Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Hakekat Matematika
2.1.1.1 Pengertian
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang tidak hanya sekedar
menghitung secara teknis dan mekanis. Matematika pada dasarnya adalah sebuah
ilmu yang tujuan utamanya adalah mengarahkan alur berpikir sesuai dengan kaidah
logika. Pembelajaran matematika di sekolah pada dasarnya bukanlah sekedar
mengajarkan kepada peserta didik tentang bagaimana menghitung sesuai dengan
algoritma yang diberikan dan bersifat monoton. Lebih dari itu, matematika sekolah
mempunyai tujuan yang lebih mendalam dari itu, yaitu mengajarkan kepada peserta
didik tentang bagaimana berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta
mempunyai kemampuan kerjasama. Sehingga cakap dalam menghitung secara
teknis saja tidak cukup, tetapi juga harus mampu mengembangkan daya berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif sangat dibutuhkan oleh peserta didik agar dapat
mempelajari matematika dengan baik. Selain itu, kemampuan penalaran dan
berpikir logis juga akan bermanfaat bagi peserta didik dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
James dan James (1976:112) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah banyak yang terbagi ke
dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Johnson dan Rising
(1972:74) mengatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa mengenai ide daripada
mengenai bunyi. Hakekat matematika menurut Hudoyo (1988:41) adalah
berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan - hubungannya yang

6
7

diatur menurut urutan yang logis dan juga berkenaan dengan konsep-konsep
abstrak.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah ilmu, ide-ide atau pola pikir tentang logika yang diatur menurut
urutan yang logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
saling berhubungan dan juga berkenaan dengan konsep-konsep abstrak.
2.1.1.2 Karakteristik Matematika
Mata pelajaran matematika berbeda dengan mata pelajaran lainnya, mata
pelajaran matematika mempunyai ciri yang yang khas atau karakteristik tersendiri.
Menurut Soedjadi (2003:13) matematika memiliki karakteristik: (1) memiliki objek
kajian abstrak, (2) bertumpu pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4)
memiliki symbol yang kosong dari arti, (5) memperhatikan semesta pembicaraan,
dan (6) konsisten dalam sistemnya. Sedangkan menurut Depdikbud (1993:1)
matematika memiliki ciri-ciri yaitu (1) memiliki objek yang abstrak, (2) memiliki
pola pikir deduktif dan konsisten, dan (3) tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran
matematika mempunyai beberapa karakteristik antara lain (1) memiliki objek kaian
yang abstrak, (2) berpola pikir deduktif , (3) bertumpu pada kesepakatan, (4)
memiliki symbol yang kosong dari arti, (5) memperhatikan semesta pembicaraan,
(6) konsisten dalam sistemnya, dan (7) tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
2.1.2 Hasil Belajar
Jika membahas tentang hasil belajar maka tidak akan lepas dengan yang
namanya belajar, karena hasil belajar merupakan produk atau hasil dari belajar.
Sebelum membahas tentang hasil belajar kita harus tahu apa itu belajar, menurut
Sumardjono dkk (2012:63) belajar merupakan perubahan perilaku melalui
pelatihan dan pengalaman. Jadi hasil belajar adalah hasil dari perubahan perilaku
melalui pelatihan dan pengalaman.
Menurut Tri Ani (2006:5), hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh
pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar adalah perubahan
8

yang mengakibatkan seseorang berubah dalam sikap dan tingakh lakunya (Winkel
dalam Purwanto, 2008:45). Aspek perubahan itu mengacu pada taksonomi tujuan
pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai
ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah
diajarkan. Untuk mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian
pengukuran menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat (Purwanto,
2008: 44).
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa setelah mengalami proses belajar
mengajar yang dapat diukur menggunakan alat evaluasi. Pengumpulan informasi
tentang kemajuan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan beragam teknik,
baik berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Teknik
pengumpulan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan
belajar peserta didik terhadap pencapaian standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator
pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif maupun psikomotor.
(Depdiknas, 2006). Secara umum teknik asesmen dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu teknik tes dan non tes. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan
mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan
penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran
(Sudjana, 2012:35). Ada dua jenis tes yaitu tes uraian atau tes Essay dan tes objektif.
Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur.
Sedangkan tes objektif terdiri dari bentuk pilihan benar salah, pilihan berganda
dengan berbagai variasinya, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.
Teknik non tes merupakan teknik penilaian berisi pertanyaan atau pernyataan yang
tidak memiliki jawaban benar atau salah. Alat penilaian non tes yang sering
digunakan antara lain kuesioner dan wawancara, skala (skala penilaian, skala sikap,
skala minat), observasi atau pengamatan, studi kasus dan sosiometri (Sudjana,
2012:67).
9

