OLEH :
NURHALIZA TALIB
KELAS B
NIM : 841420091
Nurhaliza Talib
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II TELAAH PUSTAKA....................................................................................................
BAB III PERMASALAHAN DI INDONESIA........................................................................
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................................
BAB V PENUTUP.......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi
kurang pada anak balita, usia masuk sekolah baik pada lakilaki dan perempuan. Masalah gizi
pada usia sekolah dapat menyebabkan rendahnya kualiatas tingkat pendidikan, tingginya angka
absensi dan tingginya angka putus sekolah. Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status
gizi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu lama.
Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak)
akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal
seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Kekurangan gizi dalam waktu yang lama
itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama
Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan
vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani. Faktor ibu
dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada
anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup
dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan
sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak. (Kemkes, 2018).
Stunting merupakan hal yang dianggap orangtua sebagai sesuatu yang biasa. Orangtua
menganggap bahwa anak mereka masih bisa mengalami pertumbuhan sebab usianya masih balita
padahal bila stunting tidak terdeteksi secara dini, minimal sebelum berusia 2 tahun, maka
perbaikan untuk gizinya akan mengalami keterlambatan untuk tahun berikutnya. (Fitri, 2018).
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau
TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut
berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD
(sangat pendek / severely stunted). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan
baru nampak saat anak berusia dua tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth (tumbuh kejar)
mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan
pada pertumbuhan baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan
catcth up growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai
pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan
berat badan normal dapat mengalami stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak
terpenuhi dengan baik (Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
2017; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
TELAAH PUSTAKA
Telaah Pustaka Gangguan Tumbuh Kembang Pada Anak dengan masalah stunting
Pada penulisan makalah ini, penulis akan mengaitkan beberapa jurnal, sehingga didapatkan
keterkaitan antara jurnal dengan materi yang sebelumnya telah dibahas. Adapun pencarian dari
beberapa jurnal diantaranya adalah:
Pada penelitian pertama oleh Bagus Pratama,Dian Isti Angraini,Khairun Nisa.(2019) dengan
judul: Penyebab Langsung (Immediate Cause) yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada
Anak. yakni membahas tentang penyebab dari terjadinya kondisi malnutrisi dikarenakan oleh 3
penyebab utama, yaitu penyebab dasar (basic cause), penyebab yang mendasari (underlying
cause) dan penyebab langsung (immediate cause). Adapun hasil dari penelitian adalah akumulasi
dari penyebab yang mendasari dan penyebab dasar yang berperan langsung terhadap kejadian
stunting. Penyebab langsung adalah asupan makanan yang tidak cukup (asupan energi dan
protein) dan status infeksi (diare, ISPA dan cacingan) pada anak
Pada penelitian kedua oleh Iman Surya Pratama, Siti Rahmatul Aini, Baiq Fitria Maharani.
(2019) dengan judul : Implementasi Gasing (GERAKAN ANTI STUNTING) Melalui PHBS
Dan Pemeriksaan Cacing. yakni membahas tentang mengimplementasikan indikator PHBS
dalam pencegahan stunting melalui penyuluhan, demonstrasi, dan pemeriksaan. Adapun hasil
dari penelitian adalah Hasil pengolahan terhadap data antropometrik 132 siswa TK berusia
menunjukkan 28 siswa (21, 21 %) memiliki permasalahan gizi berdasarkan indeks TB/U dan
BB/U. Indeks TB/U memberikan indikasi masalah gizi pada masa lalu sehingga permasalahan
gizi bersifat kronis, sementara indeks BB/U cepat dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga
memberikan gambaran akut.
Pada penelitian ketiga oleh Erwina Sumartini (2019) dengan judul : : DAMPAK STUNTING
TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK yakni membahas tentang Status gizi secara
langsung memprediksi skor tes kognitif dan merupakan jalur dimana variable lain secara tidak
langsung mempengaruhi hasil dan perkembangan kognitif anak
Pada penelitian keempat oleh Yati Karyati , Aan Julia.(200) dengan judul : Pengaruh Jumlah
Penduduk Miskin, Laju Pertumbuhan Ekonomi, dan Tingkat Pendidikan terhadap Jumlah
Stunting di 10 Wilayah Tertinggi Indonesia Tahun 2010-2019 yakni membahas tentang
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Adapun hasil yang diperoleh
nilai probabilitas Jarque-Bera yang lebih besar dari tingkat signifikan 0.05 (0.906436 > 0.05)
yang artinya data berdistribusi normal.
