Anda di halaman 1dari 34

BAB I

LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama : An. AJ
Tanggal lahir : 13/08/2003
Umur : 13 tahun 5 bulan
No. CM : 2016-730232
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jln. Kp Kalimanggis RT.3/6
Tanggal Masuk RS : 28/12/2016 (11:30)
Tanggal Periksa : 31/12/2016
Tanggal Pulang : -

2.2 Anamnesis

1. Keluhan utama : Sesak nafas yang dirasakan memberat sejak 3 hari


SMRS

2. Keluhan tambahan : Nyeri dada, ruam hampir disekujur tubuh yang terasa
gatal dan lemas.

3. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo tanggal
28/12/2016 pukul 01:33 dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak seminggu
SMRS. Sesak tersebut dirasakan memberat sejak 3 hari SMRS dan disertai nyeri dada
sehingga mengganggu aktivitas. Keluhan sesak juga disertai dengan dada berdebar –
debar. Pasien mengeluh sesak napasnya tidak dipengaruhi oleh udara dingin, tetapi
apabila berjalan atau beraktivitas ringan, sesak akan muncul, cepat lelah dan terasa lebih
nyaman apabila posisi duduk. Pasien juga mengeluh pernah terbangun dari tidur malam
hari karena sesaknya.
Tiga minggu yang lalu pasien mengeluhkan pergelangan kaki kirinya terasa sakit, seperti
keseleo yang muncul tiba – tiba, tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Sakit pada
pergelangan kaki tersebut tampak bengkak dan kemerahan, lokasinya berpindah – pindah,
awalnya pada pergelangan kaki kiri, kemudian berpindah ke lutut kaki kiri, berpindah ke
lutut kanan dan pada lipat siku kiri, keluhan ini disertai demam, mual dan sakit

3
tenggorokan. Dua minggu kemudian, pasien mengeluh muncul ruam merah pada hampir
seluruh tubuh yang terasa gatal terutama bagian kelamin. 1 minggu SMRS, terdapat
beberapa benjolan pada kulit kepala pasien yang muncul saat demam lalu menghilang 1
hari kemudian. Selain itu orang tua pasien mengeluhkan anaknya mengalami penurunan
berat badan dari 54 kg menjadi 44 kg dalam jangka waktu satu bulan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah beberapa kali mengalami demam, yang
diikuti dengan batuk atau nyeri tenggorokan. Terdapat gigi bolong satu buah.

5. Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada keluarga pasien yang sedang mengalami demam dan disertai batuk atau nyeri
tenggorokan.
Nenek pasien ada riwayat penyakit jantung

6. Riwayat Kehamilan
- Ibu pasien ANC teratur di bidan dan Puskesmas
- Riwayat demam, hipertensi, diabetes selama hamil disangkal
- Riwayat minum obat-obatan selama hamil disangkal

7. Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara, lahir secara pervaginam di bidan berat
badan lahir ± 3400 gram, panjang badan 48 cm.

8. Riwayat Pemberian Makanan


- 0 – 6 bulan : ASI
- 6 bulan – 2 tahun : ASI + bubur
- 2 tahun – sekarang : makanan keluarga

9. Riwayat Imunisasi : Ibu pasien mengaku kalau pasien mendapatkan imunisasi DPT, Hep
B, BCG, Polio,

2.3 Pemeriksaan Fisik

Vital Sign
Keadaan Umum : Sakit sedang

4
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/50 mmHg
Nadi : 105 kali/menit
Frekuensi Pernafasan: : 36 kali/menit
Temperatur : 36,4° C

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephali, wajah simetris tidak adak jejas
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : PCH (-), sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir kering (+), sianosis sentral (-), caries dentis (+),
kandidiasis (-), tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-).
Leher : retraksi suprasternal (+), pembesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-).
Thoraks : I : simetris, retraksi intercostal (+/+), jejas (-).
P : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midaxilaris anterior sinistra,
krepitasi (- /-)
P : sonor (+/+)
A : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor : I : pulsasi ictus kordis (-),
P : ictus cordis di ICS 5 linea midaxilaris anterior sinistra
P : batas kanan di linea parasternal kanan
Batas kiri di linea mid axilaris anterior sinistra
Batas atas di ICS 2 linea midclavicularis sinistra
A : HR 105x/menit, regular, murmur (+)
Abdomen : I : Simetris, jejas (-), distensi (-)
P : Supel, organomegali (-)
P : Timpani, asites (-), shifting dullness (-)
A : peristaltik usus normal.
Ekstremitas : edema ekstremitas inferior, non pitting edema, sianosis (-), pucat (+)
akral teraba dingin.

