Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan

pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita. Namun di lain

pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala,

seperti konversi lahan sawah subur yang terus berjalan, penyimpangan iklim, gejala

kelelahan tehnologi, penurunan kualitas sumber daya lahan yang berdampak terhadap

penurunan dan atau pelandaian produksi. Sistem produksi padi saat ini juga sangat

rentan terhadap penyimpangan iklim. Oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan beras

yang terus meningkat perlu diupayakan mencari terobosan teknologi budidaya yang

mampu memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usaha.

Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang

peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan

dengan hasil padi pada agroekosistem saat ini yang masih beragam antar lokasi dan

belum optimal. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain

disebabkan oleh : 1) Rendahnya efisiensi pemupukan; 2) Belum efektifnya

pengendalian hama penyakit; 3) Penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang

dipilih kurang adaptif; 4) Kahat hara K dan unsur mikro; 5) Sifat fisik tanah tidak

optimal; 6) Pengendalian gulma kurang optimal (Makarim, AK., U.S. Nugraha dan

U.G. Kartasasmita, 2000). Selanjutnya menurut Adnyana dan Kariyasa (2006),


1
2

penggunaan teknologi baru yang efisien memberi peluang bagi petani produsen untuk

memproduksi lebih banyak dengan korbanan lebih sedikit.

Strategi yang dapat ditempuh dalam meningkatkan produksi padi nasional

adalah (1) Mendorong sinergi antar subsistem agribisnis; (2) Meningkatkan akses

petani terhadap sumberdaya, modal, teknologi, pasar; (3) Mendorong peningkatan

produktivitas melalui inovasi baru; (4) Memberikan insentif berusaha; (5) Mendorong

diversifikasi produksi; (6) Mendorong partisipasi aktif seluruh stake holder; (7)

Pemberdayaan petani dan masyarakat ; (8) Pengembangan kelembagaan (kelembagaan

produksi dan penanganan pasca panen, irigasi, koperasi, lumbung pangan desa,

keuangan dan penyuluhan). Kebijakan pengembangan padi diarahkan pada : (1)

Pembangunan dan pengembangan kawasan agribisnis padi yang modern, tangguh, dan

pemberian jaminan kehidupan yang lebih baik bagi petani; (2) Peningkatan efisiensi

usaha tani melalui inovasi unggul dan berdaya saing; (3) Pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya alam secara optimal, efisien dan produktif serta berkelanjutan yang dapat

mendukung ketahanan ekonomi dan pelestarian lingkungan; (4) Pemberdayaan petani

dan masyarakat pedesaan; dan (5) Pengembangan kelembagaan dan kemitraan yang

modern, tangguh, efisien dan produktif (Anonim, 2005).

Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi kunci

dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang, yang merupakan

sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Program pembangunan

pertanian Indonesia ditunjukan untuk mendukung perkembangan sektor pertanian

kearah yang lebih maju, efesien, dan tangguh serta mampu meningkatkan
3

kesejahteraan petani dan pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri. Pemerintah

dalam pembangunan jangka panjang melakukan pengembangan sektor pertanian secara

teknis melalui intensifikasi, ekstensifikasi diversifikasi, dan rehabilitasi sedangkan

secara non teknis melalui pengembangan jumlah permintaan kebutuhan pangan,

peningkatan pendapatan petani, serta upaya pengembangan komoditas unggulan ditiap-

tiap daerah.

Teknologi pertanian khususnya teknologi padi telah banyak dihasilkan oleh

Badan Litbang Pertanian, namun demikian fakta lapangan menunjukkan teknologi

tersebut belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh petani (BP2TP, 2008). Dua tahun

terakhir ini Kementrian Pertanian telah meluncurkan suatu program percepatan adopsi

teknologi khususnya untuk komoditas strategis (padi, jagung dan kedelai) dalam

rangka mengantisipasi pemenuhan kebutuhan pangan yang semakin meningkat dari

waktu ke waktu. Program tersebut diperkenalkan dengan nama SL-PTT, yaitu

Sekolah Lapang-Pengelolaan Tanaman Terpadu (Suryana dkk., 2008).

