Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI

INFERTILITAS PADA WANITA DAN PRIA


KELOMPOK 4

Disusun Oleh:

Alya Huwaida Anjani 2002889

Deviyanti Arlisa Rahmatin 2001577

Khansa Cantika Indraguna 2001528

Neng Inggri Fitriya 2001138

Nova Dwi Pramesti 2003309

Veny Oktaviany 2000676

Winda Dikriadesta Damaiati 2000981

Zulfah Ummu Masyhuroh 2003364

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS DI SUMEDANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah yang berjudul “Infertilitas
pada Wanita dan Pria” dengan penuh kelancaraan dan tepat waktu. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi.

Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Emi Lindayani, M.Kep., Ners. selaku dosen
pengampu mata kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi yang telah memberikan
bimbingannya dalam proses pembuatan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa juga kami sampaikan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang
telah membantu serta mendukung dalam proses penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Maka dari itu, mohon maaf atas ketidak sempurnaannya. Segala kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi para pembaca.

Sumedang, Februari 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

1.4 Manfaat........................................................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................4

2.1 Definisi Infertilitas.......................................................................................................4

2.2 Jenis Infertilitas...........................................................................................................4

2.3 Etiologi........................................................................................................................4

2.4 Faktor Penyebab Infertilitas........................................................................................6

2.5 Penatalaksanaan dan Penanganan Infertilitas..............................................................7

2.6 Pencegahan Infertilitas..............................................................................................12

BAB 3 PENUTUP....................................................................................................................14

3.1 Kesimpulan................................................................................................................14

3.2 Saran..........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infertilitas adalah suatu kondisi tidak terjadinya kehamilan pada pasangan
yang telah berhubungan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi secara teratur dalam
waktu satu tahun. Infertilitas terjadi lebih dari 20% pada populasi di indonesia, dan
dari kasus tersebut terdapat 40% pada wanita, 40% pada pria dan 20% pada keduanya
dan ini yang menyebabkan pasangan suami istri tidak mendapat keturunan.
Diperkirakan 85-90% pasangan yang sehat akan mendapat pembuahan dalam 1 tahun.
(DepKes, 2006). Menurut penelitian Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) di Jakarta, 36% infertilas terjadi pada pria dan 64% terjadi pada wanita.
Penelitian lain menunjukan di angka kejadian infertilitas wanita terjadi sekitar 15%
pada usia produktif (30-34 tahun), meningkat sampai dengan 30% pada usia 35-39
tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun. (PERSI, 2001) World Health Organization
(WHO) mengatakan bahwa jumlah pasangan infertil sebanyak 36% diakibatkan
adanya kelainan pada pria, sedangkan 64% berada pada wanita. Hal ini di alami oleh
17% pasangan yang sudah menikah lebih dari 2 tahun yang belum mengalami tanda-
tanda kehamilan bahkan sama sekali belum pernah hamil. WHO juga memperkirakan
sekitar 50-80 juta pasutri (1 dari 7 pasangan) memiliki masalah infertilitas, dan setiap
tahun muncul sekitar 2 juta pasangan infertil. (WHO, 2011) Ahli andrologi
menjelaskan bahwa pada penyebab infertilitas pria 25% disebabkan oleh varikokel,
10% oleh infeksi, 5% oleh faktor imunologis dan 20% lainya termasuk kedalam
kelainan endokrin, iatrogenik, trauma, dan sitemik. Kejadian infertilitas berkisar
antara 15-20% dari seluruh pasangan usia subur.
Menurut perkiraan WHO (World of Health Organization) akan terjadi
penambahan 2 juta pasangan infertil pertahun di masa yang akan datang. Mengacu
pada angka kejadian tersebut diatas maka infertilitas perlu mendapat penanganan yang
memadai. Salah satu faktor penting yang berperan dalam proses kejadian infertilitas
pada pria usia reproduktif adalah gangguan produk sperma. Gangguan potensi seksual
pada pria terdiri dari 4 kelompok yaitu gangguan gairah seksual, gangguan ereksi,
gangguan ejakulasi, gangguan orgasme. Adapun beberapa faktor yang menjadi
penyebab gangguan potensi seksual pada pria antara lain faktor psikis, fisik, dan

