PENDAHULUAN
Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan
pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita. Namun di lain
pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala,
seperti konversi lahan sawah subur yang terus berjalan, penyimpangan iklim, gejala
kelelahan tehnologi, penurunan kualitas sumber daya lahan yang berdampak terhadap
penurunan dan atau pelandaian produksi. Sistem produksi padi saat ini juga sangat
rentan terhadap penyimpangan iklim. Oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan beras
yang terus meningkat perlu diupayakan mencari terobosan teknologi budidaya yang
peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan
dengan hasil padi pada agroekosistem saat ini yang masih beragam antar lokasi dan
belum optimal. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain
pengendalian hama penyakit; 3) Penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang
dipilih kurang adaptif; 4) Kahat hara K dan unsur mikro; 5) Sifat fisik tanah tidak
optimal; 6) Pengendalian gulma kurang optimal (Makarim, AK., U.S. Nugraha dan
penggunaan teknologi baru yang efisien memberi peluang bagi petani produsen untuk
adalah (1) Mendorong sinergi antar subsistem agribisnis; (2) Meningkatkan akses
produktivitas melalui inovasi baru; (4) Memberikan insentif berusaha; (5) Mendorong
diversifikasi produksi; (6) Mendorong partisipasi aktif seluruh stake holder; (7)
produksi dan penanganan pasca panen, irigasi, koperasi, lumbung pangan desa,
Pembangunan dan pengembangan kawasan agribisnis padi yang modern, tangguh, dan
pemberian jaminan kehidupan yang lebih baik bagi petani; (2) Peningkatan efisiensi
usaha tani melalui inovasi unggul dan berdaya saing; (3) Pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam secara optimal, efisien dan produktif serta berkelanjutan yang dapat
dan masyarakat pedesaan; dan (5) Pengembangan kelembagaan dan kemitraan yang
dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang, yang merupakan
kearah yang lebih maju, efesien, dan tangguh serta mampu meningkatkan
3
tiap daerah.
tersebut belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh petani (BP2TP, 2008). Dua tahun
terakhir ini Kementrian Pertanian telah meluncurkan suatu program percepatan adopsi
teknologi khususnya untuk komoditas strategis (padi, jagung dan kedelai) dalam
pertanian yang dikelola oleh petani). Hamparan sawah milik petani peserta program
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) disebut hamparan SL-PTT dan hamparan sawah
tempat praktek sekolah lapang disebut laboratorium lapang (LL). Pada setiap SL-PTT,
petani akan dipandu oleh pemandu lapang yang akan membantu petani dalam aplikasi
teknologi pertanian yang dicanangkan untuk dapat diadopsi oleh petani pada lahan
pertanian yang mereka kelola. Pada proses pembelajaran dan penyuluhan dimaksud
4
diharapkan dapat terjadi komunikasi dua arah (antara petani dan penyuluh) secara
efektif, sehingga pesan-pesan yang disampaikan oleh pemandu lapang kepada petani
informasi yang tepat tentang kendala-kendala yang dihadapi petani di lapangan dalam
pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT), dan iklim
petani, dan kelestarian lingkungan. Pada hakekatnya PTT mengandung empat unsur
utama, yaitu: integrasi, interaksi, dinamis dan partisipatif. Dimana Integrasi dalam
iklim agar mampu meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman sehingga dapat
atau interaksi antara dua atau lebih komponen teknologi. Dinamis PTT bersifat
disesuaikan dengan keinginan dan pilihan petani. Oleh karena itu PTT selalu
ekonomi petani setempat. PTT bersifat partisipatif, artinya membuka ruang bagi
5
pengetahuan yang dimiliki kepada petani yang lain. Sekolah Lapang PTT merupakan
efektif dewasa ini, sehingga kegiatannya perlu untuk dilaksanakan dengan sebaik-
yang terjadi antara pemandu lapang sebagai pembawa/sumber pesan (source) dan
petani sebagai penerima pesan (receiver). Dalam kaitan itu, perlu dilakukan suatu
kajian dan analisis untuk mengetahui apakah proses komunikasi di dalam sekolah
(affective changes) dan konatif (conative changes) pada petani peserta program
