Anda di halaman 1dari 10

FAKTOR RISIKO MASALAH MENTAL EMOSIONAL PADA ANAK

PRASEKOLAH DI KOTA SUKABUMI

Risk Factors of Mental and Emotional Problems of Pre-School


ChildrenIn Sukabumi City
Shinta Utami, dan Dewi Hanifah

Prodi DIII Kebidanan STIKes Sukabumi

Naskah masuk: 16 September 2020 Perbaikan: 26 Februari 2021 Layak terbit:


https://doi.org/10.22435/hsr.v24i3.4066

ABSTRAK
Perkembangan mental emosional anak yang terganggu dapat menjadi tanda awal kejahatan pada usia
remaja. Faktor risiko masalah mental dan emosional pada anak dipengaruhi faktor eksternal dan internal.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah mental
emosional pada anak prasekolah di Kota Sukabumi pada tahun 2020. Disain studi potong lintang. Jumlah
sampel anak prasekolah adalah 385 anak. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan daftar ceklist
dan juga kuesienor masalah mental emosional (KMME). Analisis data menggunakan regresi logistik. Hasil
prevalensi masalah mental emosional sebesar 25,7% (99 anak). Hasil analisis multivariat menunjukkan
bahwa masalah mental emosional terdapat pada anak dipengaruhi oleh pola asuh otoriter [OR =5,88 (CI
95%;3,45-10,02)], komplikasi saat lahir [OR=3,36 (CI 95%;1,95-5,81)], orangtua bercerai [OR=3,00 (CI 95%;
1,09-8,23)], ibu bekerja [OR= 1,77 (CI 95%;1,04-3,00)], dan pendidikan ibu rendah [OR=1,74 (CI 95%; 1,02-
2,95)], Faktor yang paling dominan terhadap masalah mental emosional anak adalah pola asuh otoriter.
Perlu dilakukan deteksi secara rutin oleh tenaga kesehatan agar masalah mental emosional pada anak
dapat terdeteksi sedini mungkin.

Kata kunci: Mental emosional, Faktor Risiko, Prasekolah

ABSTRACT
Impairment of mental and emotional development in children can be an early sign of crime at a young age.
Risk factors for mental and emotional disorders in children are influenced by external and internal factors.
This study aims to determine the prevalence and factors influencing mental-emotional problems in pre-
school children in Sukabumi City in 2020. The study design was cross-sectional. The number of samples of
pre-school children is 385 children. The data was collected with the help of a checklist and a questionnaire
on psychological emotional problems (KMME). Logistic regression was used in the data analysis. The result
of the prevalence of mental emotional disorders is 25.7% (99 children). The results of the multivariate
analysis showed that emotional psychological problems in children caused by authoritarian upbringing [OR =
5.88 (95% CI; 3.45-10.02)], birth complications [OR = 3.36 (95% CI); 1.95-5.81)] is affected. , divorced

Korespondensi:
Shinta Utami
Prodi DIII Kebidanan STIKes Sukabumi
E - mail : Sabilnde02@gmail.com

192
Risiko Masalah Mental Emosional Pada Anak ( Shinta, dkk)

parents [OR = 3.00 (95% CI; 1.09–8.23)], working mother [OR = 1.77 (95% CI; 1.04–3.00)] and mother with
a low level of education [OR = 1.74 (95% CI; 1.02–2.95.))], authoritarian upbringing is the dominant factor in
emotional psychological problems in children. Routine detection by health workers is required so that mental
emotional problems in children can be detected as early as possible.

Keywords : Emotional Mental, Risk Factor, Pre-shcool

PENDAHULUAN pada anak usia 36 – 72 bulan. (Kemenkes RI, 2016)