1
sosiokultural. Disamping gangguan potensi seksual, masalah infertilitas pada pria juga
dapat disebabkan oleh gangguan kesuburan. Adapun gangguan kesuburan pada pria
dapat digolongkan menjadi 3 golongan yakni gangguan pretestikuler, gangguan
testikuler, gangguan post-testikuler. gangguan pre-testikuler biasanya berkaitan
dengan gangguan hormonal yang mempengaruhi proses spermatogenesis misalnya
menurunnya produksi hormon Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH) sehingga menimbulkan keadaan yang disebut hipogonadism.
Gangguan testikuler terjadi di dalam tubulus seminiferus misalnya testis yang
megalami penurunan fungsi akibat trauma atau infeksi. Sedangkan post-testikuler
adalah berbagai gangguan yang terjadi setelah spermatozoa keluar dari tubulus
seminiferus misalnya gangguan viabilitas dan motilitas spermatozoa karena infeksi
atau sebab lain. Infertilitas terutama lebih banyak terjadi di kota-kota besar karena
faktor gaya hidup, stress, emosional dan kerja keras serta pola makan yang tidak
seimbang. Infertilitas dapat terjadi dari sisi pria, wanita, kedua-duanya. Disebut
pasangan infertilitas, bila terjadi penolakan sperma suami oleh istri sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan sel telur. Hal ini biasanya disebabkan oleh
ketidaksesuaian antigen antibodi pasangan tersebut. (Bambang,2006).
Penyebab seorang pria menjadi infertil juga dapat disebabkan oleh faktor
risiko yang meningkat yaitu gaya hidup yang tidak terkontrol yang diterapkan sejak
usia remaja. Faktor-faktor tersebut adalah usia, kebiasaan merokok, mengkonsumsi
alkohol, stres, diet yang buruk, olahraga berat, mengalami kelebihan berat badan
ataupun kurang gizi, penyakit seksual menular, keadaan ligkungan yang buruk (polusi
udara dan air), juga masalah kesehatan yang berhubungan dengan perubahan hormon.
(Puscheck, 2011)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Infetilitas?
2. Apa saja etiologi dan factor yang menyebabkan Infertilitas?
3. Bagaimana penatalaksanaan dan penanganan Infertilitas?
4. Apa saja upaya pencegahan Infertilitas?

1.3 Tujuan

2
Mengetahui lebih luas mengenai factor risiko serta upaya pencegahan Infertilitas.

1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Meningkatkan keilmuan penulis dan sebagai tambahan kepustakaan.
b. Bagi Pembaca
Memberikan informasi dan gambaran pada pembaca tentang factor risiko serta
upaya pencegahan Infertilitas.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infertilitas


Infertilitas, atau terkadang disebut kemandulan, adalah sebuah istilah
dapat juga diartikan sebagai kegagalan, tidak berhasil, atau tidak dapat
membentuk (Marsal, 2018). Infertilitas merupakan suatu kondisi dimana
pasangan suami istri belum memiliki anak dalam kurun waktu 1 tahun, walaupun
telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun (Widiastini et al., 2021).
Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan suami
istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual
sebanyak 2 – 3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun (Marsal, 2018).

2.2 Jenis Infertilitas


Infertilitas dapat di kelompokkan menjadi infertilitas primer dan sekunder
(Tarigan & Ridmadhanti, 2019).
1. Infertilitas primer terjadi jika pasangan suami istri belum mampu dan belum
pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2–3
kali perminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
2. Infertilitas sekunder terjadi jika pasangan suami istri telah atau pernah
memiliki anak sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi
setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa
menggunakan alat atau metode kontrasepsi jenis apapun.