SL-PTT merupakan program pembelajaran dan penyuluhan yang dilaksanakan

di tingkat petani, dimana keseluruhan prosesnya berlangsung di lapangan (pada lahan

pertanian yang dikelola oleh petani). Hamparan sawah milik petani peserta program

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) disebut hamparan SL-PTT dan hamparan sawah

tempat praktek sekolah lapang disebut laboratorium lapang (LL). Pada setiap SL-PTT,

petani akan dipandu oleh pemandu lapang yang akan membantu petani dalam aplikasi

teknologi pertanian yang dicanangkan untuk dapat diadopsi oleh petani pada lahan

pertanian yang mereka kelola. Pada proses pembelajaran dan penyuluhan dimaksud
4

diharapkan dapat terjadi komunikasi dua arah (antara petani dan penyuluh) secara

efektif, sehingga pesan-pesan yang disampaikan oleh pemandu lapang kepada petani

dapat diadopsi secara optimal, sedangkan pemandu lapang dapat memperoleh

informasi yang tepat tentang kendala-kendala yang dihadapi petani di lapangan dalam

aplikasi teknologi dimaksud sebagai bahan masukan (umpan balik) untuk

penyempurnaan program di masa yang akan datang.

Penerapan PTT Padi dirancang berdasarkan pengalaman penerapan berbagai

sistem intensifikasi padi yang pernah dikembangkan di Indonesia yang mencakup

pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT), dan iklim

secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan

petani, dan kelestarian lingkungan. Pada hakekatnya PTT mengandung empat unsur

utama, yaitu: integrasi, interaksi, dinamis dan partisipatif. Dimana Integrasi dalam

implementasinya adalah mengintegrasikan OPT, air, tanaman, sumberdaya lahan dan

iklim agar mampu meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman sehingga dapat

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi petani.

Interaksi adalah dimana pelaksanaannya berlandaskan pada hubungan sinergis

atau interaksi antara dua atau lebih komponen teknologi. Dinamis PTT bersifat

dinamis karena selalu mengikuti perkembangan teknologi dan penerapannya

disesuaikan dengan keinginan dan pilihan petani. Oleh karena itu PTT selalu

mencirikan spesifik lokasi. Teknologi yang dikembangkan melalui pendekatan PTT

senantiasa mempertimbangkan lingkungan fisik, biofisik, iklim dan kondisi sosial

ekonomi petani setempat. PTT bersifat partisipatif, artinya membuka ruang bagi
5

petani untuk memilih, mempraktekkan, dan bahkan memberikan saran kepada

penyuluh dan kepada peneliti untuk menyempurnakan PTT, serta menyampaikan

pengetahuan yang dimiliki kepada petani yang lain. Sekolah Lapang PTT merupakan

metode penyuluhan dalam menyebarluaskan teknologi baru yang dianggap paling

efektif dewasa ini, sehingga kegiatannya perlu untuk dilaksanakan dengan sebaik-

baiknya dengan mempertimbangkan kondisi agroklimat setempat serta teknologi

spesifik lokasi sehingga diharapkan mampu menghasilkan produkstivitas tinggi demi

peningkatan produksi yang berkelanjutan.

Keberhasilan program SL-PTT sangat bergantung pada efektivitas komunikasi

yang terjadi antara pemandu lapang sebagai pembawa/sumber pesan (source) dan

petani sebagai penerima pesan (receiver). Dalam kaitan itu, perlu dilakukan suatu

kajian dan analisis untuk mengetahui apakah proses komunikasi di dalam sekolah

lapang mampu membuat suatu perubahan kognitif (cognitive changes), afektif

(affective changes) dan konatif (conative changes) pada petani peserta program

tersebut sehingga pada akhirnya mereka mampu mengadopsi dan mengaplikasikan

teknologi yang diperkenalkan dalam rangka pencapaian sasaran utama yaitu

peningkatan produktivitas dan kesejahteraan.

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) di Provinsi

Kalimantnan Barat dimulai sejak tahun 2010. SL-PTT di Provinsi Kalimntan Barat

pada tahun 2010 dilaksanakan di enam kabupaten yakni Kabupaten Pontianak,

Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sambas, Kabupaten Landak, Kabupaten


6

Bengkayang dan Kabupaten Sanggau, baru kemudian menyusul kabupaten lain yang

ada di Provinsi Kalimantan Barat.