Hasil belajar siswa satu dengan siswa yang lainnya akan berbeda-beda
meskipun guru yang mengajar dan proses pembelajarannya sama. Hal itu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, ada faktor yang berasal dari dalam diri siswa
tersebut (faktor intern) dan berasal dari luar diri siswa (faktor ekstern). Pendapat ini
sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Wasliman dalam Ahmad Susanto
(2013: 12-13), bahwa hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil
interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun
eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai
berikut:
1. Faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam
diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajaranya. Faktor
internal ini meliputi: kecerdasan, minat, dan perhatian, motivasi belajar,
ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2. Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang
memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan
keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang hancur
keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang
kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang
kurang baik dari orangtua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam
hasil belajar peserta didik.
Tidak hanya itu, Wasliman dalam Ahmad Susanto (2013: 12-13) juga berpendapat
bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar
siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah,
maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa dalam aspek kognitif yang bisa
diketahui melalui pemberian test berupa soal-soal.
2.1.3 Model Penemuan Terbimbing
2.1.3.1 Pengertian
Banyak sekali model yang dapat digunakan dalam pembelajaran guna
tercapainya tujuan pendidikan. Dalam pembelajaran matematika model yang paling
sesuai dengan karakteristik mata pelajaran matematika adalah metode penemuan
terbimbing. Al muchtar (2007:1.6) mengemukakan penemuan atau discovery
10

adalah proses mental yang mengharapkan siswa mengasimilasikan suatu konsep


atau suatu prinsip proses mental, misalnya mengamati, menjelaskan,
mengelompokkan dan membuat kesimpulan.
Menurut Krismanto (2003:4) model penemuan terbimbing, peranan guru
adalah menyatakan pernyataan persoalan, kemudian membimbing siswa untuk
menemukan penyelesaian dari persoalan itu dengan perintah-perintah atau dengan
lembar kerja. Siswa mengikuti petunjuk dan menemukan sendiri penyelesaian.
Bruner (dalam Dahar, 1996:103) menyatakan ketika siswa memperoleh
pengalaman sukses sebagai penemu maka siswa memiliki rasa
mampu/berkecakapan belajar. Sukses ini mengarah kepotensi intelektual. Dengan
mengalami sukses berkelanjutan, siswa makin mampu mengorganisasikan proses
berpikkirnya secara konseptual.sehingga siswa dapat menjadi pemecah masalah
yang baik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model penemuan
terbimbing adalah model yang mengharapkan siswa melakukan proses mental
dengan mengasimilasikan suatu konsep dengan peranan guru sebagai pembimbing
dalam menyelsaikan masalah dengan perintah atau lembar kerja sehingga siswa
diharapkan menjadi penemu yang baik.
2.1.3.2 Kelebihan Model Penemuan Terbimbing
Suherman et al. (2001:179) (dalam Fransiskus Redi, 2012), menyatakan
beberapa kelebihan model penemuan terbimbing antara lain :
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan
kemampuan untuk menemukan hasil akhir
2. Siswa memahamai benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri
proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih
lama diingat
3. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini
mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya
meningkat
4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan
lebih mampu mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks
11

5. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri


2.1.3.3 Kelemahan Model Penemuan Terbimbing
Menurut soedjana (1986:81-82) kelemahan model penemuan terbimbing
adalah sebagai berikut:
1. Metode ini banyak menyita waktu, juga tidak menjamin siswa tetap
bersemangat mencari penemuan-penemuan
2. Tidak setiap guru mempunyai selera atau kemampuan mengajar dengan
cara penemuan kecuali tugas guru sekarang cukup berat
3. Tidak semua anak mampu melakukan penemuan
4. Metode ini tidak dapat digunakan untuk mengajarkan tiap topik
5. Kelas yang banyak muridnya akan sangat merepotkan guru dalam
memberikan bimbingan dan pengarahan belajar dengan metode
penemuan.
2.1.3.4 Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Menurut Wiryawan (1990:4) mengemukakan langkah-langkah metode
penemua terbimbing adalah sebagai berikut:
1. Adanya problema yang akan dopecahkan, yang dinyatakn dengan
pertanyaan atau pernyataan.
2. Jelas tingkat/kelasnya (dinyatakan dengan jelas tingkat siswa yang akan
diberi pelajaran, misalnya SMP kelas III)
3. Konsep atau prinsip yang yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan
tersebut ditulis dengan jelas
4. Alat/bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa
melakasankan kegiatan
5. Diskusi sebagai pengarahan sebelumnya siswa melaksanakan kegiatan
6. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan/percobaan
untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang akan
ditetapkan
7. Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya
mental operasional siswa, yag diharapkan dalam kegiatan
12