5
Status Gizi
BB : 44 kg
TB : 142 cm
BB/U : < persentil 50
TB/U : persentil 5
BB/TB : 105 % (Gizi Baik)
IMT : P5 – P85 (healthy weight)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. EKG

6
Kesimpulan EKG : abnormal EKG, sinus takikardi

Laboratorium
Darah rutin
Tanggal 28 Desember 2016
Hemoglobin : 8,6 gr/dl ()
Hematokrit : 26% ()
Eritrosit : 3,2 juta ()
Leukosit : 10.10 x 103
Trombosit : 284 ribu

7
Hitung Jenis
Basofil : 0%
Eosinofil : 1%
Neutrofil Batang : 0 % ()
Neutrofil Segmen : 59 %
Limfosit : 31%
Monosit : 9% ()

KIMIA KLINIK
SGOT (AST) : 21 U/L
SGPT (ALT) : 17 U/L
Ureum Darah : 22 mg/dL
Kreatinin Darah : 0.38 mg/dL
eGFR : 337.5 mL/min/1.73 m2
GDS : 99 mg/dL

SEROLOGI
CRP (P54) : 78.3 mg/dL ( n: <5)
ASTO kuantitatif : 800 IU/mL ( n: <200)

8
2. Radiologi
Foto thorax :

Hasil:
Cor : Kesan membesar, aorta normal, trakea ditengah.
Pul : Hili normal, infiltrate dikedua paru terutama di sentral. Sinus
costoprenicus dan diagframa baik. Jaringan lunak dan tulang – tulang
dinding dada baik.
Kesan :
- Kardiomegali, dapat sesuai ec PJB
- Suspek awal bendungan paru
- Pneumonia (mohon konfirmasi dengan hasil lab)

9
Echokardiografi :
Tanggal 29 Desember 2016

Kesimpulan:
- Severe MR due to RHD
- Severe TR due to functional
- Severe AR due to RHD
- PH (pulmonary hypertension)

2.5 Diagnosa

Rheumatoid Heart Disease + severe MR AR

10
2.6 Tatalaksana

 O2 nasal kanul 1-2 L/ menit


 IVFD Ring As 20 tpm
 Inj. Cinam 3 x 500 mg
 Furosemide tab 2 x 20 mg
 Captopril tab 3 x 6,25mg
 Digoxin tab 1 x 0.125mg
 Spironolactone tab 1 x 12.5mg
 Methyl prednisolone 2 x 50mg

2.7 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad Bonam


Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Malam

2.8 Follow Up Harian

TGL VITAL SIGN PEMERIKSAAN FISIK TERAPI


29/12/201 KU: sesak (+), Kepala : Wajah simetris - Terapi:
6 nyeri dada kiri Mata : konj. Palpebra inf - O2 nasal kanul
berkurang. anemis (+/+), sclera 1-2 L/ menit
ikterik (-/-) mata
Demam (-) cekung (-) - IVFD Ring As
sudah bisa 20 tpm
Telinga : Normotia, sekret (-)
tidur. Tidak - Inj. Cinam 3 x
Hidung : NCH (-), Sekret (-),
BAB 3 hari. epistaksis (-) 500 mg
Mulut : Mukosa bibir kering - Furosemide
(+/+), sianosis (-)
tab 2 x 20 mg
Vital Sign: Leher : Pembesaran KGB (-)
- Captopril tab 3
HR: 105 x/mnt Thorak :
x 6,25mg
RR : 36 x/mnt I : Simetris
- Digoxin tab 1

11
T : 36,4 0C P : NT (-) x 0.125mg
P : Sonor
TD : 120/60 - Spironolactone
A : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
mmHg Cor : Bj I > BJ II, Reg, tab 1 x 12.5mg
murmur (+)
- Methyl
Abd :
I : Distensi (-) prednisolone 2
P: supel, H/L/R tidak teraba, x 50mg
turgor kembali cepat
A: Peristaltik (+) kesan Penunjang:
normal Echocardiogram

