=
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...............................................................................................19
B. Saran..........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki
pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya
kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan
kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum
membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak
didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan
pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berakibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia. Pengembangan kurikulum adalah
proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum
(curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang
dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum merupakan alat untuk
mencapai pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus
senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan empat
landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: filosofis,
psikologis, sosial-budaya dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Landasan Pengembangan Kurikulum?
2. Apa itu Landasan Filosofis?
3. Apa itu Landasan Psikologis?
4. Apa itu Landasan Sosial-Budaya?
5. Apa itu Landasan IPTEK?
BAB II
PEMBAHASA
N
2
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Cet.4;Bandung :
Remaj Rosda Karya.2014), hlm.47.
3
Nana Syaodhi Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Cet.
18;Bandung:Remaja Rosda Karya.2015), hlm.39.
4
Tim Pengembangan MKDP,Kurikulum dan Pembelajaran.hlm.17.
Menyeluruh mengandung arti bahwa filsafat bukan hanya sekedar
pengertahuan melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai
dibalik pengetahuan itu sendiri. Sistematis berarti filsafat mengunakan berfikir
secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hhukum yang ada. Logis
berarti proses berfikir filsafat mengunakan logika dengan sedalam-dalamnya.
Radikal (radic = akar) berarti berfikir sampai keakar-akarnya.
Meskipun demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran relatif.
Artinya, kebenaran itu selalu mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan zaman dan peradaban manusia. Kebenaran itu dianggap benar
jika sesuai dengan ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh
masyarakat belum tentu benar oleh masyarakat lain meskipun dalam kurun
waktu yang sama. kebenaran filsafat adalaah kebenaran yang bergantung
sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia.
Filsafat dibutuhkan manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang timbul dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Jawaban itu
merupakan hasil pemikiran yang menyeluruh, sistematis, logis, dan radikal.
Jawaban itu juga digunakan untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan
manusia, termasuk bidang pendidikan. Adapun filsafat yang khusus digunakan
atau diterapkan dalam bidang pendidikan disebut filsafat pendidikan.menurut
Jhon Dewey, pendidika adalah suatu proses pembentukan kemampuan dasar
yang fundamental, baik yang menyngkut daya pikir (intelektual) maupun daya
perasaan (emosional) menuju kearah tabiat manusia. 5Dengan demikian, objek
pendidikan yang paling utama dan pertama adalah manusia. Objek filsafat
juga adalah manusia. Persamaan objek ini menimbulkan pemikiran dan
disiplin ilmu baru yaitu filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan
aplikasi teori pendidikan dan pandangan filsafat tentang pengalaman manusia
dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Filsafat diartikan juga
sebagai teori umum pendidikan dan landasan dari semua pemikiran tantang
pendidikan. Jika dikaitkan dengan persoalan pendidikan secara luas, maka
5
Arifin, Konsep dan Model Prngembngan Kurikulum,hlm.48
filsafat pendidikan merupakan arah dan pedoman bagi tercapainya
pelaksanaan dan tujuan pendidikan.
Ada beberapa bentuk filsafat yang punya hubungan lebih erat dengan
pendidikan yaitu:
a) Metafisika : yaitu filsafat yang membahas tentang segala yang di
dalam alam itu.
b) Efistimologi : yaitu membahas tentang sutu kebenaran.
c) Aksiolagi : yaitu filsafat yang membahas tentang nilai filsafat adalah
merupakan sumber dari berbagai ilmu pengetahuan.
d) Humanologi Filsafat : membahas berbagai masalah yang dihadapi
oleh manusia termasuk juga tentang masalah-masalah pendidikan dan
filsafat juga merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosof
untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan.6
6
Ibid.,49.
c) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat keepada
segala usaha pendidikan.
d) Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik melalui usahanya,
hingga manakah tujuan itu tercapai.
e) Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi
kegiatan-kegiatan pendidikan.7
7
Tim Pengembangan MKDP,Kurikulum dan Pembelajaran, hlm.18.
8
Ibid.,hlm.21.
pancasila. Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan arah sedangkan
pelaksanaanya melalui pendidikan juga karena filsafat pancasila merupakan
cara pandang orang-orang terdahulu tentang perumusan dasar negaradan juga
tujuan pencapaian pendidikan.