8. Perlu dikembnagkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang


mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa
9. Adanya catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit
dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil terutama kalau
penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan sebagaimana
mestinya.
Langkah pelaksanaan model penemuan terbimbing menurut Abimanyu (2009:12-
13) adalah:
1. Kegiatan persiapan
a. Mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa (need asessment)
b. Merumuskan tujuan pembelajaran
c. Menyiapkan problem (materi pelajaran) yang akan dipecahkan. Problem
problem itu dinyatakan dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan.
Problem tentang konsep atau prinsip yang akan ditemukan itu perlu
ditulis dengan jelas.
d. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Kegiatan Pelaksanaan Penemuan
a. Kegiatan Pembukaan
1. Melakukan apersepsi, yaitu mengajukan pertanyaan mengenai
materi pelajaran yang telah diajarkan
2. Memotivasi siswa dengan cerita pendek yang ada kaitannya dengan
materi yang diajarkan
3. Mengemukakan tujuan pembelajaran dan kegiatan/tugas yang
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran itu
b. Kegiatan Inti
1. Mengemukakan problema yang akan dicari jawabannya melalui
kegiatan penemuan
2. Diskusi pengarahan tentang cara pelaksanaan penemuan/pemecahan
problema yang telah ditetapkan
3. Pelaksanaan penemuan berupa kegiatan penyelidikan/percobaan
untuk menemukan konsep/prinsip yang telah ditetapkan
13

4. Membantu siswa dengan informasi atau data, jika diperlukan siswa


5. Membantu siswa melakukan analisis data hasil temuan, jika
diperlukan
6. Merangsang terjadinya interaksi anatar siswa dengan siswa
7. Memuji siswa yang giat dalam melaksanakan penemuan
8. Memberi kesempatan siswa melaporkan hasil penemuannya
c. Kegiatan Penutup
1. Meminta siswa membuat rangkuman hasil-hasil penemuannya
2. Melakukan evaluasi hasil dan proses penemuannya
3. Melakukan tindak lanjut.
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Terbimbing
Tahap-Tahap Kegiatan Guru
Menjelaskan Menyampaikan tujuan pembelajaran
tujuan/mempersiapkan Memotivasi siswa dengan mendorong siswa terlibat
siswa dalam kegiatan
Orientasi siswa pada Memberikan masalah sederhana yang berkenaan
masalah dengan materi pembelajaran
Merumuskan hipotesis Membimbing siswa dalam merumuskan hipotesis
dengan masalah yang ada
Melakukan kegiatan Membimbing siswa melakukan kegiatan penemuan
penemuan dengan mengarahkan siswa untuk memperoleh
informasi yang diperlukan
Mempresentasikan Membimbing siswa dalam menyajikan hasil
kegiatan penemuan kegiatan, merumuskan kesimpulan/menemukan
konsep
Mengevaluasi kegiatan Mengevaluasi langkah-langkah kegiatan yang telah
penemuan dilakukan
14

2.1.4 Model Pemecahan Masalah


2.1.4.1 Pengertian
Hanlie Murray, Alwin Oliver, dan Piet Human (1998:169) (dalam Aris
Shoimin) menjelaskan bahwa Pembelajaran Pemecahan Masalah merupakan salah
satu dasar teoritis dari berbagai strategi pembelajaran yang menjadikan masalah
sebagai isu utamanya, termasuk juga PBL dan PPL. Akan tetapi, dalam praktiknya
problem solving lebih banyak diterapkan untuk pelajaran matematika. Problem
solving atau pemecahan masalah adalah suatu model pembelajaran yang melakukan
pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti
dengan penguatan keterampilan (Pepkin, 2004:1) (dalam Aris Shoimin). Dalam hal
ini masalah yang didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin dan belum
dikenal cara penyelesainnya. Justru problem solving adalah mencari atau
menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan). Sudirman dkk
(1991:146) (dalam Aris Shoimin) berpendapat bahwa metode pemecahan masalah
adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik
tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan
atau jawabannya oleh siswa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pemecahan
masalah adalah model yang menekankan pemberian masalah yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari kemudian siswa mencari pemecahan masalah yang
dihadapi secara ilmiah agar siswa mempunyai keterampilan dalam menyelesaikan
sebuah masalah.
Model pemecahan masalah mempunyai tiga ciri utama yaitu: 1) merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam pelaksanaannya terdapat kegiatan
yang harus dilakukan oleh siswa sesuai prosedur; 2) aktivitas pembelajaran
diarahkan untuk menyelesaikan masalah, artinya kegiatan-kegiatan yang dilakukan
siswa harus bermanfaat untuk memecahkan masalah, yang menemptkan masalah
sebagai kunci proses belajar; 3) pemecahan masalah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008:114-115)
(dalam Aris Shoimin).
15

