Anda di halaman 1dari 11

RESUME EPIDEMIOLOGI

“Kejadian Luar Biasa (KLB)”

DiSusun Oleh :

SHELA RAHAYU PUTRI


P0 0340421021

Dosen Pengajar :

Heru Laksono, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU

PRODI DIV ALIH JENJANG KEBIDANAN

TA.2021/2022
A. Pengertian KLB

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian

kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada

suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang

dapat menjurus pada terjadinya wabah (Permenkes No. 1501 Tahun 2010).

B. Karakteristik KLB

Kriteria KLB. Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB,

apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu

daerah.

2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun

waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis

penyakitnya.

3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan

dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu

menurut jenis penyakitnya.

4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka

rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-

rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.

2
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1

(satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh

persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu

penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu

periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu

periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

C. Penyakit yang berpotensi wabah/KLB

1. Penyakit Zoonosis

a. ANTRAKS

Penyakit Antraks adalah termasuk salah satu penyakit

Zoonosa yang disebabkan oleh Bacillus anthracis terutama pada

hewan memamah biak (sapi dan kambing). Penyakit Antraks atau

disebut juga Radang Lympha, Malignant pustule, Malignant

edema, Woolsorters disease, Rag pickers disease, Charbon. Kata

Antraks dalam bahasa Inggris berarti Batubara, dalam bahasa

Perancis disebut Charbon, kedua kata tersebut digunakan sebagai

nama penyakit pada manusia yang ciri utamanya ditandai dengan

luka yang rasanya pedih, ditengahnya berwarna hitam seperti batu

bara (Christie 1983).

Penyakit Antraks merupakan salah satu penyakit menular

yang dapat menimbulakan wabah, sesuai dengan undang-undang

3
Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010.

Penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan, oleh

karena itu yang diserang pada umumnya pekerja peternakan,

petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter hewan, pekerja

pabrik yang menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi

oleh spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk,

dan sebagainya.

Gambaran Klinis

Gejala klinis antraks pada manusia dibagi menjadi 4 bentuk

yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru dan

antraks meningitis.\

b. Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax)

Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan

kejadian antraks di Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari

ditandai dengan adanya papula pada inokulasi, rasa gatal tanpa

disertai rasa sakit, yang dalam waktu 2-3 hari membesar menjadi

vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan

menjadi jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak

berwarna hitam, kering yang disebut Eschar (patognomonik).

4
Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit kepala dan dapat

terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe regional. Apabila

tidak mendapat pengobatan, angka kematian berkisar 5-20%.

c. Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax)

Masa inkubasi 2-5 hari. Penularan melalui makanan yang

tercemar kuman atau spora misal daging, jerohan dari hewan,

sayur- sayuran dan sebagainya, yang tidak dimasak dengan

sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan yang

kurang bersih yang tercemar kuman atau spora antraks. Penyakit

ini dapat berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir

dengan kematian dalam waktu kurang dari 2 hari. Angka kematian

tipe ini berkisar 25-75%.

Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa

sakit perut hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, demam,

konstipasi, gastroenteritis akut yang kadang- kadang disertai darah,

hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran

kelenjar limfe daerah inguinal (lipat paha), perut membesar dan

keras, kemudian berkembang menjadi ascites dan oedem scrotum

serta sering dijumpai pendarahan gastrointestinal.

d. Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax)

Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis

antraks paru-paru sesuai dengan tanda-tanda bronchitis. Dalam

5
waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang dengan gangguan

respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor, keringat

berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat.

Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul.

e. Antraks Meningitis (Meningitis Anthrax)

Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain,

dimulai dengan adanya lesi primer yang berkembang menjadi

meningitis hemoragik dan kematian dapat terjadi antara 1-6 hari.

Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut yaitu

demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan

kesadaran dan kaku kuduk.

B. Langkah-langkah penanganan KLB

1. Tata Cara Pelaksanaan Penyelidikan Dan Penanggulangan Klb

Dalam melakukan penyelidikan dan penanggulangan KLB

penyakit menular dan keracunan pangan dapat dilaksanakan dengan

beberapa tahapan. Tahapan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan,

yang terpenting dalam tahapan kegiatan dipastikan memuat seluruh

unsur-unsur dalam pelaksanaannya. Tahapan tersebut adalah sebagai

berikut

2. Menegakkan atau Memastikan Diagnosis

Untuk membuat penghitungan kasus secara teliti guna keperluan

analisis di tahapan berikutnya maka perlu memastikan diagnosis dari

6
kasus-kasus yang dilaporkan terhadap KLB yang dicurigai. Alasan

mengapa langkah ini penting adalah :

Adanya kemungkinan kesalahan dalam diagnosis Memastikan

adanya tersangka atau adanya orang yang mempunyai sindroma

tertentu. Informasi bukan kasus (kasus-kasus yang dilaporkan tetapi

diagnosisnya tidak dapat dipastikan) harus dikeluarkan dari

informasi kasus yang digunakan untuk memastikan ada/tidaknya

suatu KLB.