Perkembangan mental emosional anak Dengan ditemukan secara dini masalah mental
bermanfaat untuk memusatkan perhatian, emosional pada anak, maka intervensi akan lebih
mengontrol emosi dan berkomunikai dengan mudah dilakukan, tenaga kesehatan juga
lingkungan. apabila perkembangan emosi ini mempunyai waktu dalam membuat rencana
terganggu dapat mengakibatkan tanda awal intervensi yang tepat, terutama ketika harus
kejahatan pada usia remaja seperti konsumsi melibatkan ibu/keluarga. Bila penyimpangan
alkohol, kecanduan nikotin, narkoba, pelanggaran terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih
hukum, dan perilaku seks bebas (Setyarini, Mexitalia sulit dan hal ini akan berpengaruh pada
and Margawati, 2016). perkembangan anak. (Kruizinga, 2015).
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
Prevalensi kejadian masalah mental emosional
anak mengalami masalah mental emosional adalah
relatif tinggi pada anak-anak prasekolah, di Belanda
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor risiko
5-10% (Weitzman, Rosenthal and Liu, 2011), dan di
eksternal (komplikasi saat lahir/masa awal bayi,
Australia sebesar 13,6% (Lawrence D, Johnson S,
riwayat penyakit kronis, umur, jenis kelamin) dan
Hafekost J, Boterhoven De Haan K, Sawyer M, Ainley
internal (pekerjaan ibu, pendidikan ibu, pendapatan
J, 2015). Angka kejadian masalah mental emosional
keluarga, pola asuh, status perkawinan, jumlah anak)
di Indonesia melalui Riset Kesehatan Dasar
(Bayer et al., 2011). Konflik keluarga termasuk faktor
(Riskesdas 2013) menunjukkan prevalensi
risiko masalah mental emosional. Kondisi sosial
ganggunan mental emosional usia 15 tahun ke atas
ekonomi di mana anak-anak tumbuh juga dapat
mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah
memiliki dampak yang besar pada pilihan dan
penduduk Indonesia. peluang masa remaja dan dewasa (Marmot, Bell and
Beberapa penelitian menyebutkan masalah yang Donkin, 2013).
muncul pada saat dewasa justru paling sering Kondisi keluarga dan kualitas pola asuh
bermula pada masa kanak-kanak dan remaja berpengaruh signifikan terhadap risiko kesehatan
dengan munculnya masalah mental emosional, mental dan fisik. Institute of Health Equity melakukan
seperti : memiliki perilaku antisosial, lebih agresif, tinjauan literatur terbaru tentang faktor-faktor yang
dan memiliki hubungan yang buruk dengan teman, mempengaruhi anak usia dini dan ditemukan bahwa
mulai terjadi pada usia Sekolah Dasar (SD) (Perou et kurangnya kelekatan dan konflik keluarga,
al., 2013). berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik
Tindakan preventif dalam upaya mengurangi (Afifi et al., 2011).
masalah mental emosional terhadap anak di Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini
perlukan adanya deteksi dini untuk masalah ini. bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian
Deteksi dini terhadap masalah mental emosional masalah mental emosional dan faktor risiko internal
pada anak jarang sekali dilakukan dan dilakukan dan eksternal yang mempengaruhi prevalensi
apabila terdapat indikasi saja. Alat yang digunakan kejadian masalah mental emosional pada anak usia
untuk mendeteksi dini masalah mental emosional 36 – 72 bulan di Kota Sukabumi.
yaitu dengan menggunakan Kuesioner Masalah
Mental Emosional (KMME) yang dapat digunakan

193
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 24 No. 3 Juli 2021: 192-201