2.1.4.2 Kelebihan Model Pemecahan Masalah


Menurut Wina Sanjaya (2008:127-128) (dalam Aris Shoimin) kelebihan
model pemecahan masalah antara lain sebagai berikut:
1. Dapat membuat peserta didik lebih menghayati kehidupan sehari-hari.
2. Dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi
dan memecahkan masalah secara terampil.
3. Dapat mengebnagkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif.
4. Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkna masalahnya.
5. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
6. Berpikir dan bertindak kreatif.
7. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
8. Mengidentifikasi dn melakukan penyelidikan
9. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
2.1.4.3 Kelemahan Model Pemecahan Masalah
Menurut Wina Sanjaya (2008:129) (dalam Aris Shoimin) kelemahan model
pemecahan masalah antara lain sebagai berikut:
1. Membutuhkan waktu yang lama
2. Kebulatan bahan kadang-kadang sukar dicapai
Solusi untuk mengatasi kelemahan metode pemecahan masalah antara lain:
1 Dalam memilih masalah harus mempertimbangkan aspek kemampuan
dan perkembangan anak didik.
2 Siswa terlebih dahulu dibekali pengetahuan dan kemampuan yang
diperlukan.
3 Bimbingan secara kontonue dan persediaan alat-alat/sarana pengajaran
yang diperlukan.
4 Merencanakan tujuan yang hendak dicapai secara sistematis.
2.1.4.4 Langkah-langkah Pembelajaran Model Pemecahan Masalah
Aris shoimin (2014:137) mengemukakan pendapat langkah-langkah
pembelajaran metode pemecahan masalah yaitu:
1. Masalah sudah ada dan materi diberikan.
2. Siswa diberi masalah sebagai pemecahan/diskusi, kerja kelompok.
16

3. Masalah tidak dicari (sebagaimana dalam problem based learning dari


kehidupan mereka sehari-hari)
4. Siswa ditugaskan mengevaluasi dan bukan grapping seperti pada
problem based learning.
5. Siswa memberikan kesimpulan dari jawaban yang diberikan sebagai
hasil akhir.
6. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus
berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat
sampai kepada kesimpulan.
Suydam menyatakan beberapa petunjuk dalam mengajarkan pemecahan
masalah, yaitu:
1. Gunakan istilah yang jelas, mula-mula dalam lingkup matematika
kemudian dikembangkan diluar lingkup matematika.
2. Kelompokkan soal-soal berdasarkan materi atau proses yang serupa
untuk dipilih siswa,
3. Sebutkan aspek-aspek soal yang terpenting saja.
4. Hindarkan hal-hal yang tidak relevan dalam soal cerita dalam soal
bentuk gambar, soal yang dinyatakan secara lisan, atau dalam soal
bentuk lain.
5. Perkirakan jawaban dan analisislah jalan yang ditempuh untuk
memperoleh perkiraan tadi.
6. Lukiskan ide ruang tidak hanya dengan kata-kata tetapi dilengkapi
dengan gambar dan model.
7. Sebutkan aturan yang mungkin dapat diterapkan pada kasus yang
bersangkutan melalui beberap contoh, kemudian ujilah aturan tadi,
8. Gunakan berbagai metode, dengan demikian siswa tahu bermacam-
macam metode,
9. Berikan penghargaan atas usaha yang dilakukan siswa, dan
10. Dalam menggunakan tes untuk evaluasi belajar libatkan siswa demi
kepentingan siswa dan bukan untuk guru.
17

Tabel 2.2
Sintaks Pemecahan Masalah

FASE-FASE TINGKAH LAKU GURU


Tahap-1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa pada menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
masalah memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilih

Tahap-2 Guru memebantu siswa mendefinisikan dan


Mengorganisasi siswa mengorganisasikan tugas belajar yang
untuk belajar berhubungan dengan masalah tersebut

Tahap-3 Guru mendorong siswa untuk


Membimbing mengumpulkan informasi yang sesuai,
penyelidikan individual melaksanakan eksperimen, untuk
maupun kelompok mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.

