Anda di halaman 1dari 4

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM

MENUNJANG KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI PAPUA

Pendahuluan
Dewasa ini pembicaraan tentang kearifan lokal dalam mendukung kemajuan
bangsa makin mendapatkan perhatian. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan
pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud  
aktivitas   yang  dilakukan   oleh   masyarakat   setempat   untuk menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Disamping itu kearifan  lokal  dapat
pula  dimaknai  sebagai  sebuah  sistem  dalam  tatanan kehidupan sosial, politik,
budaya, ekonomi, dan lingkungan yang hidup di dalam masyarakat lokal. Karakter khas
yang inherent dalam kearifan lokal sifatnya dinamis, berkelanjutan, dan diikat dalam
komunitasnya (Wagiran, 2011).
Kearifan local diharapkan dapat di atur tata kelola sumber daya alam yang
dilakukan oleh suatu komunitas  adat  mengenal  adanya  beragam  status
penguasaan dan pemanfaatannya.   Bentuk   dan   status   penguasaan   sumber   daya  
alam   dapat dibedakan menjadi 4 yaitu: milik umum (open acces), milik negara (state),
milik pribadi atau perorangan (private), dan milik bersama (command).
Sumber daya alam pada hakikatnya memiliki nilai ekonomis bila dikelola menjadi
barang baru. Namun, pengelolaan dan pengolahan yang dilakukan oleh manusia
cenderung mengeksploitasi secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan dampak
yang akan terjadi di masa mendatang. Mengingat setiap orang memperoleh akses yang
sama maka sumber daya alam dieksploitasi dengan cara yang berlebihan.
Pengeksploitasian sumber daya alam secara berlebih berujung pada terjadinya tragedy
of common (Hidayat, 2011).
Pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal berarti dalam
mengeksploitasi sumber daya alam harus dilaksanakan konsep kearifan lokal yaitu
dengan cara menetapkan wilayah-wilayah yang dijadikan sebagai wilayah yang harus
dijaga kelestariannya dan tidak dapat dieksploitasi untuk dimanfaatkan sebagai penjaga
ekosistem hutan disamping adanya hutan yang dimanfaatkan sebagai lokasi
pembudidayaan hasil produksi hutan khususnya tanaman sayur-sayuran. Selain itu,
pengelolaan sumberdaya alam harus mempertimbangkan dampak yang  akan terjadi di
masa depan yang diakibatkan oleh tindakan pengelolaan sumber daya alam saat ini. Hal
tersebut didukung oleh teori aksi dan reaksi. Suatu aksi akan mempengaruhi reaksi yang
akan terjadi.
Sistem   kearifan   lokal   juga   mendorong   untuk   diterapkannya   sistem
budidaya terhadap sumber daya alam khususnya hutan yang ada di Papua yang dapat
dijadikan sebagai suat usaha yang dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Untuk menghindari Eksploitasi hutan yang  telah dilakukan menyebabkan
hasil produksi hutan berupa sayur dan tanaman jangka pendek. Untuk mengatasi
permasalahan   tersebut   maka   pemerintah   mengeluarkan kebijakan   berupa
Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua No. 21 Tahun 2008 tentang pengelolaan hutan
berkelanjutan di Provinsi Papua. Pengelolaan hutan berkelanjutan yang di keluarkan
pemerintah bertujuan:
a. Mewujutkan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan adat Papua pada
khususnya dan rakyat Papua pada umumnya;
b. Mewujudkan peningkatan kapasitas ekonomi dan sosial budaya masyarakat hukum
adat Papua;
c. Menciptakan lapangan kerja, memperluas kesempatan berusaha dan meningkatkan
pendapatan daerah;
d. Mengembangkan keanekaragaman hasil hutan yang menjamin kelestarian fungsi
hutan;
e. Menjamin kelestarian dan keseimbangan ekologi;
f. Mempertahankan dan mengembangkan keanekaragaman hayati; dan
g. Mengurangi emisi karbon dan mencegah perubahan iklim global.   
Namun kenyataan yang terjadi atas pengelolaan hutan di Provinsi Papua selama
ini belum meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua, khususnya masyarakat hukum adat
Papua, dan belum memperkuat kemampuan fiskal pemerintah di Provinsi Papua.
Pemerintah sebagai sektor yang berwenang membuat suatu regulasi harus
memiliki komitmen yang kuat dalam pengelolaan SDA ini, karena tingginya tingkat
eksploitasi di Indonesia terlebih khusus di Papua baik SDM maupun SDA. Salah satu
contoh eksploitasi SDA yaitu di sekitar wilayah Pegunungan Siklop, akibat eksploitasi
yang dilakukan berdampak bada bencana alam yang dapat merugikan masyarakat di
sekitar area pegunungan. Eksploitasi terus menerus dalam jangka panjang pasti akan
berdampak pada ekosistem,pada akhirnya rakyat yang menderita karena bencana alam
yang di alami. Saat ini bukanlah saatnya mencari siapa yang bersalah akan tetapi
bagaimana upaya untuk mencegah eksploitasi ini menjadi sebuah kebiasaan dan bahkan
kebutuhan. Pencegahan terhadap eksploitasi ini bukan hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah. Akademisi sebagai pihak yang memahami teori ideal harus berperan untuk
mendukung pemerintah melalui berbagai upaya peningkatan informasi dan pemahaman
kepada seluruh masyarakat mengenai dampak negatif yang akan diterima apabila hal ini
dibiarkan terus-menerus. Berdasarkan urian diatas maka yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana membangun kesadaran masyarakat tentang pengelolaan
sumber daya alam, dan bagaimana dampak eksplotasi akibat pengelolaan yang tidak
ramah lingkungan.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan


etnografi. Lokasi penelitian di kawasan gunung Cyklop Kabupaten Jayapura,
Provinsi Papua. Dengan subjek penelitian yaitu orang yang mengelola hutan pada
area pegunugan Cyklop. Jenis data dan teknik pengumpulan data dalam penelitian
teridiri dari data Primer dan sekunder. Data primer terdiri atas; (1) Keadaan umum
lokasi kampung meliputi; tata letak dan geografis, pemerintahan dan batas
administrasi kampung, topografi, demografi, infrastruktur sarana prasarana
kampung, penjangkauan dan transportasi; (2) Aspek penguasaan dan pemanfaatan
tanah adat, meliputi; sejarah lokal, struktur sosial, institusi lokal, konflik tanah adat
dan pranata sosial budaya penduduk setempat. Pada penelitian ini yaitu
menggunakan Deskriptif Kuantitatif, sehingga data yang diperoleh dari berbagai
literatur dan di deskripsikan berdasarkan data-data yang ada.
Pengolahan data dilakukan setelah data diperoleh dari hasil wawancara,
dokumentasi, dan obsevasi. Langkah–langkah yang dilakukan (Muhajir, 1998),
yaitu:
1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data yang telah dikumpulkan.
2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data
yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data.
3. Menemukan dan mengelompokkan pernyataan yang dirasakan oleh responden
dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan yang tidak relevan
dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitive atau
tumpang tindih dihilangkan.
4. Reduksi data (Data Reduction), memilah, memusatkan, dan menyederhanakan
data yang baru diperoreh dari penelitian yang masih mentah yang muncul dari
catatan–catatan tertulis di lapangan.
5. Penyajian data, yaitu dengan merangkai dan menyusun informasi dalam bentuk
satu kesatuan, selektif dan dipahami.
6. Perumusan dalam simpulan, yakni dengan melakukan tinjauan ulang di
lapangan untuk menguji kebenaran dan validitas makna yang muncul disana.
Hasil yang diperoleh diinterpresentasikan, kemudian disajikan dalam bentuk
naratif.
.
Pembahasan
Kesimpulan

Daftar Pustaka

Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua No. 21 Tahun 2008 tentang pengelolaan hutan
berkelanjutan di Provinsi Papua
Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik,
Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama

Anda mungkin juga menyukai