Extr : Sup : edema (-/-),


pucat (-/-), ikterik
(-/-)
Inf : edema (+/+),
pucat (-/-), ikterik
(-/-)
Ass :
RHD + severe MR AR

TGL VITAL SIGN PEMERIKSAAN FISIK TERAPI


30/12/201 KU: keringat Kepala : Wajah simetris - Terapi:
6 dingin. Nyeri Mata : konj. Palpebra inf
- O2 nasal kanul
dada (-) sesak anemis (+/+), sclera 1-2 L/ menit
ikterik (-/-) mata
(+) badan cekung (-) - IVFD Ring As
lemas (+) BAB 20 tpm
Telinga : Normotia, sekret (-)
ada, sedikit. - Inj. Cinam 3 x
Hidung : NCH (-), Sekret (-),
epistaksis (-) 500 mg
Mulut : Mukosa bibir kering - Furosemide
Vital Sign: (+/+), sianosis (-)
tab 2 x 20 mg
HR: 100 x/mnt Leher : Pembesaran KGB (-) - Captopril tab 3
RR : 36 x/mnt Thorak :
x 6,25mg
T : 35,7 0C I : Simetris
P : NT (-)
- Digoxin tab 1
TD : 120/40
P : Sonor x 0.125mg
mmHg A : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

12
Cor : Bj I > BJ II, Reg, - Spironolactone
murmur (+)
tab 1 x 12.5mg
Abd :
I : Distensi (-) - Methyl

P: supel, H/L/R tidak teraba, prednisolone 2


turgor kembali cepat x 50mg
A: Peristaltik (+) kesan
normal
Extr : Sup : edema (-/-),
pucat (-/-), ikterik
(-/-)
Inf : edema (+/+),
pucat (-/-), ikterik
(-/-)
Ass :
RHD + severe MR AR

TGL VITAL SIGN PEMERIKSAAN FISIK TERAPI


31/12/201 KU: nyeri Kepala : Wajah simetris Terapi lanjut
6 dada kiri Mata : konj. Palpebra inf
menjalar anemis (+/+), sclera
ikterik (-/-) mata
hingga ke cekung (-)
punggung,
Telinga : Normotia, sekret (-)
sesak (-) badan
Hidung : NCH (-), Sekret (-),
lemas (+) epistaksis (-)
malam tidak Mulut : Mukosa bibir kering
bisa tidur. (+/+), sianosis (-)
BAB (-) BAK Leher : Pembesaran KGB (-)
(+) Thorak :
I : Simetris
P : NT (-)
Vital Sign: P : Sonor
A : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

13
HR: 108 x/mnt Cor : Bj I > BJ II, Reg,
murmur (+)
RR : 38 x/mnt
T : 36,5 02 Abd :
I : Distensi (-)
TD : 110/50
P: supel, H/L/R tidak teraba,
mmHg turgor kembali cepat
A: Peristaltik (+) kesan
normal
Extr : Sup : edema (-/-),
pucat (-/-), ikterik
(-/-) akral dingin
Inf : edema (+/+),
pucat (-/-), ikterik
(-/-) akral dingin
Ass :
RHD + severe MR AR

TGL VITAL SIGN PEMERIKSAAN FISIK TERAPI


2/1/2017 KU: nyeri Kepala : Wajah simetris Terapi lanjut
dada (-) batuk Mata : konj. Palpebra inf
(-) sesak (-) anemis (+/+), sclera
ikterik (-/-) mata
Batuk (-) cekung (-)
sudah bisa
Telinga : Normotia, sekret (-)
tidur malam.
Hidung : NCH (-), Sekret (-),
epistaksis (-)
Mulut : Mukosa bibir kering
Vital Sign: (+/+), sianosis (-)

HR: 107 x/mnt Leher : Pembesaran KGB (-)


RR : 26 x/mnt Thorak :
T : 36,5 0C I : Simetris
TD : 110/40 P : NT (-)
P : Sonor
mmHg A : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