METODE hingga dewasa di kelompokan menjadi 2 kelompok


yaitu pola asuh otoriter (keras) dan pola asuh
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
otoritatif (demokrasi). (Afifi et al., 2011) dan status
dengan pendekatan crossectional. Variabel
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
independen dalam penelitian ini adalah faktor
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri, di
internal (komplikasi persalinan, riwayat penyakit
kelompokan menjadi 2 kelompok yaitu kawin dan
kronis, usia, dan jenis kelamin) dan faktor eksternal
cerai. Kuesioner masalah mental anak terdiri atas 12
(pekerjaan ibu, umur ibu, pendidikan ibu,
pertanyaan setiap pertanyaan diajukan secara
pendapatan keluarga, pola asuh dan status
lambat, jelas, dan nyaring kepada orangtua/
pernikahan. Sedangkan variabel dependen dalam
pengasuh anak. Bila salah satu pertanyaan ada
penelitian adalah perkembangan mental emosional
jawaban "ya" maka kemungkinan anak mengalami
pada anak prasekolah.
masalah mental emosional (suspect). (Kemenkes RI,
Penelitian dilakukan di 7 sekolah PAUD 2016).
(pendidikan anak usia dini) di Kota Sukabumi, Jawa
Sebelum mewawancarai responden, enumerator
Barat, Indonesia pada bulan Februari 2020. Metode
memberikan informasi tentang tujuan dan proses
pengambilan sampel menggunakan proporsional
penelitian.Setelah diberikan informasi responden
random sampling dengan jumlah sampel 385 anak
diberi lembar persetujuan untuk ditandatangani
yang berusia 36-72 bulan.
sebagai bukti persetujuan atau ketidaksetujuan atas
Peneliti mengumpulkan data sekunder dan data keikutsertaannya.
primer. Data primer berupa data yang langsung
dikumpulkan peneliti dan dibantu oleh enumerator Analisis secara deskriptif digunakan untuk
menggunakan daftar ceklist dan kuesioner masalah melihat prevalensi angka kejadian masalah mental
mental emosional (KMME) pada anak. Daftar ceklist emosional pada anak usia 36-72 bulan. Analisis
meliputi pertanyaan mengenai komplikasi saat lahir bivariat digunakan untuk melihat faktor-faktor yang
atau penyulit yang terdapat pada saat bayi lahir berhubungan dengan masalah mental emosional
(asfiksia, prematur) dan riwayat penyakit kronis, pada anak dan analisis multivariat digunakan untuk
yakni anak yang memiliki penyakit lebih dari 14 hari melihat faktor-faktor yang paling besar pengaruhnya
dibagi kedalam 2 kelompok yaitu ya dan tidak (Bayer terhadap masalah mental emosional pada anak usia
et al., 2011). Kelompok umur berdasarkan lama 36-72 bulan.
hidup anak yang dihitung dalam bulan dibagi menjadi
2 kelompok yaitu 36 – 60 bulan dan 61-72 bulan,
Jenis kelamin adalah kepemilikan alat kelamin dan HASIL
peran seksualnya dibagi menjadi 2 kelompk yaitu
laki-laki dan perempuan, pekerjaan ibu adalah
kegiatan tetap diluar rumah yang menghasilkan
uang, pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan
formal yang ditamatkan dikelompokan menjadi 2
yaitu rendah (SD dan SMP) dan tinggi (SMA dan
Perguruan Tinggi), umur ibu berdasarkan lama hidup
ibu sampai dengan saat ulang tahun terakhir yang di
kelompokan menjadi 2 yaitu <20 tahun dan >35
tahun dan 20-35 tahun, pendapatan keluarga adalah
jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah
Gambar 1. Gambaran Perkembangan Mental
tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
emosional pada anak 36-72 bulan
bersama maupun perseorangan dalam rumah
tangga di kelompokan menjadi 2 yaitu < UMR dan ≥ Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa
UMR , pola asuh adalah gaya pengasuhan anak perkembangan mental emosional anak pra sekolah
yang ditujukan untuk meningkatkan serta yang suspect atau mengalami masalah mental
mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, emosional cukup tinggi yaitu sebesar 25,7% (99
finansial, dan intelektual seorang anak sejak bayi anak).

194
Risiko Masalah Mental Emosional Pada Anak ( Shinta, dkk)

Berdasarkan Tabel.1 pada karaketristik internal pendidikan ibu yang rendah lebih banyak daripada
dapat dilihat bahwa anak yang suspect anak yang pendidikan ibunya tinggi, sedangkan
persentasenya lebih banyak pada yang mengalami menurut umur ibu tidak jauh berbeda. Persentase
komplikasi pada saat lahir dan yang tidak mempunyai anak suspect pada keluarga dengan pendapatan
riwayat penyakit kronis. Sedangkan persentase <UMR lebih banyak dibandingkan keluarga dengan
suspect tidak menunjukkan banyak perbedaan pendapatan ≥UMR. . Persentase anak suspect pada
menurut kelompok umur dan jenis kelamin anak. kelompok pola asuh otoriter lebih banyak
Keberadaan suspect menurut karakteristik eksternal dibandingkan dengan pola asuh autoritatif, dan anak
dapat dilihat bahwa persentase suspect lebih banyak
suspect pada kelompok ibu yang status perkawinan
pada anak yang ibunya bekerja dibandingkan anak
cerai lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
yang ibunya tidak bekerja (ibu rumah tangga).
ibu yang status perkawinannya kawin. Pada tabel
Persentase anak yang suspect pada kelompok
diatas anak yang mengalami riwayat komplikasi pada

195
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 24 No. 3 Juli 2021: 192-201

saat lahir berisiko 2,7 kali, anak yang memiliki riwayat Analisis multivariat
penyakit kronis memiliki risiko 0,6 kali, jenis kelamin
laki-laki berisiko 1,7 kali, anak dengan ibu yang Semua variabel pada analisis bivariat yang
bekerja berisiko 2,2 kali, pendidikan ibu yang rendah mempunyai nilai P < 0,25 atau diduga berisiko
berisiko 1,9 kali . Anak yang pendapatan keluarganya terhadap masalah mental emosional anak maka
di bawah UMR berisiko 1.3 kali, anak dengan pola pada model awal semua variabel tersebut akan
asuh otoriter berisiko 5,2 kali dan anak dengan diikutsertakan.
orangtua yang bercerai 1,8 kali berisiko mengalami
masalah mental emosional.

Keenam variabel pada tabel 2 dimasukkan secara masalah mental emosional pada anak prasekolah
bersamaan ke dalam model. Variabel yang
sehingga dikeluarkan satu per satu dari model
mempunyai nilai P>0,05 dan perubahan nilai OR
<10% pada analisis diduga tidak mempengaruhi menurut nilai P yang terbesar.