Tahap-4 Guru membantu siswa dalam merencanakan


Mengembangkan dan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
menyajikan hasil karya laporan, video, dan model serta
membantumereka untuk berbagai tugas
dengan temannya

Tahap-5 Guru membantu siswa untuk melakukan


Menganalisis dan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mengevaluasi proses mereka dan proses-proses yang mereka
pemecahan masalah gunakan
18

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan


Berdasarkan telaah yang dilakukan berikut ini akan ditunjukkan beberapa
hasil penelitian yang telah menggunakan model Penemuan Terbimbing dan model
Pemecahan Masalah:
a. Penelitian yang dilakukan Redi, Fransiskus (2012) dengan judul
Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Terbimbing (Guided
Discovery) Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas III SD Kegeri
Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun
Ajaran 2011/2012. Menyimpulkan bahwa, terdapat pengaruh yang
signifikan pada penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing
terhadap hasil belajar matematika bagi siswa kelas III semester II SD
Negeri Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun Ajaran
2011/2012. Nilai rata-rata posstest hasil belajar kelas eksperimen
74,8572 dan kelas kontrol 62,9333. Hal tersebut menujukkan ada
perbedaan hasil belajar yang sangat signifikan antara kelas eksperimen
dengan kelas kontrol. Artinya bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen
lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Hasil Uji t-test (Independent
Samples T Test) nilai posstest diketahui bahwa nilai t Equal varians
assumed adalah 5,627 dan tingkat signifikansi (Sig 2-tailed) 0,000.
Berdasarkan hasil nilai posttest uji t dan tingkat signifikansi 0,000<0,05
maka ada pengaruh yang sangat signifikan.
Penelitian yang pernah dilaksanakan di atas, relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan peneliti karena sama-sama meneliti
model Penemuan Terbimbing dan berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang akan dilakukan
oleh peneneliti ini dilaksanakan untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar siswa menggunakan model Penemuan Terbimbing dengan
model Pemecahan Masalah.
b. Penelitian yang dilakukan Kasto (2009), melakukan penelitian dengan
judul “Perbandingan keefektifan metode penemuan terbimbing dan
metode pemberian tugas terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan alam
19

ditinjau dari motivasi belajar siswa (Eksperimen di Sekolah


DasarNegeri Kecamatan Jatipuro, Karanganyar)”. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan : (1) terdapat Perbedaan pengaruh yang
signifikan penggunaan metode penemuan terbimbing dan metode
pemberian tugas terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (F
hitung > F tabel atau 13,57 >4,02) sehingga hipotesis yang dikemukakan
teruji kebenarannya, (2) TerdapatPerbedaan pengaruh yang signifikan
antara motivasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam tinggi dan rendah
terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (F hitung > F tabel atau
17,17 > 4,02) sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji
kebenarannya, (3). Terdapat Interaksi pengaruh yang signifikan antara
penggunaan metode pembelajaranpenemuan terbimbing dengan
pemberian tugas dan motivasi belajar terhadap hasil belajar Ilmu
PengetahuanAlam (F hitung > F tabel atau 5,89 > 4,02) sehingga
hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya.
Penelitian yang pernah dilaksanakan di atas, relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan peneliti karena sama-sama meneliti
model Penemuan Terbimbing dan berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang akan dilakukan
oleh peneneliti ini dilaksanakan untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar siswa menggunakan model Penemuan Terbimbing dengan
model Pemecahan Masalah.
c. Penelitian yang dilakukan Arnaningrum, Astri Yoda (2012) yang
berjudul Perbedaan Efektivitas Metode Eksperimen Dengan Metode
Pemecahan Masalah Dalam Pencapaian Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas V SD N Kutowinangun 4 dan SD N Kumpulrejo 02 Tahun
Pelajaran 2011/2012. Menyimpulkan bahwa penerapan metode
pemecahan masalah berpengaruh pada peningkatan hasil belajar
matematika siswa.
Penelitian yang pernah dilaksanakan di atas, relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan peneliti karena sama-sama meneliti
20