14
Cor : Bj I > BJ II, Reg,
murmur (+)
Abd :
I : Distensi (-)
P: supel, H/L/R tidak teraba,
turgor kembali cepat
A: Peristaltik (+) kesan
normal
Extr : Sup : edema (-/-),
pucat (-/-), ikterik
(-/-)
Inf : edema (+/+),
pucat (-/-), ikterik
(-/-)
Ass :
RHD + severe MR AR

15
BAB II

PENDAHULUAN

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini
merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung,
sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut adalah sinonim dari demam rematik
dengan penekanan akut, sedangkan yang dimasuk demam rematik inaktif adalah pasien-
pasien dengan demam rematik tanpa tanda-tanda radang. 1,2,3,4

Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik,
merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-
anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok 5-15 tahun;
penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.
Prevalensi demam rematik atau penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO
mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh,
Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan
prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000 anak sekolah.4
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November 2001
yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di Negara
maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di daerah Asia Tenggara
diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 2.000-332.000 penduduk yang
meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.5
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun
beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung
rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara
kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi dari
angka tersebut, mengingat penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam rematik.6

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEMAM REMATIK AKUT

2.1.1 Etiologi

Demam rematik akut disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi sebagai sekuel
dari infeksi streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada kulit. Tingkat serangan
demam rematik akut setelah infeksi streptokokus bervariasi tergantung derajat infeksinya,
yaitu 0,3 sampai 3 persen. Faktor predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang
menderita demam rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk),
dan usia antara 6 sampai 15 tahun (dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun).7

2.1.2. Patologi

Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama pada jantung,
otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut sebagai pankarditis, dengan
miokarditis sebagai bagian yang paling utama. Saat ini, diketahui bahwa komponen katup
yang mungkin sama atau lebih penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun
pericardium. Pada miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan
dan kadar troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung rematik tidak
hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya,
namun seluruh katup mitral mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya
korda tendineae).7,8

Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat mengalami
kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada katup trikuspid dan
pulmonalis. Badan Aschoff yang ditemukan pada otot jantung atrium merupakan salah satu
tanda khas pada demam rematik.

17
Badan Aschoff terdiri dari lesi-lesi peradangan yang disertai dengan pembengkakan,
serat kolagen yang berfragmen, dan perubahan jaringan penyambung, yang saat ini dianggap
sebagai sel miokardium yang mengalami nekrosis.7

Gambar 2.1

2.1.3. Manifestasi Klinis

Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones. Kriteria


tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat gejala minor, dan (3)
bukti pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A.5,7,8 Lihat tabel 2.1.

 Karditis
 Poliartritis
Gejala Mayor  Khorea
 Eritema marginatum
 Nodul subkutan
Gejala Minor Temuan klinis :

 Riwayat demam rematik atau penyakit jantung


rematik
 Arthralgia
 Demam
Temuan laboratorium:

 Peningkatan reaktan fase akut ( laju pengendapan


eritrosit, protein C-reaktif)

18
 Pemanjangan interval PR
Bukti yang  Kultur tenggorok atau pemeriksaan antigen
mendukung adanya streptokokus hasilnya (+)
infeksi streptokokus  Peningkatan titer antibodi streptokokus
grup A

Tabel.2.1 Kriteria Jones

Kriteria Mayor

1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita
pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit
jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik
berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat
bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif.
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul
pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif
biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. 5
2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas,
dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik
paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya
berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian
berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada
beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada
satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya
mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu criteria
mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis
harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan
laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti
Streptokokus lainnya yang tinggi.5
3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan
yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan

19
otot dan ketidakstabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia
3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea
Sydenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga
dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan
kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul
secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan
lagi pada saat korea mulai timbul.5,7
4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam
rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah,
tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas
secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare
rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian
proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat
bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian
tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.
Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.5

Gambar 2.2 Eritema marginatum

20
5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan
terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis.
Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit
di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini
pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.5,7

Gambar 2.3 Nodul Subkutan

Gambar 2.4 Manifestasi klinis demam rematik akut

Kriteria Minor

1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada
kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit
jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak
tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak
terdiagnosis.5,7