C. Landasan Psikologi
Pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh kondisi psikologis
individu yang terlibat di dalamnya, karena apa yang ingin disampaikan
menuntut peserta didik untuk melakukan perbuatan belajar atau sering di
sebut proses belajar. Dalam proses pembelajaran juga terjadi interaksi yang
bersifat multiarah antara peserta didik dengan pendidik (guru). Untuk itu,
paling tidak dalam pengembangan kurikulum di perlukan dua landasan
psikologi, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Kedua
landasan ini dianggap penting terutama dalam memilih dan menyusun isi
kurikulum, proses pembelajaran dan hasil belajar yang diinginkan.9
Pendidikan bekenaan dengan perilaku manusia sebab melalui
pendidikan diharapkan adanya perubahan pribadi menuju kedewasaan, baik
fisik, mental/intelektual, moral maupun sosial. Kurikulum sebagai program
pendidikan sudah pasti berkenaan pula dengan seleksi dan organisasi bahan
yang secara ampuh dapat mengubah prilaku manusia. Namun harus diingat
pula bahwa perubahan prilaku pada manusia tidak seluruhnya sebagai akibat
Intervensi dari program pendidikan tetapi juga sebagai akibat kematangan
dirinya dan faktor lingkungan yang membentuknya diluar program
pendidikan yang diberikan di sekolah.10
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
Kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah
prilaku manusia. Oleh sebab itu dalam mengembangkan kurikulum harus
dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana
prilaku tersebut harus dikembangkan. Dengan kata lain pentingnya landasan
9
Arifin, Konsep dan Model Prngembngan Kurikulum,hlm.56
10
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah (Cet. 3;
Bandung:Sinar Baru Algensindo.1996), hlm.14
psikologi dalam kurikulum terutama, dalam (a) bagaimana kurikulum harus di
susun, (b) bagaimana kurikulum diberikan dalam bentuk pengajaran, dan (c)
bagaimana proses belajar siswa dalam mempelajari kurikulum.11
1. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi
kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalaman
bahan pelajaran sesuai dengan taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau
tingkat pendidikan dalam sistem persekolahan merupakan satu bukti bahwa
psikologi perkembangan menjadi landasan dalam pendidikan, khususnya
kurikulum.12
Tujuan akhir pendidikan adalah agar peserta didik menjadi manusia-
manusia terdidik. Asumsinya, setiap peserta didik dapat dibimbing, dilatih,
dan dididik (educabel). Jika terjadi kegagalan berarti kegagalan guru, orang
tua, dan masyarakat, bukan kegagalan peserta didik karena tidak ada peserta
didik yang unteachable. Untuk menjadi manusia terdidik tentu peserta didik
tidak dapat hanya mengikuti pendidkan formal saja melainkan harus ditopang
dengan pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Tidak hanya
mempelajari pendidikan umum saja melainkan pendidikan agama, pendidikan
kejuruan, pendidikan teknologi, pendidikan bahasa dan seni, pendidikan
humaniora dan lain-lain sesuai dengan aspek-aspek yang terkandung dalam
tujuan pendidikan nasional. Seseorang dapat menjadi manusia terdidik apabila
ia sudah mencapai kematangan. Kematangan hanya dapat dicapai melalui
kehidupan orang dewasa dan kedalaman pengalaman.13
Selanjutnya, Jean Piaget mengemukakan perkembangan kognitif anak
berlangsung secara teratur dan berurutan sesuai dengan perkembangan
umurnya. Anak dapat mencapai kematangan dan mampu berfikir seperti
orang dewasa, proses berfikir anak membaginya menjadi empat tahapan,
yakni:
11
Ibid.
12
Ibid.,hlm.14-15
13
Arifin, Konsep dan Model Prngembngan Kurikulum,hlm.58.
a. Tahap Senso motorik (0,0 – 2,0) tahap ini disebut juga tahap
discriminating and labeling. Kemampuan anak terbatas pada gerakan-
gerakan refleks, bahasa awal, waktu sekarang, dan ruang yang dekat
saja. Pada tahap ini anak melakukan kegiatan intelektual yang
diterima secara langsung melalui indra. Ketika anak mencapai
kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka
mengaplikasikannya pada objek-objek yang nyata.