196
Risiko Masalah Mental Emosional Pada Anak ( Shinta, dkk)

Pada Tabel 3 dapat terlihat bahwa faktor yang masalah mental emosional pada anak prasekolah
paling dominan mempengaruhi masalah mental adalah pola asuh otoriter. Anak yang mengalami
emosional pada anak pra sekolah adalah variabel masalah mental emosional berisiko 5,8 kali untuk
pola asuh otoriter nilai OR= 5,88 (CI95%; 3,45- mengalami masalah mental emosional dibandingkan
10,02), artinya anak dengan pola asuh otoriter dengan anak dengan pola asuh autoritatif. Pada
mempunyai risiko 5,88 dibanding anak dengan pola anak dengan pola asuh otoriter berisiko mengalami
asuh autoritatif, untuk terjadinya masalah mental masalah mental emosional, sedangkan anak dengan
emoisonal. Anak prasekolah dengan komplikasi saat pola asuh autoritatif cenderung memiliki
lahir berisiko 3,36 kali, orangtua bercerai berisiko perkembangan emosional yang normal. Hasil
3,00 kali, ibu bekerja berisiko 1,77 kali, dan penelitian ini konsisten dengan penelitian
pendidikan ibu rendah berisiko 1,74 kali terhadap sebelumnya bahwa kesehatan mental anak
masalah mental emosional pada anak. dipengaruhi secara negatif oleh pola asuh otoriter
dan dipengaruhi secara positif oleh pola asuh
autoritatif. Pola asuh autoritatif ditandai dengan
PEMBAHASAN tingkat kehangatan orang tua yang tinggi dengan
kontrol yang baik, pola asuh otoriter dengan tingkat
Data masalah mental emosional ini didapatkan
kehangatan orang tua dan tingkat kontrol orang tua
setelah peneliti melakukan pemeriksaan dengan
yang tinggi. menunjukkan bahwa ibu dan ayah
menggunakan kuesioner masalah mental emosional
dengan gaya pengasuhan yang keras berkontribusi
(KMME) yang terdapat dalam buku pelayanan
pada masalah regulasi emosional anak (Huang et al.,
SDIDTK yang diterbitkan oleh Kemenkes. Setelah
2019).
dilakukan pemeriksaan deteksi dini perkembangan
mental emosional pada anak pra sekolah didapatkan Hasil penelitian ini menunjukkan masalah mental
lebih dari 25% anak mengalami masalah mental emosional lebih banyak terjadi pada kelompok yang
emosional, sehingga pemeriksaan deteksi dini memiliki komplikasi lahir (anak prematur, asfiksia dll)
sangat penting untuk dilakukan. Tetapi dilapangan yaitu berisiko 3,3 kali dibandingkan anak yang tidak
pelayanan deteksi dini ini dilakukan hanya pada anak mempunyai komplikasi pada saat lahir. Hasil ini
yang mempunyai kecurigaan masalah sejalan dengan penelitian Jois pada anak sangat
perkembangan saja. Telah direkomendasikan bahwa prematur (<32 minggu) dimana prematuritas secara
masalah Psikososial harus dideteksi pada usia yang signifikan mempengaruhi terjadinya masalah
sedini mungkin dan diikuti dengan intervensi yang perkembangan sosial emotional (Jois, R, 2019).
tepat, karena masalah perilaku pada masa bayi Peneletian ini sejalan pula dengan hasil analisis
merupakan prediksi dari masalah perilaku di multivariat yang dilakukan oleh Riska pada
kemudian hari (Arpi and Ferrari, 2013). perkembangan sosial emosional, dimana komplikasi
Deteksi dini merupakan hal yang penting untuk persalinan prematuritas memiliki hubungan
mengurangi masalah dan kompetensi pada usia bermakna dengan hiperaktivitas dengan besar risiko
yang lebih tua. Hal ini sejalan dengan penelitian Elliot 2,5 kali dibanding anak yang tidak prematur. Anak
dkk, deteksi dini intervensi pada anak-anak prematur 1,4 kali mengalami masalah perilaku dan
prasekolah dapat memiliki efek yang positif dalam 1,3 kali mengalami masalah sosialisasi dengan
pengurangan masalah perilaku. Deteksi dini masalah teman sebaya dibandingkan yang tidak prematur
mental emosional dalam panduan SDIDTK (Riska Rahmawati, 2018).
menggunakan KMME yang mempunyai klasifikasi Hasil penelitian serupa dilakukan oleh Schachar
yaitu Normal dan Suspect (Kemenkes RI, 2016).
et al yang mengatakan bahwa anak yang lahir
Kuesioner digunakan untuk mengenali masalah
dengan riwayat berat badan lahir rendah memiliki
psikososial, mencegahnya atau mengurangi dampak
kecenderungan untuk mengalami masalah
terhadap kehidupan anak. Instrumen skrining
perkembangan dikemudian hari (Schachar, Park and
perilaku dan emosional memiliki banyak kesamaan,
Dennis, 2015). Hal tersebut disebabkan karena bayi
kelebihan dan keterbatasan sebagai instrument
dengan berat badan lahir rendah lebih rentan
skrining perkembangan. Instrumen skrining dapat
terhadap penyakit infeksi sehingga akan berdampak
digunakan untuk memprediksi risiko suatu masalah
terhadap proses tumbuh kembangnya (Islam, 2015).
tapi tidak dapat membuat diagnosa.
Penelitian Rachel Gick Fan et al menyatakan bahwa
Variabel yang paling dominan pada penelitian ini anak yang terlahir dengan riwayat BBLR akan
sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya mempengaruhi kompetensi sosial emosional dan