Program peningkatan produksi padi di Kabupaten Kayong Utara dititik

beratkan pada upaya peningkatan mutu intensifikasi. Salah satu upaya pencapaian

target tersebut adalah dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi

sawah. Implementasi model ini dilaporkan dapat meningkatkan hasil padi sekitar 5,6

ton menjadi 7,3 – 9,6 ton/hektar dan pendapatan petani meningkat dari Rp. 1,6 juta

menjadi Rp.4,1 juta (BP2TP, 2008). Dengan pendekatan pengelolaan usahatani padi

secara terpadu, mulai pengelolaan budidaya dan pengelolaan hama penyakit secara

terpadu diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani yang

selanjutnya memberi dampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

petani. Walaupun SL-PTT padi sudah dilaksanakan di Kabupaten Kayong Utara,

namun dalam pelaksanaannya masih mengalami banyak kendala dan permasalahan.

Hal ini disebabkan antara lain 1) SL-PTT merupakan program prioritas dari

Departemen Pertanian Republik Indonesia yang didukung dana besar dan diharapkan

dapat meningkatkan produksi padi/beras nasional sebesar 5 %; 2) SL-PTT

menggabungkan semua komponen usaha tani terpilih yang serasi dan saling

komplementer, untuk mendapatkan hasil panen yang optimal dan kelestarian

lingkungan, implementasi di tingkat petani memerlukan adaptasi dalam pemahaman

dan adopsi; 3) Dalam pelaksanaannya melibatkan keterpaduan dan dukungan semua

pemangku kepentingan dan pelaksanaannya harus terkoordinasi secara sinergis di

setiap tingkatan mulai dari pusat sampai desa masih memerlukan proses dan waktu, 4)
7

Target sasaran produksi padi di areal SL-PTT ditargetkan mampu menaikan produksi

sebesar 0,5 - 1 ton / ha dan di areal LL dalam SL-PTT ditargetkan mampu menaikan

produksi sebesar 1 – 1,5 ton / ha; dan 5) Pola pemberian bantuan stimulan dari

pemerintah kepada petani/kelompok masih selalu mengalami perubahan setiap

tahunnya (BPKP Kabupaten Kayong Utara, 2012).

Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupatan Kayong Utara (2012)

Kecamatan Simpang Hilir merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Kayong Utara, yang memiliki peluang cukup besar dalam upaya peningkatan produksi

dan produktivitas padi, hal ini dapat dilihat dari angka luas panen pada tahun 2012

yaitu seluas 21.853 Ha dengan jumlah produksi sebesar 69.254 ton di mana

produktivitas mencapai 31,69 ku/ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1

berikut ini.

Tabel 1
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi
di Kabupaten Kayong Utara

Luas Panen Produktivitas Produksi


No Tahun
(Ha) (Ku/Ha) (Ton)
1 2008 23.302 34,74 80.959
2 2009 15.228 33,19 50.536
3 2010 20.069 34,35 68.932
4 2011 21.581 31,73 68.466
5 2012 21.853 31,69 69.254
Sumber : BPS Kayong Utara, 2012

Pada tahun 2012 salah satu kecamatan dengan jumlah produksi terbesar kedua

yang ada di Kabupaten Kayong Utara adalah Kecamatan Simpang Hilir. Jumlah
8

produksi mencapai 17.591 ton/tahun dengan tingkat produktivitas mencapai 32,05

ku/ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi
Menurut Kecamatan di Kabupaten Kayong Utara

Luas Panen Produktivitas Produksi


No Kecamatan
(Ha) (Ku/Ha) (Ton)
1 Sukadana 6.608 34,17 22.388
2 Simpang Hilir 5.553 32,05 17.591
3 Teluk Batang 1.227 31,11 3.617
4 Seponti 4.315 30,59 13.124
5 Pulau Maya 3.878 30,72 11.746
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Kayong Utara, 2012

Kecamatan Simpang Hilir pada tahun 2012, telah melaksanakan program

SL-PTT Padi dengan luas tanam 925 Ha dan dilaksanakan di lahan-lahan yang sudah

dikembangkan oleh petani serta Laboratorium Lapangan (LL) yang telah dibuat oleh

program SL-PTT di wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3
Luas Lahan dan Jumlah Poktan SL-PTT Menurut Desa di
Kecamatan Simpang Hilir Kabupaten Kayong Utara