Pada penelitian kelima oleh Alfiany Erdi Fadhilah, Suryanto, Mulyanto,(2022) dengan judul :
ANALISIS PENGARUH PREVALENSI STUNTING, KEMISKINAN, DAN PERAN ASI
EKSKLUSIF TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA yakni
membahas tentang Pada tahun 2019 – 2021 pengaruh stunting terhadap IPM memiliki tingkat
signifikansi yang rendah. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor lain yang dapat memengaruhi
IPM diluar model penelitian. Selain itu adanya hubungan positif antara kemiskinan dengan IPM
dikarenakan adanya peningkatan jumlah penduduk miskin selama periode tersebut yang
disebabkan oleh pandemi covid-19.
Pada penelitian keenam oleh Sutarto , Diana Mayasari , Reni Indriyani (2018) dengan
judul : Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya yakni membahas tentang Masalah gizi pada
usia sekolah dapat menyebabkan rendahnya kualiatas tingkat pendidikan, tingginya angka
absensi dan tingginya angka putus sekolah. Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status
gizi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu menjadi salah satu fokus pada target
perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025.
Pada penelitian ketujuh oleh dengan judul : Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan
Intervensi untuk Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan) yakni tentang
Intervensi dilakukan pada sepanjang siklus kehidupan baik di sektor kesehatan maupun non
kesehatan yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat seperti pemerintah, swasta, masyarakat
sipil, PBB melalui tindakan kolektif untuk peningkatan perbaikan gizi, baik jangka pendek
(intervensi spesifik) maupun jangka panjang (sensitif).
Pada penelitian kedelapan oleh Erik1 , Abdul Rohman2 , Anita Rosyana3 , Ayu Rianti4 ,
Emi Muhaemi5 , Ersih Elma Yuni6,DKK (2019) dengan judul : Stunting Pada Anak Usia Dini
(Study Kasus di Desa Mirat Kec Lewimunding Majalengka) yakni tentang temuan dari
penelitian lapangan yang berkaitan dengan kategori stunting, bagaimana seorang anak bisa
disebut dengan stunting, bagaimana cara mencegah agar anak tidak menjadi stunting, bagaimana
cara agar anak keluar dari status stunting, faktor- faktor apa saja yang memengaruhi stunting dan
bagaimanakah pola asuh serta sanitasi yang baik agar anak terhindar dari stunting.
Pada penelitian kesembilan oleh Nova Dwi Yanti, Feni Betriana Dan Imelda Rahmayunia
Kartika (2020) dengan judul : Faktor Penyebab Stunting Pada Anak.tentang mengulas factor
yang menyebabkan stunting,diantaranya pengetahuan ibu dan pola asuh orang tua,asupan
gizi,berat badan lahir rendah (BBLR),dan status ekonomi keluarga. Dimana ditemukan hasil
pengetahuan ibu dan pola asuh orang tua,asupan gizi,BBLR,dan status ekonomi diindikasikan
sebagai factor penyebab stunting di usia emas anak.
Pada penelitian kesepuluh oleh Mukti Fajar Artika (2017) dengan judul : Pengaruh
Stunting Pada Tumbuh Kembang Anak. Yaitu tentang Tumbuh kembang terdiri atas dua
peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan
ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan
bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan berat (gram, kilogram), satuan panjang
(cm, m), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh).