197
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 24 No. 3 Juli 2021: 192-201

masalah perilaku pada anak prasekolah. Selain itu, dengan anak yang ibunya tidak bekerja. Anak-anak
akan dapat berpengaruh pada performa sekolah, dengan ibu yang bekerja mempunyai kesempatan
masalah emosional yang dapat terjadi misalnya yang lebih sedikit untuk berinteraksi dan juga
perilaku agresif dan akan mempengaruhi akademik membuat kelekatan dengan ibu, sehingga lebih
anak (Fan, Portuguez and Nunes, 2013). mungkin mengalami keterlambatan dalam
perkembangan mental emosional. Interaksi disini
Hasil penelitian menunjukkan masalah
bisa ditunjukan dengan cara bermain dengan anak,
perkembangan emosioanl tidak berhubungan
menurut penelitian Ginsburg KR Bermain
dengan jenis kelamin. Hal ini tidak sejalan dengan
berkontribusi pada kesejahteraan kognitif, fisik,
penelitian Hanifah di Sukoharjo, dimana mayoritas
anak yang mengalami masalah mental emosional sosial, dan emosional anak-anak, Karena orang tua
adalah anak laki-laki sedangkan minoritasnya adalah dan anak memiliki hubungan kekuatan sentral emosi
anak perempuan (Hanifah and Ningrum, 2013) dan dan perilaku awal anak, bermaim juga dapat
hasil penelitian Erika P pada siswa Sekolah Dasar di menambah kelekatan antara ibu dan anak. Menurut
Kota Salatiga, dimana proporsi responden yang penelitian Wijirahayu menyatakan bahwa kelekatan
mengalami masalah mental emosional lebih banyak antara ibu dan anak secara signifikan berpengaruh
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki terhadap perkembangan sosial emosi
(Prihatiningsih and Wijayanti, 2019). anak.(Wijirahayu, Pranaji and Muflikhati, 2016).