Diagnosis yang didasarkan atas pemeriksaan klinis saja

mudah salah, sering tanda atau gejala dari banyak penyakit adalah

tidak begitu khas untuk dapat menegakkan suatu diagnosis.

Beberapa faktor penyulit lain seperti banyak penderita tidak

memperlihatkan sindroma yang khas bagi penyakit mereka, serta

dimungkinkan banyak serotipe dari spesies penyebab penyakit

menular terdapat secara bersamaan di masyarakat. Oleh karena itu,

bila mungkin harus dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk

memastikan diagnosis. Namun karena beberapa konfirmasi

laboratorium membutuhkan waktu, maka kriteria tanda-tanda dan

gejala-gejala suatu penyakit seperti pada daftar dibawah dapat

dipertimbangkan untuk menetapkan diagnosis lapangan.

Selanjutnya dapat ditetapkan orang-orang yang memenuhi

kriteria/gejala berdasarkan diagnosis lapangan dapat dikategorikan

7
sebagai kasus, sebaliknya orang- orang yang tidak memenuhi

kriteria/gejala dapat dikeluarkan dari kasus.

3. Memastikan terjadinya KLB

Dalam membandingkan insiden penyakit berdasarkan

waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa

(endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal

penyakit). Penggambaran pola penyakit penting untuk memastikan

terjadinya KLB adalah pola musiman penyakit ( periode 12 bulan)

dan kecederungan jangka panjang (periode tahunan). Dengan

demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus

dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama

bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda. Tujuan tahap

ini adalah untuk memastikan apakah adanya peningkatan kasus

yang tengah berjalan memang benar-benar berbeda dibandingkan

dengan kasus yang "biasa" terjadi pada populasi yang dianggap

mempunyai risiko terinfeksi. Apabila insidens yang tengah berjalan

secara menonjol melebihi insidens yang "biasa", maka biasanya

dianggap terjadi KLB. Perbedaan-perbedaan kecil antara insidens

yang "biasa" dan yang tengah berjalan dapat menimbulkan

ketidakpastian, sehingga peneliti harus selalu waspada mencari

kasus- kasus baru yang dapat memastikan dugaan adanya KLB.

Populasi beresiko pada KLB kadang belum dapat

dipastikan dengan teliti apabila KLB baru tersangka. Untuk itu

8
dapat diasumsikan dengan seluruh populasi yang tinggal pada

daerah geografik atau institusi tertentu tempat penyakit terjangkit.

Apabila tersangka KLB diketahui atau diduga berjangkit di suatu

populasi yang sangat terbatas misalnya suatu sekolah, rumah

perawatan, tempat pemeliharaan anak bayi disiang hari atau

kelompok sosial tertentu, maka informasi yang ada tentang angka

insidens yang "biasa" dan yang tengah berjalan pada kelompok

yang bersangkutan dapat digunakan untuk menetapkan terjadi atau

tidaknya KLB.

4. Menghitung jumlah kasus/angka insidens yang tengah berjalan

Apabila dicurigai terjadi suatu KLB, harus dilakukan

penghitungan awal dari kasus-kasus yang tengah berjalan (orang-

orang yang infeksinya atau keracunannya terjadi di dalam periode

KLB) untuk memastikan adanya frekuensi kasus baru yang

"berlebihan". Pada saat penghitungan awal itu mungkin tidak

terdapat cukup informasi mengenai setiap kasus untuk memastikan

diagnosis. Dalam keadaan ini, yang paling baik dilakukan adalah

memastikan bahwa setiap kasus benar-benar memenuhi kriteria

kasus yg telah ditetapkan.

Konfirmasi hasil pemeriksaan penunjang sering memerlukan

waktu yang lama, oleh karena pada penyelidikan KLB pemastian

diagnostik ini sangat diperlukan untuk keperluan identifikasi kasus

9
dan kelanjutan penyelidikan ini maka pada tahap ini paling tidak

dibuat distribusi frekuensi gejala klinis.

Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-

gejala yang ada pada kasus sebagai berikut :

a. Buat daftar gejala yang ada pada kasus

b. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut

c. Susun kebawah menurut urutan frekuensinya

5. Menggambarkan karakteristik KLB

Seperti disebutkan di atas, KLB sebaiknya dapat

digambarkan menurut variabel waktu, tempat dan orang.

Penggambaran ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat

disusun hipotesis mengenai sumber, cara penularan, dan lamanya

KLB berlangsung.

10
DAFTAR PUSTAKA

Penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan, Direktorat

Surveilans Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra, Ditjen

PPM&PL, Jakarta, 2013.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular tertentu

yang dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangannya. 2010.

Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 45/ 2014, tentang Penyelenggaraan

Surveilans Kesehatan

11

Anda mungkin juga menyukai