2.3 Etiologi
a. Etiologi Infertilitas pada Wanita
1. Hormonal
Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau ovarium
yang menyebabkan kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium uterus
untuk berproliferasi sekresi, sekresi vagina dan cervix yang tidak

4
menguntungkan bagi sperma, kegagalan gerakan (motilitas) tuba falopi
yang menghalangi spermatozoa mencapai uterus.
2. Obstruksi
Tuba falopi yang tersumbat bertanggung jawab sepertiga dari
penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan
kongigenital, penyakit radang pelvis yang umum, contohnya apendistis dan
peritonitis dan infeksi tractus genitaslis, contohnya gonore.
3. Faktor Lokal
Faktor-faktor lokal yang menyebabkan infertilitas pada wanita
adalah fibroid uterus yang menghambat implantasi ovum, erosi cervix yang
memperngaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma, kelainan kongenital
vagina, cervix atau uterus yang menghalangi pertemuan sperma dan ovum,
mioma uteri oleh karena menyebabkan tekanan pada tuba, distrorsi, atau
elongasi kavum uteri, iritasi miometrium, atau torsi oleh mioma yang
bertangkai.

b. Etiologi Infertilitas pada Pria


1. Gangguan Spermatogonesis
Analisis sperma dapat mengungkapkan jumlah spermatozoa
normal atau tidak. Pengambilan spesimen segar dengan cara masturbasi di
laboratorium. Standar untuk spesimen semen normal telah ditetapkan oleh
Badan Kesehatan Dunia (WHO).
2. Obstruksi
Obstruksi atau sumbatan merupakan salah satu penyebab infertil
pada pria. Obstruksi dapat terjadi pada duktus atau tubulus yang
disebabkan karena konginetal dan penyakit peradangan (inflamasi) akut
atau kronis yang mengenai membran basalais atau dinding otot tubulus
seminiferus misalnya orkitis, infeksi prostat, infeksi gonokokus. Obstruksi
juga dapat terjadi pada vas deferens.
3. Ketidakmampuan Koitus atau Ejakulasi
Faktor-faktor fisik yang menyebabkan ketidakmampuan koitus dan
ejakulasi, misalnya hipospadia, epispadia, deviasi penis seperti priapismus
atau penyakit peyronie. Faktor-faktor psikologis yang menyebabkan

5
ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi dan
kebiasaan pria alkoholisme kronik.
4. Faktor Sederhana
Faktor sederhana sepertia memakai celana jeans ketat, mandi
dengan air terlalu panas, atau berganti lingkungan ke iklim tropis dapat
menyebabkan keadaan luar panas yang tidak menguntungkan untuk
produksi sperma sehat.

2.4 Faktor Penyebab Infertilitas


Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada wanita adalah
karena terjadinya beberapa gangguan, yaitu:
a. Gangguan Organ Reproduksi
1. Terjadinya infeksi pada vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina
yang akan membunuh sperma, serta pengkerutan vagina yang akan
menyebabkan terhambatnya transportasi sperma ke vagina.
2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang
mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mucus yang berada di
serviks sedikit, maka perjalanan sperma ke dalam rahim akan terganggu.
Selain itu bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga
dapat menutup serviks sehingga sperma tidak bias masuk ke dalam rahim.
3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang
mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang
menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus
dan akhirnya terjadi abortus berulang. Kelainan tuba falopii akibat infeksi
yang menyebabkan adhesi tuba falopii dan terjadi abstruksi sehingga ovum
dan sperma tidak dapat bertemu.

b. Gangguan Ovulasi
Gangguan ovulasi dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal
seperti adanya hambatan pada sekresi hormone FSH dan LH yang memiliki
pengaruh besar terhadap ovulasi.Hambatan ini dapat terjadi karena adanya
tumor cranial, stress, dan pengguna obat-obatan yang menyebabkan terjadinya
disfungsi hipotalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua

6
hormon ini, maka folikel mengalami hambatan untuk matang dan berakhir
pada gangguan ovulasi.

c. Kegagalan Implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami
kegagalandalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi
pembuahan proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik.
Akibatnya fetus tidak berkembang dengan baik dan terjadilah abortus.
1. Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh
ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini
dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
2. Faktor lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas anastesi, zat
kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh
termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.