Penelititan terdahulu menunjukan belum adanya Pada penelitian ini didapatkan anak dengan
hasil yang konsisten hubungan antara jenis kelamin pendidikan orangtua yang rendah memiliki resiko 1,7
anak dengan masalah mental emosional. Studi pada kali mengalami masalah mental emosional
591 anak usia Sekolah Dasar di Vietnam dibandingkan anak dengan pendidikan ibu yang
menunjukan terdapat hubungan yang signifikan tinggi. Penelitian sebelumnya menemukan tingkat
antara masalah mental emosional dengan jenis pendidikan berkorelasi positif dengan investasi orang
kelamin. Jenis kelamin laki - laki ditemukan memiliki tua yang melibatkan lingkungan pengasuhan anak
nilai yang lebih tinggi pada pengukuran dengan yang lebih diperkaya dan positif, yang dicirikan oleh
kuesioner "Child Behavioral Checklist" atau ketersediaan bahan bermain dan pembelajaran,
kuesioner perilaku anak. Sedangkan dengan serta organisasi dan keragaman lingkungan fisik.
pengukuran menggunakan kuesioner "Strengths and Orangtua juga menghabiskan lebih banyak waktu
Difficulties Questionnaire" didapatkan masalah untuk berkomunikasi dengan anak-anak mereka
emosional pada perempuan lebih tinggi (Foy, Green and Earls, 2019). Pendidikan orang tua
dibandingkan pada laki-laki (Weiss et al., 2014). berhubungan positif dengan keterampilan bahasa
Studi nasional di Jerman menunjukan bahwa anak-anak, termasuk kosa kata dan keterampilan
terdapat hubungan yang bermakna antara jenis membaca. Ibu dengan pendidikan tinggi cenderung
kelamin dengan masalah mental emosional. Wanita memiliki kualitas interaksi ibu / anak yang lebih tinggi,
ketika mulai usia 2 tahun menunjukkan seperti sensitivitas dan daya tanggap. Peneliti
perkembangan yang lebih dibandingkan pria. Akan sebelumnya telah menemukan bahwa kepekaan dan
tetapi pria lebih mampu mengendalikan emosi dari daya tanggap ibu secara signifikan membentuk
wanita. tetapi pria juga dianggap mempunyai emosi perkembangan kognitif anak. Selain itu, defisit
yang tidak menyenangkan yang lebih kuat dari kompetensi kognitif juga telah dilaporkan sebagai
wanita misalnya amarah dan rasa takut. Emosi faktor kerentanan dalam menyebabkan masalah
wanita yang dominan distereotipkan sebagai emosi perilaku. Oleh karena itu, prestasi pendidikan ibu
yang menenangkan, misalnya kegembiraan yang dapat mempengaruhi masalah perilaku melalui
menyenangkan dalam berbagai bentuk dan kasih pengaruh interaksi ibu. (Foy, Green and Earls, 2019).
sayang. Perbedaan antara jenis kelamin yang paling
nyata dalam stereotip peran seks tampak pada ciri Variabel status perkawinan dalam penelitian ini
kepriadian. Sebagai contoh pola kepribadian feminim terdapat hubungan yang siginifikan dengan masalah
yang khas, ditandai oleh ketergantungan, kepasifan, perkembangan emosional anak dan mempunyai
dan kepatuhan. Sebaliknya, pola kepribadian resiko 3 kali masalah mental emosional pada
maskulin yang khas adalah pola orang yang orangtua dengan status perkawinan menikah
dominan, agresif dan aktif. Jika dilihat pada cenderung memiliki anak dengan perkembangan
karakteristik eksternal pada pekerjaan ibu, anak emosional normal begitupun sebaliknya. Penelitian
dengan ibu bekerja memiliki resiko 1,7 kali ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Erika P pada
mengalami masalah mental emosional dibandingkan siswa Sekolah Dasar di Kota Salatiga yaitu tidak ada

198
Risiko Masalah Mental Emosional Pada Anak ( Shinta, dkk)

hubungan yang bermakna antara status perkawinan saat lahir sedangkan faktor eksternal yang
orangtua dengan masalah mental emosional. berpengaruh adalah pekerjaan ibu, pendidikan ibu,
Proporsi responden yang mengalami masalah pola asuh, dan status perkawinan orangtua. Faktor
mental emosional lebih banyak terjadi pada yang paling dominan terhadap masalah mental
responden dengan orangtua berstatus menikah emosional anak adalah pola asuh otoriter. Anak
(Prihatiningsih and Wijayanti, 2019). dengan pola asuh otoriter 5,88 kali berisiko
Namun hasil penelitian ini sesuai dengan mengalami masalah mental emosional, komplikasi
penelitian Kleinsorge and Covitz bahwa Perceraian saat lahir berisiko 3,36 kali, orangtua bercerai
membuat stres bagi semua anak (Kleinsorge and berisiko 3,00 kali, ibu bekerja berisiko 1,77 kali, dan
Covitz, 2012) Anak-anak cenderung mengalami pendidikan ibu rendah berisiko 1,74 kali terhadap
tekanan, kemarahan, kecemasan, dan masalah mental emosional pada anak.
ketidakpercayaan. Pada penelitian lain ditemukan
banyak anak merasa kurang dekat dengan ayah Saran
mereka setelah perceraian.(Anderson, 2014) Perlu dilakukan deteksi dini masalah mental
Perceraian juga memengaruhi hubungan anak emosional secara rutin oleh tenaga kesehatan agar
dengan orang tua asuh paling sering dengan ibu. masalah mental emosional pada anak dapat
Pengasuh primer sering melaporkan tingkat stres
terdeteksi sedini mungkin sehingga intervensi yang
yang lebih tinggi terkait dengan pengasuhan
diberikan oleh petugas kesehatan dapat semakin
tunggal.(Rodriguez-JenKins J, 2014). Perceraian
cepat untuk mengurangi masalah dan kompetensi
dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan
mental pada anak-anak dan remaja. Terlepas dari pada usia yang lebih tua dan perlu dilakukan
usia, jenis kelamin, dan budaya, anak dari orang tua penyuluhan oleh petugas kesehatan, kader ataupun
yang bercerai mengalami peningkatan masalah guru terkait faktor risiko masalah mental emosional
psikologis Perceraian dapat memicu masalah pada anak dan faktor pencegahannya kepada
penyesuaian pada anak-anak yang sembuh dalam masyarakat khusunya orangtua. Dengan
beberapa bulan. Tetapi, penelitian juga menemukan diketahuinya faktor dominan, baik internal maupun
tingkat depresi dan kecemasan lebih tinggi pada eksternal intervensi yang perlu dilakukan adalah
anak-anak dari orang tua yang bercerai.(D'Onofrio memberikan stimulasi perkembangan secara rutin
and Emery, 2019). kepada anak prasekolah oleh orang tua, kader
Pada orang tua yang bercerai anak kebanyakan maupun petugas kesehatan agar mental emosional
tinggal dengan ibu sehingga kehilangan sosok anak dapat berkembang secara optimal.
seorang ayah, keterlibatan ayah biasanya lebih
kearah fisik. perminan fisik dan tantangan
merupakan komponen penting dari sosialisasi UCAPAN TERIMA KASIH
manusia (Hosokawa and Katsura, 2017). Selain itu,
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
dalam kaitannya dengan konflik perkawinan dan
Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan
fungsi kesehatan mental anak, dalam penelitian ini,
Inovasi Nasional yang telah memberikan hibah dana
konflik perkawinan tidak hanya terkait secara tidak
langsung dengan outcome anak melalui praktik dalam penelitan ini dengan skema penelitian dosen
parenting, tetapi juga terkait langsung dengan pemula tahun 2020.
outcome anak. Konflik perkawinan yang merusak
orang tua secara langsung terkait dengan fungsi
kesehatan mental yang lebih. KONTRIBUSI PENULIS
Ketua peneliti bertugas melakukan survey
pendahuluan, penyusunan proposal,
KESIMPULAN DAN SARAN
mempersiapkan instrumen penelitian, pengambilan
Kesimpulan data sampel, pengolahan dan analisis data,
pembuatan laporan dan publikasi, sedangkan
Ditemukan prevalensi masalah mental emosional
anggota peneliti bertugas melakukan pelatihan
pada anak pra sekolah sebesar 25,7% (99 anak),
pengisian instument penelitian pada enumerator,
Masalah mental emosional pada anak prasekolah
pengambilan data sampel dan pembuatan laporan.
dipengaruhi oleh faktor internal yaitu komplikasi pada

199
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 24 No. 3 Juli 2021: 192-201

DAFTAR PUSTAKA Journal, 30(4), pp. 241–251. doi: 10.5001/omj.2015.50.

Afifi, T. O. et al. (2011) 'An examination of the relation Jois, R, S. (2019) 'Understanding long-term
between conduct disorder, childhood and adulthood neurodevelopmental outcomes of very and extremely
traumatic events, and posttraumatic stress disorder in a preterm infants: A clinical review.', Aust J Gen Pract.,
nationally representative sample', Journal of 48(1–2), pp. 26–32.
Psychiatric Research, 45(12), pp. 1564–1572. doi:
Kemenkes RI (2016) Pedoman pelaksanaan stimulasi,
10.1016/j.jpsychires.2011.08.005. deteksi, dan intervensi tumbuh kembang anak. Jakarta.
Anderson, J. (2014) 'The Impact of Family Structure on the Kleinsorge, C. and Covitz, L. M. (2012) 'Impact of divorce
Health of Children: Effects of Divorce', The Linacre on children: Developmental considerations', Pediatrics
Quarterly, 81(4), pp. 378–387. doi: in Review, 33(4), pp. 147–155. doi: 10.1542/pir.33-4-
10.1179/0024363914Z.00000000087. 147.
Arpi, E. and Ferrari, F. (2013) 'Preterm birth and behaviour Kruizinga, I. (2015) Early detection of emotional and
problems in infants and preschool-age children: a behavioural problems in preschool.
review of the recent literature', Developmental Medicine
& Child Neurology, 55(9), pp. 788–796. doi: Lawrence D, Johnson S, Hafekost J, Boterhoven De Haan
10.1111/dmcn.12142. K, Sawyer M, Ainley J, Z. S. (2015) The Mental Health of
Children and Adolescents. Report on the second
Bayer, J. K. et al. (2011) 'Risk factors for childhood mental Australian Child and Adolescent Survey of Mental
health symptoms: National longitudinal study of Health and Wellbeing, Department of Health, Canberra.
Australian children', Pediatrics, 128(4). doi:
10.1542/peds.2011-0491. Marmot, M., Bell, R. and Donkin, A. (2013) 'Tackling
Structural and Social Issues to Reduce Inequities in
D'Onofrio, B. and Emery, R. (2019) 'Parental divorce or Children's Outcomes in Low- to Middle-income
separation and children's mental health', World Countries', (October), p. 52. Available at:
Psychiatry, 18(1), pp. 100–101. doi: https://www.unicef-irc.org/publications/708-tackling-
10.1002/wps.20590. structural-and-social-issues-to-reduce-inequities-in-
Fan, R. G., Portuguez, M. W. and Nunes, M. L. (2013) childrens-outcomes.html%0Ahttps://econpapers.
'Cognition, behavior and social competence of preterm repec.org/paper/ucfindipa/indipa708.htm.
low birth weight children at school age', Clinics, 68(7), Perou, R. et al. (2013) 'Mental health surveillance among
pp. 915–921. doi: 10.6061/clinics/2013(07)05. children--United States, 2005-2011.', Morbidity and
Foy, J. M., Green, C. M. and Earls, M. F. (2019) 'Mental mortality weekly report. Surveillance summaries
health competencies for pediatric practice', Pediatrics, (Washington, D.C. : 2002), 62 Suppl 2(2), pp. 1–35.
144(5). doi: 10.1542/peds.2019-2757. Prihatiningsih, E. and Wijayanti, Y. (2019) 'Gangguan
Mental Emosional Siswa Sekolah Dasar', HIGEIA
Hanifah, L. and Ningrum, M. P. (2013) 'Gambaran Hasil
Journal of Public Health Research and Development,
Deteksi Dini Masalah Mental Emosional Pada Anak
3(2), pp. 252–262.
Prasekolah Usia 36 Sampai 72 Bulan Di Playgroup Dan
Tk Cherry Kids Club Islamic School Grogol Sukoharjo Riska Rahmawati (2018) 'Hubungan Prematuritas Dengan
Tahun 2012', JUrnal Kebidanan Indonesia, 4(2), pp. Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia 4-6 Tahun
1–19. doi: https://doi.org/10.36419/jkebin.v4i2.77. Di Wilayah Kerja Puskesmas Pleret Tahun 2017',
Hubungan Prematuritas Dengan Perkembangan
Hosokawa, R. and Katsura, T. (2017) 'A longitudinal study
Sosial Emosional Anak Usia 4-6 Tahun Di Wilayah
of socioeconomic status, family processes, and child
Kerja Puskesmas Pleret Tahun 2017, pp. 1–146.
adjustment from preschool until early elementary
school: The role of social competence', Child and Rodriguez-JenKins J, M. M. (2014) 'Parenting stress
Adolescent Psychiatry and Mental Health. BioMed among child welfare involved families: Differences by
Central, 11(1), pp. 1–28. doi: 10.1186/s13034-017- child placement', Child Youth Serv, 46, pp. 19–27. doi:
0206-z. 10.1016/j.childyouth.2014.07.024.Parenting.
Huang, C.-Y. et al. (2019) 'Relationships between Parent- Schachar, R. J., Park, L. S. and Dennis, M. (2015) 'Mental
Reported Parenting, Child-Perceived Parenting, and health implications of traumatic brain injury (TBI) in
Children's Mental Health in Taiwanese Children', children and youth', Journal of the Canadian Academy
International Journal of Environmental Research and of Child and Adolescent Psychiatry, 24(2), pp. 100–108.
Public Health, 16(6), p. 1049. doi:
Setyarini, A., Mexitalia, M. and Margawati, A. (2016)
10.3390/ijerph16061049.
'Pengaruh pemberian asi eksklusif dan non eksklusif
Islam, M. M. (2015) 'The Effects of Low Birth Weight on terhadap mental emosional anak usia 3-4 tahun', Jurnal
School Performance and Behavioral Outcomes of Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition),
Elementary School Children in Oman', Oman Medical 4(1), pp. 16–21. doi: 10.14710/jgi.4.1.16-21.

200
Risiko Masalah Mental Emosional Pada Anak ( Shinta, dkk)

Weiss, B. et al. (2014) 'A nationally representative


epidemiological and risk factor assessment of child
mental health in Vietnam.', International Perspectives in
Psychology: Research, Practice, Consultation, 3(3),
pp. 139–153. doi: 10.1037/ipp0000016.

Weitzman, M., Rosenthal, D. G. and Liu, Y. H. (2011)


'Paternal depressive symptoms and child behavioral or
emotional problems in the United States', Pediatrics,
128(6), pp. 1126–1134. doi: 10.1542/peds.2010-3034.

Wijirahayu, A., Pranaji, D. K. and Muflikhati, I. (2016)


'Kelekatan Ibu-Anak, Pertumbuhan Anak, dan
Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Prasekolah',
Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 9(3), pp.
171–182. doi: 10.24156/jikk.2016.9.3.171.

201

Anda mungkin juga menyukai