b. Tahap pra-operasional (2,0 – 7,0). Tahap ini disebut juga tahap
prakonseptual atau masa intuitif. Kemampuan anak menerima
perangsang masih terbatas, perkembangan bahasa sangat pesat,
pemikirannya masih statis, belum dapat berfikir abstrak. Keputusan
yang diambil hanya berdasarkan intuisi, bukan berdasarkan analisis
rasional. Anak mengambil kesimpulan hanya berdasarkan sebagian
kecil yang diketahuinya dari suatu keseluruhan yang besar.
c. Tahap operasi konkret (7,0 – 11,0). Tahap ini disebut juga perfoming
operation. Anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir logis
dan sistematis dalam memecahkan masalah. Permasalahan yang
dihadapi adalah permasalahan yang konkret. Mereka menyukai soal-
soal yang tersedia jawabanya.
d. Tahap operasi formal (11,0 – 15,0). Tahap ini disebut juga
proporsional thinking. Anak mulai menggunkan pola pikir orang
dewasa, mampu berpikir tingkat tinggi, mampu berpikir deduktif-
induktif, berpikir analitis-sistesis, mampu berpikir abstrak dan
reflektif serta memecahkan berbagai masalah. Mereka dapat
megaplikasikan cara berpikir logis, baik masalahnya yang abstrak
maupun yang konkreat. Anak dapat mengemukakan ide atau gagasan,
berfikir tentang masa depan secara realistis.14
2. Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar,
yang secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang
terjadi melalui pengalaman. Segala perubaha tingkah laku baik yang
berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotorik terjadi karena proses
pengalaman yang selanjutnya dapat dikatakan sebagai perilaku belajar.
Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi karena instink atau karena
kematangan serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak termasuk
belajar.
15
Tim Pengembangan MKDP,Kurikulum dan Pembelajaran, hlm.27.
Menurut P. Hunt, ada tiga keluarga atau rumpunan teori belajar yang
dibahas dalam psikologi belajar, yaitu teori disiplin mental, teori
behaviourisme dan teori cognitif Gestald Field.16
1) Teori disiplin mental
Teori ini juga disebut sebagai teori Daya, Menurut teori ini bahwa dari
sejak kelahirannya atau secara herediter, seorang anak telah memiliki daya,
seperti daya melihat, meraba, mengigat, dan berpikir. Daya-daya tersebut
dapat dilatih atau didisiplinkan sehingga dapat berfungsi atau digunakan
untuk berbagai bidang pengetahuan. Menurut teori ini belajar adalah
merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.
Ada beberapa teori yang termasuk rumpun disiplin mental, yaitu;
a. Teori disiplin mental theistik
b. Teori disiplin mental humanistik
c. Teori naturalisme atau natural unfoldment atau self-actualization
d. Apersepsi atau Herbartisme.17
2) Teori behaviorisme
Teori ini berpijak pada sebuah asumsi bahwa anak atau individu tidak
memiliki atau tidak membawa potensi apa-apa dari kelahirannya.
Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari
lingkungan, seperti lingkungan sekolah, masyarakat, keluarga, alam, budaya,
religi, yang membentuknya. Menurut teori ini manusia aadalah organisme
yang pasif, sepenuhya adalah dipengaruhi oleh stimulus lingkungan. Teori ini
juga disebut teori S – R (stimulus respon) yang terdiri atas tiga teori yaitu:
a. Teori S – R Bond.
b. Teori Conditoning.
c. Teori Reinforcement.18
24
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di sekolah,hlm.12-13.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak
dihasilkan temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia
seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu
bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun tidak langsung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula
terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan
timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju
memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau
tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber
daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.
25
Tim Pengembangan MKDP,Kurikulum dan Pembelajaran, hlm.42.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi
yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada
kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan
pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi
yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam.
Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana,
pengalaman maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus
mengacu atau menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum
tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan
yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional yang telah digariskan dalam UU no. 20 tahun 2003.
Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar
dalam setiap pengembangan kurikulum, yaitu: Landasan Filosofis, Landasan
psikologis, Landasan Sosial-Budaya dan Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK).
B. Saran
Sebagai calon guru, mengingat salah satu fungsi dan peran guru
adalah sebagai pengembang kurikulum. Adapun modal dasar agar dapat
menghasilkan kurikulum yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang
berkepentingan ( Stake holder), salah satu syaratnya bahwa kurikulum harus
dikembangkan dengan didasarkan padam sejumlah landasan yang tepat, kuat
dan kokoh.
DAFTAR PUSTAKA