Arsitektur shoin-zukuri dikenal dengan gaya zig-zag sebagai akibat dari pola
adisi pada bentuk-bentuk persegi. Dengan cara seperti ini, setiap ruangan dapat
memiliki akses langsung dengan ruang eksterior, menerima matahari yang cukup
dan memiliki sirkulasi udara yang terjamin. Pertumbuhan bangunan semacam ini
didukung pula dengan adanya engawa yang cukup lebar, sehingga selain berfungsi
sebagai koridor, ia juga dapat berfungsi sebagai teras, atau perpanjangan ruang
dalam.
Selain itu, secara etimologi kata, kata shoin itu sendiri merujuk pada ruang
belajar, terutama pada ruang belajar pendeta Zen yang menjadi asal mula jenis
arsitektur ini. Pengertian ini tentunya sesuai dengan fungsi bangunan saya yang
juga merupakan tempat pembelajaran kebudayan Jepang.
KONSEP LANSEKAP
Ada satu hal yang tidak berubah sepanjang sejarah perkembangan arsitektur
Jepang, yaitu pentingnya taman dalam komposisi suatu bangunan, walaupun fungsi
taman ini berubah dari taman untuk dijalani hanya untuk shoin-zukuri (dinikmati
secara visual) hingga karesansui (taman kering dari pasir dan batu) sebagai
kontemplasi zen, elemen vista ini tidak pernah hilang. Taman berpegang pada
konsep trilogi heaven, human, and earth, karena segala sesuatu di bumi ini pasti
berkaitan dengan ketiga hal tersebut.
Bangunan utama sengaja diletakkan berbeda dengan bangunan lainnya karena
untuk memperlihatkan pada pengunjung bahwa itulah bangunan utama. Bangunan
utama diletakkan tegak lurus Utara Selatan, selain untuk memberikan efek yang
berbeda, adapula pada filosofi zen Jepang, yaitu akan sangat baik bila meletakan
pintu masuk pada bangunan utama ke arah Selatan.