didik untuk dapat memainkan perannya dalam masyarakat di kemudian hari. Bagi
Dewey, sebagaimana aliran progressivisme, pendidikan orang muda bukan hanya persiapan untuk
hidup nanti di tengah masyarakat, tetapi sudah merupakan kehidupan sendiri. 2
Dari segi pemikirannya, beberapa prinsip pendidikan John Dewey masih relevan diterapkan
di Indonesia khususnya dalam Pendidikan Kristiani, meskipun kini telah berkembang secara amat
pesat pemikiran pemikiran pendidikan kontemporer lainnya, seperti pedagogik kritis dan
pedagogik libertian.3 Pedagogik kritis pada hakekatnya melihat proses pendidikan bukan sebagai
suatu proses yang netral, tetapi berkaitan dengan struktur kekuasaan. Pendidikan merupakan alat
dari pemerintah atau kelompok yang berkuasa dalam melestarikan kekuasaannya. Oleh sebab itu,
pedagogik kritis mencermati secara mendalam berbagai proses pendidikan yang ternyata
merupakan proses dari kemerdekaan peserta didik. Identitas peserta didik merupakan inti dari
perkembangan seseorang. Sedangkan pedagogik libertian, bertolak dari pandangan pendidikan
adalah proses penyadaran akan kebebasan individu dalam berefleksi dan bertindak. Di
dalamkenyataannya, lembaga pendidikan (sekolah) telah menjadi penjara bagi kebebasan individu.
Dengan kata lain, lembaga pendidikan telah menjadi alat penguasa untuk melestarikan
kekuasaannya. Pedagogik libertian yang menghormati akan kemerdekaan individu serta melihat
perkembangan peserta didik di dalam budayanya secara kritis dan terarah, maka pedagogik
libertian mengadopsi secara kritis pandangan-pandangan postmodernisme dan studi kultural.

1
Douglas J. Simpson, John Dewey and the Art of Teaching, (London: Sage Publications, 2005), 99.
2
George R. Knight, Issues and Alter- natives in educational Philosophy, (Michigan: Andrews University Press, 1982),
66.
3
Tilaar, H.A.R, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
1999), 284.
Pemikiran Paulo Freire tentang pendidikan lebih menonjolkan kemasalahan sosial. Sebagai
realitas sosial, ilmu pengetahuan bukan barang yang hanya dimiliki oleh segelintir orang, tetapi
kemampuan atau keterampilan untuk melihat dan mengerti kenyataan melalui bahasa yang tepat.
Pada tahap ini, secara tidak langsung, teori Freire membongkar positifisme ilmu pengetahuan Barat
yang mengasumsikan bahwa pengetahuan adalah suatu yang positif, tetap dan pasti. Freire juga
mengakui bahwa pendidikan juga merupakan momen kesadaran kritis manusia terhadap berbagai
problem sosial yang ada dalam masyarakat.4 Pendidikan menurut Paulo Freire harus berorientasi
untuk membebaskan manusia dari kungkungan rasa takut dan tertekan akibat otoritas kekuasaan
(penindasan). Konsep yang ditawarkan oleh Freire ini, secara ideal mestinya mampu menjadi solusi
atas bentuk-bentuk ketimpangan sistem pendidikan kita, baik secara teoritik maupun praktik di
lapangan.5
Pendidikan kaum tertindas harus diciptakan bersama dengan danbukan untuk kaum
tertindas dalam perjuangan memulihkan kembali kemanusiaan yang telah dirampas. Pendidikan
kaum tertindas harus merupakan perjuangan melawan penindasan dalam situasi dunia dan
manusia berada dalam interaksi. Oleh karena itu,dalam perjuangan ini diperlukan praksis yang
merupakan sebuah proses interaksi antara refleksi dan aksi,salah satu faktor penting dalam
gerakan pembebasan adalah tersebut perkembangan kesadaran. 6 Sadar akan perubahan dan
kepastian masa depan mereka yang tertindas, Paulo mengatakan: Kelompok yang tertindas perlu
berjuang untuk melakukan perubahan terhadap penderitaan yang mereka alami, bukan
nyamenyerah begitu saja. Menyerah pada penderitaan adalah sebuah bentuk penghancuran diri,
maka harus ada perubahan yang diyakinidan menggerakkan semangat. Hanya dengan keyakinan
ini yang terus menggelora sampai saatnya berjuang, mereka dapat memiliki masa depan yang
berarti, bukannya ketidak jelasan yang mengalienasi atau masadepan yang sudah ditakdirkan,
namun menjadi tugas untuk membangun, dan ini sebutir benih kebebasan.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis terhadap pemikiran paulo freire dalam
Pendidikan Kristen, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Konsep pendidikan paulo freire dan
konsep pendidikan islam memiliki ciri khas masing-masing, dimana pendidikan Kristen selalu
memasukkan aspek teologi dalam setiap pendidikannya, sedangkan pendidikan freire, banyak
terilhami dari teori-teori psikologi. Ada beberapa kesesuaian antara konsep pendidikan humanis
paulo freire dengan konsep pendidikan dalam perspektif pendidikan Kristen, yaitu dalam hal
humanisme dan bakat manusia sebagai berikut: Humanisme freire mengarah kepada kata
“Pembebasan”, dan Kristen sendiri juga melarang semua bentuk penindasan, secara historis islam
juga telah menerapkan pendidikan pembebasan sebagaimana yang telah diterapkan oleh Tuhan
Allah, yaitu gerakan pembebasan dari eksploitasi, penindasan, dominasi dan ketidakadilan dalam
segala aspeknya.

Daftar Pustaka

4
Akhmad Muhaimin Azzet, Pendidikan Yang Membebaskan, (Yogyakarta, Ar-Ruz Media, 2011), 14.
5
Paulo Freire, Pendidikan Yang Membebaskan (Jakarta: MELIBAS, 2001), 1.
6
Ibid, 20.
Azzet, Akhmad Muhaimin. Pendidikan Yang Membebaskan. Yogyakarta, Ar-Ruz Media, 2011.

Freire Paulo. Pendidikan Yang Membebaskan. (Jakarta: MELIBAS, 2001

H.A.R, Tilaar. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 1999.

Knight, George R. Issues and Alter- natives in educational Philosophy. Michigan: Andrews University
Press, 1982.

Simpson, Douglas J. John Dewey and the Art of Teaching. London: Sage Publications, 2005.

Anda mungkin juga menyukai