model Pemecahan Masalah . Sedangkan perbedaannya adalah penelitian


yang akan dilakukan oleh peneneliti ini dilaksanakan untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model Penemuan
Terbimbing dengan model Pemecahan Masalah.
d. Penelitian yang dilakukan Wibowo, Agus Ismi (2012) yang berjudul
Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Melalui Metode
Pemecahan Masalah Tentang Soal Cerita Pada Pengerjaan Operasi
Hitung Campuran Pada Siswa Kelas III SD N 1 Kapencar Kecamatan
Kertek Kabupaten Wonosobo Tahun Pelajaran 2011/2012.
Menyimpulkan bahwa rata-rata tes matematika siklus I sebesar 54
dengan ketuntasan belajar 50%. Dan pada siklus II rata-rata 9 dengan
ketuntasan belajar 97% dan mengalami peningkatan sebesar 18 atau
sebesar 47%. Simpulan dalam penelitian ini adalah pembelajaran soal
cerita menggunakan metode pemecahan masalah dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa kelas III SD N 1 Kapencar tahun ajaran
2011/2012 dan performasi guru dalam pembelajaran materi pokok soal
cerita diharapkan dalam pembelajaran matematika soal cerita
menggunakan metode pemecahan masalah.
Penelitian yang pernah dilaksanakan di atas, relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan peneliti karena sama-sama meneliti
model Pemecahan Masalah . Sedangkan perbedaannya adalah penelitian
yang akan dilakukan oleh peneneliti ini dilaksanakan untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model Penemuan
Terbimbing dengan model Pemecahan Masalah.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari perumusan masalah di atas adalah terdapat perbedaan hasil
belajar antara metode penemuan terbimbing dengan metode pemecahan masalah,
dalam pencapaian hasil belajar matematika kelas III SDN 3 Jambangan dan SDN
4 Jambangan tahun ajaran 2015/2016.
Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,
21

1998). Suatu hipotesis akan diterima bila data yang dikumpulkan mendukung
pernyataan. Hipotesis merupakan asumsi dasar yang kemudian membuat suatu teori
dan masih diuji kebenarannya. Berikut adalah hipotesis yang dirumuskan dalam
penelitian ini:
H0 : Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika kelas III yang
signifikan antara pembelajaran yang menggunakan model
penemuan terbimbing dan model pemecahan masalah.
Ha : Ada perbedaan hasil belajar matematika kelas III yang
signifikan antara pembelajaran yang menggunakan model
penemuan terbimbing dan model pemecahan masalah.
2.4 Kerangka Pikir
Berdasarkan penyajian diskripsi teoritik dapat disusun suatu kerangka
berpikir untuk memperjelas arah dan maksud penelitian. Kerangka berpikir ini
disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam penelitian demi mengetahui
perbedaan pengaruh pembelajaran matematika dengan penerapan model Penemuan
terbimbing dan model pemecahan masalah terhadap hasil belajar siswa SD N 03
Jambangan dan SD N Jambanga 04 Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan.
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajar siswa.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa diantaranya adalah model
pembelajaran yang digunakan guru. Penggunaan model mengajar cukup besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan guru dalam mengajar. Pemilihan model
mengajar yang tidak tepat akan dapat menghambat tercapainya tujuan
pembelajaran. Dalam mengajarkan mata pelajaran matematika model pembelajaran
yang paling banyak digunakan adalah model pembelajaran penemuan terbimbing
dan model pemecahan masalah. Model penemuan terbimbing dan pemecahan
masalah sama-sama mengajarkan siswa untuk memecahkan suatu masalah dengan
kemampuan sendiri sehingga siswa akan lebih memahami pelajaran yang
disampaikan guru, yang berdampak pula pada peningkatan hasil belajar siswa. Jika
kedua model pembelajaran di atas diterapkan dengan baik maka hasil hasil belajar
siswa akan baik pula.
22

Berikut disajikan bagan kerangka berpikir penelitian


Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berpikir

PBM
menggunakan Rata-rata
Kelas Kontrol Pretest model nilai
pemecahan Posttest
masalah

Terdapat perbedaan dan


atau tidak ada perbedaan
yang signifikan terhadap
hasil belajar matematika
menggunakan model
penemuan terbimbing
dan model pemecahan
masalah

PBM
menggunakan Rata-rata
Kelas Eksperimen model nilai
Pretest
penemuan Posttes
terbimbing

Anda mungkin juga menyukai