Adapun pada pria, faktor-faktor yang menyebabkan infertilitas yaitu karena


adanya beberapa kelainan umum:
a. Abnormalitas sperma: morfologi dan motilitas.
b. Abnormalitas ejakulasi: ejakulasi retrograde dan hipospadia.
c. Abnormalitas ereksi.
d. Abnormalitas cairan semenperubahan PH dan perubahan komposisi kimiawi.
e. Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jarinagn parut sehingga terjadi
penyempitan obstruksi pada saluran genital.
f. Lingkungan: Radiasi, zat kimia dan obat-obatan.

2.5 Penatalaksanaan dan Penanganan Infertilitas


Penanganan pasangan infertilitas atau kurang subur merupakan masalah
medis yang kompleks dan menyangkut beberapa disiplin ilmu kedokteran,
sehingga memerlukan konsultasi dan pemeriksaan yang kompleks pula.
a. Penatalaksanaan Infertilitas Wanita

7
Penatalaksanaan infertilitas wanita bergantung pada penyebab
infertilitas. Beberapa obat dan tindakan medis dapat dilakukan, seperti
pemberian klomifen sitrat ataupun lentrozole.

1. Farmakoterapi

Beberapa obat digunakan untuk menstimulasi ovarium secara


terkontrol, misalnya klomifen sitrat dan letrozole.
a) Klomifen Sitrat
Klomifeu sitrat merupakan selective estrogen receptor
modulator (SERM) yang memiliki efek untuk meningkatkan sekresi
gonadotropin dari pituitari anterior. klomifen sitrat disarankan pada
pasien dengan anovulasi kelas 2 dan ditemukan tidak efektif pada
pasien dengan anovulasi kelas 1 dan 3. Efek samping dari klomifen
sitrat adalah sindrom hiperstimulasi, rasa kurang nyaman pada perut,
dan kehamilan ganda.
b) Lentrozole
Letrozole merupakan obat inhibitor aromatase yang bekerja
dengan mencegah konversi androstenedione dan testosterone menjadi
estron dan estradiol. Obat ini umumnya digunakan sebagai terapi
adjuvant kanker payudara. Akan tetapi, obat ini juga ditemukan dapat
digunakan untuk induksi ovulasi. Pada pasien PCOS, letrozole lebih
disarankan penggunaannya dibandingkan klomifen sitrat.
c) Terapi Ganodotropin
Terapi gonadotropin disarankan penggunaannya pada pasien
dengan gangguan anovulasi kelas 1, 2, dan 3. Terapi ini digunakan
apabila terapi klomifen sitrat gagal.. Protokol penggunaan terapi
gonadotropin sesuai dengan masing-masing fasilitas kesehatan.
Penggunaan preparat gonadotropin kombinasi FSH dan LH rekombinan
ditemukan memiliki efikasi yang lebih tinggi dibandingkan FSH
rekombinan saja.

2. Tindakan Medis

8
Tindakan atau prosedur medis umumnya dilakukan apabila
farmakoterapi tidak memiliki efek yang maksimal. Fertilisasi in vitro dan
inseminasi intrauterine merupakan prosedur yang umumnya dilakukan pada
pasien infertilitas.
a) Fertilisasi In Vitro
Fertilisasi in vitro (IVF) merupakan salah satu terapi utama
infertilitas pada wanita, terutama pada wanita dengan kerusakan tuba
falopii dan infertilitas persisten. Prosedur IVF dilakukan dengan
pemberian injeksi gonadotropin untuk hiperstimulasi ovarium terlebih
dahulu dan 36 jam kemudian pasien menjalani aspirasi jarum dengan
ultrasonografi transvaginal dan pengambilan oosit. Setelah itu, oosit
akan ditaruh di media khusus dan dilakukan inseminasi dengan sperma.
b) Inseminasi Intrauterin
Inseminasi intrauterine merupakan pilihan tata laksana
infertilitas idiopatik. Prosedur ini dapat dilakukan dengan atau tanpa
prosedur stimulasi ovarium. Inseminasi intrauterine dilakukan dengan
menempatkan sperma pada dekat 1 atau lebih oosit saat ovarium
diperkirakan sedang pembuahan.