Kalimantnan Barat dimulai sejak tahun 2010. SL-PTT di Provinsi Kalimntan Barat
Bengkayang dan Kabupaten Sanggau, baru kemudian menyusul kabupaten lain yang
beratkan pada upaya peningkatan mutu intensifikasi. Salah satu upaya pencapaian
target tersebut adalah dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi
sawah. Implementasi model ini dilaporkan dapat meningkatkan hasil padi sekitar 5,6
ton menjadi 7,3 – 9,6 ton/hektar dan pendapatan petani meningkat dari Rp. 1,6 juta
menjadi Rp.4,1 juta (BP2TP, 2008). Dengan pendekatan pengelolaan usahatani padi
secara terpadu, mulai pengelolaan budidaya dan pengelolaan hama penyakit secara
Hal ini disebabkan antara lain 1) SL-PTT merupakan program prioritas dari
Departemen Pertanian Republik Indonesia yang didukung dana besar dan diharapkan
menggabungkan semua komponen usaha tani terpilih yang serasi dan saling
setiap tingkatan mulai dari pusat sampai desa masih memerlukan proses dan waktu, 4)
7
Target sasaran produksi padi di areal SL-PTT ditargetkan mampu menaikan produksi
sebesar 0,5 - 1 ton / ha dan di areal LL dalam SL-PTT ditargetkan mampu menaikan
produksi sebesar 1 – 1,5 ton / ha; dan 5) Pola pemberian bantuan stimulan dari
Kecamatan Simpang Hilir merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten
Kayong Utara, yang memiliki peluang cukup besar dalam upaya peningkatan produksi
dan produktivitas padi, hal ini dapat dilihat dari angka luas panen pada tahun 2012
yaitu seluas 21.853 Ha dengan jumlah produksi sebesar 69.254 ton di mana
produktivitas mencapai 31,69 ku/ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1
berikut ini.
Tabel 1
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi
di Kabupaten Kayong Utara
Pada tahun 2012 salah satu kecamatan dengan jumlah produksi terbesar kedua
yang ada di Kabupaten Kayong Utara adalah Kecamatan Simpang Hilir. Jumlah
8
ku/ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi
Menurut Kecamatan di Kabupaten Kayong Utara
SL-PTT Padi dengan luas tanam 925 Ha dan dilaksanakan di lahan-lahan yang sudah
dikembangkan oleh petani serta Laboratorium Lapangan (LL) yang telah dibuat oleh
program SL-PTT di wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Luas Lahan dan Jumlah Poktan SL-PTT Menurut Desa di
Kecamatan Simpang Hilir Kabupaten Kayong Utara
SL-PTT dengan jumlah desa terbanyak yakni sebanyak delapan desa. Pada
produktivitas padi di Kecamatan Simpang Hilir pada tahun 2012 adalah sebesar 31,99
ku/ha. Hal ini menunjukan bahwa produktivitas padi pada tahun 2012 belum mencapai
sasaran produktivitas SL-PTT secara nasional yaitu 53,77 ku/ha, maka produktivitas
padi di Kecamatan Simpang Hilir masih belum sesuai dengan yang telah ditetapkan.
persepsi petani terhadap program SL-PTT padi dan penerapan teknologi pada program
B. Masalah Penelitian
terpilih yang serasi dan saling komplementer yaitu input produksi yang efisien menurut
spesifik lokasi sehingga petani mampu menghasilkan produktivitas tinggi dalam usaha
beberapa pertimbangan antara lain produksi yang lebih tinggi yang dapat menghasilkan
Terkait dengan pelaksanaan SL-PTT ini beberapa persoalan yang terungkap pada
tingkat BPKP Kayong Utara antara lain, ketersediaan tenaga untuk melakukan
ketingkat kecamatan tidak berjalan dengan baik. Hal ini berakibat pemahaman para
pihak mulai dari tingkat kabupaten ke bawah mungkin akan beragam, sehingga syarat
Masalah lainnya adalah koordinasi antara dinas teknis dan lembaga yang
program dinas teknis dan semua pembiayaan ada pada Dinas, sementara itu untuk
pemahaman petani tentang konsep PTT dan pilihan yang dapat dilakukan berdasarkan
pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana persepsi petani terhadap Sekolah
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi petani terhadap
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi di Desa Padu Banjar Kecamatan
D. Manfaat Penelitian
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lembaga
terkait, petugas lapangan dan kelompok tani dalam memberikan solusi terhadap
Utara.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak yang terkait di dalam mengambil kebijakan