Disusun Oleh:
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah yang berjudul “Infertilitas
pada Wanita dan Pria” dengan penuh kelancaraan dan tepat waktu. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Emi Lindayani, M.Kep., Ners. selaku dosen
pengampu mata kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi yang telah memberikan
bimbingannya dalam proses pembuatan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa juga kami sampaikan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang
telah membantu serta mendukung dalam proses penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Maka dari itu, mohon maaf atas ketidak sempurnaannya. Segala kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi para pembaca.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................4
2.3 Etiologi........................................................................................................................4
BAB 3 PENUTUP....................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................14
3.2 Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
sosiokultural. Disamping gangguan potensi seksual, masalah infertilitas pada pria juga
dapat disebabkan oleh gangguan kesuburan. Adapun gangguan kesuburan pada pria
dapat digolongkan menjadi 3 golongan yakni gangguan pretestikuler, gangguan
testikuler, gangguan post-testikuler. gangguan pre-testikuler biasanya berkaitan
dengan gangguan hormonal yang mempengaruhi proses spermatogenesis misalnya
menurunnya produksi hormon Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH) sehingga menimbulkan keadaan yang disebut hipogonadism.
Gangguan testikuler terjadi di dalam tubulus seminiferus misalnya testis yang
megalami penurunan fungsi akibat trauma atau infeksi. Sedangkan post-testikuler
adalah berbagai gangguan yang terjadi setelah spermatozoa keluar dari tubulus
seminiferus misalnya gangguan viabilitas dan motilitas spermatozoa karena infeksi
atau sebab lain. Infertilitas terutama lebih banyak terjadi di kota-kota besar karena
faktor gaya hidup, stress, emosional dan kerja keras serta pola makan yang tidak
seimbang. Infertilitas dapat terjadi dari sisi pria, wanita, kedua-duanya. Disebut
pasangan infertilitas, bila terjadi penolakan sperma suami oleh istri sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan sel telur. Hal ini biasanya disebabkan oleh
ketidaksesuaian antigen antibodi pasangan tersebut. (Bambang,2006).
Penyebab seorang pria menjadi infertil juga dapat disebabkan oleh faktor
risiko yang meningkat yaitu gaya hidup yang tidak terkontrol yang diterapkan sejak
usia remaja. Faktor-faktor tersebut adalah usia, kebiasaan merokok, mengkonsumsi
alkohol, stres, diet yang buruk, olahraga berat, mengalami kelebihan berat badan
ataupun kurang gizi, penyakit seksual menular, keadaan ligkungan yang buruk (polusi
udara dan air), juga masalah kesehatan yang berhubungan dengan perubahan hormon.
(Puscheck, 2011)
1.3 Tujuan
2
Mengetahui lebih luas mengenai factor risiko serta upaya pencegahan Infertilitas.
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Meningkatkan keilmuan penulis dan sebagai tambahan kepustakaan.
b. Bagi Pembaca
Memberikan informasi dan gambaran pada pembaca tentang factor risiko serta
upaya pencegahan Infertilitas.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.3 Etiologi
a. Etiologi Infertilitas pada Wanita
1. Hormonal
Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau ovarium
yang menyebabkan kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium uterus
untuk berproliferasi sekresi, sekresi vagina dan cervix yang tidak
4
menguntungkan bagi sperma, kegagalan gerakan (motilitas) tuba falopi
yang menghalangi spermatozoa mencapai uterus.
2. Obstruksi
Tuba falopi yang tersumbat bertanggung jawab sepertiga dari
penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan
kongigenital, penyakit radang pelvis yang umum, contohnya apendistis dan
peritonitis dan infeksi tractus genitaslis, contohnya gonore.
3. Faktor Lokal
Faktor-faktor lokal yang menyebabkan infertilitas pada wanita
adalah fibroid uterus yang menghambat implantasi ovum, erosi cervix yang
memperngaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma, kelainan kongenital
vagina, cervix atau uterus yang menghalangi pertemuan sperma dan ovum,
mioma uteri oleh karena menyebabkan tekanan pada tuba, distrorsi, atau
elongasi kavum uteri, iritasi miometrium, atau torsi oleh mioma yang
bertangkai.
5
ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi dan
kebiasaan pria alkoholisme kronik.
4. Faktor Sederhana
Faktor sederhana sepertia memakai celana jeans ketat, mandi
dengan air terlalu panas, atau berganti lingkungan ke iklim tropis dapat
menyebabkan keadaan luar panas yang tidak menguntungkan untuk
produksi sperma sehat.
b. Gangguan Ovulasi
Gangguan ovulasi dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal
seperti adanya hambatan pada sekresi hormone FSH dan LH yang memiliki
pengaruh besar terhadap ovulasi.Hambatan ini dapat terjadi karena adanya
tumor cranial, stress, dan pengguna obat-obatan yang menyebabkan terjadinya
disfungsi hipotalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua
6
hormon ini, maka folikel mengalami hambatan untuk matang dan berakhir
pada gangguan ovulasi.
c. Kegagalan Implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami
kegagalandalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi
pembuahan proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik.
Akibatnya fetus tidak berkembang dengan baik dan terjadilah abortus.
1. Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh
ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini
dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
2. Faktor lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas anastesi, zat
kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh
termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
7
Penatalaksanaan infertilitas wanita bergantung pada penyebab
infertilitas. Beberapa obat dan tindakan medis dapat dilakukan, seperti
pemberian klomifen sitrat ataupun lentrozole.
1. Farmakoterapi
2. Tindakan Medis
8
Tindakan atau prosedur medis umumnya dilakukan apabila
farmakoterapi tidak memiliki efek yang maksimal. Fertilisasi in vitro dan
inseminasi intrauterine merupakan prosedur yang umumnya dilakukan pada
pasien infertilitas.
a) Fertilisasi In Vitro
Fertilisasi in vitro (IVF) merupakan salah satu terapi utama
infertilitas pada wanita, terutama pada wanita dengan kerusakan tuba
falopii dan infertilitas persisten. Prosedur IVF dilakukan dengan
pemberian injeksi gonadotropin untuk hiperstimulasi ovarium terlebih
dahulu dan 36 jam kemudian pasien menjalani aspirasi jarum dengan
ultrasonografi transvaginal dan pengambilan oosit. Setelah itu, oosit
akan ditaruh di media khusus dan dilakukan inseminasi dengan sperma.
b) Inseminasi Intrauterin
Inseminasi intrauterine merupakan pilihan tata laksana
infertilitas idiopatik. Prosedur ini dapat dilakukan dengan atau tanpa
prosedur stimulasi ovarium. Inseminasi intrauterine dilakukan dengan
menempatkan sperma pada dekat 1 atau lebih oosit saat ovarium
diperkirakan sedang pembuahan.
1. Intervensi Bedah
Intervensi bedah dapat bermanfaat pada kasus azoospermia
obstruktif walaupun luaran pasca operasi sangat dipengaruhi oleh lokasi
obstruksi, durasi obstruksi, dan keahlian operator. Sebagai contoh, tindakan
pembalikan vasektomi dapat menghasilkan patensi saluran hingga 97% dan
9
peluang kehamilan hingga 75% jika dilakukan dalam kurun 3 tahun
pertama sejak vasektomi. Namun, patensi saluran dan peluang kehamilan
menurun hingga menjadi 80% dan 55% secara berturut-turut apabila
pembalikan vasektomi dilakukan dalam kurun 3-8 tahun pasca vasektomi.
Selain itu, pengumpulan dan kriopreservasi sperma perlu
dipertimbangkan untuk kemungkinan teknik reproduksi berbantu untuk
mencegah operasi berulang di kemudian hari. Teknik reproduksi berbantu
perlu dipertimbangkan khususnya pada pasangan yang gagal untuk hamil
dalam kurun 12-18 bulan pasca operasi korektif sebab sperma diharapkan
sudah cukup saat 6-12 bulan pasca operasi.
Selain pembalikan vasektomi, perkembangan teknologi bedah untuk
pengumpulan sperma dari testis dan epididimis memberikan peluang bagi
pria dengan azoospermia non obstruktif, idiopatik, dan obstruktif untuk
memiliki keturunan. Bedah pengumpulan sperma dapat dilakukan
bersamaan dengan pengumpulan oosit ketika injeksi sperma
intrasitoplasmik (ICSI) atau secara elektif sebelum ICSI untuk kemudian
dilakukan kriopreservasi terhadap sperma yang didapat. Teknik
pengumpulan sperma spesifik terdiri atas aspirasi sperma epididimal
perkutan (PESA), ekstraksi sperma testikular (TESE), dan aspirasi sperma
epididimal bedah mikro (MESA).
a) Aspirasi Sperma Epididimal Perkutan (Percutaneous Epididymal
Sperm Aspiration / PESA)
PESA diawali dengan blokade funiculus spermaticus dan
infiltrasi lokal menggunakan analgesik atau anestesi lokal. PESA
diindikasikan pada pria dengan azoospermia obstruktif yang memiliki
jumlah sperma yang cukup untuk bisa diekstraksi di tingkat epididimis.
Tindakan PESA dilakukan dengan stabilisasi testis dan epididimis oleh
satu tangan operator, kemudian sebuah jarum 23G dimasukkan ke kaput
atau bagian epididimis yang melebar menggunakan tangan dominan.
Lalu, tekanan negatif sebanyak 60 ml diteruskan dengan cara aspirasi
syringe yang disambungkan pada jarum sebelumnya. Aspirat kemudian
diuji untuk menilai apakah terdapat sperma dan, bila diperlukan,
aspirasi dapat pula dilakukan pada testis kontralateral.
10
b) Aspirasi Sperma Epididimal Bedah Mikro (Microsurgical
Epididymal Sperm Aspiration / MESA)
Berbeda dengan PESA, MESA memberikan visualisasi langsung
terhadap tubulus epididimis yang dibantu dengan pembedahan mikro.
Anestesi regional dan sedasi sadar atau anestesi umum dapat dilakukan
pada prosedur ini. Setelah lapang operasi disiapkan, insisi sepanjang 1,5
cm dilakukan pada bagian teratas hemiskrotum. Fascia dartos
dipisahkan dengan bantuan elektrokauter untuk memastikan hemostasis
adekuat. Ketika testis dan epididimis teridentifikasi, lapisan
parietal tunica vaginalis dipisahkan untuk mengekspos epididimis.
Kemudian, mikroskop dengan pembesaran optik 20-25 kali digunakan
untuk mengidentifikasi bagian tubulus epididimis yang akan menjadi
kandidat tempat aspirasi. Cairan epididimis kemudian diaspirasi, dinilai,
dan dikumpulkan. Tubulus epididimis dan tunica vaginalis ditutup
dengan jahitan halus sebelum lapisan superfisial ditutup.
c) Ekstraksi Sperma Testikular (Testicular Sperma Extraction /
TESE)
Sementara itu, TESE dilakukan dengan memasukkan jarum
berukuran besar (14-18G) melalui kulit skrotum pada area yang relatif
avaskuler di kutub bawah testis sisi anteromedial atau anterolateral.
Sambil melakukan aspirasi pada syringe untuk membuat tekanan
negatif, jarum ditarik perlahan agar aspirat dari tubulus di testis dapat
terkumpul. Beberapa area di testis dapat diambil sampel spermanya
melalui pungsi di tunica albuginea sebelum jarum ditarik seluruhnya.
11
oligospermia dan astenospermia yang dapat membaik dengan pemberian
antibiotik seperti azitromisin atau doksisiklin.
Pada kasus hiperprolaktinemia sebagai penyebab infertilitas pria,
diduga bahwa kadar prolaktin yang tinggi memiliki efek langsung terhadap
spermatogenesis. Jika hiperprolaktinemia disebabkan oleh mikroadenoma,
maka terapi dengan agonis dopaminergik seperti bromokriptin atau
kabergolin dapat dipertimbangkan. Penanganan farmakologis tersebut dapat
mengembalikan kadar testosteron normal, memperbaiki fungsi ereksi dan
libido, serta memperbaiki parameter semen.
Dalam penanganan spesifik nonbedah untuk disfungsi ejakulasi, bila
memungkinkan, penghentian konsumsi obat-obatan yang berpengaruh
langsung terhadap ejakulasi merupakan langkah pertama. Selanjutnya,
penanganan simptomatik diberikan sesuai jenis gangguan ejakulasi yang
dialami. Pada ejakulasi dini, pilihan terapi yang dapat dilakukan adalah
pemberian dapoksetin, suatu selective serotonin receptor inhibitor (SSRI),
disertai terapi perilaku, maupun psikoterapi.
Sementara itu, pada kasus ejakulasi retrograd, beberapa jenis obat
seperti efedrin, imipramin, dan bromfeniramin dapat menjadi pilihan terapi
apabila tidak terdapat bukti adanya cedera spinal. Pengumpulan sperma
pascaorgasme dapat dipertimbangkan untuk kemudian digunakan dalam
teknik reproduksi berbantu apabila terapi farmakologi terbukti tidak efektif,
terdapat cedera spinal, atau terapi pengobatan tak dapat mencegah ejakulasi
retrograde.
3. Intervensi Nonbedah Empiris
Mengingat 30% kasus infertilitas bersifat idiopatik, beberapa terapi
empiris sering diusulkan bagi pria dengan masalah kesuburan. Tamoksifen
dan klomifen merupakan terapi oligoastenoteratozoospermia (OAT)
idiopatik yang cukup sering digunakan walaupun belum ada bukti ilmiah
terkait manfaatnya.
Penggunaan androgen, hCG, bromokriptin, penghambat alfa,
kortikosteroid, dan suplementasi magnesium sebaiknya dihindari mengingat
tidak adanya bukti manfaat terapi tersebut dalam kondisi OAT.
Terapi empiris lain yang mungkin bermanfaat kasus infertilitas
idiopatik adalah antioksidan oral. Tinjauan oleh Showel , et
12
al mengindikasikan adanya peningkatan angka kelahiran hidup pada
pasangan yang melakukan bayi tabung (IVF) dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Namun, kesimpulan tersebut didapat dari jumlah studi
yang kecil (4 uji klinis acak) sehingga efek samping dari antioksidan serta
pengaruhnya terhadap kejadian keguguran masih belum diketahui.
13
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat dua jenis keadaan Infertilitas yang terjadi pada manusia, yaitu
Infertilitas primer dan Infertilitas sekunder. Dimana Infertilitas primer terjadi jika
pasangan suami istri belum pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan
seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Sedangkan Infertilitas sekunder terjadi
jika pasangan suami istri pernah memiliki anak sebelumnya tetapi belum mampu
memiliki anak lagi setelah satu tahun berhubungan seksual tanpa menggunakan alat
kontrasepsi.
Penyebab infertilitas dapat berasal dari luar (eksternal) ataupun dari dalam diri
sendiri (internal). Beberapa contoh factor yang menyebabkan terjadinya infertilitas
pada wanita dan pria diantaranya yaitu, gangguan oragan reproduksi, kegagalan
implantasi, abnormalitas sperma, penyempitan obstruksi pada saluran genital dan lain
sebagainya.
14
Beberapa tindakan yang dapat mencegah infertilitas pada wanita dan pria
diantaranya yaitu, menghindari hubungan seksual multipartner, memperbaiki dan
meningkatkan metabolissme tubuh, menghindari celana jeans atau celana ketat, dan
masih banyak lagi.
3.2 Saran
1. Bagi pasangan suami istri
Pasangan suami istri hendaknya sesegera mungkin memeriksakan diri kepada
dokter apabila mengalami infertilitas. Hal ini guna mengetahui penyebab dari
infertilitas tersebut dan agar dapat segera dilakukan pengobatan.
2. Bagi pembaca
Pembaca hendaknya dapat mengambil nilai-nilai positif serta pengetahuan yang
bermanfaat dan dapat dijadikan referensi untuk kedepannya.
3. Bagi mahasiswa
Maahasiswa dapat menambah pengetahuan dengan memahami lebih lanjut
tentang infertilitas sehingga diharapkan dapat menyampaikan dan menjelaskan
kepada masyarakat luas mengenai infertilitas tersebut.
15
DAFTAR PUSTAKA
Diatri, Devita, H. (2015). Hubungan Antara Usia, Siklus Haid dan Infeksi Organ Reproduksi
Wanita terhadap Kejadian Infertil pada Wanita di Klinik Bersalin Insan Medika
Semarang. 1–16. http://repository.unimus.ac.id
Komorowski, A.S., Jain, T. (2022). A review of disparities in access to infertility care and
treatment outcomes among Hispanic women. Reprod Biol Endocrinol
https://doi.org/10.1186/s12958-021-00875-1
Poordast, T., Naghmehsanj, Z., Vahdani, R. et al. (2022). Evaluation of the recurrence and
fertility rate following salpingostomy in patients with tubal ectopic pregnancy. BMC
Pregnancy Childbirth https://doi.org/10.1186/s12884-021-04299-y
Showell MG, Mackenzie-Proctor R, Brown J, Yazdani A, Stankiewicz MT, Hart RJ. (2014)
Antioxidants for male subfertility. Cochrane Database Syst Rev [Internet].
http://doi.wiley.com/10.1002/14651858.CD007411.pub3
Tarigan, R. A., & Ridmadhanti, S. (2019). Infertility in Female Nurses in Hospital. Journal
of Midwifery, 7(2), 36–41.
16
17