Luas Lahan Jumlah Poktan


No Desa
(Ha) SL-PTT
1 Nipah Kuning 75 3 Poktan
2 Batu Barat 75 3 Poktan
3 Medan Jaya 50 2 Poktan
4 Sei Mata Mata 225 9 Poktan
5 Rantau Panjang 50 2 Poktan
6 Penjalaan 100 4 Poktan
7 Padu Banjar 300 12 Poktan
8 Pemangkat 50 2 Poktan
Jumlah 925 37 Poktan
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kayong Utara, 2012
9

Pelaksanaan SL-PTT di Kecamatan Simpang Hilir merupakan pelaksanakan

SL-PTT dengan jumlah desa terbanyak yakni sebanyak delapan desa. Pada

pelaksanaan SL-PTT tersebut berdasarkan data menunjukkan bahwa tingkat

produktivitas padi di Kecamatan Simpang Hilir pada tahun 2012 adalah sebesar 31,99

ku/ha. Hal ini menunjukan bahwa produktivitas padi pada tahun 2012 belum mencapai

sasaran produktivitas SL-PTT secara nasional yaitu 53,77 ku/ha, maka produktivitas

padi di Kecamatan Simpang Hilir masih belum sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu diperlukan evaluasi terhadap mekanisme implementasi melalui

persepsi petani terhadap program SL-PTT padi dan penerapan teknologi pada program

SL-PTT padi di Kecamatan Simpang Hilir Kabupaten Kayong Utara.

B. Masalah Penelitian

Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) merupakan

Sekolah Lapangan bagi petani/kelompok tani dalam menerapkan berbagai teknologi

usahatani. Di dalamnya mencakup penggunaan gabungan semua komponen usaha tani

terpilih yang serasi dan saling komplementer yaitu input produksi yang efisien menurut

spesifik lokasi sehingga petani mampu menghasilkan produktivitas tinggi dalam usaha

taninya secara berkelanjutan. Perubahan dalam input usahatani padi membutuhkan

beberapa pertimbangan antara lain produksi yang lebih tinggi yang dapat menghasilkan

pendapatan yang tinggi pula. Pelaksanaan Program Sekolah Lapang Pengelolaan

Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi di Kabupaten Kayong Utara belum sepenuhnya

direspon secara baik oleh petani.


10

Terkait dengan pelaksanaan SL-PTT ini beberapa persoalan yang terungkap pada

tingkat BPKP Kayong Utara antara lain, ketersediaan tenaga untuk melakukan

pendampingan sangat terbatas, sementara itu mekanisme pelibatan penyuluh sampai

ketingkat kecamatan tidak berjalan dengan baik. Hal ini berakibat pemahaman para

pihak mulai dari tingkat kabupaten ke bawah mungkin akan beragam, sehingga syarat

keharusan kurang terpenuhi.

Masalah lainnya adalah koordinasi antara dinas teknis dan lembaga yang

menangani penyuluhan di daerah, utamanya kabupaten. Kegiatan SL-PTT merupakan

program dinas teknis dan semua pembiayaan ada pada Dinas, sementara itu untuk

pendampingan, diharapkan dilakukan oleh penyuluh yang ada di Badan Penyuluhan

Kabupaten. Kurangnya pendampingan dari penyuluh dikuatirkan akan mempersulit

pemahaman petani tentang konsep PTT dan pilihan yang dapat dilakukan berdasarkan

kondisi karakteristik wilayah.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukanan di atas, maka dapat dirumuskan

pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana persepsi petani terhadap Sekolah

Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi di Desa Padu Banjar

Kecamatan Simpang Hilir Kabupaten Kayong Utara ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi petani terhadap

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi di Desa Padu Banjar Kecamatan

Simpang Hilir Kabupaten Kayong Utara.


11

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lembaga

terkait, petugas lapangan dan kelompok tani dalam memberikan solusi terhadap

upaya peningkatan produksi padi, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran

dalam upaya perencanaan dan pengembangan komoditi padi di Kabupaten Kayong

Utara.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak yang terkait di dalam mengambil kebijakan

dalam pengembangan usahatani padi di Kabupaten Kayong Utara.

Anda mungkin juga menyukai