b. Penatalaksanaan Infertilitas Pria


Penatalaksanaan masalah infertilitas pria dapat dilakukan secara bedah,
nonbedah melalui terapi spesifik, dan terapi empiris. Beberapa kondisi
penyebab infertilitas pria yang berpotensi untuk dapat diobati secara non bedah
antara lain penyalahgunaan zat terlarang, infeksi sistemik, infeksi genitalia,
hipogonadisme, disfungsi ejakulasi, dan disfungsi ereksi. Sementara itu, pada
kasus infertilitas pria yang terapi spesifik atas kondisi dasar penyebabnya belum
tersedia (misalnya defisiensi testikuler) atau terapi spesifik terbukti gagal dalam
mengatasi infertilitas, maka terapi empiris dapat dipertimbangkan. 

1. Intervensi Bedah
Intervensi bedah dapat bermanfaat pada kasus azoospermia
obstruktif walaupun luaran pasca operasi sangat dipengaruhi oleh lokasi
obstruksi, durasi obstruksi, dan keahlian operator. Sebagai contoh, tindakan
pembalikan vasektomi dapat menghasilkan patensi saluran hingga 97% dan

9
peluang kehamilan hingga 75% jika dilakukan dalam kurun 3 tahun
pertama sejak vasektomi. Namun, patensi saluran dan peluang kehamilan
menurun hingga menjadi 80% dan 55% secara berturut-turut apabila
pembalikan vasektomi dilakukan dalam kurun 3-8 tahun pasca vasektomi.
Selain itu, pengumpulan dan kriopreservasi sperma perlu
dipertimbangkan untuk kemungkinan teknik reproduksi berbantu untuk
mencegah operasi berulang di kemudian hari. Teknik reproduksi berbantu
perlu dipertimbangkan khususnya pada pasangan yang gagal untuk hamil
dalam kurun 12-18 bulan pasca operasi korektif sebab sperma diharapkan
sudah cukup saat 6-12 bulan pasca operasi.
Selain pembalikan vasektomi, perkembangan teknologi bedah untuk
pengumpulan sperma dari testis dan epididimis memberikan peluang bagi
pria dengan azoospermia non obstruktif, idiopatik, dan obstruktif untuk
memiliki keturunan. Bedah pengumpulan sperma dapat dilakukan
bersamaan dengan pengumpulan oosit ketika injeksi sperma
intrasitoplasmik (ICSI) atau secara elektif sebelum ICSI untuk kemudian
dilakukan kriopreservasi terhadap sperma yang didapat. Teknik
pengumpulan sperma spesifik terdiri atas aspirasi sperma epididimal
perkutan (PESA), ekstraksi sperma testikular (TESE), dan aspirasi sperma
epididimal bedah mikro (MESA).
a) Aspirasi Sperma Epididimal Perkutan (Percutaneous Epididymal
Sperm Aspiration / PESA)
PESA diawali dengan blokade funiculus spermaticus dan
infiltrasi lokal menggunakan analgesik atau anestesi lokal. PESA
diindikasikan pada pria dengan azoospermia obstruktif yang memiliki
jumlah sperma yang cukup untuk bisa diekstraksi di tingkat epididimis.
Tindakan PESA dilakukan dengan stabilisasi testis dan epididimis oleh
satu tangan operator, kemudian sebuah jarum 23G dimasukkan ke kaput
atau bagian epididimis yang melebar menggunakan tangan dominan.
Lalu, tekanan negatif sebanyak 60 ml diteruskan dengan cara aspirasi
syringe yang disambungkan pada jarum sebelumnya. Aspirat kemudian
diuji untuk menilai apakah terdapat sperma dan, bila diperlukan,
aspirasi dapat pula dilakukan pada testis kontralateral.