Adapun Pada penelitian kesebelas oleh Anisa Maulid, Supriyadi, Sofia Rhosma Dewi
(2018) dengan judul : Hubungan Peran Keluarga Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia
Toddler Di Wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember.yakni membahas tentang Istilah
terrible twos sering digunakan untuk menjelaskan masa toddler, periode dari usia 12 sampai 36
bulan. Masa ini merupakan masa esplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha
mencari tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melakukan perilaku
temper tantrum, negativisme dan keras kepala. Salah satu yang mempunyai peran penting dalam
melakukan pencgahan adalah keluarga dengan cara kewaspadaan terhadap kejadian stunting.di
dapatkan hasil penelitian menunjukkan mayoritas peran keluarga dalam sudah baik yaitu 55
orang (78,6%) dan balita dengan tumbuh kembang normal berjumlah 54 orang (77,1%). Hasil uji
statistik menggunakan uji Spearmen Rho diperoleh hasil p value = 0,000 < 0,05 sehingga H0
ditolak yang berarti terdapat hubungan Peran Keluarga Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Usia Toddler Di Wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk Jember. Diharapkan dapat menambah
wawasan keluarga akan pentingnya kejadian stunting pada anak usia toddler.
Dari sebelas jurnal yang ditelaah dari beberapa penelitian didapatkan titik persamaan dan
perbedaanya.ditemukan titik persamaanya dari penelitian yang diperoleh dari 9 jurnal,yakni
secara sama membahas tentang masalah stunting yang penyebabnya itu karena kekurangan gizi
dalam jangka waktu yang lama yang sekarang ini menjadi masalah kesehatan utama di
Indonesia.sedangkan perbedaanya yaitu pada penelitian kedua oleh Iman Surya Pratama, Siti
Rahmatul Aini, Baiq Fitria Maharani.(2019) dengan judul : Implementasi Gasing (GERAKAN
ANTI STUNTING) Melalui PHBS Dan Pemeriksaan Cacing.yakni membaha tentang
mengimplementasikan PHBS dalam pencegahan stunting melalui penyuluhan, demonstrasi, dan
pemeriksaan.
BAB III
PERMASALAHAN DI INDONESIA
Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya
kasus gizi kurang pada anak balita, usia masuk sekolah baik pada lakilaki dan perempuan.
Masalah gizi pada usia sekolah dapat menyebabkan rendahnya kualiatas tingkat pendidikan,
tingginya angka absensi dan tingginya angka putus sekolah.1 Malnutrisi meru-pakan suatu
dampak keadaan status gizi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu lama.
Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi
masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Stunting diukur sebagai
status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur, dan jenis kelamin balita.
Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di masyarakat menyebabkan
kejadian stunting sulit disadari. Hal tersebut membuat stunting menjadi salah satu fokus pada
target perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka stunting tinggi. Berdasarkan
hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi stunting secara nasional mencapai 37,2% dan pada tahun
2018 stunting di Indonesia mempengaruhi 30,8% anak-anak di bawah usia lima tahun. Meskipun
secara angka menunjukan penurunan, namun kondisi ini masih menghawatirkan, karena masih
melebihi batasan non public health WHO yaitu 20%. Prevalensi stunting mempengaruhi satu dari
tiga anak balita, yang merupakan proporsi yang menjadi masalah kesehatan masyarakat menurut
kriteria WHO (UNICEF Indonesia. 2012).
Prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita) Indonesia pada 2015 sebesar
36,4%. Artinya lebih dari sepertiga atau sekitar 8,8 juta balita mengalami masalah gizi di mana
tinggi badannya di bawah standar sesuai usianya. Stunting tersebut berada di atas ambang yang
ditetapkan WHO sebesar 20%. Prevalensi stunting balita Indonesia ini terbesar kedua di kawasan
Asia Tenggara di bawah Laos yang mencapai 43,8%.Namun, berdasarkan Pantauan Status Gizi
(PSG) 2017, balita yang mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari
9,8% masuk kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Dalam 1.000 hari pertama
sebenarnya merupakan usia emas bayi tetapi kenyataannya masih banyak balita usia 0- 59 bulan
pertama justru mengalami masalah gizi.
Guna menekan masalah gizi balita, pemerintah melakukan gerakan nasional pencegahan
stunting dan kerjasama kemitraan multi sektor. Tim Nasional Percepatan Penanggulanan
Kemiskinan (TNP2K) menerapkan 160 kabupaten prioritas penurunan stunting. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, terdapat 15 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting
di atas 50% (Bhutta et al., 2010; UNICEF, 2017).