21
2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan
atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada
otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang
lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai
kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.5
3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai
39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai
suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda
infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit
lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.5
4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar
protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan
peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan
pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor
yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus
anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada
anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap
darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun
apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi
Streptokokus akut dapat dipertanyakan. 5,8
5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan
abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai
pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam
rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda
yang memadai akan adanya karditis rematik.5,7

22
Bukti yang mendukung

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk


demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi Streptokokus. Titer
ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit
Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80%
kasus demam rematik akut.5

Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan


tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun,
biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi Streptokokus
akut.5

2.1.4. Diagnosis

Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana didapatkan


minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah adanya
bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Dua gejala mayor selalu
lebih kuat dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala minor. Arthralgia atau
pemanjangan interval PR tidak dapat digunakan sebagai gejala minor ketika menggunakan
karditis dan arthritis sebagai gejala mayor. Tidak adanya bukti yang mendukung adanya
infeksi streptokokus grup A merupakan peringatan bahwa demam rematik akut mungkin
tidak terjadi pada pasien (kecuali bila ditemukan adanya khorea). Murmur innocent (Still’s)
sering salah interpretasi sebagai murmur dari regurgitasi katup mitral (MR) dan oleh
karenanya merupakan penyebab yang sering dari kesalahan diagnosis dari demam rematik
akut. Murmur dari MR merupakan tipe regurgitan sistolik (berawal dari bunyi jantung I)
sedangkan murmur innocent merupakan murmur dengan nada rendah dan tipe ejeksi.7

Pengecualian dari kriteria Jones meliputi tiga keadaan berikut ini:

1. Khorea mungkin timbul sebagai satu-satunya gejala klinis dari demam rematik.
2. Karditis indolen mungkin satu-satunya gejala klinis pada pasien yang datang ke
tenaga medis setelah berbulan-bulan dari onset serangan demam rematik.
3. Kadang-kadang, pasien dengan demam rematik rekuren mungkin tidak memenuhi
kriteria Jones.

23
2.1.5. Diagnosis Banding

Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam rematik akut. Temuan
klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile antara lain : keterlibatan dari sendi-sendi
kecil di perifer, sendi-sendi besar terkena secara simetris tanpa adanya arthritis yang
berpindah, kepucatan pada sendi yang terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus,
perjalanan penyakit yang lebih indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi salisilat
selama 24 sampai 48 jam.7

Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE, penyakit jaringan


penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk arthritis poststreptococcal; serum
sickness; dan infeksius arthritis (seperti gonokokus), kadang-kadang perlu dibedakan.7

Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella, parvovirus, virus hepatitis B,
herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada orang dewasa. Penyakit-penyakit
hematologi seperti anemia sel sabit dan leukemia, dianjurkan untuk tetap dipikirkan sebagai
diagnosis banding. 7

Hanya karditis yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jantung. Tanda
klinis ringan dari karditis menghilang secara cepat dalam jangka waktu mingguan, tetapi pada
pasien dengan karditis berat baru hilang setelah 2-6 bulan. Khorea secara bertahap berkurang
setelah 6 sampai 7 bulan atau lebih lama dan biasanya tidak menimbulkan sekuel neurologis
yang permanen.7

24
2.1.6. Penatalaksanaan

Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain : pemeriksaan darah lengkap,
reaktan fase akut (LED, protein C-reaktif), kultur tenggorok, titer anti streptolisin O (dan titer
antibodi kedua, terutama pada pasien dengan khorea), foto Rontgen, dan elektrokardiografi.
Konsultasi ke ahli jantung diindikasikan untuk menjelaskan apakah terjadi kerusakan pada
jantung : pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi dan Doppler yang biasa dilakukan.5,7

Penisilin benzathine G 0,6 sampai 1,2 juta unit disuntikkan secara intramuskular,
diberikan untuk eradikasi streptokokus. Pada pasien yang mempunyai alergi penisilin, dapat
diberikan eritromisin dengan dosis 40 mg/kgBB perhari dalam dua sampai empat dosis
selama 10 hari. Terapi anti-inflamasi atau supresi dengan salisilat atau steroid tidak boleh
diberikan sampai ditegakkannya diagnosis pasti.

Ketika diagnosis demam rematik akut ditegakkan, diperlukan edukasi kepada pasien
dan orang tuanya tentang perlunya pemakaian antibiotik secara berkelanjutan untuk
mencegah infeksi streptokokus berikutnya. Adanya keterlibatan jantung, diperlukan
pemberian profilaksis untuk menangani endokarditis infektif.5,7,9

Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari gejala dan
berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa minggu untuk karditis berat. Tirah
baring diikuti periode untuk ambulasi di dalam rumah dengan durasi bervariasi sebelum anak
diperbolehkan untuk kembali ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah
sudah kembali ke normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung yang cukup berat.
Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 2.2 5,7

Hanya Carditis Karditis Karditis


arthritis ringan* sedang** berat***

Tirah baring 1-2 minggu 3-4 minggu 4-6 minggu Selama masih

25
adanya gagal
jantung
kongestif

Ambulasi
1-2 minggu 3-4 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
indoor

* kardiomegali diragukan

** kardiomegali ringan

*** kardiomegali yang nyata atau gagal jantung

Tabel 2.2 Durasi tirah baring dan ambulasi indoor

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat demam rematik
akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai
anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4
sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL.
Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah
perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase
akut. 7

Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara
bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi dengan
pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung arthritis pada demam rematik akut.
Pemberian prednisone ( 2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu )
diindikasikan hanya pada kasus karditis berat. 5,7

Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan posisi setengah
duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison untuk karditis berat dengan onset akut.
Digoksin digunakan dengan hati-hati, dimulai dengan setengah dosis rekomendasi biasa,
karena beberapa pasien dengan karditis rematik sangat sensitif terhadap pemberian digitalis.
Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 6 sampai 12 jam, jika terdapat indikasi. 7

26
Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan
emosional. Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin penisilin G 1,2 juta unit,
sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga setiap 28 hari untuk pencegahan rekurensi,
seperti pada pasien dengan gejala rematik lainnya. Tanpa profilaksis sekitar 25% pasien
dengan khorea (tanpa adanya karditis) berkembang menjadi penyakit katup jantung rematik
pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada kasus yang berat, obat-obatan berikut dapat
diberikan : fenobarbital (15-30 mg setiap 6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg
dan ditingkatkan setiap 8 jam sampai 2 mg setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine,
diazepam, atau steroid.5,7

2.1.7. Prognosis

Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan prognosis.


Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik akut diperngaruhi oleh tiga
faktor, yaitu:

1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya kerusakan jantung
pada saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih besarnya kemungkinan insiden
penyakit jantung residual.
2. Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup meningkat pada
setiap kekambuhan.
3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung pada serangan
awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup sering membaik ketika
diikuti dengan terapi profilaksis. 7

2.1.8. Pencegahan

a. Pencegahan primer

27
Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan terapi penisilin selama
10 hari untuk faringitis karena streptokokus. Namun, 30% pasien berkembang menjadi
subklinis faringitis dan oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30% pasien
lainnya berkembang menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan tanda klinis faringitis
streptokokus.7,8,9

b. Pencegahan sekunder

Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea dan pada
pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien menderita demam
remati akut harus diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis dalam jangka
waktu tidak terbatas. Lihat tabel 2.3 7

Kategori Durasi

Demam rematik tanpa karditis Minimal selama 5 tahun atau sampai usia
21 tahun, yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis tetapi Minimal 10 tahun atau hingga dewasa,
tanpa penyakit jantung residual (tidak ada yang mana lebih lama
kelainan katup)

Demam rematik dengan karditis dan Minimal 10 tahun sejak episode terakhir
penyakit jantung residual (kelainan katup dan minimal sampai usia 40 tahun, kadang-
persisten) kadang selama seumur hidup

Tabel 2.3 Durasi profilaksis untuk demam rematik

2.2 PENYAKIT JANTUNG REMATIK

2.2.1 Definisi

28
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit jantung
didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan
katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai
katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah
menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau
insufisiensi atau keduanya. 5,8
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting dari demam
rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari fibrin dan sel-sel darah
di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup jantung. Katup mitral paling sering terkena,
selanjutnya diikuti oleh katup aorta; manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan
dengan berkurangnya peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan
parut. Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru terbentuk di bekas
tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea menjadi
terkena.8

Gambar 2.5 Vegetasi pada katup jantung

2.2.2 Patofisiologi

Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan


Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptokokus secara
hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai
berikut (1) Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi pada faring, (2) antigen
Streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun, (3)
antibodi akan bereaksi dengan antigen Streptokokus, dan dengan jaringan hospes yang secara
antigenik sama seperti Streptokokus ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan

29
antara antigen Streptokokus dengan antigen jaringan jantung), (4) autoantibodi tesebut
bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. 5

Gambar 2.3 Patofisiologi penyakit jantung rematik

Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan jantung
khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan
erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral
menutup pada saat sistolik sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan
aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah
sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri,
peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga
terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan
kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema
intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat
mengakibatkan gagal jantung kanan.5,7

30
2.2.3 Pola Kelainan Katup

1. Insufisiensi mitral

Insufisiensi mitral merupakan akibat dari perubahan struktural yang biasanya meliputi
kehilangan beberapa komponen katup dan pemendekan serta penebalan korda tendineae.
Selama demam rematik akut dengan karditis berat, gagal jantung disebabkan oleh kombinasi
dari insufisiensi mitral yang berpasangan dengan peradangan pada perikardium, miokardium,
endokardium dan epikardium. Oleh karena tingginya volume pengisian dan proses
peradangan, ventrikel kiri mengalami pembesaran. Atrium kiri berdilatasi saat darah yang
mengalami regurgitasi ke dalam atrium. Peningkatan tekanan atrium kiri menyebabkan
kongesti pulmonalis dan gejala gagal jantung kiri. 8,10

Perbaikan spontan biasanya terjadi sejalan dengan waktu, bahkan pada pasien dengan
insufisensi mitral yang keadaannya berat pada saat onset. Lebih dari separuh pasien dengan
insufisiensi mitral akut tidak lagi mempunyai murmur mitral setelah 1 tahun. Pada pasien
dengan insufisiensi mitral kronik yang berat, tekanan arteri pulmonalis meningkat, ventrikel
kanan dan atrium membesar, dan berkembang menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi
mitral berat dapat berakibat gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang
progresif, onset dari fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif. 8,9

2. Stenosis Mitral

Stenosis mitral pada penyakit jantung rematik disebabkan adanya fibrosis pada cincin
mitral, adhesi komisura, dan kontraktur dari katup, korda dan muskulus papilaris. Stenosis
mitral yang signifikan menyebabkan peningkatan tekanan dan pembesaran serta hipertrofi
atrium kiri, hipertensi vena pulmonalis, peningkatan rersistensi vaskuler di paru, serta
hipertensi pulmonal. Terjadi dilatasi serta hipertrofi atrium dan ventrikel kanan yang
kemudian diikuti gagal jantung kanan.8

3. Insufisiensi Aorta

31
Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup aorta
menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah menyebabkan
volume overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri. Kombinasi insufisiensi mitral
dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi daripada insufisiensi aorta saja. Tekanan darah
sistolik meningkat, sedangkan tekanan diastolik semakin rendah. Pada insufisiensi aorta
berat, jantung membesar dengan apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera
bersamaan dengan bunyi jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe
ejeksi sistolik sering terdengar karena adanya peningkatan stroke volume. 8

4. Kelainan Katup Trikuspid

Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut.
Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan. Gejala
klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena jugularis yang jelas
terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik yang meningkat selama inspirasi.
8,10

5. Kelainan Katup Pulmonal

Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan merupakan temuan
terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham Steell hampir sama dengan
insufisiensi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak ditemukan. Diagnosis pasti
dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi serta Doppler.8

2.2.4 Penatalaksanaan Operatif

a. Mitral stenosis

—Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit, tetapi
indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas. Intervensi dapat
bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub valvular, kommisurotomi atau
penggantian katup.8

b.  Insufisiensi Mitral

32
Penentuan waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan katup pada penderita
insufisiensi mitral masih banyak diperdebatkan. Namun kebanyakan ahli sepakat bahwa
tindakan bedah hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi ventrikel kiri. Jika mobilitas
katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila
daun katup kaku dan terdapat kalsifikasi mungkin diperlukan penggantian katup (mitral valve
replacement). Katup biologik (bioprotese) digunakan terutama digunakan untuk anak
dibawah umur 20 tahun, wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan penderita
dengan kontra indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya Byork
Shiley, St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan
antikoagulan untuk selamanya.5,8

c.  Stenosis Aorta

Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan operatif.


Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta follow up untuk
menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan stenosis dengan pelebaran katup
aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien yang dipilih adalah pasien yang tidak
memungkinkan dilakukan penggantian katup karena usia, adanya penyakit lain yang berat,
atau menunjukkan gejala yang berat. Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus
dioperasi walaupun tanpa gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang
dari 75 mmhg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila
pasien menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan sistolik aorta
yang diukur denagn teknik Doppler. Pada pasien muda bisa dilakukan valvulotomi aorta
sedangkan pada pasien tua membutuhkan penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi
sangat kecil, 2% pada penggantian katup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai
bedah pintas koroner. Pada pembesaran jantung dengan gagal jantung, risiko naik jadi 4
sampai 8%. Pada pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi penggantian katup
perlu dilakukan memakai katup sintetis. Keuntungan katup jaringan ini adalah kemungkinan
tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan, dan perburukan biasanya lebih lambat
bila dibandingkan dengan memakai katup sintetis.5

d. Insufisiensi Aorta

Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontra indikasi
untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup jaringan, baik porsin atau

33
miokardial mungkin tidak membutuhkan penggunaan antikoagulan jangka panjang. Risiko
operasi kurang lebih 2% pada penderita insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner
normal. Sedangkan risiko operasi pada penderita insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan
pada penderita penyakit arteri, bervariasi antara 4  sampai 10%. Penderita dengan katup
buatan mekanis harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang.5,7

2.2.5 Prognosis

Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis
sangat baik bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5
tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak
membaik bila bising organik katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala
karditisnya lebih berat, dan ternyata demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh
30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan
bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. 5

BAB IV

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini

34
merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung,
sendi dan sistem saraf pusat. Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit
jantung rematik, merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada
populasi anak-anak dan dewasa muda.

Pada penyakit jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat
timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral mengalami kerusakan
(dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae). Katup mitral merupakan katup
yang paling sering dan paling berat mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta
dan lebih jarang pada katup trikuspid dan pulmonalis.

Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana didapatkan


minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah adanya
bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Dua gejala mayor selalu
lebih kuat dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala minor.

Penatalaksanaan pada demam rematik maupun penyakit jantung rematik antara lain
tirah baring, eradikasi streptokokus, pemberian obat anti-inflamasi, pencegahan primer dan
sekunder serta tindakan operatif pada kelainan katup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Affandi MB. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik: Diagnosis,


penatalaksanaan dan gambaran klinik pada pemeriksaan pertama di RSCM Bagian 1K
Anak, Jakarta 1978-1981. Maj Kes Mas 1986; XVI (4): 240-48.
2. Wahab AS. Penanganan Demam Rematik pada Anak. Berita Kedokteran Masyarakat
1989; V (5): 196-203
3. World Health Organization. WHO program for the prevention of rheumatic
fever/rheumatic heart disease in 16 developing countries: report from Phase 1(1986-
90). Bull WHO 1992; 70(2): 213-18

35
4. Koshi G, Benjamin V, Chenan G. Rheumatic fever and rheumatic heart disease in
rural South Indian children. Bull WHO 1981; 59 (4): 599-603
5. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's Principles
of Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book. 2005 : 1977-79
6. Soeroso S dkk. Tinjauan Prevalensi Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik
pada Anak di Indonesia. Dalam: Sastrosubroto H. dkk (ed). Naskah Lengkap
Simposium dan Seminar Kardiologi Anak. Semarang. 27 September 1986: 1-11
7. Park M. Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier.
2008
8. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson Textbook of
Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. p.1961-63
9. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FKUI, 2002. 599-
613.
10. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 613-27

36

Anda mungkin juga menyukai