10
b) Aspirasi Sperma Epididimal Bedah Mikro (Microsurgical
Epididymal Sperm Aspiration / MESA)
Berbeda dengan PESA, MESA memberikan visualisasi langsung
terhadap tubulus epididimis yang dibantu dengan pembedahan mikro.
Anestesi regional dan sedasi sadar atau anestesi umum dapat dilakukan
pada prosedur ini. Setelah lapang operasi disiapkan, insisi sepanjang 1,5
cm dilakukan pada bagian teratas hemiskrotum. Fascia dartos
dipisahkan dengan bantuan elektrokauter untuk memastikan hemostasis
adekuat. Ketika testis dan epididimis teridentifikasi, lapisan
parietal tunica vaginalis dipisahkan untuk mengekspos epididimis.
Kemudian, mikroskop dengan pembesaran optik 20-25 kali digunakan
untuk mengidentifikasi bagian tubulus epididimis yang akan menjadi
kandidat tempat aspirasi. Cairan epididimis kemudian diaspirasi, dinilai,
dan dikumpulkan. Tubulus epididimis dan tunica vaginalis ditutup
dengan jahitan halus sebelum lapisan superfisial ditutup.
c) Ekstraksi Sperma Testikular (Testicular Sperma Extraction /
TESE)
Sementara itu, TESE dilakukan dengan memasukkan jarum
berukuran besar (14-18G) melalui kulit skrotum pada area yang relatif
avaskuler di kutub bawah testis sisi anteromedial atau anterolateral.
Sambil melakukan aspirasi pada syringe untuk membuat tekanan
negatif, jarum ditarik perlahan agar aspirat dari tubulus di testis dapat
terkumpul. Beberapa area di testis dapat diambil sampel spermanya
melalui pungsi di tunica albuginea sebelum jarum ditarik seluruhnya.

2. Intervensi Nonbedah Spesifik


Pada pria yang mengalami infertilitas dengan disertai riwayat
penyalahgunaan zat tertentu, konsumsi alkohol, maupun merokok,
rekomendasi terbaik adalah menghentikan konsumsi faktor pencetus
tersebut.
Sementara itu, infeksi genitourinaria merupakan penyebab
infertilitas yang tidak lazim ditemukan namun sangat mungkin untuk
diobati. Infeksi Chlamydia trachomatis telah lama dikaitkan dengan

11
oligospermia dan astenospermia yang dapat membaik dengan pemberian
antibiotik seperti azitromisin atau doksisiklin.
Pada kasus hiperprolaktinemia sebagai penyebab infertilitas pria,
diduga bahwa kadar prolaktin yang tinggi memiliki efek langsung terhadap
spermatogenesis. Jika hiperprolaktinemia disebabkan oleh mikroadenoma,
maka terapi dengan agonis dopaminergik seperti bromokriptin atau
kabergolin dapat dipertimbangkan. Penanganan farmakologis tersebut dapat
mengembalikan kadar testosteron normal, memperbaiki fungsi ereksi dan
libido, serta memperbaiki parameter semen.
Dalam penanganan spesifik nonbedah untuk disfungsi ejakulasi, bila
memungkinkan, penghentian konsumsi obat-obatan yang berpengaruh
langsung terhadap ejakulasi merupakan langkah pertama. Selanjutnya,
penanganan simptomatik diberikan sesuai jenis gangguan ejakulasi yang
dialami. Pada ejakulasi dini, pilihan terapi yang dapat dilakukan adalah
pemberian dapoksetin, suatu selective serotonin receptor inhibitor  (SSRI),
disertai terapi perilaku, maupun psikoterapi.
Sementara itu, pada kasus ejakulasi retrograd, beberapa jenis obat
seperti efedrin, imipramin, dan bromfeniramin dapat menjadi pilihan terapi
apabila tidak terdapat bukti adanya cedera spinal. Pengumpulan sperma
pascaorgasme dapat dipertimbangkan untuk kemudian digunakan dalam
teknik reproduksi berbantu apabila terapi farmakologi terbukti tidak efektif,
terdapat cedera spinal, atau terapi pengobatan tak dapat mencegah ejakulasi
retrograde.
3. Intervensi Nonbedah Empiris
Mengingat 30% kasus infertilitas bersifat idiopatik, beberapa terapi
empiris sering diusulkan bagi pria dengan masalah kesuburan. Tamoksifen
dan klomifen merupakan terapi oligoastenoteratozoospermia (OAT)
idiopatik yang cukup sering digunakan walaupun belum ada bukti ilmiah
terkait manfaatnya.
Penggunaan androgen, hCG, bromokriptin, penghambat alfa,
kortikosteroid, dan suplementasi magnesium sebaiknya dihindari mengingat
tidak adanya bukti manfaat terapi tersebut dalam kondisi OAT.
Terapi empiris lain yang mungkin bermanfaat kasus infertilitas
idiopatik adalah antioksidan oral. Tinjauan oleh Showel , et
12
al mengindikasikan adanya peningkatan angka kelahiran hidup pada
pasangan yang melakukan bayi tabung (IVF) dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Namun, kesimpulan tersebut didapat dari jumlah studi
yang kecil (4 uji klinis acak) sehingga efek samping dari antioksidan serta
pengaruhnya terhadap kejadian keguguran masih belum diketahui.

2.6 Pencegahan Infertilitas


a. Pencegahan Infertilitas pada Wanita
1. Hindari hubungan seksual multipartner
2. Memperbaiki dan meningkatkan metabolissme tubuh
3. Mencatat siklus menstruasi
4. Pelihara kesehatan organ reproduksi sejak lahir hingga dewasa.
5. Terapkan gaya hidup sehat seperti makan sehat, rutin berolahraga.
6. Cegah hadirnya infeksi dengan menjaga kebersihan organ reproduksi.
7. Hindari paparan listrik tegangan tinggi, zat radio aktif, zat toksik dan zat
lain yang berbahaya terhadap organ reproduksi.
b. Pencegahan Infetelitas pada Pria
1. Hindari berendam di air panas terlalu sering, karena air panas bisa
mempengaruhi suhu di sekitar testis hingga merangsang terjadinya
pelebaran pambuluh darah.
2. Mereka yang mempunyai riwayat varicocele dalam keluarga dianjurkan
mengenakan pelindung, misalnya celana khusus untuk pria.
3. Perbanyak mengkonsumsi makanan yang mengandung anti oksidan
terutama sayur dan buah yang kaya vitamin A.C.E dan zinc.
4. Sedapat mungkin menghindari paparan zat kimia, listrik dan radiasi terus
menerus.
5. Hindari celana jeans atau celana ketat.
6. Menghindari konsumsi makanan yang menyebabkan kerusakan sel
germinal dan menghambat spermatogenesis.

13
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infertilitas merupakan suatu kondisi ketidakmampuan pasangan suami istri


untuk menghasilkan keturunan meski telah berhubungan seksual tanpa menggunakan
kontrasepsi secara teratur dalam waktu satu tahun. Menurut dokter ahlireproduksi,
sepasang suami istri dikatakan infertil jika tidak hamil setelah 12 bulan melakukan
hubungan intim secara rutin (1-3 kali seminggu) dan bebas kontrasepsi.

Terdapat dua jenis keadaan Infertilitas yang terjadi pada manusia, yaitu
Infertilitas primer dan Infertilitas sekunder. Dimana Infertilitas primer terjadi jika
pasangan suami istri belum pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan
seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Sedangkan Infertilitas sekunder terjadi
jika pasangan suami istri pernah memiliki anak sebelumnya tetapi belum mampu
memiliki anak lagi setelah satu tahun berhubungan seksual tanpa menggunakan alat
kontrasepsi.

Etiologi Infertilitas pada wanita dan pria memiliki beberapa perbedaan.


Etiologi infertilitas pada wanita mencakup hormonal, obstruksi, dan faktor lokal.
Sedangkan etiologi infertilitas pada pria terdiri dari gangguan spermatogonesis,
obstruksi, ketidakmampuan koitus atau ejakulasi, dan faktor sederhana.

Penyebab infertilitas dapat berasal dari luar (eksternal) ataupun dari dalam diri
sendiri (internal). Beberapa contoh factor yang menyebabkan terjadinya infertilitas
pada wanita dan pria diantaranya yaitu, gangguan oragan reproduksi, kegagalan
implantasi, abnormalitas sperma, penyempitan obstruksi pada saluran genital dan lain
sebagainya.

Selain itu, penatalaksanaan dan penanganan infertilitas pada wanita tergantung


dari penyebab infertilitas tersebut. Salahsatunya dapat dilakukan dengan pemberian
obat atau tindakan medis seperti Fertilisasi in vitro dan inseminasi intrauterine.
Sedangkan penatalaksanaan masalah infertilitas pria dapat dilakukan secara bedah,
nonbedah melalui terapi spesifik, dan terapi empiris.

14
Beberapa tindakan yang dapat mencegah infertilitas pada wanita dan pria
diantaranya yaitu, menghindari hubungan seksual multipartner, memperbaiki dan
meningkatkan metabolissme tubuh, menghindari celana jeans atau celana ketat, dan
masih banyak lagi.

3.2 Saran
1. Bagi pasangan suami istri
Pasangan suami istri hendaknya sesegera mungkin memeriksakan diri kepada
dokter apabila mengalami infertilitas. Hal ini guna mengetahui penyebab dari
infertilitas tersebut dan agar dapat segera dilakukan pengobatan.
2. Bagi pembaca
Pembaca hendaknya dapat mengambil nilai-nilai positif serta pengetahuan yang
bermanfaat dan dapat dijadikan referensi untuk kedepannya.
3. Bagi mahasiswa
Maahasiswa dapat menambah pengetahuan dengan memahami lebih lanjut
tentang infertilitas sehingga diharapkan dapat menyampaikan dan menjelaskan
kepada masyarakat luas mengenai infertilitas tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, L., & Rahmanisa, S. (2019). EVALUASI DAN MANAJEMEN INFERTILITAS


PRIA. JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, 7(2), 105-114.

Ghuman N, Ramalingam M. Male infertility. Obstet Gynaecol Reprod Med [Internet].


2018;28(1):7–14. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1751721417302087

Diatri, Devita, H. (2015). Hubungan Antara Usia, Siklus Haid dan Infeksi Organ Reproduksi
Wanita terhadap Kejadian Infertil pada Wanita di Klinik Bersalin Insan Medika
Semarang. 1–16. http://repository.unimus.ac.id

Irmawati, & Andi, B. (2021). Infertilitas dan pendidikan seks.

Komorowski, A.S., Jain, T. (2022). A review of disparities in access to infertility care and
treatment outcomes among Hispanic women. Reprod Biol Endocrinol 
https://doi.org/10.1186/s12958-021-00875-1

Marsal, A. (2018). INFERTILITAS SEBAGAI ALASAN KHULU’ PERSPEKTIF ULAMA


Arif. Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam, 9(1), 138–151.

Poordast, T., Naghmehsanj, Z., Vahdani, R. et al. (2022). Evaluation of the recurrence and
fertility rate following salpingostomy in patients with tubal ectopic pregnancy. BMC
Pregnancy Childbirth https://doi.org/10.1186/s12884-021-04299-y

Siregar, S. (2016). Keharmonisan Pernikahan pada Pasangan yang Mengalami Infertilitas.


http://repository.uma.ac.id/handle/123456789/1840

Showell MG, Mackenzie-Proctor R, Brown J, Yazdani A, Stankiewicz MT, Hart RJ. (2014)
Antioxidants for male subfertility. Cochrane Database Syst Rev [Internet].
http://doi.wiley.com/10.1002/14651858.CD007411.pub3

Tarigan, R. A., & Ridmadhanti, S. (2019). Infertility in Female Nurses in Hospital. Journal
of Midwifery, 7(2), 36–41.

Widiastini, L. P., Karuniadi, I. G. A. M., & Tangkas, M. (2021). KEJADIAN


INFERTILITAS TERHADAP TINGKAT EMOSI PADA PASANGAN USIA SUBUR.
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar, XVI(2), 268–273

16
17

Anda mungkin juga menyukai