Pada tahun 2018 Kemenkes RI kembali melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) tentang
Prevalensi Stunting. Berdasarkan Penelitian tersebut angka stunting atau anak tumbuh pendek
turun dari 37,2 persen pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8 (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018). Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Beberapa
indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan
dengan standar deviasi unit z (Z- score) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
Untuk menangani kasus stunting Masyarakat Desa baik tokoh agama, tokoh adat, tokoh
masyarakat, pemerintah desa, lembaga desa, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), karang
taruna, kader posyandu, kader desa, bidan desa, guru PAUD serta masyarakat yang peduli
kesehatan dan pendidikan berperan aktif dalam memonitor seluruh sasaran sunting pada 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK)
BAB IV
PEMBAHASAN
DEFINISI
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika
dibandingkan umur.kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari standar
deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO.
Stunting memiliki implikasi biologis terhadap perkembangan otak dan neurologis yang
diterjemahkan kedalam penurunan nilai kognitif. Selama periode perubahan dan perkembangan
yang cepat, otak akan beradaptasi dengan kondisi lingkungan dengan perubahan yang
berlangsung lama pada korteks prefrontal yang mempengaruhi perhatian dan memori serta
penurunan kepadatan dendritik pada hippocampus yang mengganggu pembentukan dan
konsolidasi memori. Efek lain dari kurang gizi yaitu berkurangnya mielinisasi serat akson, yang
dapat mengurangi kecepatan transmisi sinyal neurologis (Subrhmanian SV, Guevara IM, Krishna
A. 2016).
1.Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai
kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa
fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak
menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP- ASI). MP-ASI diberikan/mulai
diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis
makan- an baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang
tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem
imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.
2.Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan pembelajaran dini yang
berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan
bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di
2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2
dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih
terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6
tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
3.Masih kurangnya akses rumah tangga / keluarga ke makanan bergizi. Penyebabnya karena
harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.
4.Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan
bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) di ruang terbuka, serta 1
dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.
Manifestasi klinis
Gejala stunting menurut (kemenkes, 2017)
Dampak Stunting
Masalah gizi terutama masalah balita stunting dapat menyebabkan proses tumbuh kembang
menjadi terhambat, dan memiliki dampak negatif yang akan berlangsung untuk kehidupan
selanjutnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa balita pendek sangat berhubungan dengan
prestasi pendidikan yang kurang dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa (Astutik,
Rahfiludin, & Aruben, 2018).
Menurut WHO (2018), dampak yang terjadi akibat stunting dibagi menjadi dampak jangka
pendek dan dampak jangka panjang.
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek bila dibandingkan pada umumnya)
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya
Usia 0–2 tahun atau usia bawah tiga tahun (batita) merupakan periode emas (golden age) untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan yang
sangat pesat. Periode 1000 hari pertama sering disebut window of opportunities atau periode
emas ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa janin sampai anak usia dua tahun terjadi
proses tumbuh-kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok usia lain. Gagal
tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan pada usia dewasa. Oleh
karena itu perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan masalah stunting ini mengingat tingginya
prevalensi stunting di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan kebijakan pencegahan stunting,
melalui Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Peningkatan
Percepatan Gizi dengan fokus pada kelompok usia pertama 1000 hari kehidupan, yaitu sebagai
berikut: (Kemenkes RI, 2013).
1. Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan
3. Pemenuhan gizi
6. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan
7. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi diatas 6 bulan hingga 2 tahun
Selain itu, pemerintah menyelenggarakan pula PKGBMyaitu Proyek Kesehatan dan Gizi
Berbasis Masyarakat untuk mencegah stunting. PKGBM adalah program yang komprehensif dan
berkelanjutan untuk mencegah stunting di area tertentu. Dengan tujuan program sebagai berikut:
a. Mengurangi dan mencegah berat badan lahir rendah, kurang gizi, dan stunting pada anak –
anak
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN