Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Osteoporosis, yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan tulang, menyerang

terutama wanita pasca menopause, tetapi dapat pula menyerang laki-laki dan wanita,

terutama usia tua, lainnya yang mempunyai faktor risiko maupun penyakit yang

dapat menyebabkan osteoporosis.

Osteoporosis mempunyai arti klinis ketika timbul rasa sakit ataupun fraktur

yang diakibatkan oleh penyakit ini. Di beberapa negara, osteoporosis telah menjadi

penyakit metabolisme tulang yang utama. Di negara lainnya, seiring dengan

meningkatnya harapan hidup dan perubahan pola gaya hidup, mayoritas masyarakat akan

dihadapkan dengan masalah osteoporosis ini.

Pada wanita angka kejadian osteoporosis lebih tinggi. Pada osteoporosis tipe I,

rasio wanita dibanding laki-laki 6:1, sedangkan tipe II rasionya 2:1. Menarik juga untuk

diketahui angka kejadian osteoporosis bervariasi, yang salah satunya tergantung dari

faktor genetik dan ras. Dari penelitian di Amerika Serikat 17% wanita ras Kaukasia pasca

menopause menderita osteoporosis, sedangkan ras Hispanik 12% dan ras Afrika-Amerika

8%. Dan juga dari penelitian menunjukkan angka kejadian fraktur osteoporosis yang

tertinggi terjadi di Amerika Utara dan Eropa, terutama negara-negara di Skandinavia,

sedangkan di Afrika dan Asia didapatkan angka kejadian yang rendah, yang diperkirakan

oleh WHO juga akan meningkat.


Masalah utama pada penyakit ini adalah diagnosis penyakit ini biasanya baru

ditegakkan setelah terjadi fraktur ataupun lama setelah gejala awal penyakit ini, oleh

karena hilangnya substansi tulang pada osteoporosis berjalan sangat lambat dan selama

itu gejala yang ada asimptomatis. Dan juga meningkatnya harapan hidup masyarakat

serta perubahan pola hidup yang dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis.

Oleh sebab itu, pengetahuan mengenai faktor-faktor risiko dan penyebab

osteoporosis ini penting untuk diketahui, sehingga memberi kemungkinan melakukan

tindakan-tindakan preventif maupun mengubah pola hidup yang dapat mempercepat

terjadinya osteoporosis.

1.2. Rumusan Masalah

Karena Osteoporosis merupakan penyakit degeneratif (meningkat sesuai dengan

umur seseorang) dengan peningkatan angka kejadian dari tahun ke tahun, perlu sarana

untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai Osteoporosis, terutama pada

Lansia di Posyandu Lansia Flamboyan.

1.3. Tujuan Kegiatan

Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit Osteoporosis pada Lansia

sehingga dapat diterapkan di keluarga demi mencegah Osteoporosis.

1.4. Manfaat Kegiatan

1. Memberikan informasi tentang penyakit Osteoporosis pada Lansia di Posyandu

Lansia Flamboyan
2. Menindaklanjuti program-program peningkatan pengetahuan Lansia di Posyandu

Lansia Flamboyan mengenai penyakit Osteoporosis sehingga diharapkan dapat

membantu pencegahan Osteoporosis dan menurunkan angka kejadian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoporosis

2.1.1 Definisi

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan

porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah

atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas

jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di

Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa

massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan

penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat

meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati,

2006).

Menurut National Institute of Health (NIH), Osteoporosis adalah kelainan

kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi

oleh eningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan

gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).

Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang

mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi

kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus

mengalami perubahankarena berbagai stres mekanik dan terus mengalami


pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel.

Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami

proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan

dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan

peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua.

Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau

pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan

makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun.

Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin

bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan

bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan

terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis.

2.1.2 Penyebab Osteoporosis

Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:

1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen

(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium

kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara

51- 75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon

estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus

berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa

tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.

2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium

yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan


hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis

berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya

terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering

menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca

menopause.

3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder

yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa

disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,

paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat,

antikejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang

berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini.

4. Osteoporosis idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak

diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar

dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki

penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

2.1.3 Stadium Osteoporosis

1. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak dan

lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada usia 30- 35

tahun.

2. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai turun

(osteopenia).

3. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan

sentuhan atau benturan ringan.


4. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan timbul akibat

patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak , bahkan mengalami stres dan

depresi.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai

puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga

tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang.

Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala

sebagai berikut:

1. Tinggi badan berkurang

2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah

3. Patah tulang

4. Nyeri bila ada patah tulang

2.1.5 Faktor Risiko

Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang

berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak

dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan. Berikut ini faktor risiko

osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:

1. Jenis kelamin

Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar

dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang

mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.


2. Usia

Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena

secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia.

Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang

juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.

3. Ras

Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena

osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan

Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras

Afrika memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika.

Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang

pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras

Afrika.

4. Pigmentasi dan tempat tinggal

Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa,

mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan

ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.

5. Riwayat keluarga

Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai

massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi

terkena osteoporosis.

6. Sosok tubuh

Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena


osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih

berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.

7. Menopause

Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena

tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk

pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya

hormon estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang

kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah

patah. Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa

dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan

lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena

osteoporosis.

Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat

dikendalikan. Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola

hidup.

1. Aktivitas fisik

Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak

terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya

kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga

teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk

membentuk dan memperkuat tulang).

2. Kurang kalsium

Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang


maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari

bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus

disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi,

tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus.

3. Merokok

Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan

perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen

lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding

wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh

buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya,

pengeroposan tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.

4. Minuman keras/beralkohol

Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding

lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan

kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada

gilirannya menyebabkan osteoporosis.

5. Minuman soda

Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein).

Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang,

sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk

menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus

dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra.

6. Stres
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol

yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan

meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan

menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan

terjadinya osteoporosis.

7. Bahan kimia

Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan

makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor,

dan limbah industri seperti organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai

dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya

tahan tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang.

2.1.6 Pencegahan

Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda

maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis,

yaitu:

1. Asupan kalsium cukup

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat

dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu

dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita

setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya

konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif

adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari.

Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya


kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.

2. Paparan sinar matahari

Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin

D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah

dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur

dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar

matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh

tubuh dalam pembentukan massa tulang.

3. Melakukan olahraga dengan beban

Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga

dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.

Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga.

Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting.

Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan,

kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya

dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita

osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.

Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah

sebagai berikut:

 Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan

pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko

patah tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak

mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan,


senam aerobik dan joging.

 Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepn

dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat

mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh

melakukan sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.

 Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki

kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan

risiko patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.

Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan

oleh penderita osteoporosis :

 Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam

selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk

mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam)

akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.

 Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat

”dumbble” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan

dan bahu.

 Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

 Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan

dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat

menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak,

mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung.


Latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik yang bersifat

pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai risiko tinggi terjadi

osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam segera sesudah makan. Beri

waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum mulai dan sesudah senam.

Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit

dan maksimal 60 menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan

secara bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga

senam, hari keempat jalan kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh

istirahat.

Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman,

serta sangat bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan salah

satu kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki 20-30

menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari biasa,

disertai ayunan lengan.

Setiap latihan fisik harus diawali dengan pemanasan untuk:

 Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap

sehingg mencegah terjadinya cedera.

 Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi

sedikit.

 Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak

dan

 Menimbulkan rasa santai.


Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu,

siku dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama

kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5 menit.

Latihan peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan kemudahan gerakan

sendi. Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan bertahap, jangan sampai

menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan peregangan otot-otot lengan, dada,

punggung, tungkai atas dan bawah, serta otot-otot kaki

Latihan inti, kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak yang bersifat

ritmis atau berirama agak cepat sehingga mempunyai nilai latihan yang bermanfaat.

Utamakan gerakan, tarikan dan tekanan pada daerah tulang yang sering mengalami

osteoporosis, yaitu tulang punggung, tulang paha, tulang panggul dan tulang

pergelangan tangan.

Kemudian lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan bantal

pasir, dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000 gram

untuk 1 tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan melebihi

1000 gram. Beban untuk tulang belakang dan tungkai sudah cukup memdai

dengan beban dari tubuh itu sendiri.

Setelah latihan inti harus dilakukan pendinginan dengan memulai gerakan

peregangan seperti awal pemanasan dan lakukan gerakan menarik napas atau ambil

napas dan buang napas secara teratur.

Jika masih memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10 menit.

Latihan ini merupakan gabungan peregangan, penguatan dan koordinasi. Lakukan

dengan lembut dan perlahan dalam posisi nyaman, rileks dan napas yang teratur.
4. Hindari rokok dan minuman beralkohol

Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam

mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol

juga bisa merusak tulang.

5. Deteksi dini osteoporosis

Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak

diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah

dan mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk

mengetahui apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga

dari pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya.

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan

mineral tulang adalah sebagai berikut:

a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-X

berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang

dan pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan

jaringan lunak yang

dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang mempunyai

kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang

melewatinya. DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk

mengukur kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai

2% mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat

cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah tetapi

lebih mahal dibandingan dengan metode ultrasounds.


b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan

hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang

anggota badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur

kepadatan tulang yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang

atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha

sudah diukur maka pengukuran dengan P- DEXA tidak diperlukan.

Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan

dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan konvensional

dibandingkan DEXA.

c. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk

menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang

belakang dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan

dosis yang sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.

d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika

hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka

dianjurkan untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan

gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya

pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara

melalui udara dan sebagian lagi melalui air.

Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak

menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds

tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral tulang yang berisiko patah

tulang karena osteoporosis. Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas


dibandingkan DEXA.

e. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CT-

scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model

dari QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur

kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada

umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan karena sangat

mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan kurang akurat

dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA.


e
t
M
P
r
t
g
m
p
h
l
e
k
B
i
L
u
d
n
a
y
s
o
3.1 Metode Pelaksanaan

3.2 Pengenalan Medan


BAB III

METODE PELAKSANAAN

Penulis memilih bentuk edukasi kesehatan sebagai mini project dengan judul
“Penyuluhan Osteoporosis pada Lansia” yang dilanjutkan dengan diskusi sehingga efektif
dalam menyampaikan maksud penulis terhadap peserta penyuluhan.

Tahap pengenalan medan menggunakan pendekatan melalui pengkajian masalah


osteoporosis dengan bentuk wawancara terhadap perawat dan kader di posyandu lansia wilayah
puskesmas Rambipuji desa Rambipuji, Kecamatan Rambipuji dimana dari kegiatan pelayanan
kesehatan pada wilayah Puskesmas Rambipuji, didapatkan keluhan yang sering dikeluhkan
pasien lansia adalah Osteoporosis.
Lokasi pengenalan medan adalah di posyandu lansia Flamboyan wilayah puskesmas
Rambipuji kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember. Waktu pengenalan medan dilakukan pada
tanggal 19 Januari 2016 melalui kegiatan posyandu lansia.

3.3 Kerangka Konseptual


g
p
u
lh
m
s
a
k
tif
n
e
d
I
3.4 Kerangka Operasional

PERAN
KADER

1. Penyuluhan “ Osteoporosis Untuk Lansia Di


Posyandu Lansia Flamboyan, Puskesmas
Rambipuji, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten
Jember” dilanjutkan diskusi dengan
masyarakat

2. Evaluasi dengan tenaga kesehatan mengenai


masalah dan keberhasilan sosialisasi tentang
osteoporosis

3. Tenaga Kesehatan Puskesmas meningkatkan


pengetahuan tentang pengenalan dan
pengobatan osteoporosis.
BAB IV

HASIL PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

Kegiatan ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Flamboyan, Rambipuji, dimana peserta


merupakan seluruh lansia yang ikut serta Posyandu Lansia di Kecamatan Rambipuji. Peserta
penyuluhan tampak antusias mengenai materi yang diberikan karena seringnya didapat penyakit
osteoporosis di lingkungan Kecamatan Rambipuji pada saat diperiksa di Posyandu Lansia
Rambipuji. Waktu yang diberikan untuk diskusi dirasa kurang untuk menampung pertanyaan
peserta penyuluhan sehingga peserta diberi kesempatan bertanya setelah penyuluhan selesai
maupun dalam kegiatan posyandu berikutnya.
Pada penyuluhan ini, penulis memberikan pengertian mengenai definisi penyakit
Osteoporosis, penyebab penyakit Osteoporosis, dan cara pencegahan Osteoporosis. Peserta
penyuluhan juga diberi pengetahuan mengenai pentingnya pencegahan Osteoporosis.
Pelaksana kegiatan memiliki harapan agar para lansia dan kader yang mengikuti
penyuluhan ini dapat menyebarkan informasi tersebut kepada masyarakat disekitar wilayah
posyandu sehingga dapat tercipta kesadaran yang tinggi di masyarakat mengenai bahaya dari
penyakit Osteoporosis sehingga masyarakat dapat mendeteksi dini dan berusaha mencegah sejak
dini.
Evaluasi bekerjasama dengan petugas kesehatan wilayah desa setempat yang dilakukan
yakni dengan cara diskusi dengan kader kesehatan dalam setiap kegiatan posyandu berikutnya
mengenai keberhasilan dan kendala yang dihadapi kader saat sosialisasi informasi penyakit
Osteoporosis kepada masyarakat.
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Pengetahuan mengenai masalah penyakit Osteoporosis penting untuk diketahui oleh
masyarakat karena dapat memiliki akibat yang buruk bila tidak ditangani dengan segera.
2. Pencegahan penyakit Osteoporosis termasuk sederhana namun proses pengobatan
Osteoporosis sangat membutuhkan kedisiplinan. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen
baik dari penderita maupun dari keluarga.
3. Masyarakat sangat antusias dalam penyuluhan kesehatan ini, dilihat dari banyak peserta
yang hadir dan aktif bertanya dalam sesi diskusi

6.2 Saran
1. Evaluasi terhadap penyebaran informasi dari kader terhadap masyarakat perlu dipantau
2. Diadakan penyuluhan kesehatan dengan tema lain yang terkait, misalnya mengenai
penyakit degeneratif yang lain.
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai